• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lanjut Usia 2.1.1 Definisi Lanjut Usia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Lanjut Usia 2.1.1 Definisi Lanjut Usia"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

Menurut Darmojo et al., (2004) dalam Azizah (2011), proses penuaan merupakan suatu proses alami yang berlangsung terus menerus. Secara umum menurut Pudjiastuti dkk., (2003), teori penuaan terbagi menjadi 2 kelompok besar yaitu teori genetik dan teori non genetik. Pada dasarnya radikal bebas adalah ion bermuatan listrik yang berada di luar orbit dan mengandung ion tidak berpasangan.

Perubahan hormonal pada penuaan mendukung reaksi radikal bebas dan akan menimbulkan efek patologis, seperti kanker dan aterosklerosis. Vitamin E, vitamin C, selenium, glutathione peroksidase dan superoksida dismutase telah digunakan untuk menghambat radikal bebas dan peroksidase lemak.

Fungsi dan Tujuan Panti Werdha

Lansia berbasis rumah yang dimiliki oleh pemerintah atau swasta dan memiliki berbagai sumber daya yang berfungsi untuk mengantisipasi dan merespon meningkatnya kebutuhan lansia. Berbagai program pelayanan lanjut usia seperti: pelayanan subsidi silang, pelayanan harian lansia (day care services), dan pelayanan perawatan di rumah (home care services) dapat dilaksanakan tanpa meninggalkan pelayanan pokoknya kepada lansia terlantar Panti Sosial Tresna Werdha juga. dikenal dengan nama Panti Jompo, Panti Jompo dan Sasana Tresna Werdha. Dari kedua pengertian di atas, panti jompo atau panti jompo dapat diartikan sebagai rumah atau tempat tinggal orang lanjut usia (Najjah, 2009). 2) Menyediakan wadah berupa komplek bangunan dan memberikan kesempatan kepada lansia untuk melakukan kegiatan sosial-rekreasi serta memungkinkan lansia menjalani proses penuaan secara sehat dan mandiri.

Jenis – Jenis Panti Werdha Berdasarkan Kepemilikan

Tujuan utama dari panti jompo adalah untuk menampung lansia yang sehat dan mandiri yang tidak mempunyai tempat tinggal atau berkeluarga atau yang mempunyai keluarga tetapi ditempatkan dalam perawatan karena ketidakmampuan keluarga untuk merawat lansia. (Murta, 2013). Panti ini menyediakan fasilitas, sandang, pangan dan papan sesuai dengan kebutuhan para lansia.Sebagian besar penghuni lansia disini biasanya sudah berkeluarga namun tidak mampu merawat lansia.

Tipe – Tipe Panti Werdha

Kehidupan para lansia di sini masih bergantung pada fasilitas pendukung dan bentuk bangunan ini seperti bangunan rumah sakit. Layanan ini ditawarkan kepada masyarakat yang membutuhkan lebih dari sekedar kamar dan makan atau perawatan dari perawat. Pelayanan keperawatan yang menyediakan kamar dan makan serta beberapa perawatan pribadi seperti bantuan mandi dan berpakaian serta pelayanan sosial.

Pelaku Kegiatan Panti Werdha

Klasifikasi Kegiatan PantiWerdha

Klasifikasi Fasilitas Panti Werdha

Persyaratan Umum

Konsep Menarik Diri Pada Lansia

Pengertian Perilaku Menarik Diri

Individu merasa kehilangan hubungan dekat dan tidak memiliki kesempatan untuk berbagi perasaan, pemikiran, dan pencapaian atau kegagalan. Sulit baginya untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang diwujudkan dalam sikap acuh tak acuh, kurangnya perhatian dan ketidakmampuan berbagi pengalaman dengan orang lain (Departemen Kesehatan, 1998). Menurut Keliat dkk., (2009), penarikan diri adalah suatu keadaan ketika individu mengalami kemunduran atau sama sekali tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain disekitarnya, karena merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu menjalin hubungan yang bermakna dengan orang lain. .

Balitbang (Direja, 2011), menyatakan bahwa penarikan diri merupakan upaya menghindari hubungan komunikasi dengan orang lain, karena merasa kehilangan hubungan dekat dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi perasaan, pikiran, dan kegagalan. Orang yang menarik diri mengalami kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang diwujudkan dalam bentuk sikap menyendiri, kurang perhatian, dan tidak mampu berbagi pengalaman. Menurut Al-Mighwar (2006), penarikan diri adalah suatu bentuk perilaku yang menunjukkan kecenderungan tertekan dan merasa tidak aman, sehingga menarik diri dari aktivitas dan takut menunjukkan usahanya.

