• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Hukum Pidana Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Hukum Pidana Islam"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia diciptakan sebagai makhuluk sosial yang tidak dapat hidup sendirian tanpa manusia lainnya dan selalu ingin berkumpul dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Kehidupan bermasyarakat merupakan suatu hal yang secara kodrati ada pada diri manusia dan merupakan suatu keharusan yang bertujuan untuk menciptakan suatu tatanan dalam lingkungan masyarakat. Disamping itu, manusia memiliki keinginan yang besar atas kenyamanan, kedamaian dan ketentraman dalam melakukan interaksi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Namun, untuk mewujudkan semua itu harus memperhatikan perkembangan zaman.

Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Dengan adanya statement bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka hukum harus di jadikan sebagai tameng atau pelindung bagi masyarakatnya dalam melakukan interaksi dalam berkehidupan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara. Sehingga, segala sesuatu tingkah laku masyarakat yang mengikatkan dirinya dengan negara Republik Indonesia diatur dalam suatu paraturan yang tertulis (hukum positif). Dengan adanya aturan tersebut, setiap orang atau manusia, tidak dapat melakukan perbuatan sewenang-wenang dengan manusia lainnya.

(2)

menghadapi perkembangan tersebut diperlukan hukum yang benar-benar tangkas dalam menangani setiap kejahatan. Hukum harus mampu menjadi pelindung bagi masyarakat dalam melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya. Selain itu, aspek-aspek hukum juga harus dapat menjadi petunjuk bagi para pencari hukum untuk menjawab masalah-masalah yang terjadi didalam masyarakat, sejalan dengan hal tersebut, hukum juga harus mampu memberikan dampak positif bagi korban kejahatan secara khusus dan masyarakat pada umumnya.

Menurut Gustav Radbruch, hukum memiliki tiga aspek, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.1 Aspek keadilan menunjuk pada kesamaan hak didepan hukum (equality before of the law). Aspek kemanfaatan, menunjuk pada tujuan keadilan, yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia, oleh karena itu aspek ini menunjukkan isi hukum tersebut. Sedangkan kepastian menunjuk pada jaminan bahwa hukum (yang berisi keadilan dari norma-norma yang memajukan kebaikan), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati. Dapat dikatakan bahwa dua aspek yang disebut pertama merupakan kerangka ideal dari hukum. Sedangkan aspek ketiga (kepastian) merupakan kerangka operasional hukum.2

Mengenai masalah kejahatan yang terjadi di Indonesia, maka harus diatur dalam hukum pidana Indonesia. Tidak ada satu kejahatan pun yang seharusnya luput dari ancaman pidana, sehingga masyarakat merasa nyaman dari kejahatan seperti pembunuhan, pencurian, tindak asusila, penganiayaan dan kejahatan Jadi, antara satu aspek dengan aspek lainnya harus saling mendukung satu sama lain.

1

Bernard L. Tanya dkk., Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hal. 171.

2

(3)

lainnya. Disamping itu, aturan pidana yang berfungsi mengatur setiap kejahatan harus memperhatikan unsur keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, terutama kepada korban dan keluarga korban.

Jika dipandang dari hukum Islam, Islam mengajarkan agar menjaga lima hal yang essensial dalam kehidupan manusia, baik itu perorangan maupun kehidupan kelompok. Jaminan keselamatan atas lima hal tersebut dijadikan sebagai lima hal tujuan syari’at Islam (maqasid asy-syari’ah al-khams), yang dimaksud dengan lima tujuan tersebut adalah memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara harta, memelihara akal, dan memelihara keturunan. Memelihara jiwa termasuk salah satu tujuan syari’at Islam, hal tersebut di maksudkan bahwa, menghormati jiwa atau darah manusia merupakan tujuan yang penting dalam hukum Islam, karena darah manusia di yaumil akhir nanti adalah hal yang pertama kali ditanyakan oleh Allah swt. terhadap manusia dalam berinteraksi dengan manusia lainnya.

