TINJAUAN KARAKTERISTIK MARSHALL DENGAN PENGGANTIAN SEBAGIAN PASIR PADA LAPIS AUS AC-WC MENGGUNAKAN BOTTOM ASH
Ilyas Ichsana*, Andi Sahrul Hidayatb, Syahrul S. Mahmudc Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Gorontalo
JL. Jenderal Sudirman, Kec. Kayubulan, Kab. Gorontalo
*Email. [email protected] Abstract
The use of coal as an energy source produces residue in the form of bottom ash which causes environmental pollution. This study uses experimental research methods in the laboratory which aims to examine the effect of using bottom ash as a substitute for fine aggregate on stability, melting, air voids, voids in the aggregate and Marshall quotient of asphalt concrete mixture. This study used 50 specimens which were divided into 5 percentages of replacement of fine aggregate with bottom ash, namely 0%, 5%, 10%, 15% and 20% with 5.5% bitumen content. From the results of this study it was found that all variations met the test specs according to the 2010 revision III Highways with the best percentage of replacing fine aggregate with bottom ash was 10%.
Kata kunci: Bottom Ash; Aspal Concrete; Fine aggregate; Stability; Marshall Quotient Abstrak
Pemakaian batu bara sebagai sumber energi menghasilkan residu berupa bottom ash yang menimbulkan pencemaran lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian experimental di laboratorium yang bertujuan untuk meneliti efek penggunaan bottom ash sebagai pengganti agregat halus terhadap stabilitas, kelelehan, ronggaudara, rongga didalam agregat dan Marshall quotient dari campuran aspal beton. Penelitian ini menggunakan 50 benda uji yang terbagi kedalam 5 persentase penggantian agregat halus dengan bottom ash yakni 0%,5%,10%,15% dan 20% dengan kadar aspal 5,5%. Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa semua variasi memenuhi spek pengujian sesuai pada bina marga 2010 refisi III dengan persentase terbaik penggantian agregat halus dengan bottom ash adalah 10%.
Kata kunci: Bottom ash; aspal beton; Agregat halus; Stabilitas; Marshall Quotient
1. PENDAHULUAN
Seiring dengan berkembangnya negara Indonesia maka semakin meningkat mobilitas penggunaan jalan untuk kehidupan sehari-hari yang menyebabkan volume lalu lintas akan terus meningkat. Peningkatan volume lalu lintas ini mempengaruhi beban yang akan diterima oleh struktur perkerasan jalan. Dengan bertambahnya beban yang berlebihan akibat truk modifikasi bebas tidak dikenakan sangsi beredar di Indonesia maka hal ini dapat mengakibatkan kerusakan pada lapisan perkerasan jalan. Selain itu juga banyak faktor yang mengakibatkan kerusakan lapisan perkerasan seperti halnya perubahan iklim yang tidak menentu, bencana alam dan lain sebagainya. Oleh karena itu di perlukan peningkatan kualitas dari lapis perkerasan jalan.
Bottom ash (abu dasar) adalah bahan buangan dari proses pembakaran batu bara pada pembangkit tenaga yang mempunyai ukuran partikel lebih besar dan lebih berat daripada fly ash, sehingga abu dasar akan jatuh pada dasar tungku pembakaran (boiler) dan terkumpul pada penampung debu (ash hopper) lalu dikeluarkan dari tungku dengan cara disemprot dengan air kemudian dibuang [1]. Pemakaian batu bara sebagai sumber energi pada pembangkit tenaga listrik ataupun industri lainnya cukup besar. Penggunaan batu bara tersebut menghasilkan residu sebagai hasil pembakaran berupa fly ash (abu terbang) dan bottom ash (abu dasar). Untuk itu dengan adanya pengolahan residu bisa mengatasi pencemaran lingkungan karena residu tersebut bisa diolah sebagai fly ash cement sebagai campuran batako, paving blok dll.