Withdrawal juga merupakan reaksi yang dapat ditampilkan, berupa reaksi fisik maupun psikis. Respon fisik individu antara lain meninggalkan atau menghindari sumber stresor, misalnya menjauhi polusi, gas beracun, infeksi dan lain sebagainya. Reaksi psikologis individu antara lain menunjukkan perilaku apatis, mengucilkan diri, tidak tertarik melakukan sesuatu, merasa takut dan/atau bermusuhan (Dermawan et al., 2013).

Berdasarkan berbagai konsep perilaku penarikan diri, peneliti sampai pada kesimpulan sesuai dengan pendapat Pawlin (Prabowo, 2014) dan menjelaskan bahwa penarikan diri adalah upaya yang dilakukan seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau hubungan dengan menghindari orang lain.

Gejala- gejala Perilaku Menarik Diri

Berkurangnya komunikasi verbal terlihat pada perilaku seseorang yang sedikit berbicara kepada orang lain. Seseorang yang memisahkan diri dari orang lain dalam aktivitas sehari-hari, misalnya seseorang yang menarik diri dari orang lain ketika berkumpul, berdiam diri dalam satu kamar dan melarang orang lain berdekatan. Berdasarkan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa gejala-gejala perilaku menarik diri antara lain: orang tersebut merasa komunikasi verbalnya berkurang, tidak ikut beraktivitas, sangat pendiam di dalam ruangan, tidak mau berkomunikasi dengan orang lain, acuh tak acuh. terhadap lingkungan sekitar, berperilaku kurang spontan ketika menghadapi masalah. aktivitas, ketidakmampuan berkonsentrasi dan mengambil keputusan, perasaan tidak berguna, perasaan tidak yakin akan kemampuannya untuk bertahan hidup dan perasaan ditolak oleh orang lain.

Gejala-gejala perilaku menarik diri yang menjadi acuan peneliti dalam pengembangan instrumen untuk mengukur perilaku menarik diri pada lansia mengacu pada pendapat Yosep et al., (2004). Alasan peneliti memilih gejala-gejala tersebut karena gejala-gejala tersebut secara khusus menjelaskan tentang perilaku penarikan diri dan secara lebih rinci membagi perilaku penarikan diri secara subyektif dan obyektif. Teori sosial terkait proses penuaan menjelaskan bahwa terdapat perilaku penarikan diri yang dialami seseorang pada periode tersebut (Maryam et al., 2008).

Kemiskinan yang dialami lansia dan menurunnya derajat kesehatan menyebabkan lansia secara perlahan menarik diri dari lingkungan sosial. Proses menua menyebabkan interaksi sosial pada lansia mulai menurun baik secara kualitas maupun kuantitas, oleh karena itu masyarakat juga harus mempersiapkan kondisi agar lansia tidak menarik diri (Maryam et al., 2008). Withdrawal merupakan upaya yang dilakukan seseorang untuk menghindari interaksi dengan orang lain atau hubungan dengan orang lain (Prabowo, 2014).

Penarikan diri lansia dari lingkungan sosialnya merupakan bentuk perilaku yang berkaitan dengan penghindaran hubungan sosial dengan orang lain, lari dari masalah, menjaga jarak, berupa penarikan diri dari aktivitas dan lingkungan sosial.

Intervensi untuk Penurunan Perilaku Menarik Diri

Konseling kelompok perilaku emosional rasional mengajak anggota kelompok untuk bersama-sama mengidentifikasi permasalahan yang disebabkan oleh keyakinan atau pikiran negatif dan mengubah proses berpikir negatif tersebut ke pemikiran yang lebih positif. Hasil penelitian Pratiwi et al., (2014) menjelaskan bahwa penerapan konseling kelompok perilaku emosional rasional dapat mengurangi perilaku menarik diri pada siswa. Terdapat perbedaan perilaku menarik diri siswa sebelum dan sesudah intervensi, terlihat bahwa subjek AA mengalami penurunan skor dari 114 menjadi 87 dan subjek AX mengalami penurunan skor dari 114 menjadi 82.

Hasil penelitian Ariyanti et al., (2013) menjelaskan bahwa terdapat penurunan perilaku penarikan diri setelah penerapan konseling kelompok Adlerian pada siswa kelas VII-C di MTS Wringinano. Hasil analisis individu berdasarkan hasil pre dan post test menunjukkan bahwa seluruh subjek mengalami penurunan perilaku penarikan diri. Temuan penelitian Purwandari (1997) menjelaskan bahwa pelatihan strategi persahabatan efektif dalam mengurangi kecenderungan menarik diri pada remaja awal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan strategi persahabatan efektif dalam mengurangi kecenderungan perilaku menarik diri pada remaja awal. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa upaya atau cara yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku penarikan diri dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu Konseling Kelompok Rational Emotive Behavioral, Konseling Kelompok Adlerian, Pelatihan Strategi Persahabatan dan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Pada penelitian ini peneliti memilih metode Socialization Group Activity Therapy untuk mengurangi perilaku menarik diri karena dianggap lebih tepat untuk mengatasi masalah perilaku menarik diri yang dialami lansia.

