TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK
(DOODSLAG) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM PIDANA ISLAM
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH:
NIM: 100200402 BENNI ISKANDAR
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK
(DOODSLAG)
BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM PIDANA ISLAM
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperileh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
SKRIPSI
Oleh:
BENNI ISKANDAR NIM: 100200402
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Diketahui/Disetujui Oleh: Ketua Departemen Hukum Pidana
NIP. 195703261986011001 Dr. M. Hamdan, S.H., M.H
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Edi Yunara, S.H., M.Hum)
NIP. 196012221986031003 NIP. 197110051998011001 Dr. M. Eka Putra, S.H., M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
** Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
***
Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin kompleks pula tingkat kejahataan yneg terjadi di muka bumi ini. Banyak pemberitaan melaui media elektronik dan media cetak mengenai tindak pidana pembunuhan di Indonesia, membuat kehidupan sosial didalam msyarakat terasa terganggu, karena pembunuhan adalah suatu perbuatan yang asosial (yang tidak dikehendaki) dalam masyarakat, sehingga perlu diberantas samapi ke akar-akarnya.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah mengatur mengenai tindak pidana pembunuhan secara khusus di dalam Bab XIX mengenai kejahatan terhadap nyawa. Tindak Pidana pembunuhan dalam Bab XIX digolongkan kedalam beberapa bagian berdasarkan unsur-unsur perbuatan pelaku tindak pidana pembunuhan. Adapun tindak pidana pembunuhan sengaja yang diatur dalam KUHP antara lain, pembunuhan dalam bentuk pokok, pembunuhan yang diikuti, didahului atau disertai dengan tindak pidana lain, pembunuhan berencana, pembunuhan bayi oleh ibunyabaik dengan rencana dan tidak dengan rencana, permintaan bunuh diri, dan pengguguran kandungan.
Hukum pidana Islam juga mengatur mengenai pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, diatur melaui Al-Qur’an, Hadits dan Ijtihad para ulama. Pembunuhan sengaja dalam hukum pidana Islam juga dapat dilihat berdasarkan unsur-unsur dari perbuatannya. Pengaturan tindak pidana pembunuhan yang murni saat ini adalah Negara Arab Saudi, yang memiliki tingkat pembunuhan paling sedkit dan stabil setiap tahunnya.
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka secara khusus yang akan diteliti adalah tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok, yang diperbandingkan antara KUHP dan hukum pidana Islam. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, yaitu hanya mengkaji melalui pendekatan
perundang-undangan (statute Approach) dan pendekatan perbandingan (comparative
approach).
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan yang tiada henti – hentinya akan
kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-nya yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Shalawat dan salam tak lupa penulis ucapkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang telah memberikan jalan dan menuntun jalan dari yang
gelap hingga menuju jalan yang terang yang disinari oleh iman dan islam.
Adapun skripsi ini berjudul: “Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam
Bentuk Pokok Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dengan Hukum Pidana Islam.”
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam pengerjaan skripsi ini.
Selama penyusunan skripsi ini, Penulis mendapatkan banyak dukungan,
semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Pembantu Dekan
II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Muhammad Husni, S.H.,M.Hum., selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Dr. Muhammad Hamdan, S.H. M.H selaku Ketua Departemen
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
6. Ibu Liza Erwina S.H., M.Hum selaku Seketaris Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
7. Bapak Edi Yunara, S.H.,M.Hum Selaku dosen Pembimbing I penulis,
terima kasih atas bimbingan dan dukungan Bapak kepada penulis selama
penulisan Skripsi;
8. Bapak Dr.Mohammad Eka Putra, S.H.,M.Hum Selaku dosen Pembimbing
II penulis, terima kasih atas bimbingan dan dukungan Bapak kepada
penulis selama penulisan Skripsi;
9. Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., MS., yang telah memberikan motivasi kepada
penulis dalam menjani perkuliahan di Univeristas Sumatera Utara;
10.Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU;
11.Khusus Orang tua Penulis, tiada kata yang dapat menggambarkan dan
melukiskan jasa-jasa yang telah diberikan kepada penulis, sehingga
penulis dapat tumbuh dan berkembang seperti sekarang ini;
12.Untuk teman dan sahabat penulis yang pernah bersama-sama dalam
jajaran kepengurusan BTM Aladdinsyah, S.H. Periode 2011-2012 yaitu
Nasution, Dowang Fernando (Abu Mukhlis), Dwi Susilawati, Muhammad
Reza Winata, Natasha Siregar, Dwi Pranoto, Muhammad Fauzi
Habibullah, Muhammad Ihsan An Auwali, Muhammad Fazrian Siregar,
Elly Syafitri Harahap dan Syahariska Dina, terimakasih karena telah
sama-sama berjuang dalam memakmurkan Musholla tercinta dan sama-sama-sama-sama
berbagi pengalaman dengan penulis;
13.Untuk Senior Ikhwa yaitu Sudirman Naibaho, S.H, Agmalun Hasugian,
S.H., Ferdiansyah, S.H., Miftah Farid, S.H., Verdinan Sitompul, Fachru
Rozy Affandy, S.H., Adharry Kurniawan, S.H, dan lainnya yang tidak
mungkin penulis sebutkan satu persatu, terimakasih yang telah menasehati
dan memberikan motivasi bagi penulis;
14.Untuk teman seangkatan 2010, yaitu Gantara Eka Nanda, Sakafa Guraba,
Rahmad Ramadhan, Miftah Holis Nasution, Anrinanda Lubis, Luthfi
Aristio dan yang lainnya, terimakasih atas pertemanannya, dan berbagi
pengalaman dengan penulis;
15.Untuk senior Akhwat yang selalu menasehati dan memberikan motivasi
kepada penulis, yaitu Fika Habbina, S.H., Berliana Nasution, S.H., Fitri
Kesuma Zebua, S.H., Lidya Ramadhani Hasibuan S.H.,, Fatiya Rochimah
S.H., Erny Suciaprianti S.H., Putri Rizkita Sari, Alya Fahlisa, S.H.,
Maulida hadry Sa’adillah, S.H., dan lainnya yang tidak mungkin penulis
sebutkan satu persatu;
16.Untuk adik-adik BTM Aladdinsyah, S.H., terimakasih atas dukungan dan
17.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu
baik itu dukungan moral maupun materil.
Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan
kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar – besarnya. Atas perhatiannya
penulis ucapkan terima kasih.
