BAB II
PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
A. Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan KUHP
Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP diatur dalam Bab XIX. Bab ini mengatur mengenai macam-macam pembunuhan melalui pasal-pasal yang
berbeda-beda, begitu pula dengan hukuman yang diancamkan terhadap pelaku pembunuhan, berbeda pula jenis-jenisnya, sesuai dengan unsur-unsur perbuatan yang memenuhi dari tindakan pembunuhan tersebut.
Diatas telah dijelaskan bahwa tindak pidana pembunuhan dalam bentuk pokok ataupun yang oleh pembentuk undang-undang telah disebut dengan
doodslag itu diatur dalam pasal 338 KUHP. Sesuai dengan rumusannya yang terdapat dalam bahasa Belanda ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 338 KUHP itu berbunyi:
Hij die opzettelijk een ander van het leven berooft , wordt, als schuldig
aan doodslag, gestraft met gevangenisstraft van ten hoogste vijftien
jaren.38
Menurut R. Sugandhi, kejahatan ini disebut “makar mati” atau
pembunuhan. Atinya:
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
39
38
Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., hal. 27-28
mengakibatkan kematian orang lain, dan kematian itu memang disengaja. Apabila
kematian itu tidak dengan sengaja, tidak dikenakan pasal ini, yang mungkin dikenakan pasal 359 (karena kurang kehati-hatiannya, meyebabkan matinya orang lain) atau pasal 353 sub 3 (penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu yang
menyebabkan matinya orang lain). Sehinga pembunuhan yang dilakukan menurut pasal 338 ini adalah salah satu pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Hal
ini terlihat dari kalimat “dengan sengaja” yang menentukan bahwa perbuatan tersebut dilakukan dengan adanaya niat dalam dari pelaku untuk melakukan pembunuhan.
Untuk mengetahui secara jelas mengenai tindak pidana pembunuhan yang dimaksudkan oleh pasal 338 KUHP, sehingga dapat lebih mudah menjerat pelaku
pembunuhan, apakah perbuatan yang dilakukan telah memenuhi rumusan sebagaimana yang dimaksudkan oleh pasal diatas, ataukah perbuatan pelaku memenuhi unsur lainnya. Oleh karena hal tersebut, maka dapat lah dirinci melaui
unsur onyektif dan unsur subyektif yang memenuhi rumusan pasal 338, yaitu sebagai berikut:
a. Unsur Obyektif
1) Perbuatan: menghilangkan nyawa (beroven het leven);
Menurut Adami Cahazawi, dalam menghilangkan nyawa orang lain
terdapat 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi, yaitu:40
• Adanya wujud perbuatan;
• Adanya suatu kematian (orang lain/korban);
39
R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), hal. 357.
40
• Adanya hubungan sebab akibat.
2) Obyeknya: nyawa orang lain (het leven een tander).
b. Unsur Subyektif: dengan sengaja (opzettelijk).
Antara unsur subyektif sengaja dengan wujud perbuatan menghilangkan terdapat syarat yang juga harus dibuktikann, ialah pelaksanaan pembunuhan yang
dilakukan oleh pelaku harus dalam rentang waktu yang tidak lama dengan terlaksananya perbuatan. Artinya bahwa, perbuatan pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku tidak menimbulkan kehendak dalam batin dan pikirannya (adanya
niat) untuk melakukan pembunuhan.
Jika ternyata perbuatan yang dilakukan oleh pelaku memiliki rentang
waktu yang lama dan adanya niat dalam diri pelaku, maka perbuatan tersebut tidak dapat dapat dikategorikan kedalam pasal 338, melainkan telah memenuhi unsur tindak pidana pembunuhan yang terdapat didalam pasal 340, mengenai
pembunuhan berencana.