(4)

pembunuhan pada tahun 2012, dan jika dibandingkan dengan tahun 2011 hanya tercatat 69 kasus pembunuhan yang terjadi. Meskipun ada peningkatan, Polda Jawa Timur hanya mampu mengungkap dan menyelesaikan 898 kasus atau 62,17%.”3

Jika dibandingkan dengan tindak pidana pembunuhan yang terjadi di negara Arab Saudi pada tahun 2012 ada 49 orang yang dihukum mati, sebagaimana yang di beritakan oleh kantor berita Saudi Press Agency (SPA) dan dilansir oleh AFP.

4

Membandingkan tingkat pembunuhan yang terjadi antara negara Indonesia dengan negara Arab Saudi, maka dapat dilihat bahwa tingkat pembunuhan di Indonesia lebih cenderung dilakukan dari pada di Arab Saudi. Padahal, jika melihat sampel perbandingan yang diambil, hanya pada satu kebupaten saja dari bagian Indonesia yang dijadikan contoh, yaitu pada Provinsi Jawa Timur, sedangkan pada Arab Saudi sampel perbandingan diambil secara keseluruhan pada negara tersebut. Dapat di bayangkan, bahwa bagaimana seandainya jika yang diperbandingkan adalah tingkat pembunuhan yang ada di Indonesia dengan Jika dibandingkan dengan tahun 2011, AFP melansir terjadi 76 kasus pembunuhan dan pelakunya telah di hukum pancung. Namun, data yang dimiliki oleh organisasi HAM, Amnesty International sedikit berbeda. Amnesty International mencatat, otoritas Saudi telah mengeksekusi mati 79 orang sepanjang tahun 2011 lalu. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa, ada penurunan tindak pidana pembunuhan yang terjadi di Arab Saudi.

3

4

(5)

tingkat pembunuhan yang ada di Arab Saudi. Mungkin akan terdapat jutaan kasus pembunuhan yang terjadi di Indonesia.

Didalam hukum Islam, mengenai tindak pidana pembunuhan diatur dalam

kitabun jinayah, yaitu hukum yang mengatur mengenai tindak pidana

pembunuhan. Jinayah adalah setiap tindakan yang dapat menghilangkan nyawa sepeti membunuh atau mengancam keselamatan seperti menggugurkan kandungan dan memotong anggota tubuh.5

Pembunuhan dalam tindak pidana Islam, berdasarkan kesepakatan para ulama, baik itu ulama terdahulu maupun ulama kontemporer (masa kini) sepakat membagi tindak pidana pembunuhan menjadi tiga bagian, yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, pembunuhan yang tidak sengaja dan pembunuhan semi sengaja. Dari ketiga jenis tersebut, hanya pembunuhan sengaja sajalah yang dikenakan dengan jarimah qishash. Penentuan jarimah qishash diberikan

Pelarangan mengenai tindak pidana pembunuhan ini diatur dalam Al-Qur’an, Hadits dan Ijthad para ulama yang di dasari oleh Al-Qur’an dan Hadits. Adapun contoh larangan pembunuhan dalam Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:

“dan jangalah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan

barangsiapa dibunuh secdara zalim, sesungguhnya kami telah memberi

kuasa kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui

batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat

pertolongan.” (Al-Israa’: 33).

5

(6)

sepenuhnya kepada keluarga korban yang ditinggalkan (ahli waris korban) untuk melakukan penuntutan di pengadilan. Jika hukuman qishash di kehendaki, maka hakim harus memutuskan apa yang di inginkan keluarga korban, sebaliknya, jika hukum qishash dikesampingkan (adanya pemaafan) maka keluarga korban dapat meminta diyat kepada pelaku pembunuhan.

Pembunuhan dalam tindak pidana Islam, terkhusus dalam pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja terbagi dalam beberapa bagian, sama halnya dengan pembunuhan sengaja yang diatur dalam Bab XIX Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang terdiri dari pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP. walaupun memiliki kesamaan mengenai pembunuhan yang diatur dalam hukum pidana Islam dengan KUHP, tetapi ada hal yang membedakan pembunuhan tersebut. Hal-hal yang membedakannya antara lain adalah tujuan dari pengaturan tindak pidana pembunuhan, sumber hukum yang diterapkan dalam kasus pembunuhan, keterlibatan keluara korban sampai dengan vonis yang dijatuhkan oleh hakim.