Dibeberapa negara termasuk amerika serikat meneliti penggunaan bottom ash pada perkerasan jalan mendapatkan hasil pengujian yang memuaskan. Tetapi di Indonesia masih jarang dilakukan penelitian yang menunjukan perilaku bottom ash sebagai material pada campuran aspal beton di Indonesia. Namun pemanfaatan limbah pada saat ini mengalami kemajuan, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan juga bisa meminimalisir penggunaan sumber daya alam yang tidak bisa diperbarui seperti batu dan pasir. Dijaman ini teknologi bahan sudah sangat berkembang, oleh karena itu telah banyak mendorong penelitian untuk mencoba menggunakan bahan tambah atau komponen material lainnya pada campuran aspal beton. Penggunaan fly ash sebagai bahan filler dapat meningkatkan nilai stabilitas campuran aspal beton hal tersebut disebabkan fly ash mengandung senyawa pozzoland, selain itu penggunaan fly ash juga dapat meningkatkan fleksibelitas campuran aspal beton[2]
Penelitian dilakukan oleh Bianglala [3] yang mengganti sebagian penggunaan agregat halus dengan coal bottom ash. Ditemukan bahwa coal bottom ash dapat menggantikan agregat halus hingga persentase optimum 15%. Arifudin [4]
juga melakukan penelitian pada campuran aspal Laston AC-WC dengan penambahan coal bottom ash sebesar 35%, FA 0-5mm sebanyak 35%, MA 28%, dan filler 2%. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa karakteristik Marshall lapisan aspal beton AC-WC memenuhi sifat-sifat yang diharapkan.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh Bottom ash terhadap kualitas perkerasan lentur ditinjau dari karakterik marshall pada lapis aus AC-WC (asphalt concrete- wearing course) dengan mengacu pada spesifikasi bina marga 2010 Revisi III. Untuk batasan masalah pada penelitian ini yaitu variasi penambahan bottom ash yang digunakan ialah 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% terhitung dari berat pasir rencana. Pengujian penggunaan bottom ash terhadap campuran AC-WC menggunakan metode marshall sebagai pengganti pasir. Sedangkan untuk aspal yang digunakan dalam penelitian ini ialah aspal penetrasi 60/70, agregatt kasar dari PT. Petra Anugrah Sejahtera Gorontalo, agregat kasar berasal dari sungai Bone Bolango. Penelitian ini tidak dilakukan pengujian zat kimia pada bottom ash dan hanya menguji pada kadar aspal 5,5% dengan kebutuhan benda uji sebanyak 50 buah benda uji.
2. METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian ini merupakan penelitian experimental, dimana penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Sipil Universitas Gorontalo.
Adapun bahan-bahan yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Agregat
Agregat merupakan suatu bahan yang terdiri dari mineral padat dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran agregat aspal yang berupa berbagai jenis butiran-butiran atau pecahan yang termasuk di dalamnya antara lain; pasir, kerikil, batu pecah atau kombinasi material lain yang digunakan dalam campuran aspal buatan.
2. Aspal
Aspal adalah bahan yang didapat dari alam dengan komponen kimia utama yaitu hidrokarbon, hasil eksplorasi dengan warna hitam dan mempunyai sifat plastis. Apabila dipanaskan akan meleleh dan jika dingin akan membeku [1]. Aspal bersifat lengket dan berfungsi untuk mengikat agregat yang telah disiapkan sesuai dengan desain rencana lapisan perkerasan[5]Aspal yang digunakan pada penelitian ini ialah aspal penetrasi 60/70 produksi pertamina.
3. Filler
Filler merupakan suatu agregat dari fraksi halus yang Sebagian besar lolos saringan nomer 200 (0.075mm). Pada penelitian ini filler yang digunakan merupakan filler abu batu zeolite.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Alat uji agregat, yang terdiri dari:
a. Satu set mesin uji Los Angeles yang terdapat di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik Universitas Gorontalo.
b. Alat uji saringan (sieve) standar ASTM c. Mesin getar untuk saringan (sieve shacker) 2. Oven dan pengatur suhu
3. Timbangan 4. Thermometer
5. Alat cetak briket campuran aspal yang terdiri dari:
a. Satu set cetakan (mold) berupa selinder dengan diameter 101.45mm dan tinggi 80mm disertai dengan plat dan leher sambung.
b. Alat penumbuk (compactor) yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk selinder, dengan berat 4,536 kg (10lbs) dengan ketinggian jatuh bebas 45.7 cm (18’).
c. Satu set Alat Ejektor/dongkrak untuk mengeluarkan benda uji setelah proses pemadatan.