Medan, April 2014
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...1
B. Perumusan Masalah ...7
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ...8
D. Keaslian Penulisan ...10
E. Tinjauan Kepustakaan ...11
1. Pengertian Tindak Pidana ...12
a. Tindak Pidana Menurut kajian KUHP ...12
b. Tindak Pidana Menurut kajian Hukum Pidana Islam ..15
2. Pengertian Pembunuhan ...17
3. Pengertian Hukum Islam dan Tindak Pidana Islam ...21
F. Metode Penelitian ...25
G. Sistematika Penulisan ...29
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA
DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN
A. Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan
KUHP...32
B. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Diatur dalam KUHP ...35
C. Penagturan Tindak Pidana Pembunuhan yang Disengaja dalam KUHP ...39
D. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan dalam KUHP ...42
1. Unsur-Unsur Tindak Pidana ...42
2. Unsur-Unsur Pembunuhan dalam KUHP ...45
E. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan dalam KUHP ...48
BAB III PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Sejarah Terjadinya Pembunuhan ...52
B. Pengertian Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam ...53
C. Dasar Hukum Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam ...59
1. Berdasarkan Al-Qur’an ...59
2. Berdasarkan Hadits ...63
1. Tujuan Pengaturan Tindak Tindak Pidana Pembunuhan
dalam Hukum Pidana Islam ...65
2. Manfaat Pengaturan Tindak Tindak Pidana Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam ...57
E. Unsur-Unsur Umum Tindak Pidana dalam Hukum Pidana Islam...69
F. Unsur-Unsur Khusus Tindak Pidana Pembunuhan Berdsarakan Hukum Pidana Islam ...71
G. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Sengaja Berdasarkan Hukum Pidana Islam ...75
1. Hukuman Asli ...75
2. Hukuman Pengganti ...89
3. Hukuman Pelengkap ...96
BAB IV PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP) DENGAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Ruang Lingkup Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam bentuk Pokok (Doodslag) ...97
1. Pelaku Pembunuhan Bedasarkan KUHP ...97
3. Perbandingan Pelaku Pembunuhan Biasa dalam Bentuk
Pokok Berdasarkan Ketentuan KUHP Dengan Hukum
Pidana Islam ...102
B. Sumber Hukum Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam
Bentuk Pokok berdasarkan KUHP dengan Hukum Pidana
Islam ...103
1. Sumber Pembunuhan Hukum Berdasarkan KUHP ...103
2. Sumber Hukum Pembunuhan Berdasarkan Hukum Pidana
Islam ...105
3. Perbandingan Sumber Hukum Pembunuhan Antara KUHP
dengan Hukum Pidana Islam ...107
C. Unsur Kesengajaan dalam Tindak Pidana Pembunuhan Biasa
dalam Bentuk Pokok ...108
1. Unsur Kesengajan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam
Bentuk Pokok Berdasarkan KUHP ...108
2. Unsur Kesengajaan Pembunuhan Biasa dalam Bentuk
Pokok Menurut Hukum Pidana Islam ...109
3. Perbandingan Unsur Kesengajaan Tindak Pidana
Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan
KUHP dengan Hukum Pidana Islam ...111
D. Sanksi Hukuman dalam Tindak Pidana Pembunuhan Biasa
1. Sanksi Hukuman Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam
Benruk Pokok Berdasarkan KUHP ...114
2. Sanksi Hukuman Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam
Benruk Pokok Berdasarkan Kajian Hukum Pidana
Islam...115
3. Perbandingan Sanksi Hukuman Tindak Pidana
Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok berdasarkan
KUHP dan Kajian Hukum Pidana Islam ...116
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...118
B. Saran ...121
ABSTRAK
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
** Dosen Pembimbing I, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
***
Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Departemen Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin kompleks pula tingkat kejahataan yneg terjadi di muka bumi ini. Banyak pemberitaan melaui media elektronik dan media cetak mengenai tindak pidana pembunuhan di Indonesia, membuat kehidupan sosial didalam msyarakat terasa terganggu, karena pembunuhan adalah suatu perbuatan yang asosial (yang tidak dikehendaki) dalam masyarakat, sehingga perlu diberantas samapi ke akar-akarnya.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah mengatur mengenai tindak pidana pembunuhan secara khusus di dalam Bab XIX mengenai kejahatan terhadap nyawa. Tindak Pidana pembunuhan dalam Bab XIX digolongkan kedalam beberapa bagian berdasarkan unsur-unsur perbuatan pelaku tindak pidana pembunuhan. Adapun tindak pidana pembunuhan sengaja yang diatur dalam KUHP antara lain, pembunuhan dalam bentuk pokok, pembunuhan yang diikuti, didahului atau disertai dengan tindak pidana lain, pembunuhan berencana, pembunuhan bayi oleh ibunyabaik dengan rencana dan tidak dengan rencana, permintaan bunuh diri, dan pengguguran kandungan.
Hukum pidana Islam juga mengatur mengenai pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja, diatur melaui Al-Qur’an, Hadits dan Ijtihad para ulama. Pembunuhan sengaja dalam hukum pidana Islam juga dapat dilihat berdasarkan unsur-unsur dari perbuatannya. Pengaturan tindak pidana pembunuhan yang murni saat ini adalah Negara Arab Saudi, yang memiliki tingkat pembunuhan paling sedkit dan stabil setiap tahunnya.
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka secara khusus yang akan diteliti adalah tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok, yang diperbandingkan antara KUHP dan hukum pidana Islam. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif, yaitu hanya mengkaji melalui pendekatan
perundang-undangan (statute Approach) dan pendekatan perbandingan (comparative
approach).
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia diciptakan sebagai makhuluk sosial yang tidak dapat hidup
sendirian tanpa manusia lainnya dan selalu ingin berkumpul dan berinteraksi
dengan manusia lainnya. Kehidupan bermasyarakat merupakan suatu hal yang
secara kodrati ada pada diri manusia dan merupakan suatu keharusan yang
bertujuan untuk menciptakan suatu tatanan dalam lingkungan masyarakat.
Disamping itu, manusia memiliki keinginan yang besar atas kenyamanan,
kedamaian dan ketentraman dalam melakukan interaksi antara masyarakat yang
satu dengan masyarakat lainnya. Namun, untuk mewujudkan semua itu harus
memperhatikan perkembangan zaman.
Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (machstaat). Dengan adanya statement bahwa Indonesia adalah
negara hukum, maka hukum harus di jadikan sebagai tameng atau pelindung bagi
masyarakatnya dalam melakukan interaksi dalam berkehidupan bermasyarkat,
berbangsa dan bernegara. Sehingga, segala sesuatu tingkah laku masyarakat yang
mengikatkan dirinya dengan negara Republik Indonesia diatur dalam suatu
paraturan yang tertulis (hukum positif). Dengan adanya aturan tersebut, setiap
orang atau manusia, tidak dapat melakukan perbuatan sewenang-wenang dengan
manusia lainnya.
Semakin berkembangnya pertumbuhan penduduk Indonesia, maka
menghadapi perkembangan tersebut diperlukan hukum yang benar-benar tangkas
dalam menangani setiap kejahatan. Hukum harus mampu menjadi pelindung bagi
masyarakat dalam melakukan interaksi dengan masyarakat lainnya. Selain itu,
aspek-aspek hukum juga harus dapat menjadi petunjuk bagi para pencari hukum
untuk menjawab masalah-masalah yang terjadi didalam masyarakat, sejalan
dengan hal tersebut, hukum juga harus mampu memberikan dampak positif bagi
korban kejahatan secara khusus dan masyarakat pada umumnya.
Menurut Gustav Radbruch, hukum memiliki tiga aspek, yakni keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum.1 Aspek keadilan menunjuk pada kesamaan
hak didepan hukum (equality before of the law). Aspek kemanfaatan, menunjuk
pada tujuan keadilan, yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia, oleh
karena itu aspek ini menunjukkan isi hukum tersebut. Sedangkan kepastian
menunjuk pada jaminan bahwa hukum (yang berisi keadilan dari norma-norma
yang memajukan kebaikan), benar-benar berfungsi sebagai peraturan yang ditaati.
Dapat dikatakan bahwa dua aspek yang disebut pertama merupakan kerangka
ideal dari hukum. Sedangkan aspek ketiga (kepastian) merupakan kerangka
operasional hukum.2
Mengenai masalah kejahatan yang terjadi di Indonesia, maka harus diatur
dalam hukum pidana Indonesia. Tidak ada satu kejahatan pun yang seharusnya
luput dari ancaman pidana, sehingga masyarakat merasa nyaman dari kejahatan
seperti pembunuhan, pencurian, tindak asusila, penganiayaan dan kejahatan Jadi, antara satu aspek dengan aspek lainnya harus saling
mendukung satu sama lain.
1
Bernard L. Tanya dkk., Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2010), hal. 171.
2
lainnya. Disamping itu, aturan pidana yang berfungsi mengatur setiap kejahatan
harus memperhatikan unsur keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum,
terutama kepada korban dan keluarga korban.