Rumusan pasal 338 dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai
“menghilangkan nyawa” orang lain, menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan adalah suatu tindak pidana materiil. Tindak pidana materiil adalah suatu tindak pidana yang melarang menimbulkan akibat tertentu (akibat yang dilarang atau
akibat konstitutuf/constitutief gevolg).41
41
Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 57-58.
selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah telah
menimbulkan akibat terlarang ataukah tidak menimbulkan akibat.42
B. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Diatur dalam KUHP
Hukum pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum, oleh karena itu peninjauan bahan-bahan mengenai hukum pidana terutama dilakukan dari
pertanggungjawban manusia tentang “perbuatan yang dapat dihukum.”43 Jika seseorang melanggar peraturan pidana, maka akibatnya ialah bahwa orang itu dapat dipertanggungjawabkan tentang perbuatannya itu, sehingga ia dapat
dikenakan hukuman (kecuali orang gila, dibawah umur dan sebagainya).44
C.S.T Kansil menyebutkan bahwa tujuan hukum pidana itu memberi
sistem dalam bahan-bahan yang banyak dari hukum itu. Asas-asas dihubungkan satu sama lain, sehingga dimasukkan dalam satu sistem. Penyidikan secara demikian adalah dogmatis juridis. Selain hukum pidana dilihat sebagai ilmu
pengetahuan kemasyarakatan. Sebagai ilmu sosial, maka diselidiki sebab-sebab dari kejahatan dan dicari cara untuk memberantasnya.45
Setiap tindak pidana kejahatan yang dilakukan di masyarakat diatur dalam hukum pidana, baik itu tindak pidana pembunuhan, penganiayaan, perzinahan, pencurian, dan lain sebagainya. Menurut Van Hammel dalam Abul Khair dan
Mohammad Eka Putra,46
42
Ibid, hal. 58.
43
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 265.
44 Ibid. 45
Ibid. 46
Abul Khair dan M.Eka Putra, Pemidanaan, (Medan: USU Press, 2011), hal. 1.
dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde),
yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut.
Menurut Jan Remmeling, hukum pidana seharusnya ditujukan untuk
menegakkan tertib di masyarakat hukum. Manusia satu persatu dalam masyarakat saling bergantung, kepentingan mereka dan relasi antar mereka ditentukan dan
dilindungi oleh norma-norma. Penjagaan tertib sosial ini untuk bagian besar sangat tergantung pada paksaan, jika norma tidak ditaati, akan muncul sanksi, kadangkala berbentuk informal, misalnya perlakuan acuh tak acuh dan kehilangan
status atau pengahargaan sosial. Namun, hukum bila menyangkut hal yang lebih penting, sanksi (hukum), melalui tertib hukum negara yang melengkapi penataan
sosial, dihaluskan, diperkuat, dan dikenakan pada pelanggar norma tersebut.47 Menurut van Hammel dalam Andi Hamzah, bahwa prevensi khusus suatu pidana ialah:48
1. Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak tidak melaksanakan
niat buruknya;
2. Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana;
3. Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mngkin
diperbaiki;
4. Tujuan satu-satunya adalah mempertahankan tata tertib hukum.
47
Ibid, hal, 14.
48
Untuk menjaga dan melindungi ketertiban di masyarakat, maka negara
memiliki peran yang sangat besar, sehingga setiap perbuatan yang meyimpang dari masyarakat, negara wajib mengenakan sanksi pidana kepada anggota masyarakat tersebut. Dasar atau dalil bagi negara (pemerintah) untuk mengenakan
sanksi pidana pada umumnya berupa nestapa atau penderiataan kepada anggota masyarakat yang melakukan tindak pidana, atau dengan kata lain apa yang
menjadi dasar dibenarkannya negara (pemerintah) untuk menjatuhkan pidana, dapat diketahui dari beberapa titik tolak (dasar) pemikiran yaitu:49
1. Teori kedaulatan Tuhan
Ajaran kedaulatan Tuhan misalnya dengan penganutnya yang sangat terkenal pada abad ke-19 Friedrich Julius Stahl, yang berpendapat bahwa
“negara merupakan badan yang mewakili Tuhan di dunia, yang memiliki kekuasaan penuh untuk meyelenggarkan ketertiban hukum di dunia. Para pelanggar hukum tetap terjamin;
2. Teori Perjanjian Masyarakat
Teori perjanjian masyarakat mencoba menjawab pertanyaan tersebut diatas
dengan mengemukakan otoritas negara yang bersifat monopoli itu pada kehendak manusia itu sendiri yang menghendaki adanya kedamaian dan ketentraman masyarakat. Mereka berjanji akan mentaati segala ketentuan
yang dibuat oleh negara dan di lain pihak bersedia pula untuk memperoleh hukuman jika dipandang tingkah lakunya akan berakibat terganggu
ketertiban di dalam masyarakat. Mereka (masyarakat) telah memberikan
49
kuasa kepada negara untuk menghukum seseorang yang melanggar
ketertiban.