6. Alat tekan Marshall yang terdiri dari kepala penekan berbentuk lengkung, cincin penguji berkapasitas 3000 kg (5000 lb) yang dilengkapi dengan arloji pengukur flow meter.
Kebutuhan benda uji pada penelitian ini adalah 50 buah benda uji, Adapun kebutuhan benda uji tersebut seperti yang tersaji di table 1.
Tabel 1. Kebutuhan Benda Uji
Komposisi Jumlah Benda UJi
Kadar Aspal Kadar Bottom Ash
5,5%
0% 10
5% 10
10% 10
15% 10
20% 10
Prosedur penelitian yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Pembuatan benda Uji
Sebelum benda uji dibuat pertama-tama dilakukan ialah membuat rancangan campuran (mix design) didalam perancangan campuran agregat meliputi perancangan gradasi agregat, penentuan aspal dan pengukuran masing-masing fraksi baik agregat, aspal, dan filler.
b. Marshall Test
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:
1. Benda uji direndam selama kurang lebih 24jam.
2. Benda uji direndam dalam water bath (bak perendam) selama 30 menit dengan suhu 60oC.
3. Benda uji dikeluarkan kemudian diletakkan pada alat uji Marshall untuk dilakukan pengujian.
4. Dari hasil pengujian ini didapat nilai stabilitas dan kelelahan (flow).
Adapun bagan alir penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian NO
YES
Yes
Mulai
Persiapan Bahan Dan Alat
Aspal 60/70 Agregat
Pemeriksaan Pemeriksaan : 1. Berat Jenis 2. Penetrasi 3. Titik Lembek
Pemeriksaan : 1. Analisis Butiran 2. Berat Jenis 3. Penyerapan Agregat 4. Abrasi
Memenuhi Syarat
Pembuatan Benda Uji Pengujian Marshall
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. HASIL PENELITIAN
Dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas Gorontalo, diperoleh data pemeriksaan terhadap agregat kasar dan agregat halus sebagai berikut:
3.1.1. Hasil pemeriksaan agregat kasar dan agregat halus 1. Agregat kasar
Hasil Pengujian material agregat kasar batu pecah Medium dari StoneCrusher, diperoleh nilai seperti pada table 2.
Tabel 2. Hasil Pengujian Material Agregat Kasar Batu Pecah
Pengujian Standar
Penelitian
Hasil
Penelitian Spek Satuan
Abrasi SNI 03-2417- 1991 25,40 Max 40 %
- Berat Jenis a. BJ Bulk b. BJ SSD c. BJ Semu
-Penyerapan Agregat
SNI 03-1969-1990
2,49 2,53 2,60 1,81
Min. 2,5 Min. 2,5 Min. 2,5 Max. 3
Gram/cc Gram/cc Gram/cc
% 2. Agregat halus
Hasil pengujian material agregat halus pasir yang di dapatkan dari sungai bone pada campuran aspal beton.
Agregat halus harus terdiri atas partikel-partikel yang bersih, keras, tidak mengandung lempung atau bahan bahan yang tidak dikehendaki dalam Surya Fitri, Dkk,[6].
Tabel 3. Hasil Pengujian Material Agregat Halus Pasir
Pengujian Standar
Penelitian
Hasil
Penelitian Spek Satuan - Berat Jenis
a. BJ Bulk b. BJ SSD c. BJ Semu
-PenyerapanAgregat
SNI 03-1969-1990 2,64 2,70 2,82 2,64
Min. 2,5 Min. 2,5 Min. 2,5 Max 3
gram gram gram
%
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pengujian berat jenis agregat halus pasir semua masuk spesifikasi dan berkualitas baik untuk digunakan pada campuran laston.