Jika dipandang dari hukum Islam, Islam mengajarkan agar menjaga lima
hal yang essensial dalam kehidupan manusia, baik itu perorangan maupun
kehidupan kelompok. Jaminan keselamatan atas lima hal tersebut dijadikan
sebagai lima hal tujuan syari’at Islam (maqasid asy-syari’ah al-khams), yang
dimaksud dengan lima tujuan tersebut adalah memelihara agama, memelihara
jiwa, memelihara harta, memelihara akal, dan memelihara keturunan. Memelihara
jiwa termasuk salah satu tujuan syari’at Islam, hal tersebut di maksudkan bahwa,
menghormati jiwa atau darah manusia merupakan tujuan yang penting dalam
hukum Islam, karena darah manusia di yaumil akhir nanti adalah hal yang
pertama kali ditanyakan oleh Allah swt. terhadap manusia dalam berinteraksi
dengan manusia lainnya.
Banyak pemberitaan di media massa, baik itu media cetak maupun media
elektronik mengenai maraknya tindak pidana pembunuhan yang terjadi di
Indonesia. Hal ini menandai, bahwa hukum yang ada sekarang tidak mampu
memberikan ancaman (efek jera) bagi para pelaku pembunuhan. Sebagai contoh,
yaitu tingkat pembunuhan yang terjadi di Surabaya, berdasarkan data statistik
pada tahun 2012 jumlah pembunuhan di Surabaya meningkat tajam dibandingkan
dengan data statistik pada tahun 2011. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan
oleh Wakapolda Jatim Brigjen Pol. Moechgiarto, saat konferensi pers di Mapolda
pembunuhan pada tahun 2012, dan jika dibandingkan dengan tahun 2011 hanya
tercatat 69 kasus pembunuhan yang terjadi. Meskipun ada peningkatan, Polda
Jawa Timur hanya mampu mengungkap dan menyelesaikan 898 kasus atau
62,17%.”3
Jika dibandingkan dengan tindak pidana pembunuhan yang terjadi di
negara Arab Saudi pada tahun 2012 ada 49 orang yang dihukum mati,
sebagaimana yang di beritakan oleh kantor berita Saudi Press Agency (SPA) dan
dilansir oleh AFP.
4
Membandingkan tingkat pembunuhan yang terjadi antara negara Indonesia
dengan negara Arab Saudi, maka dapat dilihat bahwa tingkat pembunuhan di
Indonesia lebih cenderung dilakukan dari pada di Arab Saudi. Padahal, jika
melihat sampel perbandingan yang diambil, hanya pada satu kebupaten saja dari
bagian Indonesia yang dijadikan contoh, yaitu pada Provinsi Jawa Timur,
sedangkan pada Arab Saudi sampel perbandingan diambil secara keseluruhan
pada negara tersebut. Dapat di bayangkan, bahwa bagaimana seandainya jika
yang diperbandingkan adalah tingkat pembunuhan yang ada di Indonesia dengan Jika dibandingkan dengan tahun 2011, AFP melansir terjadi
76 kasus pembunuhan dan pelakunya telah di hukum pancung. Namun, data yang
dimiliki oleh organisasi HAM, Amnesty International sedikit berbeda. Amnesty
International mencatat, otoritas Saudi telah mengeksekusi mati 79 orang
sepanjang tahun 2011 lalu. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa, ada
penurunan tindak pidana pembunuhan yang terjadi di Arab Saudi.
tingkat pembunuhan yang ada di Arab Saudi. Mungkin akan terdapat jutaan kasus
pembunuhan yang terjadi di Indonesia.
Didalam hukum Islam, mengenai tindak pidana pembunuhan diatur dalam
kitabun jinayah, yaitu hukum yang mengatur mengenai tindak pidana
pembunuhan. Jinayah adalah setiap tindakan yang dapat menghilangkan nyawa
sepeti membunuh atau mengancam keselamatan seperti menggugurkan
kandungan dan memotong anggota tubuh.5
Pembunuhan dalam tindak pidana Islam, berdasarkan kesepakatan para
ulama, baik itu ulama terdahulu maupun ulama kontemporer (masa kini) sepakat
membagi tindak pidana pembunuhan menjadi tiga bagian, yaitu pembunuhan yang
dilakukan dengan sengaja, pembunuhan yang tidak sengaja dan pembunuhan semi
sengaja. Dari ketiga jenis tersebut, hanya pembunuhan sengaja sajalah yang
dikenakan dengan jarimah qishash. Penentuan jarimah qishash diberikan
Pelarangan mengenai tindak pidana
pembunuhan ini diatur dalam Al-Qur’an, Hadits dan Ijthad para ulama yang di
dasari oleh Al-Qur’an dan Hadits. Adapun contoh larangan pembunuhan dalam
Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:
“dan jangalah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan
barangsiapa dibunuh secdara zalim, sesungguhnya kami telah memberi
kuasa kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui
batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.” (Al-Israa’: 33).
5
sepenuhnya kepada keluarga korban yang ditinggalkan (ahli waris korban) untuk
melakukan penuntutan di pengadilan. Jika hukuman qishash di kehendaki, maka
hakim harus memutuskan apa yang di inginkan keluarga korban, sebaliknya, jika
hukum qishash dikesampingkan (adanya pemaafan) maka keluarga korban dapat
meminta diyat kepada pelaku pembunuhan.
Pembunuhan dalam tindak pidana Islam, terkhusus dalam pembunuhan
yang dilakukan dengan sengaja terbagi dalam beberapa bagian, sama halnya
dengan pembunuhan sengaja yang diatur dalam Bab XIX Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP), yang terdiri dari pasal 338 sampai dengan pasal 350
KUHP. walaupun memiliki kesamaan mengenai pembunuhan yang diatur dalam
hukum pidana Islam dengan KUHP, tetapi ada hal yang membedakan
pembunuhan tersebut. Hal-hal yang membedakannya antara lain adalah tujuan
dari pengaturan tindak pidana pembunuhan, sumber hukum yang diterapkan
dalam kasus pembunuhan, keterlibatan keluara korban sampai dengan vonis yang
dijatuhkan oleh hakim.
Melihat tingkat pembunuhan yang terjadi di Arab Saudi yang cenderung
sedikit, maka perlu kiranya untuk dilakukan penelitian antara tindak pidana
pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja antara KUHP denga hukum Pidana
Islam. Untuk membatasi penelitian ini, maka penulis akan membahas tindak
pidana pembunuhan berdasakan pasal 338 KUHP mengenai tindak pidana
pembunuhan biasa dalam bentuk pokok dengan tindak pidana pembunuhan
sengaja berdasarkan hukum pidana Islam. Penelitiaan ini bertujuan untuk
yang terkandung dan hal lain yang dianggap relevan untuk mengembangkan
penelitian ini.
Hal ini sekaligus untuk memenuhi tugas akhir (Skripsi) penulis selaku
mahasiswa fakultas hukum dalam memperoleh gelar sarjana hukum. Sehingga
sangat tepat kiranya penulis mengangkat skripsi dengan judul, “Tindak Pidana
Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan Hukum Pidana Islam.”
Semoga kiranya dengaan tulisan ini dapat memberikan masukan bagi penegakan
hukum pidana di Indonesia, terkhusus pada kasus pembunuhan biasa dalam
bentuk pokok, guna menegakkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum,
seperti yang di maksudkan oleh Gustav Radbruch.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian singkat latar belakang permasalahan yang akan
dibahas dalam skripsi ini, agar pembahasan lebih terarah dan tidak menyimpang
dari pokok materi yang telah ada. Maka, penulis membatasi lingkup pembahasan
dalam skripsi ini, dengan tujuan untuk lebih mudah dipahami dan dimengerti.
Atas dasar inilah penulis membatasi ruang lingkup kajian permasalahan
yang ada sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam
Bentuk Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum
2. Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam
Bentuk Pokok (Doodslag) Berdasarkan Hukum Pidana Islam?