(7)

yang terkandung dan hal lain yang dianggap relevan untuk mengembangkan penelitian ini.

Hal ini sekaligus untuk memenuhi tugas akhir (Skripsi) penulis selaku mahasiswa fakultas hukum dalam memperoleh gelar sarjana hukum. Sehingga sangat tepat kiranya penulis mengangkat skripsi dengan judul, “Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Hukum Pidana Islam.”

Semoga kiranya dengaan tulisan ini dapat memberikan masukan bagi penegakan hukum pidana di Indonesia, terkhusus pada kasus pembunuhan biasa dalam bentuk pokok, guna menegakkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum, seperti yang di maksudkan oleh Gustav Radbruch.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian singkat latar belakang permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, agar pembahasan lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok materi yang telah ada. Maka, penulis membatasi lingkup pembahasan dalam skripsi ini, dengan tujuan untuk lebih mudah dipahami dan dimengerti.

Atas dasar inilah penulis membatasi ruang lingkup kajian permasalahan yang ada sebagai berikut:

(8)

2. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok (Doodslag) Berdasarkan Hukum Pidana Islam?

3. Bagaimana Perbandingan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Hukum Pidana Islam?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitan

Berdasarkan uraian singkat latar belakang yang dipaparkan dan perumusan masalah yang diangkat sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui perbandingan hukum yang digunakan mengenai tindak pidana pembunuhan antara hukum positif Indonesia dengan Hukum pidana Islam;

b. Untuk memahami bahwa dari perbandingan kedua hukum tersebut, kita dapat melihat, memperhatikan dan menilai hukum manakah yang lebih efektif dalam menangani tindak pidana pembunuhan;

(9)

2. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

a. Dengan adanya skripsi ini kiranya mampu untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya didalam hukum tindak pidana pembunuhan di Indonesia; b. Kiranya skripsi ini dapat menjadi salah satu referensi ataupun rujukan

bagi para pihak ataupun siapa saja yang ingin membahas dan mendalami tindak pidana pembunuhan berdasarkan hukum positif Indonesia dengan hukum pidana Islam, baik itu Mahasiswa, akademisi, maupun masyarakatluas;

c. Kiranya skripsi ini dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan meningkatnya dan berkembangnya tindak pidana pembunuhan di indonesia.

2) Manfaat Praktis

a. Dapat memberikan informasi hukum kepada semua kalangan, terutama penegak hukum tentang perbandingan secara mendasar mengenai tindak pidana pembunhan berdasarkan hukum positif Indonesia dengan hukum pidana Islam;

(10)

D. KEASLIAN PENULISAN

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) dan Hukum Pidana Islam.” Hal ini dapat dilihat berdasarkan tabel judul yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Informasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara melaui surat tertanggal 05 Maret 2014, yang mana telah di ACC (disetujui dan diterima) sebagai judul skripsi Penulis. Adapun judul yang telah diperiksa di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Hukum USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi FH USU adalah:

1. Nama : Rizki Maulana Djamil

Nim : 060200318

Judul : Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok KUH Pidana dan Hukum Pidana Islam

2. Nama : Mangembang Hutasoit

Nim : 020200022

Judul : Tindak Pidana Pembunuhan dalam Keluarga Ditinjau dari Segi Psikologi Kriminal

3. Nama : Thias Wulandari

(11)

Judul : Faktor Penyebab Terjadinya Pembunuhan Anak dan Penerapan Hukumnya Berdasarkan Pasal 342 KUH Pidana (analisis kasus No.328/Pid.B/PN.Medan)

4. Nama : Jackyio Situmorang

Nim : 020200156

Judul : Implemantasi Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Putusan No.514/Pid.B/1997/PN-LP)

Disamping itu, penulis juga melakukan penelusuran diberbagai karya ilmiah melalui internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan, ditemukan adanya penulis lain yang pernah mengangkat judul tersebut, namun substansinya berbeda dengan apa yang dibahas dalam skripsi ini. Permasalahan yang diangkat didalam skripsi ini merupakan murni hasil dari pemikiran penulis, yang sedikit banyaknya ide tersebut diperoleh dari hasil diskusi dengan rekan-rekan satu perkuliahan, dosen-dosen serta diperoleh dari buku-buku dan media cetak maupun elektronik yang dijadikan referensi untuk merujuk penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa, skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kedepannya.