Berdasarkan teori Ketuhanan dan teori perjanjian diatas dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai tugas membuat suatu aturan hukum serta memiliki
fungsi melindungi masyarakat dari segala kejahatan. Berwenangnya negara dalam membentuk suatu peraturan dikarenakan negara adalah wakil Tuhan di muka
bumi ini, disamping itu negara telah menerima kuasa dari masyarakat untuk membuat aturan hukum yang menjaga ketertiban didalam masyarakat.
A. Fuad Usfa dan Tongat mengemukakan fungsi atau tujuan hukum pidana
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagai berikut:50 1. Fungsi umum
Fungsi umum dari hukum pidana ini berkaitan dengan fungsi hukum pada umumnya. Oleh karena hukum pidana merupakan bagian dari hukum pada umumnya, maka fungsi hukum pidana (secara umum) juga sama dengan
fungsi hukum pada umumnya, yaitu mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat. Hukum hanya memperhatikan
perbuatan yang “sozialrelevant,” artinya hukum hanya mengatur segala sesuatu yang bersangkut paut dengan masyarakat. Hukum pidana pada dasarnya tidak mengatur sikap bathin seseorang yang bersangkutan dengan
tata susila. Sangat mungkin ada perbuatan yang secara kesusilaan sangat tercela, tetapi hukum pidana atau negara tidak turun tangan atau campur
didalam hukum atau hukum yang benar-benar hidup dalam masyarakat.
50
2. Fungsi yang Khusus
Fungsi khusus dari hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya tampil tajam bila dibandingkan dengan sanksi
yang terdapat pada cabang hukum yang lain. Kepentingan hukum ini baik berupa kepentingan hukum seseorang, suatu badan atau suatu masyarakat.
Berdasarkan tujuan-tujuan hukum pidana yang telah diuraikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa negara selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam menjalankan kehidupan bermasayarakat, berbangsa dan bernegara sudah
selayaknya untuk membuat dan menciptakan suatu keteraturan dalam bentuk hukum ataupu peraturan yang menjamin kehidupan bermasyarakat, berabangsa
dan bernegara. Adanya aturan hukum tersebut harus dibuat semaksimal mungkin, menyeimbangkan antara keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum sehingga masyarakat merasa terlindungi dan dapat melakukan interaksi dengan masyarakat
lainnya dengan nyaman, tenteram, dan damai.
C. Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan yang Disengaja dalam KUHP
Apabila melihat kedalam kitab undang-undang hukum pidana, maka akan sangat mudah dipahami bahwa maksud dan kehendak pembuat undang-undang dalam menetapkan kejahatan terhadap nyawa yang diatur pada buku II Bab XIX
KUHP. Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur mengenai kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa yang diatur dalam 13 (tiga belas pasal). Antara pasal
yang terkandung di setiap pasal, sehingga perbuatan seseorang dengan mudah
dapat dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan.