3. Bagaimana Perbandingan Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam
Bentuk Pokok (Doodslag) Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dengan Hukum Pidana Islam?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan Penelitan
Berdasarkan uraian singkat latar belakang yang dipaparkan dan perumusan
masalah yang diangkat sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka adapun
tujuan penulisan skripsi ini adalah:
a. Untuk mengetahui perbandingan hukum yang digunakan mengenai tindak
pidana pembunuhan antara hukum positif Indonesia dengan Hukum pidana
Islam;
b. Untuk memahami bahwa dari perbandingan kedua hukum tersebut, kita dapat
melihat, memperhatikan dan menilai hukum manakah yang lebih efektif
dalam menangani tindak pidana pembunuhan;
c. Untuk memberikan masukan terhadap hukum positif Indenesia, terkhusus
2. Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis
a. Dengan adanya skripsi ini kiranya mampu untuk memberikan
sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan,
khususnya didalam hukum tindak pidana pembunuhan di Indonesia;
b. Kiranya skripsi ini dapat menjadi salah satu referensi ataupun rujukan
bagi para pihak ataupun siapa saja yang ingin membahas dan
mendalami tindak pidana pembunuhan berdasarkan hukum positif
Indonesia dengan hukum pidana Islam, baik itu Mahasiswa,
akademisi, maupun masyarakatluas;
c. Kiranya skripsi ini dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan
meningkatnya dan berkembangnya tindak pidana pembunuhan di
indonesia.
2) Manfaat Praktis
a. Dapat memberikan informasi hukum kepada semua kalangan,
terutama penegak hukum tentang perbandingan secara mendasar
mengenai tindak pidana pembunhan berdasarkan hukum positif
Indonesia dengan hukum pidana Islam;
b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran, masukan ataupun ide-ide
bagi pembentuk undang-undang, aparat penegak hukum, maupun
pihak lain dalam menanggulangi tindak pidana pembunuhan di
Indonesia dengan memperhatikan konsep-konsep yang diterapkan
D. KEASLIAN PENULISAN
Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Tindak Pidana Pembunuhan
Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP) dan Hukum Pidana Islam.” Hal ini dapat dilihat berdasarkan
tabel judul yang ada pada perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Informasi Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara melaui surat tertanggal 05 Maret 2014, yang mana
telah di ACC (disetujui dan diterima) sebagai judul skripsi Penulis. Adapun judul
yang telah diperiksa di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara Cabang Hukum
USU/Pusat Dokumentasi dan Informasi FH USU adalah:
1. Nama : Rizki Maulana Djamil
Nim : 060200318
Judul : Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok KUH
Pidana dan Hukum Pidana Islam
2. Nama : Mangembang Hutasoit
Nim : 020200022
Judul : Tindak Pidana Pembunuhan dalam Keluarga Ditinjau dari Segi
Psikologi Kriminal
3. Nama : Thias Wulandari
Judul : Faktor Penyebab Terjadinya Pembunuhan Anak dan Penerapan
Hukumnya Berdasarkan Pasal 342 KUH Pidana (analisis kasus
No.328/Pid.B/PN.Medan)
4. Nama : Jackyio Situmorang
Nim : 020200156
Judul : Implemantasi Pidana Mati Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan
(Studi Putusan No.514/Pid.B/1997/PN-LP)
Disamping itu, penulis juga melakukan penelusuran diberbagai karya
ilmiah melalui internet, dan sepanjang penelusuran yang dilakukan, ditemukan
adanya penulis lain yang pernah mengangkat judul tersebut, namun substansinya
berbeda dengan apa yang dibahas dalam skripsi ini. Permasalahan yang diangkat
didalam skripsi ini merupakan murni hasil dari pemikiran penulis, yang sedikit
banyaknya ide tersebut diperoleh dari hasil diskusi dengan rekan-rekan satu
perkuliahan, dosen-dosen serta diperoleh dari buku-buku dan media cetak maupun
elektronik yang dijadikan referensi untuk merujuk penulisan skripsi ini. Oleh
karena itu, penulis menyatakan bahwa, skripsi ini adalah karya asli penulis dan
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan kedepannya.
E. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Penulisan skripsi ini membahas “Tindak Pidana pembunuhan Biasa
dan Hukum Pidana Islam.” Adapun tinjauan kepustakaan yang berkaitan
dengan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Tindak Pidana menurut
a. Tindak Pidana Menurut Kajian KUHP
Tindak Pidana ialah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh
aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Dalam rumusan tersebut
bahwa yang tidak boleh dilakukan adalah perbuatan yang menimbulkan akibat
yang dilarang dan yang diancam sanksi pidana bagi orang yang melakukan
perbuatan tersebut. Menurut Andi Hamzah tindak pidana adalah perbuaatan yang
dilarang dan diancam dengan pidana oleh Undang-Undang.6
Tindak Pidana dalam kamus hukum artinya adalah suatu perbuatan yang
merupakan suatu tindak pidana yang dapat dijatuhi hukuman.7
Moelyatno, tidak menggunakan istilah tindak pidana rumusan diatas, tetapi
mengunakan kata “perbuatan pidana” kata perbuatan dalam perbuatan pidana Tiap-tiap
perbuatan pidana harus terdiri atas unsur-unsur lahir, oleh karena itu perbuatan
yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan adalah suatu kejadian
dalam alam lahir. Disamping kelakuan dan akibat untuk adanya perbuatan pidana,
biasanya diperlukan juga adanya hal ihwal atau keadaan tertentu yang menyertai
perbuatan.
6
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011), hal. 16. 7
mempunyai arti abstrak yaitu suatu pengertian yang merujuk pada 2 (dua)
kejadian yang konkret yaitu:8
1. Adanya kejadian tertentu yang menimbulkan akibat yang dilarang; dan
2. Adanya orang yang berbuat dan menimbulkan kejadian itu.
Sedangkan pembentuk undang-undang telah menggunakan perkataan
“strafbaar feit”untuk menyebutkan apa yang dikenal sebagai tindak pidana di
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) tanpa memberikan suatu
penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaar
feit. Perkataan feit sendiri di dalam bahasa Belanda berarti sebahagian dari suatu
kenyataan, sedangkan strafbaar feit itu dapat diterjemahkan sebagai suatu
kenyataan yang dapat dihukum, yang sudah barang tentu tidak tepat,oleh karena
kelak akan diketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia
sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan atau tindakan. Hazewinkel-
Suringa membuat rumusan yang umum dari strabaar feit sebagai perilaku
manusia yang pada suatu saat tertentu telah ditolak dalam sesuatu pergaulan hidup
tertentu dan dianggap sebagai perilaku yang harus diadakan oleh hukum pidana
dengan menggunakan sarana-sarana yang bersifat memaksa yang terdapat di
dalamnya.9
Menurut Pompe perkataan strafbaarfeit secara teoritis dapat dirumuskan
sebagai suatu: “pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang
dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana
8
Suharto R.M, Hukum Pidana Materiil: Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar Dakwaan,
(Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hal. 29 9
penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib
hukum dan terjaminnya kepentingan umum”. Sangatlah berbahaya untuk mencari
suatu penjelasan mengenai hukum positif yakni semata-mata dengan
menggunakan pendapat secara teoritis. Perbedaan antara hukum positif dengan
teori adalah semu. Oleh karena itu, yang terpenting dalam teori itu adalah tidak
seorang pun dapat dihukum kecuali tindakannya benar-benar melanggar hukum
dan telah dilakukan dalam bentuk schuld, yakni dengan sengaja atau tidak dengan
sengaja. Adapun hukum kita juga mengenal adanya schuld (kesalahan) tanpa
adanya suatu wederrechtelijk heid (perbuatan melawan hukum).10
J.E Jonkers memberikan dua pengertian mengenai strafbaar feit yaitu: 11
a. Definisi pendek memberikan pengertian “strafbaar feit” adalah suatu
kejadian (feit) yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang;
b. Definisi panjang atau lebih mendalam yang memberikan pengertian
“strafbaar feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum
berhubung dilakukan dengan sengaja atau culpa oleh orang yang
dapat di pertanggungjawabkan.