E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

(12)

dan Hukum Pidana Islam.” Adapun tinjauan kepustakaan yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Pengertian Tindak Pidana menurut

a. Tindak Pidana Menurut Kajian KUHP

Tindak Pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Dalam rumusan tersebut bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan perbuatan tersebut. Menurut Andi Hamzah tindak pidana adalah perbuaatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang.6

Tindak Pidana dalam kamus hukum artinya adalah suatu perbuatan yang merupakan suatu tindak pidana yang dapat dijatuhi hukuman.7

Moelyatno, tidak menggunakan istilah tindak pidana rumusan diatas, tetapi mengunakan kata “perbuatan pidana” kata perbuatan dalam perbuatan pidana

Tiap-tiap perbuatan pidana harus terdiri atas unsur-unsur lahir, oleh karena itu perbuatan yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan adalah suatu kejadian dalam alam lahir. Disamping kelakuan dan akibat untuk adanya perbuatan pidana, biasanya diperlukan juga adanya hal ihwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan.

6

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011), hal. 16. 7

(13)

mempunyai arti abstrak yaitu suatu pengertian yang merujuk pada 2 (dua) kejadian yang konkret yaitu:8

1. Adanya kejadian tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang; dan 2. Adanya orang yang berbuat dan menimbulkan kejadian itu.

Sedangkan pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan

strafbaar feit”untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di

dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) tanpa memberikan suatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar feit. Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebahagian dari suatu kenyataan, sedangkan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai suatu kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat,oleh karena kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan. Hazewinkel- Suringa membuat rumusan yang umum dari strabaar feit sebagai perilaku manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak dalam sesuatu pergaulan hidup tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus diadakan oleh hukum pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di dalamnya.9

Menurut Pompe perkataan strafbaarfeit secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu: “pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana

8

Suharto R.M, Hukum Pidana Materiil: Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan,

(Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 29 9

(14)

penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”. Sangatlah berbahaya untuk mencari suatu penjelasan mengenai hukum positif yakni semata-mata dengan menggunakan pendapat secara teoritis. Perbedaan antara hukum positif dengan teori adalah semu. Oleh karena itu, yang terpenting dalam teori itu adalah tidak seorang pun dapat dihukum kecuali tindakannya benar-benar melanggar hukum dan telah dilakukan dalam bentuk schuld, yakni dengan sengaja atau tidak dengan sengaja. Adapun hukum kita juga mengenal adanya schuld (kesalahan) tanpa adanya suatu wederrechtelijk heid (perbuatan melawan hukum).10

J.E Jonkers memberikan dua pengertian mengenai strafbaar feit yaitu: 11 a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu

kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang; b. Definisi panjang atau lebih mendalam yang memberikan pengertian

strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum

berhubung dilakukan dengan sengaja atau culpa oleh orang yang dapat di pertanggungjawabkan.

Setelah melihat berbagai definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang disebut dengan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarangan dan diancam pidana, dimana pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh

10

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 6. 11

(15)

hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatau yang sebenarnya diharuskan oleh hukum).

b. Tindak Pidana menurut Kajian Hukum Pidana Islam

Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak pidana. Jinahah merupakan bentuk verbal noun (mashdar) dari kata jana. Secara etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara terminologi kata jinayat mempunyai beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abdul Qodir Audah bahwa

jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan itu mengenai

jiwa, harta benda, atau lainnya.12

Hukum Pidana Islam mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh

syara’ yang di ancamkan oleh Allah swt. dengan hukuman hudud dan takzir.13

Hukum Pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh

jinayah adalah segala ketentuan mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal

Larangan-larangan itu dapat berupa melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan untuk dilaksanakan. Perintah dan larangan merupakan beban (taklif) syariat. Karena itu taklif hanya dibebankan kepada setiap orang yang berkal sehat dan memahami taklif (pembebanan hukum) tersebut.

12

Gunawan Sri Guntoro, wib.