Pengaturan-pengaturan mengenai ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang sebagaimana dimaksudkan di atas, kita juga
dapat mengetahui bahwa pembentuk undang-undang telah bermaksud membuat perbedaan antara berbagai kejahatan yang dapat dilakukan orang terhadap nyawa
orang dengan memberi kejahatan tersebut dalam lima jenis kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang, masing-masing sebagai berikut:51
a. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dalam
pengertiannya yang umum, tentang kejahatan mana pembentuk undang-undang selanjutnya juga masih membuat perbedaan antara kesengajaan
menghilangkan nyawa orang lain yang tidak direncanakan lebih dahulu yang telah diberinya nama doodslag dengan kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dengan direncanakan lebih dahulu yang disebutnya
moord. Doodslag diatur dalam pasal 338 KUHP sedang moord diatur dalam pasal 340 KUHP;
b. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa seorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya sendiri. Tentang kejahatan ini selanjutnya pembentuk undang-undang masih membuat perbedaan antara kesengajaan
menghilangkan nyawa sesorang anak yang dilakukan ibunya sendiri yang dilakukan tanpa direncanakan lebih dahulu dengan kesengajaan
menghilangkan nyawa seorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya
51
sendiri yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu, jenis kejahatan
yang disebutkan terlebih dahulu itu oleh pembentuk undang-undang telah disebut sebagai kinderdoodslag dan diatur dalam pasal 341 KUHP, adapun jenis kejahatan yang disebutkan kemudian adalah kindermoord dan diatur
dalam pasal 342 KUHP;52
c. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa orang atas
permintaan, yang bersifat tegas dan sungguh-sungguh dari orang itu sendiri, yakni sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 344 KUHP;53 d. Kejahatan berupa kesengajaan mendorong orang lain melakukan bunuh
diri atau membantu orang lain melakukan bunuh diri sebagaimana yang diatur dalam pasal 345 KUHP;
e. Kejahatan berupa kesengajaan menggugurkan kandungan seorang wanita atau menyebabkan anak yang berada dalam kandungan meninggal dunia. Pengguguran kandungan itu oleh pembentuk undang-undang tealh disebut
dengan kata afdrijving. Mengenai kejahatan ini selanjutnya pembentuk undang-undang membuat perbedaan antara beberapa jenis afdrijving yang
dipandang dapat terjadi didalam praktik, masing-masing yaitu sebagai berikut:54
1) Kesengajaan menggugurkan kandungan yang dilakukan atas
permintaan wanita yang mengandung, seperti yang diatur dalam pasal 346 KUHP;
52
Ibid, hal. 12.
53 Ibid.
2) Kesengajaan menggugurkan kandungan yang dilakukan orang tanpa
mendapatkann izin lebih dahulu dari wanita yang mengandung seperti yang telah diatur dalam pasal 347 KUHP;
3) Kesengajaan mengugurkan kandungan yang dilakukan dengan
mendapatkan izin lebih dahulu dari wanita mengandung seperti yang telah diatur dalam pasal 348 KUHP;
4) Kesengajaan menggugurkan kandungan seorang wanita yang pelaksanaannya dibantu oleh seorang dokter, seorang bidan, atau seorang peramu obat-obatan, yakni seperti yang diatur dalam pasal
349 KUHP.
D. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana Pembunhan dalam KUHP 1. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Ketika menjabarkan suatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya, maka
akan dijumpai suatu perbuatan atau tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan suatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang.
Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif.
sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.55
a. Kesengajaan (dolus) atau ketidak sengajaan (culpa);
Adapun unsur-unsur subjektif tindak
pidana adalah sebagai berikut:
b. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan (pogging) seperti yang
terdapat dalam pasal 53 ayat (1) KUHP;
c. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya
di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain.
d. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang
terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP. e. Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak
pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan di mana
tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan.56
a. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid;
Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah:
b. Kualitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau
keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP; dan
55
P.A.F. Lamintang, .Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hlm.193
c. Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.
Setelah merumuskan unsur subjektif dan unsur objektif, maka perlu pula dilihat unsur tindak pidana yang terdapat dalm suatu delik atau rumusan pidana.
Menurut Simons, unsur tindak pidana meliputi:57 a. Diancam dengan pidana oleh hukum;
b. Bertentangan dengan hukum;
c. Dilakukan oleh orang yang bersalah; dan
d. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya
2. Unsur Pembunuhan dalam KUHP
Tindak pidana pembunuh dalam hukum Indonesia diatur secara umum didalam kitab undang-undang hukum pidana. Pengaturan tindak pidana pembunuhan dalam kitab undang-undang hukum pidana Indonesia terdapat dalam
Bab XIX, yang membahas mengenai kejahatan terhadap nyawa. Pada bab ini, kejahatan terhadap nyawa diatur dalam pasal 338 sampai dengan pasal 350
KUHP. Kejahatan terhadap nyawa diatur sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku pembunuhan.
Menurut Adami Chazawi, Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat
dibedakan atau dikelompokkan atas 2 (dua) dasar, yaitu:58 a. Atas dasar unsur kesalahannya
57
Andi Hamzah, Op.Cit., hal. 88.