Setelah melihat berbagai definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa yang disebut dengan tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan
hukum dilarangan dan diancam pidana, dimana pengertian perbuatan di sini selain
perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh
10
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 6. 11
hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatau yang
sebenarnya diharuskan oleh hukum).
b. Tindak Pidana menurut Kajian Hukum Pidana Islam
Hukum Pidana Islam sering disebut dalam fiqh dengan istilah jinayat atau
jarimah. Jinayat dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak
pidana. Jinahah merupakan bentuk verbal noun (mashdar) dari kata jana. Secara
etimologi jana berarti berbuat dosa atau salah, sedangkan jinayah diartikan
perbuatan dosa atau perbuatan salah. Secara terminologi kata jinayat mempunyai
beberapa pengertian, seperti yang diungkapkan oleh Abdul Qodir Audah bahwa
jinayat adalah perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan itu mengenai
jiwa, harta benda, atau lainnya.12
Hukum Pidana Islam mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
syara’ yang di ancamkan oleh Allah swt. dengan hukuman hudud dan takzir.13
Hukum Pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh
jinayah adalah segala ketentuan mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal Larangan-larangan itu dapat berupa melakukan perbuatan yang dilarang atau
meninggalkan perbuatan yang diperintahkan untuk dilaksanakan. Perintah dan
larangan merupakan beban (taklif) syariat. Karena itu taklif hanya dibebankan
kepada setiap orang yang berkal sehat dan memahami taklif (pembebanan
hukum) tersebut.
yang dilakukan oleh seorang mukallaf (orang yang dibebani kewajiban), sebagai
hasil pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan
Hadits.14
Menurut A. Jazuli, pada dasarnya pengertian dari istilah Jinayah mengacu
kepada hasil perbuatan seseorang. Biasanya pengertian tersebut terbatas pada
perbuatan yang dilarang. Di kalangan fuqoha’, perkataan Jinayat berarti perbuatan
perbuatan yang dilarang oleh syara’. Meskipun demikian, pada umunya fuqaha
menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan perbuatan yang terlarang
menurut syara’.
Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang
menganggu ketertiban umum serta tindakan melawan hukum atau tindakan
melawan peraturan perundanng-undangan yang bersumber dari Qur’an dan
Al-Hadits.
15
Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung
kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Syariat
Islam dimaksud secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia Meskipun demikian, pada umumnya fuqaha menggunakan istilah tersebut
hanya untuk perbuatan perbuatan yang mengancam keselamatan jiwa, seperti
pemukulan, pembunuhan dan sebagainya. Selain itu, terdapat fuqoha’ yang
membatasi istilah Jinayat kepada perbuatan perbuatan yang diancam dengan
hukuman hudud dan qishash, tidak temasuk perbuatan yang diancam dengan
ta’zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayat adalah jarimah, yaitu
larangan larangan syara’ yang diancam Allah dengan hukuman had atau ta’zir
14
Zainuuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 1. 15
untuk melaksankannya.16
2. Pengertian Kejahatan Terhadap Nyawa
Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu menempatkan
Allah saw. sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun
yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana yang berkewajiban
memenuhi perintah Allah swt. Perintah Allah swt, dimaksud, harus ditunaikan
untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.
Sebelum kita menguraikan pengertian kejahatan terhadap nyawa, ada
baiknya kita uraikan dulu pengertian kejahatan dan nyawa secara etimologi.
Kejahatan menurut Soesilo terbagi dua, yaitu pengertian kejahatan secara juridis
dan pengertian kejahatan secara sosiologis. Ditinjau dari segi juridis, kejahatan
adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang.
Ditinjau dari segi sosiologis, kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang
selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa
hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.17
Menurut Sahetapy dan Reksodiputro kejahatan mengandung konotasi
tertentu, merupakan suatu pengertian dan penamaan yang relatif, mengandung
variabilitas dan dinamik serta bertalian dengan perbuatan atau tingkah laku (baik
aktif maupun pasif), yang dinilai oleh sebagian mayoritas atau minoritas
nilai sosial dan atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat sesuai dengan
ruang dan waktu.18
a. Pembunuhan biasa dalam bentuk pokok yang terdapat dalam pasal
338 KUHP;
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa kejahatan
terhadap nyawa merupakan suatu tingkah laku yang bertentangan dengan
undang-undang sebagai perbuatan yang anti sosial atau suatu perkosaan terhadap skala
nilai sosial atau perasaan hukum yang hidup dalam masyarakat yang
menyebabkan hilangnya kehiudpan manusia (mati), sehingga tidak dapat
melaksanakan aktivitas sebagaimana manusia normal yang hidup.
KUHP menjelaskan mengenai kejahatan terhadap nyawa didalam Bab
XIX secara lengkap. Kejahatan terhadap nyawa dirumuskan melaui tindak pidana
pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Perbuatan dan niat menggolongkan
tindak pidana pembunuhan kedalam tindak pidana tertentu, maksudnya mengenai
tindak pidana pembunuhan telah dibagi berdsarkan perbuatan dan niat bagi
pelakua kejahatan dalam menjalankan aksinya. Adapun pembagian tindak pidana
pembunuhan dalam KUHP meliputi:
b. Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh tindak pidana
lain, diatur dalam pasal 339 KUHP;
c. Pembunuhan yang dilakukan dengan rencana yang diatur dalam pasal
340 KUHP;
18
d. Pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya pada saat atau
beberapa lama setelah dilahirkan, yang diatur dalam pasal 341;
e. Pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya denngan
rencana pada saat atau beberapa lama setelah dilahirkan, yang diatur
dalam pasal 342 KUHP;
f. Pembunuhan yang dilakukan atas permintaan dari korban sendiri atau
yang dikenal dengan sebutan euthanasia, diatur dalam pasal 344;
g. Pembunuhan yang dilakukan dengan cara mendorong orang lain untuk
melakukan bunuh diri, diatur dalam pasal 345;
h. Pembunuhan yang dilakukan dengan cara menggugurkan kandungan,
yaitu pengguguran yang dilakukan atas permintaan wanita yang
mengandung, diatur dalam pasal 346 KUHP, pengguguran yang
dilakukan tanpa mendapat izin terlebih dahulu dari wanita yang
mengandung, diatur dalam pasal 347 KUHP, pengguguran yang
dilakukan dengan mendapat izin wanita yang mengandung, diatur
dalam pasal 348, dan pengguguran yang dilakukan oleh dokter, bidan
atau juru obat-obatan, diatur dalam pasal 349 KUHP.
Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang dewasa ini berlaku telah disebut sebagai
pembunuhan. Untuk menghilangkan nyawa orang lain itu seorang pelaku harus
meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya itu harus
ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut.19
Pembunuhan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
merupakan kejahatan terhadap nyawa, dimana seseorang menghilangkan nyawa
orang lain secara paksa dan melawan hukum. Perkataan “nyawa” sering
disinonimkan dengan “jiwa.” Kata nyawa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kiranya telah jelas bahwa yang tidak dikehendaki oleh pembuat
undang-undang itu adalah kesengajaan menimbulkan akibat meninggalnya orang lain.
Akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang seperti
dalam doktrin juga disebut sebagai constitutief-gevolg atau sebagai akibat
konstitutif.