Tabel 4. Hasil Pengujian Bahan Pengisi
Pengujian Standar
Penelitian
Hasil
Penelitian Spek Satuan - Berat Jenis
SNI 30-1969-1990
-
d. BJ Bulk 2,52 Min. 1 gr/cc
e. BJ SSD 2,58 Min. 1 gr/cc
f. BJ Semu 2,69 Min. 1 gr/cc
- PenyerapanAgregat 2,60 Max 3 %
Tabel 4 menunjukkan bahwa agregat halus (Abu Batu) dan bahan pengisi (Filler) yang dipakai memiliki kualitas yang baik karena memenuhi semua spesifikasi sehingga dapat digunakan dalam campuran aspal beton.
3. Pengujian Karakteristik Aspal PEN 60/70
Aspal yang digunakan campuran AC-WC adalah aspal produksi PT. Petra Anugerah Sejahtera Gorontalo dengan penetrasi 60/70. Dari hasil pemeriksaan diperoleh data-data seperti pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan Bahan Pengikat (Aspal Pen 60/70)
Pengujian Standar
Penelitian Hasil
Penelitian Spek Satuan Penetrasi 25°C 100 gr, 5 detik SNI 06-2456-1991 66,75 60 /70 Mm
Berat Jenis SNI 06-2441-1991 1,053 Min.1 -
Dari hasil pengujian sifat-sifat dari agregat kasar dan agregat halus dapat disimpulkan bahwa agregat kasar dan agregat halus sudah memenuhi persyaratan yang disyaratkan oleh SNI. Kualitas agregat tersebut dapat digunakan pada campuran AC-WC dan untuk pengujian aspal penetrasi 60/70 memenuhi spesifikasi yang disyaratkan oleh SNI.
3.2 PEMBAHASAN
3.2.1. Karakteristik Campuran Dengan Aspal Penetrasi Pen 60/70
Pengujian Marshall pada campuran dilakukan untuk memperoleh nilai nilai stabilitas, kelelehan (Flow), rongga udara didalam campuran (VIM), rongga udara didalam agregat (VMA), rongga terisi aspal (VFB) dan Marshall Quantient (MQ). lima puluh benda uji dengan lima variasi kadar campuran yang masing-masing setiap variasi sepuluh benda uji.
1. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding ([7].
Tabel 6. Hasil Stabilitas Marshall Variasi Bottom Ash ( % ) Kadar
Aspal Hasil Stabilitas Spek Satuan Persen normal( 0% )
5,5
1755.47
Min. 800 Lolos
5 ( % ) 1740.23
10 ( % ) 1766.89
15 ( % ) 2018.22
20 ( % ) 2174.34
Gambar 2. Grafik Stabilitas Marshall
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stabilitas turun pada kadar Bottom Ash 5 %, kemudian naik sampai pada kadar Bottom Ash 20 %. Hal ini menunjukan bahwa seamakin tinggi penambahan bottom Ash maka semakin tinggi nilai stabilitas[8].
2. Kelelehan (Flow)
Hasil pengujian kelelehan (Flow) diperoleh nilai stabilitas seperti pada tabel 7 Tabel 7. Hasil Kelelehan Plastis
Variasi Bottom Ash (%)
Kadar
Aspal Flow Spek Ket
Persen Normal (0%)
5,5
3.98
2-4
Lolos
5 % 2.91 Lolos
10% 3.52 Lolos
15% 2.51 Lolos
20% 2.10 Lolos
Dari Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil persentasi pada masing-masing variasi dari 0%, 5%, 10%, 15% 20% dengan satu kadar aspal 5,5% memenuhi syarat sesuai dengan spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi III yakni nilai flow berada pada rentan 2-4, namun perlu adanya pembatasan pada penambahan bottom ash karena pada kadar bottom ash 20% mengalami penurunan Flow. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa semakin tinggi persentase bottom ash maka nilai flow yang diperoleh semakin menurun dikarenakan komposisi bahan pengikat dan material bottom ash sudah tidak ideal dimana bahan pengikat pada penelitian ini hanya menggunakan kadar aspal 5,5 %.