58
Atas dasar kesalahannya dibedakan pula menjadi 2 (dua) bagian, adapun 2
(dua) bagian tersebut yaitu:
1) Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus midrijiven), adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP,
pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP, kejahatan ini biasanya dilakukan dengan adanya niat, perncanaan dan adanya waktu yang
cukup untuk melakukan pembunuhan;
2) Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan tidak sengaja
(culpose midrijen), dimuat dalam Bab XXI (khusus pasal 359),
biasannya kejahatan ini dilakukan tidak diiringi dengan niat, perencanaan, dan waktu yang cukup memadai dalam melakukan suatu
perbuatan.
b. Atas dasar obyeknya (nyawa).
Kejahatan terhadap nayawa atas dasar objeknya (kepentingan hukum yang
dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 (tiga) macam, yakni:
1) Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, di muat dalam pasal 338, 339, 340, 344, dan 345;
2) Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah
dilahirkan, dimuat dalam pasal :341, 342, dan 343;
3) Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu
Tindak pidana pembunuhan yang diatur dalam Bab XIX, merupakan
tindak pembunuhan yang dilakukan dengan keengajaan, sehingga setiap perbuatan
yang dilakukan harus memenuhi unsur kesengajaan yang terdapat dalam diri
pelaku tindak pidana pembunuhan. Menurut Wirjono Prodjodikoro, kesengajaan
itu harus mengandung 3 (tiga) unsur tindakan pidana, yaitu:59
1) perbuatan yang dilarang;
2) akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan
3) bahwa perbuatan itu melanggar hukum.
Setelah mengetahui unsur-unsur kesengajaan dalam tindak pidana
pembunuhan, maka perlu pula diketahu imacam-macam perbuatan kesengajaan
yang dilakukan oleh pelaku kejahatan. Menurut Wirjono Prodjodikoro, terdapat 3
(tiga) macam kesengajaan, yaitu:60
1) kesengajaan yang bersifat tujuan untuk mencapai sesuatu (opzet als
oogmerk);
Terdapat dua teori yang saling bertentangan dalam menilai unsur
kesengajaan bersifat tujuan, yaitu:
a) teori kehendak (wilstheorie) dan b) teori bayangan (voorstellingstheorie)
Teori kehendak menganggap keengajaan (opzet) ada apabila
perbuatan dan akibat suatu tindakan pidana dikehendaki oleh sipelaku.
Sedangkan teori bayangan menganggap kesengjaan dan apabila si
59
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: Rarifa Aditama 2003), hal. 66.
pelaku pada waktu mulai melakuian perbuatan ada bayangan yang
terang bahwa akibat yang bersangkutan akan tercapai, maka dari itu
menyusuaikan perbuatannya dengan akibat itu;61
2) Kesengajaan Secara Keinsyafan Kepastian (Opzet Bij
Zekerheids-Bewustzijn)
Kesengajaan secara keinsyafan kepastian adalah suatu perbuatan yang
dilakukan oleh seseorang tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang
menjadi dasar daridilict, tepi ia tahu dan sadari benar bahwa akibat itu
pasti mengkitui perbuatan itu. Dan apabila itu terjadi, maka menurut
teori kehendak (wisltheorie) menganggap akibat tersebut juga
dikehendaki oleh pelaku, karena itu ada kesengajaan. Sedangkan
menurut teori bayangan (voorstelling-theorie) akibat itu bukan
kehendak pelaku tetapi bayangan atau gambaran dalam gagasan
pelaku, bahwa akibat itu pasti terjadi, maka juga ada kesengajaan;
3) Kesengajaan secara Keinsyafan Kemungkinan (0pzetBijmogelijkheids -bewustzijn)
Bedanya dengan kesengajaan tujuan dan kesenjngaan keinsyafan
kepastian, kesenjangaan keinsyafan kemungkinan pelaku yang
membayangkan kemungkinan belaka. Menurut Van Dijk dan Pompe
yang dikutip oleh Wirjono Prodjidokoro bahwa dengan hanya ada
61
keinsyafan kemungkinan, tidak ada kesengajaan, tetapi hanya
mungkin ada culpa, atau kurang berhati-hati.62
E. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan dalam Delik Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok
Menurut Adami Chazawi Stelsel pemidanaan merupakan bagian dari hukum penitensier yang berisi tentang hukum pidana, batas-batas penjatuhan pidana, cara penjatuhan pidana, cara dan dimana menjalankannya, begitu juga
mengenai pengurangan, penambahan dan pengecualian penjatuhan pidana.63 Disamping itu, hukum penitensier juga berisi tentang sistem tindakan (maatragel stelsel). Dalam usaha negara mempertahankan dan menyelenggarakan ketertiban,
melindunginya dari perkosaan-perkosaan terhadap kepentingan hukum, secara represif disamping diberi hak dan kekuasaan menjatuhkan pidana, negara juga
diberi hak untuk menjatuhkan tindakan.64
Menurut Sudarto dalam Abul Khair dan Mohammad Eka Putra, pemidanaan itu kerap kali sinonim dengan kata penghukuman. Penghukuman
berasal dari kata hukum, sehingga dapat diartikapkan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten).65
62
Ibid, hal 69.