13

(16)

yang dilakukan oleh seorang mukallaf (orang yang dibebani kewajiban), sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits.14

Menurut A. Jazuli, pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu kepada hasil perbuatan seseorang. Biasanya pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang dilarang. Di kalangan fuqoha’, perkataan Jinayat berarti perbuatan perbuatan yang dilarang oleh syara’. Meskipun demikian, pada umunya fuqaha menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang terlarang menurut syara’.

Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang menganggu ketertiban umum serta tindakan melawan hukum atau tindakan melawan peraturan perundanng-undangan yang bersumber dari Qur’an dan Al-Hadits.

15

Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Syariat Islam dimaksud secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia Meskipun demikian, pada umumnya fuqaha menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa, seperti pemukulan, pembunuhan dan sebagainya. Selain itu, terdapat fuqoha’ yang membatasi istilah Jinayat kepada perbuatan perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishash, tidak temasuk perbuatan yang diancam dengan

ta’zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayat adalah jarimah, yaitu

larangan larangan syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir

14

Zainuuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 1. 15

(17)

untuk melaksankannya.16

2. Pengertian Kejahatan Terhadap Nyawa

Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu menempatkan Allah saw. sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana yang berkewajiban memenuhi perintah Allah swt. Perintah Allah swt, dimaksud, harus ditunaikan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.

Sebelum kita menguraikan pengertian kejahatan terhadap nyawa, ada baiknya kita uraikan dulu pengertian kejahatan dan nyawa secara etimologi. Kejahatan menurut Soesilo terbagi dua, yaitu pengertian kejahatan secara juridis dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, kejahatan adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang. Ditinjau dari segi sosiologis, kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.17

Menurut Sahetapy dan Reksodiputro kejahatan mengandung konotasi tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas masyarakat sebagai suatu perbuatan anti sosial, suatu perkosaan terhadap skala

16

Ibid.

17

(18)

nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.18

a. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang terdapat dalam pasal 338 KUHP;

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa kejahatan terhadap nyawa merupakan suatu tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang sebagai perbuatan yang anti sosial atau suatu perkosaan terhadap skala nilai sosial atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat yang menyebabkan hilangnya kehiudpan manusia (mati), sehingga tidak dapat melaksanakan aktivitas sebagaimana manusia normal yang hidup.

KUHP menjelaskan mengenai kejahatan terhadap nyawa didalam Bab XIX secara lengkap. Kejahatan terhadap nyawa dirumuskan melaui tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Perbuatan dan niat menggolongkan tindak pidana pembunuhan kedalam tindak pidana tertentu, maksudnya mengenai tindak pidana pembunuhan telah dibagi berdsarkan perbuatan dan niat bagi pelakua kejahatan dalam menjalankan aksinya. Adapun pembagian tindak pidana pembunuhan dalam KUHP meliputi:

b. Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana lain, diatur dalam pasal 339 KUHP;

c. Pembunuhan yang dilakukan dengan rencana yang diatur dalam pasal 340 KUHP;

18

(19)

d. Pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya pada saat atau beberapa lama setelah dilahirkan, yang diatur dalam pasal 341;

e. Pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya denngan rencana pada saat atau beberapa lama setelah dilahirkan, yang diatur dalam pasal 342 KUHP;

f. Pembunuhan yang dilakukan atas permintaan dari korban sendiri atau yang dikenal dengan sebutan euthanasia, diatur dalam pasal 344; g. Pembunuhan yang dilakukan dengan cara mendorong orang lain untuk

melakukan bunuh diri, diatur dalam pasal 345;

h. Pembunuhan yang dilakukan dengan cara menggugurkan kandungan, yaitu pengguguran yang dilakukan atas permintaan wanita yang mengandung, diatur dalam pasal 346 KUHP, pengguguran yang dilakukan tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari wanita yang mengandung, diatur dalam pasal 347 KUHP, pengguguran yang dilakukan dengan mendapat izin wanita yang mengandung, diatur dalam pasal 348, dan pengguguran yang dilakukan oleh dokter, bidan atau juru obat-obatan, diatur dalam pasal 349 KUHP.