Gambar3. Grafik Hasil penelitian Flow 3. Rongga Dalam Agregat (VMA)
Rongga didalam Agregat (VMA) adalah ruang diantara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat)[9]. Rongga pada mineral agregat (VMA) merupakan salah satu hal yang penting untuk dipertimbangkan sebagai komponen perencanaan campuran karena merupakan paramereter keawetan (durabilitas) dari campuran dan untuk mengatur besarnya jumlah aspal yang digunakan dalam campuran beraspal. Nilai VMA banyak bergantung pada bentuk partikel, tekstur, ukuran dari mineral agregat dan metode pemadatan yang digunakan. Dari grafik dibawah ini dapat disimpulkan nilai VMA untuk kadar Bottom Ash dari 0% sampai 15%, semuanya memenuhi spesifikasi minimal 15%.
Tabel 8. Hasil Penelitian Rongga Dalam Agregat (VMA)
Variasi Bottom Ash (%) Kadar aspal Nilai VIM Spek Satuan Persen Normal (0%)
5,5
16.13
15 %
5% 15.09
10% 15.22
15% 15.08
20% 14.77
Gambar 4. Grafik Rongga Dalam Agregat Dengan (VMA) 4. Rongga pada campuran (VIM)
VIM adalah pori yang tersisa setelah campuran perkerasan dopadatkan. Nilai VIM yang terlalu besar diatas 3- 5% akan mengakibatkan campuran aspal akan berkurang kepadatan airnya sehingga berakibat meningkatkan proses
oksidasi aspal yang dapat mempercepat proses penuaan aspal dan menurunkan sifat durabilitas perkerasan beraspal dan mungkin akan menjadi rapuh atau keretaakan dini. Sedangkan apabila nilai VIM terlalu kecil kurang dari 3%
akan mengakibatkan campuran mengalami bleeding jika temperatur meningkat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak kadar aspal pada campuran maka semakin kecil nilai VIM. Dengan memperhatikan persyaratan yaitu nilai VIM 3%-5%, ternyata untuk kadar aspal 5,5 pada semua persentasi lolos batas bawah memenuhi persyaratan dengan nilai VIM yaitu 3 - 5 – 4% sesuai grafik dibawah ini.
Tabel 9. Hasil Penelitian Rongga Dalam Campuran (VIM)
Variasi Bottom Ash (%) Kadar aspal Nilai VIM Spek Satuan Persen Normal (0%)
5,5
4.75
3-5 %
5% 3.58
10% 3.72
15% 3.56
20% 3.21
Gambar 5. Hubungan antara Kadar Aspal Dengan (VIM) 5. Rongga Terisi Aspal (VFB)
VFB (Rongga terisi aspal) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat yang terisi oleh aspal (tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat) (dody Pagewang, Dkk, 2020). Apabila nilai VFB dibawah 65%
maka campuran kemungkinan besar akan rapuh sementara apabila nilai VFB yaitu 71,68% sesuai grafik dibawah ini.
Tabel 10. Hasil Rongga Terisi Aspal (VFB)
Variasi Bottom Ash (%) Kadar Aspal Nilai VFB Spek Satuan Persen Normal (0%)
5,5
71.68
Min.65 %
5% 77.32
10% 76,57
15% 77.39
20% 79.23
Gambar 6. Hubungan antara Kadar Aspal Dengan (VFB) 6. Marshall Quotient (MQ)
Marshall Quotient merupakan hasil bagi dari stabilitas terhadap kelelehan yang digunakan untuk pendekatan terhadap tingkat kekakuan atau fleksibilitas campuran. Nilai Marshall Quotient yang tinggi menunjukkan nilai kekakuan lapis keras yang tinggi [7]. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua campuran dan setiap variasi kadar aspal yang berbeda nilainya masi diatas dari persyaratan spesifikasi yaitu lebih dari 250 kg/mm, dengan nilai MQ yaitu 431.99 Kg/mm dengan kadar aspal 5,5%.