63
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 23.
64 Ibid. 65
Abul Khair dan Moh. Eka Putra, Op.Cit., hal. 7.
Penghukuman dalam perkara
conditionally atau voorwadelijk veroordeeld yang sama artinya dengan dihukum
bersyarat atau pidana bersyarat.66
Jerome Hall dalam Abul Khair dan Mohammad Eka Putra membuat deskripsi yang terperinci mengenai pemidanaan, yaitu sebagai berikut:67
1. Pemidanaan adalah kehilangan hal-hal yang diperlukan dalam hidup; 2. Ia memaksa dengan kekerasan;
3. Ia diberikan atas nama negara;” ia diotorisasikan;”68
4. Pemidanaan mensyaratkan adanya peraturan-peraturan, pelanggaran-nya, dan penentuannya yang diekspresikan di dalam putusan;
5. Ia diberikan kepada pelanggar yang telah melakukan kejahatan, dan ini mensyaratkan adanya sekumpulan nilai-nilai yang dengan beracuan
kepadanya, kejahatan dan pemidanaan itu signifikan dalam etika; dan 6. Tingkat atau jenis pemidanaan berhubungan dengan perbuatan
kejahatan, dan diperberat atau diringankan dengan melihat
personalitasm (kepribadian) sipelanggar, motif dan dorongannya.
KUHP telah mengatur bentuk sanksi atau ancaman hukuman yang
diterapkan terhadap pelaku kejahatan. Rincian mengenai penjatuha pidana diatur dalam pasal 10 KUHP. Menurut stelsel KUHP, pidana dibedakan menjadi dua kelompok, antara pidana pokok dengan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri
dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana
66 Ibid. 67
Ibid, hal. 9.
68
tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dari pidana pencabutan hak-hak
tertentu, pidana perampasan barang-barang tertentu, dan pidana pengumuman keputusan hakim.
Secara khusus, pembahasan dalam tulisan ini adalah mengenai hukuman
atau sanksi yang diterapkan dalam pasal 338 KUHP, yaitu mengenai tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (doodsalg). Pasal 338 telah
menyebutkan bahwa, hukuman atas tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang dilakukan adalah dipidana paling lama 15 tahun penjara. Sebenarnya tidaklah tepat kalau dikatakan hal tersebut sebagai hukuman,
melainkan suatu ancaman hukuman. Hukuman merupakan vonis dari hakim yang diterima si pelaku atas kesalahannya yang telah incracht, sedangkan ancaman
hukuman adalah suatu ancaman yang ditujukan kepada setiap manusia berdasarkan bunyi pasal undang-undang.
Menurut P.A.F Lamintang dalam Dwijaya Priyatno, mengemukakan
pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut didalam
sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang dilakukan pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan
tersebut.69
Pidana penjara berdasarkan pasal 10 KUHP merupakan salah satu pidana
pokok. Pidana penjara merupakan pidana penjara berdasarkan pasal 12 ayat (1)
69
terbagi dua,70 yaitu pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara sementara waktu. Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu (pasal 12 KUHP). pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun bertutut-turrut (pasal 12 ayat (2) KUHP).
Berdasarkan hal tersebut dalam tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok, bahwa sanksi hukuman yang diterapkan adalah pidana penjara
dalam waku tertentu, yaitu dengan ancaman maksimal selama lima belas tahun penjara, sedangkan ancaman minimalnya dibatasi dengan paling pendek selama satu hari.
70