(20)

meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya itu harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut.19

Pembunuhan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan kejahatan terhadap nyawa, dimana seseorang menghilangkan nyawa orang lain secara paksa dan melawan hukum. Perkataan “nyawa” sering disinonimkan dengan “jiwa.” Kata nyawa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Kiranya telah jelas bahwa yang tidak dikehendaki oleh pembuat undang-undang itu adalah kesengajaan menimbulkan akibat meninggalnya orang lain. Akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang seperti dalam doktrin juga disebut sebagai constitutief-gevolg atau sebagai akibat konstitutif.

KUHP tidak memberikan pengertian mengenai pembunuhan. Pembunuhan didalam KUHP diatur dalam berbagai pasal sesuai dengan jenis tindak pidana yang diperbuat oleh pelaku kejahatan. Secara rinci pembunuhan yang dilakukan menurut KUHP terbagi menjadi 2 (dua) bagian berdasarkan unsur kesalahan. Adapun unsur kesalahan yang dimaksud adalah unsur kesengajaan dan unsur ketidak sengajaan. Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja tergolong dalam bab XIX KUHP yang mengatur mengenai kejahatan terhadap nyawa/jiwa yang terdiri dari pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP. Sedangkan pembunuhan yang dilakukan dengan ketidak sengajaan diatur didalam Bab XXI mengenai menyebabkan seorang mati atau luka-luka karena kealpaan, yaitu pada pasal 359 KUHP.

19

(21)

dimuat artinya sebagai pemberi hidup, jiwa atau roh. Sedangkan kata jiwa dimuat artinya sebagai roh manusia (yang ada ditubuh dan menyebabkan hidup), seluruh kehidupan batin manusia. Pengertian nyawa dimaksudkan adalah yang menyebabkan kehidupan manusia. Menghilangkan nyawa berarti menghilangkan kehidupan manusia yang secara umum disebut “ pembunuhan.”20

3. Pengertian Hukum Islam

Dari definisi diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan mengenai definisi dari suatu pembunuhan, yaitu pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dan/atau beberapa orang dengan sengaja, tidak sengaja atau karena kesalahan menyebabkan matinya atau hilangnya nyawa manusia secara melawan hukum sehingga menyebabkan tidak berfungsinya lagi anggota tubuh secara normal dikarenkan telah terpisahnya antara roh dengan raga.

Sebelum menguraikan makna hukum Islam secara keseluruhan, ada baiknya diuraikan pengertian “hukum” terlebih dahulu. Kata hukum secara etimologi berasal dari akar kata bahasa Arab, yaitu “hakama” yang mendapat imbuhan “al,” sehingga menjadi “al-hakam,” bentuk masdar dari “hakam,

yahkam.” Selain itu bentuk mufrad dan bentuk jamaknya adalah ”al-ahkam.”21

20

Ledan Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 2.

21

Zainuddin Ali, Hukum Islam, (Jakarta , Sinar Grafika, 2008), hal. 1

(22)

Abu Al-Husain Ahmad bin Faris mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Hamka Haq menyebutkan bahwa, “ kata hukum berakar dari ha, ka, ma mengandung makna mencegah atau menolak, yaitu mencegah ketidak adilan, mencegah kezaliman, mencegah penganiayaan dan menolak bentuk kemufsadatan lainnya.” Sedangkan Ahmad Munif Suratmaputra mengatakan bahwa, “selain itu akar kata, ha, ka, ma dapat melahirkan kata “alhakamah” yang memiliki arti kendali atau kekangan kuda, yaitu hukum dapat megendalikan dan mengekang seseorang dari hal-hal yang sebenarnya dilarang oleh agama.”22

Penyebutan hukum Islam sering dipakai sebagai terjemahan syariat Islam atau fiqh Islam. Apabila sayariat Islam diterjemahkan sebagai hukum Islam

(hukum in abstacto), maka berarti syariat Islam yang di pahami dalam makna

yang sempit. Karena kajian syariat Islam meliputi aspek i’tiqadiyah, khuliqiyah,

dan ‘amal syar’iyah. Sebaliknya bila hukum Islam menjadi terjemahan fiqh Islam,

maka hukum Islam termasuk kajian bidang ijtihadi yang bersifat dzanni. Dalam dimensi lain hukum Islam selalu dihubungkan dengan legalitas formal suatu negara, baik yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh maupun yang belum. Kalau

Hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan dari

al-fiqh al-Islamy atau keadaan konteks tertentu dari as-syariah al-islamy. Istilah

ini dalam wacana ahli hukum barat disebut Islamic Law. Dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, istilah al-hukm al-Islam tidak ditemukan. Namun yang digunakan adalah kata syariat Islam, yang kemudian dalam penjabarannya disebut istilah fiqh.