Tabel 11. Marshall Quetien (MQ)
Variasi Filler ( % ) Kadar Aspal Nilai MQ Spek Satuan Persen Normal (%)
5,5
481,12
Min.250 Kg/mm
20% 481
60% 342,81
80% 406,13
100% 361,94
4. KESIMPULAN
Dengan adanya pemanfaatan limbah Abu batu Bara (Bottom Ash) mengurangi pencemaran lingkungan sehingga bisa meningkatkan kualitas dan juga kebersihan terutama dilingkungan jalan raya. Dari peneletian campuran AC-WC persentase yang memenuhi Spesifikasi Umum Bina Marga 2010, dengan variasi campuran 0%, 5% 10% 15% 20%
Bottom Ash dicampur dengan kadar aspal 5,5% berat total campuran AC-WC perbandingan pada setiap variasi campuran yang memenuhi dan mempunyai sifat karakteristik marshall. Nilai Stabilitas Marshall 1755.47, 1740.23, 1766.89, 2018.22, 2174.34 dengan spek minimal 800, Nilai Kelelahan (Flow) 3.98, 2.91, 3.52, 2.51, 2.10 dengan spek 2-4, Nilai Rongga Dalam Agregat (VMA) 16.13, 15.09, 15.22, 15.08, 14.77 dengan spek minimal 15, Nilai Rongga pada campuran (VIM) 4.75, 3.58, 3.72, 3.56, 3.21 dengan spek 3-5, Nilai Rongga Terisi Aspal (VFB) 71.68, 77.32, 76.57, 77.39, 79.23 dengan spek minimum 65, Nilai Marshall Quetiient (MQ) 481.12, 481, 342.81, 406.13, 361.94 dengan spek minimal 250.
5. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta membantu dalam proses penelitian dan penulisan ini, khususnya kepada Dosen Fakultas Teknik Prodi Teknik Sipil, Ketua Laboratorium Terpadu Universitas Gorontalo, beserta tim asisten laboratorium yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang luar biasa.
Tanpa bantuan dan dukungan dari semua pihak, penelitian dan penulisan ini mungkin tidak akan berhasil dan mencapai hasil yang diharapkan. Sekali lagi, terima kasih banyak atas kontribusi dan dukungan yang telah diberikan.
6. DAFTAR PUSTAKA
[1] M. Pataras, A. Y. Kurnia, Y. Hastuti, A. Safitri, and D. M. Bindari, Karakteristik Laston Wearing Course Menggunakan Limbah Katalis Desulfurizer dan Bottom Ash PT. Pusri Sebagai Filler.
[2] A. Modarres, M. Rahmanzadeh, and P. Ayar, “Effect of coal waste powder in hot mix asphalt compared to conventional fillers: Mix mechanical properties and environmental impacts,” J Clean Prod, vol. 91, pp. 262–268, Mar. 2015, doi: 10.1016/j.jclepro.2014.11.078.
[3] Kinanti Bianglala, “Pengaruh Kadar Bottom Ash Sebagai Substitusi Agregat Halus Terhadap Karakteristik Campuran AC-WC,” 2020.
[4] M. Y. Arifudin, “Pengaruh Penggunaan Bottom Ash Pada Campuran Aspal Beton AC - WC PEN 60/70 Terhadap Parameter Marshall,” 2020.
[5] I. Lopang, N. Tedjasukmana, A. P. Lara Yana, and A. Makmur, “Pengaruh Penggunaan Plastik HDPE Sebagai Bahan Aditif Terhadap Aspal Dengan Agregat Kasar Hasil Limbah Beton.”
[6] U. Syiah Kuala, S. Fitri, S. M. Saleh, and M. Isya, “Darussalam Banda Aceh 23111, 2,3) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,” Universitas Syiah Kuala Jl. Tgk. Syeh Abdul Rauf, no. 7, 2311.
[7] S. Wiwoho Mudjanarko, “Studi Analisis Uji Marshall Pada Pembuatan Campuran Aspal Plastik Jenis HDPE,” vol.
5, 2019.
[8] Indriani Santoso, Salil Kumar Roy, Patrick, and Salil Kumar Roy, “Pengaruh Penggunaan Bottom Ash Terhadap Karakteristik Campuran Aspal Beton,” DIMENSI TEKNIK SIPIL, vol. 5, no. 2, pp. 75–81, 2003.
[9] K. R. S. P. A. Santoso Indriani, “Pengaruh Penggunaan Bottom Ash Terhadap Karakteristik Campuran Aspal Beton,” DIMENSI TEKNIK SIPIL, vol. 5, no. 2, pp. 75–81, 2003.