KUHP tidak memberikan pengertian mengenai pembunuhan. Pembunuhan
didalam KUHP diatur dalam berbagai pasal sesuai dengan jenis tindak pidana
yang diperbuat oleh pelaku kejahatan. Secara rinci pembunuhan yang dilakukan
menurut KUHP terbagi menjadi 2 (dua) bagian berdasarkan unsur kesalahan.
Adapun unsur kesalahan yang dimaksud adalah unsur kesengajaan dan unsur
ketidak sengajaan. Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja tergolong dalam
bab XIX KUHP yang mengatur mengenai kejahatan terhadap nyawa/jiwa yang
terdiri dari pasal 338 sampai dengan pasal 350 KUHP. Sedangkan pembunuhan
yang dilakukan dengan ketidak sengajaan diatur didalam Bab XXI mengenai
menyebabkan seorang mati atau luka-luka karena kealpaan, yaitu pada pasal 359
KUHP.
19
dimuat artinya sebagai pemberi hidup, jiwa atau roh. Sedangkan kata jiwa dimuat
artinya sebagai roh manusia (yang ada ditubuh dan menyebabkan hidup), seluruh
kehidupan batin manusia. Pengertian nyawa dimaksudkan adalah yang
menyebabkan kehidupan manusia. Menghilangkan nyawa berarti menghilangkan
kehidupan manusia yang secara umum disebut “ pembunuhan.”20
3. Pengertian Hukum Islam
Dari definisi diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan mengenai
definisi dari suatu pembunuhan, yaitu pembunuhan merupakan suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang dan/atau beberapa orang dengan sengaja, tidak
sengaja atau karena kesalahan menyebabkan matinya atau hilangnya nyawa
manusia secara melawan hukum sehingga menyebabkan tidak berfungsinya lagi
anggota tubuh secara normal dikarenkan telah terpisahnya antara roh dengan raga.
Sebelum menguraikan makna hukum Islam secara keseluruhan, ada
baiknya diuraikan pengertian “hukum” terlebih dahulu. Kata hukum secara
etimologi berasal dari akar kata bahasa Arab, yaitu “hakama” yang mendapat
imbuhan “al,” sehingga menjadi “al-hakam,” bentuk masdar dari “hakam,
yahkam.” Selain itu bentuk mufrad dan bentuk jamaknya adalah ”al-ahkam.”21
20
Ledan Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 2.
21
Zainuddin Ali, Hukum Islam, (Jakarta , Sinar Grafika, 2008), hal. 1
Berdasarkan kata tersebut, melahirkan kata “al-hakamah” artinya adalah
kebijaksanaan. Maksudnya, orang yang memahami hukum lalu mengamalkannya
Abu Al-Husain Ahmad bin Faris mengemukakan sebagaimana dikutip
oleh Hamka Haq menyebutkan bahwa, “ kata hukum berakar dari ha, ka, ma
mengandung makna mencegah atau menolak, yaitu mencegah ketidak adilan,
mencegah kezaliman, mencegah penganiayaan dan menolak bentuk kemufsadatan
lainnya.” Sedangkan Ahmad Munif Suratmaputra mengatakan bahwa, “selain itu
akar kata, ha, ka, ma dapat melahirkan kata “alhakamah” yang memiliki arti
kendali atau kekangan kuda, yaitu hukum dapat megendalikan dan mengekang
seseorang dari hal-hal yang sebenarnya dilarang oleh agama.”22
Penyebutan hukum Islam sering dipakai sebagai terjemahan syariat Islam
atau fiqh Islam. Apabila sayariat Islam diterjemahkan sebagai hukum Islam
(hukum in abstacto), maka berarti syariat Islam yang di pahami dalam makna
yang sempit. Karena kajian syariat Islam meliputi aspek i’tiqadiyah, khuliqiyah,
dan ‘amal syar’iyah. Sebaliknya bila hukum Islam menjadi terjemahan fiqh Islam,
maka hukum Islam termasuk kajian bidang ijtihadi yang bersifat dzanni. Dalam
dimensi lain hukum Islam selalu dihubungkan dengan legalitas formal suatu
negara, baik yang terdapat dalam kitab-kitab fiqh maupun yang belum. Kalau
Hukum Islam merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan dari
al-fiqh al-Islamy atau keadaan konteks tertentu dari as-syariah al-islamy. Istilah
ini dalam wacana ahli hukum barat disebut Islamic Law. Dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah, istilah al-hukm al-Islam tidak ditemukan. Namun yang digunakan
adalah kata syariat Islam, yang kemudian dalam penjabarannya disebut istilah
fiqh.
22
demikian adanya, kedudukan fiqh Islam bukan lagi sebagai hukum Islam in
abstacto (pada tataran fatwa dan doktrin) melainkan sudah menjadi hukum islam
inconcreto (pada tataran aplikasi atau pembumian).23
Namun demikian, untuk mendapatkan pemahaman yang benar tentang
hukum Islam, maka yang harus dilakukan menurut H. Mohammad Daud Ali
adalah sebagai berikut:24
1. Mempelajari hukum Islam dalam kerangka dasar, dimana hukum Islam
menjadi bagian yang utuh dari ajaran dinul Islam;
2. Menempatkan hukum Islam dalam: Hakam Assyariah Amaliyah,
Al-Hakam al-A’taqodiyah, dan Al-Hakam Assyariah Al-Khaqiyah;
3. Dalam aplikasinya saling memberikan keterkaitan antara syariah dan fiqh
yang walaupun dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan;
4. Dapat mengatur tata hubungan kehidupan, baik secara vertikal maupun
horizontal.
Berdasarkan ruang lingkup hukum Islam yang telah diuraikan ditentukan
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam;
2. Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dipisahkan
dengan iman dan kesusilaan atau akhlak Islam;
3. Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu (a) syariah, dan (b) fiqh.
Syariah bersumber dari wahyu Allah swt dan sunnah Nabi Muhammad
23
Ibid, hal. 2
24
saw dan fiqh adalah hasil pemahaman manusia bersumber dari nash-nash
yang bersifat umum;
4. Hukum Islam terdiri atas dua bidang utama, yaitu (1) hukum ibadah, dan
(2) hukum muamalah dalam arti luas bersifat terbuka untuk dikembangkan
oleh manusia yang memenuhi syarat untuk itu dari masa ke masa;
5. Hukum Islam mempunyai struktur yang berjalan berlapis-lapis seperti
dalam bentuk bagan tangga bertingkat. Dalil Al-Qur’an yang menjadi
hukum dasar dan mendasari sunnah Nabi Muhammad saw. dan
lapisan-lapisan seterusnya kebawah;
6. Hukum Islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala;
7. Hukum Islam dapat dibagi menjadi: (1) hukum taklifi atau hukum taklif,
yaitu Al-Ahkam Al-Khamsah yang terdiri atas lima kaidah jenis hukum,
lima penggolongan hukum, yaitu jaiz, sunnah, makruh, wajib, dan haram,
dan (2) hukum wadh’i, yaitu hukum yang mengandung sebab, syarat,
halangan terjadi atau terwujudnya hubungan hukum.
Al-Qur’an merupakan penjelasan Allah tentang syariat, sehingga disebut
al-Bayan (penjelasan). Penjelasan dimaksud secara garis besar mempunyai empat
cara dan salah satu diantaranya adalah Allah memberikan penjelasan dalam
bentuk nash (tekstual) tenatang syariat tertentu, misalnya orang yang membunuh
tanpa hak, sanksi hukum bagi pembunuh tersebut adalah harus dibunuh oleh
keluarga korban atas putusannya dari pengadilan. Orang berzina harus dicambuk
bagi pelaku yang sudah terikat pernikahan atau perkawinan hukumannya adalah
rajam, yaitu dilempari dengan batu sampai mati.