22

(23)

demikian adanya, kedudukan fiqh Islam bukan lagi sebagai hukum Islam in

abstacto (pada tataran fatwa dan doktrin) melainkan sudah menjadi hukum islam

inconcreto (pada tataran aplikasi atau pembumian).23

Namun demikian, untuk mendapatkan pemahaman yang benar tentang hukum Islam, maka yang harus dilakukan menurut H. Mohammad Daud Ali adalah sebagai berikut:24

1. Mempelajari hukum Islam dalam kerangka dasar, dimana hukum Islam menjadi bagian yang utuh dari ajaran dinul Islam;

2. Menempatkan hukum Islam dalam: Hakam Assyariah Amaliyah,

Al-Hakam al-A’taqodiyah, dan Al-Hakam Assyariah Al-Khaqiyah;

3. Dalam aplikasinya saling memberikan keterkaitan antara syariah dan fiqh yang walaupun dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan;

4. Dapat mengatur tata hubungan kehidupan, baik secara vertikal maupun horizontal.

Berdasarkan ruang lingkup hukum Islam yang telah diuraikan ditentukan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam; 2. Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dipisahkan

dengan iman dan kesusilaan atau akhlak Islam;

3. Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu (a) syariah, dan (b) fiqh.

Syariah bersumber dari wahyu Allah swt dan sunnah Nabi Muhammad

23

Ibid, hal. 2

24

(24)

saw dan fiqh adalah hasil pemahaman manusia bersumber dari nash-nash yang bersifat umum;

4. Hukum Islam terdiri atas dua bidang utama, yaitu (1) hukum ibadah, dan (2) hukum muamalah dalam arti luas bersifat terbuka untuk dikembangkan oleh manusia yang memenuhi syarat untuk itu dari masa ke masa;

5. Hukum Islam mempunyai struktur yang berjalan berlapis-lapis seperti dalam bentuk bagan tangga bertingkat. Dalil Al-Qur’an yang menjadi hukum dasar dan mendasari sunnah Nabi Muhammad saw. dan lapisan-lapisan seterusnya kebawah;

6. Hukum Islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala;

7. Hukum Islam dapat dibagi menjadi: (1) hukum taklifi atau hukum taklif, yaitu Al-Ahkam Al-Khamsah yang terdiri atas lima kaidah jenis hukum, lima penggolongan hukum, yaitu jaiz, sunnah, makruh, wajib, dan haram, dan (2) hukum wadh’i, yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum.

Al-Qur’an merupakan penjelasan Allah tentang syariat, sehingga disebut

al-Bayan (penjelasan). Penjelasan dimaksud secara garis besar mempunyai empat

(25)

bagi pelaku yang sudah terikat pernikahan atau perkawinan hukumannya adalah rajam, yaitu dilempari dengan batu sampai mati.

F. METODE PENELITIAN

Pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini telah dilakukan melalui pengumpulan data-data yang diperlukan untuk dapat mendukung penulisan skripsi ini sehingga hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan itu, maka penulisan skripsi ini metode yang dipakai adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi (law in book). Penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) atau hukum dikonsepkan sebagai kaedah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.25

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Menurut Whitney, metode deskriftif adalah

25

(26)

pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat.26

3. Data dan Sumber Data

Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori dan pelaksanaannya, serta menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan.

Penelitian hukum yang normatif menggunakan data sekiunder, yang terdiri atas (1) bahan hukum primer, (2) bahan hukum sekunder, serta (3) bahan hukum tertier.27

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas.28

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukuim yang terdiri atas buku-buku teks (text books) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de

herseendee leer),

Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan dan peraturan hukum lainnya;

29

semua publiksai tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi,30 termasuk skripsi, tesis desertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum;31

26

Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Citra, 1999) hal, 21.