Sejalan dengan pendapat Keliat (2009), beliau menjelaskan bahwa salah satu jenis TAK yang dapat dilakukan pada orang dengan perilaku menarik diri adalah Sosialisasi TAK, karena Sosialisasi TAK merupakan upaya untuk memfasilitasi kemampuan klien dalam bersosialisasi dengan masalah hubungan sosialnya.

Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Tahap-Tahap Terapi Aktivitas Kelompok

Menurut Keliat, Wiyono & Susanti (2011), terdapat lima tahapan dalam pelaksanaan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi, yang dapat diuraikan sebagai berikut. Menentukan jenis TAK (TAK Stimulasi Persepsi, TAK Stimulasi Sensorik, TAK Orientasi Realitas, dan TAK Sosialisasi). Dalam penelitian ini peneliti memilih jenis Sosialisasi TAK karena Sosialisasi TAK jenis ini merupakan terapi kegiatan kelompok sosialisasi yang memberikan atau memfasilitasi kemampuan klien dalam bersosialisasi dengan masalah hubungan sosialnya.

Terapi aktivitas kelompok sosialisasi juga dapat melatih senior untuk meningkatkan komunikasi dan hubungan sosial terkait dengan perilaku penarikan diri (Keliat) Menyiapkan alat dan bahan berdasarkan alat yang dibutuhkan karena setiap jenisnya akan sangat berbeda. ketua kelompok memimpin seluruh kelompok peserta melakukan TAK untuk mencapai tujuan sesuai jenis TAK yang dilakukan. Dalam penelitian ini digunakan sosialisasi TAK yang meliputi 7 sesi seperti yang dijelaskan oleh Keliat et al., (2009) yaitu.

Pada sesi ini, setiap peserta diminta memperkenalkan diri dengan secara bergantian menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, asal usul dan hobi dalam kelompok. Pada sesi ini setiap peserta diminta untuk memperkenalkan diri: nama lengkap, nama panggilan, asal usul dan hobi. Ditanyakan identitas anggota lainnya: nama lengkap, nama panggilan, asal usul dan hobi. Kegiatan terminasi ini meliputi: mengevaluasi perasaan klien, memuji, memberikan kegiatan tindak lanjut, dan menyepakati Kegiatan Sosialisasi TAK berikutnya.

Tingkat sosialisasi TAK dapat disimpulkan menurut pendapat Keliat et al., (2011) sebagai berikut: tingkat persiapan, tingkat orientasi, tingkat pekerjaan, tingkat penyelesaian dan tingkat evaluasi.

Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Pada Pasien Menarik Diri

Berdasarkan penjelasan di atas maka terapi aktivitas kelompok sosialisasi akan diterapkan pada peneliti yang lebih tua dengan perilaku. Sosialisasi Group Activity Therapy (TAKS) terhadap kemampuan interaksi sosial lansia kesepian di PSLU menggunakan metode t-dependent dengan tingkat kepercayaan 95%, hasilnya terjadi peningkatan sebesar 13,94 yang berarti pengaruh setelah pemberian Sosial sangat signifikan. . Terapi aktivitas kelompok. Kemampuan interaksi sosial lansia kesepian setelah dilakukan terapi kelompok sosialisasi sebesar 94,7% dengan kemampuan interaksi sosial baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haruna, (2014) di Panti Sosial Tresna Werdh Gau Mabaji Gowa tentang dampak terapi aktivitas kelompok (TAK) terhadap kemampuan interaksi sosial lansia menunjukkan terdapat perbedaan interaksi sosial yang signifikan. . penilaian kemampuan lansia sebelum dan sesudah TAK. Senada dengan pendapat Keliat (2009), beliau menjelaskan bahwa salah satu jenis TAK yang dapat diterapkan pada masyarakat yang berperilaku menarik diri adalah Sosialisasi TAK karena TAK. Terapi ini dinilai lebih tepat karena mengatasi kondisi lansia yang mengalami kemunduran, baik secara fisik maupun kognitif.

Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

pada suhu 38 o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai

Seseorang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah untuk menggunakan dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah

38 o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.

Ada pula yang sebelumnya adalah orang yang dapat tidur dengan normal, tetapi sewaktu mengalami suatu stress melakukan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik untuk tidur.

interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang.. berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat. mengembangkan konsep diri positif.

Teori Lanjut Usia menurut Stanley & Beare ( 2007 ) yaitu teori – teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa terjadi penuaan :.. Teori

Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu

Terumbu karang ini terletak jauh dari pantai dan dipisahkan dari pantai tersebut oleh dasar laut yang dalam untuk pertumbuhan karang batu (40-70 m).. Umumnya