F. METODE PENELITIAN
Pengumpulan data dan informasi untuk penulisan skripsi ini telah
dilakukan melalui pengumpulan data-data yang diperlukan untuk dapat
mendukung penulisan skripsi ini sehingga hasil yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk dapat merampungkan penyajian
skripsi ini agar dapat memenuhi kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data
yang relevan dengan skripsi ini. Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan
itu, maka penulisan skripsi ini metode yang dipakai adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada
berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang
berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi (law in book). Penelitian hukum
normatif ini disebut juga dengan penelitian doktrinal (doctrinal research) atau
hukum dikonsepkan sebagai kaedah atau norma yang merupakan patokan perilaku
manusia yang dianggap pantas.25
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
yang bersifat deskriptif analitis. Menurut Whitney, metode deskriftif adalah
25
pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat.26
3. Data dan Sumber Data
Tujuan penelitian deskriptif
adalah menggambarkan secara tepat sifat individu suatu gejala, keadaan atau
kelompok tertentu. Deskriptif analitis berarti bahwa penelitian ini
menggambarkan suatu peraturan hukum dalam konteks teori-teori dan
pelaksanaannya, serta menganalisis fakta secara cermat tentang penggunaan
peraturan perundang-undangan.
Penelitian hukum yang normatif menggunakan data sekiunder, yang terdiri
atas (1) bahan hukum primer, (2) bahan hukum sekunder, serta (3) bahan hukum
tertier.27
a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya mempunyai otoritas.28
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukuim yang terdiri atas buku-buku
teks (text books) yang ditulis para ahli hukum yang berpengaruh (de
herseendee leer),
Bahan hukum primer terdiri dari
perundang-undangan dan peraturan hukum lainnya;
29
semua publiksai tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi,30 termasuk skripsi, tesis desertasi hukum dan
jurnal-jurnal hukum;31
26
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Citra, 1999) hal, 21.
27
Muslam Abdurrahman, Sosiologi penelitian hukum Hukum, (Malang, UMM Press,2009) hal. 27.
28
Peter Mahmud Marzuki, Peneliian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), halm 141. 29
Johny Ibrahim, Teori dan Metode Peneltian Hukum Normatif, (Malang: Banyu Media Publishing, 2005) hal. 241-242.
30
Peter Mahmud Marzuki Loc. Cit.
31
c. Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus hukum, encyclopedia, dan lain-lain;32
4. Pendekatan (Approach)
Hasil suatu penelitian hukum normatif agar lebih baik nilainya atau lebih
tepatnya penelaahan dalam penelitian ini, perlu melakukan pendekatan dalam
setiap analisisnya.33
a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute Approach)
Pendekatan ini akan dapat menentukan nilai dari hasil
penelitian tersebut. Jika suatu penelitian melakukan pendekatan yang salah, maka
dapat disimpulkan bahwa penelitian yang dilakukan akan memiliki bobot yang
rendah dikarenakan penelitian yang dilakukan tidak akurat sehingga penelitian
tersebut sering dipertanyakan kebenarannya.
Dalam penelitian ini, menggunakan pendekatan antara lain sebagai berikut
ini:
Hal ini dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan
perundang-undangan sebagai dasar awal melakukan analisis.34
Pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dilakukan
dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut
paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.;35
32
Johny Ibrahim, Loc. Cit.
33
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), hal. 184.
34
Ibid, hal. 185. 35
b. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan peraturan
perundang-undangan Indonesia dengan suatu atau beberapa peraturan
perundang-undangan negara-negara lain.36
5. Metode Pengunpulan Data
Penelitian ini
memperbandingkan antara peraturan tindak pidana pembunuhan biasa
dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP dengan tindak pidana Islam.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan
(Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik
koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel yang berkaitan dengan
objek penelitian, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan
perundang-undangan. Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai
berikut:
a. melakukan inventarisasi hukum positif dan bahan-bahan hukum
lainnya yang relevan dengan objek penelitian.
b. melakukan penelusuran kepustakaan melalui, artikel-artikel media
cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah dan
peraturan perundang-undangan.
c. mengelompokan data-data yang relevan dengan permasalahan.
36
d. menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan
masalah yang menjadi objek penelitian.
6. Analisa data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.37
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Data sekunder yang telah disusun
secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan
induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan
membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan
berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh
kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab
terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan yang terdapat dalam
skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian
pada umumnya yaitu, latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penulisan serta sistematika penulisan.
37
BAB II : PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA
DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
Dalam bab ini akan membahas mengenai pengertian pembunuhan
biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP, tujuan diaturnya
tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan
KUHP, unsur-unsur umum tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana
pembunuhan biasa dalam bentuk pokok berdasarkan KUHP, dan
hukuman atau sanksi yang diterapkan dalm tindak pidana
pembunuhan
BAB III : PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA
DALAM BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN
HUKUM PIDANA ISLAM
Dalam bab ini akan membahas mengenai sejarah terjadinya
pembunuhan dala kajan hukum pidana Islam, pengertian
pembunuhan dalam perspektif hukum Islam, dasar hukum tindak
pidana pembunuhan dalam hukum pidana Islam, tujuan dan manfaat
larangan tindak pidana pembunuhan unsur-unsur tindak pidana
dalam hukum pidana Islam dan Unsur khusus dalam tindak pidana
pembunuhan.
BAB IV : PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
DENGAN HUKUM PIDANA ISLAM
Pada bab ini akan dibahas mengenai perbandingan tindak pidana
pembunuhan berdasarkan KUHP dengan hukum Islam, ruang
lingkup pembahasan pelaku tindak pidana pembunuhan biasa dalam
bentuk pokok berdasarkan perspektif KUHP dengan hukum pidana
Islam, sumber hukum pidana dan sumber hukum pidana Islam,
unsur-unsur kesengajaan yang diatur antar KUHP dengan hukum
pidana Islam mengenai tindak pidana pembunuhan biasa dalam
bentuk pokok, dan sanksi tindak pidana pembunuhan biasa dalam
bentuk pokok berdasarkan KUHP dan hukum pidana Islam.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang
berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang
BAB II
PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM
BENTUK POKOK (DOODSLAG) BERDASARKAN KITAB
UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
A. Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok Berdasarkan KUHP
Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP diatur dalam Bab XIX. Bab ini
mengatur mengenai macam-macam pembunuhan melalui pasal-pasal yang
berbeda-beda, begitu pula dengan hukuman yang diancamkan terhadap pelaku
pembunuhan, berbeda pula jenis-jenisnya, sesuai dengan unsur-unsur perbuatan
yang memenuhi dari tindakan pembunuhan tersebut.
Diatas telah dijelaskan bahwa tindak pidana pembunuhan dalam bentuk
pokok ataupun yang oleh pembentuk undang-undang telah disebut dengan
doodslag itu diatur dalam pasal 338 KUHP. Sesuai dengan rumusannya yang
terdapat dalam bahasa Belanda ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 338
KUHP itu berbunyi:
Hij die opzettelijk een ander van het leven berooft , wordt, als schuldig
aan doodslag, gestraft met gevangenisstraft van ten hoogste vijftien
jaren.38
Menurut R. Sugandhi, kejahatan ini disebut “makar mati” atau
pembunuhan. Atinya:
Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dipidana
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
39
38
Lamintang dan Theo Lamintang, Op.Cit., hal. 27-28
mengakibatkan kematian orang lain, dan kematian itu memang disengaja. Apabila
kematian itu tidak dengan sengaja, tidak dikenakan pasal ini, yang mungkin
dikenakan pasal 359 (karena kurang kehati-hatiannya, meyebabkan matinya orang
lain) atau pasal 353 sub 3 (penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu yang
menyebabkan matinya orang lain). Sehinga pembunuhan yang dilakukan menurut
pasal 338 ini adalah salah satu pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja. Hal
ini terlihat dari kalimat “dengan sengaja” yang menentukan bahwa perbuatan
tersebut dilakukan dengan adanaya niat dalam dari pelaku untuk melakukan
pembunuhan.