27

Muslam Abdurrahman, Sosiologi penelitian hukum Hukum, (Malang, UMM Press,2009) hal. 27.

28

Peter Mahmud Marzuki, Peneliian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), halm 141. 29

Johny Ibrahim, Teori dan Metode Peneltian Hukum Normatif, (Malang: Banyu Media Publishing, 2005) hal. 241-242.

30

Peter Mahmud Marzuki Loc. Cit.

31

(27)

c. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain;32

4. Pendekatan (Approach)

Hasil suatu penelitian hukum normatif agar lebih baik nilainya atau lebih tepatnya penelaahan dalam penelitian ini, perlu melakukan pendekatan dalam setiap analisisnya.33

a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)

Pendekatan ini akan dapat menentukan nilai dari hasil penelitian tersebut. Jika suatu penelitian melakukan pendekatan yang salah, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan akan memiliki bobot yang rendah dikarenakan penelitian yang dilakukan tidak akurat sehingga penelitian tersebut sering dipertanyakan kebenarannya.

Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan antara lain sebagai berikut ini:

Hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis.34 Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.;35

32

Johny Ibrahim, Loc. Cit.

33

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hal. 184.

34

Ibid, hal. 185. 35

(28)

b. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan peraturan perundang-undangan Indonesia dengan suatu atau beberapa peraturan perundang-undangan negara-negara lain.36

5. Metode Pengunpulan Data

Penelitian ini memperbandingkan antara peraturan tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP dengan tindak pidana Islam.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan

(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut:

a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan peraturan perundang-undangan.

c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan.

36

(29)

d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

6. Analisa data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.37

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan serta sistematika penulisan.

37

(30)

BAB II : PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA

DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

Dalam bab ini akan membahas mengenai pengertian pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP, tujuan diaturnya tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP, unsur-unsur umum tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP, dan hukuman atau sanksi yang diterapkan dalm tindak pidana pembunuhan

BAB III : PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA

DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN

HUKUM PIDANA ISLAM

Dalam bab ini akan membahas mengenai sejarah terjadinya pembunuhan dala kajan hukum pidana Islam, pengertian pembunuhan dalam perspektif hukum Islam, dasar hukum tindak pidana pembunuhan dalam hukum pidana Islam, tujuan dan manfaat larangan tindak pidana pembunuhan unsur-unsur tindak pidana dalam hukum pidana Islam dan Unsur khusus dalam tindak pidana pembunuhan.

BAB IV : PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA

(31)

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

DENGAN HUKUM PIDANA ISLAM

Pada bab ini akan dibahas mengenai perbandingan tindak pidana pembunuhan berdasarkan KUHP dengan hukum Islam, ruang lingkup pembahasan pelaku tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan perspektif KUHP dengan hukum pidana Islam, sumber hukum pidana dan sumber hukum pidana Islam, unsur-unsur kesengajaan yang diatur antar KUHP dengan hukum pidana Islam mengenai tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok, dan sanksi tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP dan hukum pidana Islam.

BAB V : PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

[r]

The influence of extracellular 5-HT levels on the PET measurement of [ carbonyl - 11 C]WAY-100635 binding are currently under investigation and not fully understood (Parsey et al

Calon nasabah yang telah disetujui pengajuan pembiayaannya oleh Rapat Komite Pembiayaan, diwajibkan membuka rekening pada BPRS Dana Amanah, guna kelancaran transaksi yang

Writing is the one of skills in English that should be mastered by student. Through writing they can express their view and thoughts that can not be

This research was aimed at proving that team word-webbing was effective for teaching narrative writing at the eighth grade students of SMP Negeri 2 Jeruklegi in

Telah dilakukan penelitian daya insektisida ekstrak: kloroform daun sirsak (Annona muricata L.) dengan metode eel up menggunak:an ulat Hongkong (Tenebrio monitor

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa riwayat konsumsi minuman tradisional beralkohol, frekuensi konsumsi minuman tradisional beralkohol dalam 1 minggu, jumlah

Karena luasnya cakupan Institusi Keuangan Islam yang dijadikan objek diterapkannya pedoman Good Corporate Governance, maka penelitian ini dibatasi pada Bank Umum