Untuk mengetahui secara jelas mengenai tindak pidana pembunuhan yang
dimaksudkan oleh pasal 338 KUHP, sehingga dapat lebih mudah menjerat pelaku
pembunuhan, apakah perbuatan yang dilakukan telah memenuhi rumusan
sebagaimana yang dimaksudkan oleh pasal diatas, ataukah perbuatan pelaku
memenuhi unsur lainnya. Oleh karena hal tersebut, maka dapat lah dirinci melaui
unsur onyektif dan unsur subyektif yang memenuhi rumusan pasal 338, yaitu
sebagai berikut:
a. Unsur Obyektif
1) Perbuatan: menghilangkan nyawa (beroven het leven);
Menurut Adami Cahazawi, dalam menghilangkan nyawa orang lain
terdapat 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi, yaitu:40
• Adanya wujud perbuatan;
• Adanya suatu kematian (orang lain/korban);
39
R. Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1980), hal. 357. 40
• Adanya hubungan sebab akibat.
2) Obyeknya: nyawa orang lain (het leven een tander).
b. Unsur Subyektif: dengan sengaja (opzettelijk).
Antara unsur subyektif sengaja dengan wujud perbuatan menghilangkan
terdapat syarat yang juga harus dibuktikann, ialah pelaksanaan pembunuhan yang
dilakukan oleh pelaku harus dalam rentang waktu yang tidak lama dengan
terlaksananya perbuatan. Artinya bahwa, perbuatan pembunuhan yang dilakukan
oleh pelaku tidak menimbulkan kehendak dalam batin dan pikirannya (adanya
niat) untuk melakukan pembunuhan.
Jika ternyata perbuatan yang dilakukan oleh pelaku memiliki rentang
waktu yang lama dan adanya niat dalam diri pelaku, maka perbuatan tersebut
tidak dapat dapat dikategorikan kedalam pasal 338, melainkan telah memenuhi
unsur tindak pidana pembunuhan yang terdapat didalam pasal 340, mengenai
pembunuhan berencana.
Rumusan pasal 338 dengan menyebutkan unsur tingkah laku sebagai
“menghilangkan nyawa” orang lain, menunjukkan bahwa kejahatan pembunuhan
adalah suatu tindak pidana materiil. Tindak pidana materiil adalah suatu tindak
pidana yang melarang menimbulkan akibat tertentu (akibat yang dilarang atau
akibat konstitutuf/constitutief gevolg).41
41
Adami Chazawi, Op.Cit., hal. 57-58.
Untuk dapat terjadi atau timbulnya tindak
selesainya perbuatan, melainkan apakah dari wujud perbuatan itu telah telah
menimbulkan akibat terlarang ataukah tidak menimbulkan akibat.42
B. Tujuan Tindak Pidana Pembunuhan Diatur dalam KUHP
Hukum pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum, oleh karena itu
peninjauan bahan-bahan mengenai hukum pidana terutama dilakukan dari
pertanggungjawban manusia tentang “perbuatan yang dapat dihukum.”43 Jika
seseorang melanggar peraturan pidana, maka akibatnya ialah bahwa orang itu
dapat dipertanggungjawabkan tentang perbuatannya itu, sehingga ia dapat
dikenakan hukuman (kecuali orang gila, dibawah umur dan sebagainya).44
C.S.T Kansil menyebutkan bahwa tujuan hukum pidana itu memberi
sistem dalam bahan-bahan yang banyak dari hukum itu. Asas-asas dihubungkan
satu sama lain, sehingga dimasukkan dalam satu sistem. Penyidikan secara
demikian adalah dogmatis juridis. Selain hukum pidana dilihat sebagai ilmu
pengetahuan kemasyarakatan. Sebagai ilmu sosial, maka diselidiki sebab-sebab
dari kejahatan dan dicari cara untuk memberantasnya.45
Setiap tindak pidana kejahatan yang dilakukan di masyarakat diatur dalam
hukum pidana, baik itu tindak pidana pembunuhan, penganiayaan, perzinahan,
pencurian, dan lain sebagainya. Menurut Van Hammel dalam Abul Khair dan
Mohammad Eka Putra,46
42
Ibid, hal. 58. 43
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 265.
Abul Khair dan M.Eka Putra, Pemidanaan, (Medan: USU Press, 2011), hal. 1.
dianut oleh suatu negara dalam menyelenggarakan ketertiban hukum (rechtsorde),
yaitu dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum dan mengenakan
suatu nestapa kepada yang melanggar larangan-larangan tersebut.
Menurut Jan Remmeling, hukum pidana seharusnya ditujukan untuk
menegakkan tertib di masyarakat hukum. Manusia satu persatu dalam masyarakat
saling bergantung, kepentingan mereka dan relasi antar mereka ditentukan dan
dilindungi oleh norma-norma. Penjagaan tertib sosial ini untuk bagian besar
sangat tergantung pada paksaan, jika norma tidak ditaati, akan muncul sanksi,
kadangkala berbentuk informal, misalnya perlakuan acuh tak acuh dan kehilangan
status atau pengahargaan sosial. Namun, hukum bila menyangkut hal yang lebih
penting, sanksi (hukum), melalui tertib hukum negara yang melengkapi penataan
sosial, dihaluskan, diperkuat, dan dikenakan pada pelanggar norma tersebut.47
Menurut van Hammel dalam Andi Hamzah, bahwa prevensi khusus suatu
pidana ialah:48
1. Pidana harus memuat suatu unsur menakutkan supaya mencegah
penjahat yang mempunyai kesempatan untuk tidak tidak melaksanakan
niat buruknya;
2. Pidana harus mempunyai unsur memperbaiki terpidana;
3. Pidana mempunyai unsur membinasakan penjahat yang tidak mngkin
diperbaiki;
4. Tujuan satu-satunya adalah mempertahankan tata tertib hukum.
47
Ibid, hal, 14. 48
Untuk menjaga dan melindungi ketertiban di masyarakat, maka negara
memiliki peran yang sangat besar, sehingga setiap perbuatan yang meyimpang
dari masyarakat, negara wajib mengenakan sanksi pidana kepada anggota
masyarakat tersebut. Dasar atau dalil bagi negara (pemerintah) untuk mengenakan
sanksi pidana pada umumnya berupa nestapa atau penderiataan kepada anggota
masyarakat yang melakukan tindak pidana, atau dengan kata lain apa yang
menjadi dasar dibenarkannya negara (pemerintah) untuk menjatuhkan pidana,
dapat diketahui dari beberapa titik tolak (dasar) pemikiran yaitu:49
1. Teori kedaulatan Tuhan
Ajaran kedaulatan Tuhan misalnya dengan penganutnya yang sangat
terkenal pada abad ke-19 Friedrich Julius Stahl, yang berpendapat bahwa
“negara merupakan badan yang mewakili Tuhan di dunia, yang memiliki
kekuasaan penuh untuk meyelenggarkan ketertiban hukum di dunia. Para
pelanggar hukum tetap terjamin;
2. Teori Perjanjian Masyarakat
Teori perjanjian masyarakat mencoba menjawab pertanyaan tersebut diatas
dengan mengemukakan otoritas negara yang bersifat monopoli itu pada
kehendak manusia itu sendiri yang menghendaki adanya kedamaian dan
ketentraman masyarakat. Mereka berjanji akan mentaati segala ketentuan
yang dibuat oleh negara dan di lain pihak bersedia pula untuk memperoleh
hukuman jika dipandang tingkah lakunya akan berakibat terganggu
ketertiban di dalam masyarakat. Mereka (masyarakat) telah memberikan
49