• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep medis 1) Pengertian - WIWIK SUNDARI BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep medis 1) Pengertian - WIWIK SUNDARI BAB II"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep medis 1) Pengertian

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang

terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan

kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada

golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang

berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam (Ngastiyah,

2005).

Kejang demam sering terjadi pada anak dibawah usia satu tahun

sampai awal kelompok usia 2 sampai 5 tahun,karena pada usia ini otak

anak sangat rentan terhadap peningkatan mendadak suhu badan. Sekitar

10% anak mengalami sekurang-kurangnya 1x kejang. Pada usia 5 tahun

sebagian besar anak telah dapat mengatasi kerentanannya terhadap kejang

demam (Hidayat, 2005).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak-anak yang

terjadi bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu

gangguan neurologic yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak

(2)

Jadi kejang demam dapat diartikan bangkitan kejang yang terjadi

pada anak dengan kenaikan suhu tubuh diatas 38o C disebabkan oleh proses ekstrakranium.

2) Etiologi

Menurut Sujono (2010), penyebab kejang demam meliputi :

faktor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor genetika, penyakit

infeksi (ensefalitis, meningitis), demam, gangguan metabolism, trauma,

neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi dan penyakit degenerative susunan

syaraf.

Menurut Mansjoer (2000), penyebab kejang demam belum diketahui

dengan pasti, namun disebutkan penyebab utama kejang demam ialah

demam yang tinggi, namun disebutkan penyebab utama kejang demam

ialah demam yang tinggi, demam yang terjadi sering disebabkan oleh:

a. Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)

b. Gangguan metabolik

c. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsillitis, faringitis, otitis

media akut, bronchitis, dll.

(3)

Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam menurut

Lumban Tobing (2005) :

1. Demam itu sendiri, yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan

atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih,

kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme Respon alergik atau

keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.

3. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.

4. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak

diketahui atau enselofati toksik sepintas.

B. Tanda dan gejala

Menurut Eveline, IBCLC, Djamaludin (2010), tanda dan gejala anak yang

mengalami kejang demam adalah sebagai berikut :

1. Demam

2. Saat kejang, anak kehilangan kesadaran, kadang-kadang nafas dapat

berhenti beberapa saat

3. Tubuh, termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang,

disusul munculnya gerakan kejut yag kuat

4. Warna kulit berubah pucat, bahkan dapat membiru, dan bola mata naik ke

atas

(4)

6. Nafas dapat berhenti selama beberapa saat ( kadang-kadang)

7. Anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar atau kecil

Di Sub bagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai

sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun

2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit

3. Kejang bersifat umum

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam

5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu

normal tidak menunjukkan kelainan

7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali.

C. Anatomi dan fisiologi a. Anatomi

(5)

Menurut Setiadi (2007), otak merupakan alat tubuh yang sangat penting

karena merupakan pusat computer dari semua alat tubuh. Bagian dari syaraf

sentral yang terletak di dalam rongga tengkorak ( cranium) dibungkus oleh

selaput otak yang kuat. Cranium (tengkorak) berkembang dari sebuah tabung

yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal.

1. Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta

hipotalamus

2. Otak tengah, otak ini menjadi tegmentum, krus serebri, korpus

kuadrigeminus.

3. Otak belakang (pons), bagian otak yang menonjol yang tersusun dari

lapisan fiber (berserat) dan termaasuk sel yang terlibat dalam

pengontrolan pernafasan, dimana pons ini terdiri atas Pons varoli,

Medulla oblongata dan Cerebelum.

Otak dilindungi oleh kulit kepala, rambut, tulang tengkorak dan

columna vertebral serta Meningen (selaput otak).

Bagian-bagian otak secara garis besar terdiri dari cerebrum (otak

besar), brain stem (batang otak) dan cerebellum (otak kecil)

a. Cerebrum (otak besar)

Menurut Syaifuddin (2006), Cerebrum atau otak besar merupakan

bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi penuh

bagian depan atas rongga, masing-masing disebut fosa kanialis anterior

(6)

kelabu (zat kelabu) yaitu pada bagian korteks serebral dan zat putih

terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Sedangkan

menurut Setiadi (2007), permukaan cerebrum berasal dari bagian yang

menonjol (gyri) dan lekukan (sulci). Cerebrum pada otak besar ditemukan

beberapa lobus yaitu :

1) Lobus frontalis adalah bagian dari cerebrum yang terletak didepan

sulkus sentalis

2) Lobus parientalis, terdapat didepan sulkus sentralis dan dibelakang

oleh karako-oksipitalis.

3) Lobus temporalis, terdapat dibawah lateral dari fisura serebralis dan

didepan lobus oksipitalis

4) Lobus occipitalis yang mengisi bagian belakang dari cerebrum

(Syaifuddin, 2006).

b. Batang otak

Menurut Pearce (2009), batang otak terdiri atas otak tengah

(diensefalon) pons varoli dan medula oblongata. Otak tengah

(diensefalon) merupakan bagian atas batang otak. Akuaduktus serebri

yang menghubungkan ventrikel ketiga dan keempat melintas melalui otak

tengah ini.

Menurut Syaifuddin (2006), batang otak terdiri dari :

1. Dianzefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara

(7)

terdapat dibagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna

dengan sudut menghadap ke samping.

2. Mensensefalon, atap dari Mensensefalon terdiri dari empat bagian

yang menonjol ke atas. Dua di sebelah atas disebut korpus

kuadrigeminus inferior. Serat saraf okulomotorius berjalan ke

ventrikel bagian medial. Serat nervus troklearis berjalan ke arah

dorsal menyilang garis tengah ke sisi lain.

3. Pons varoli, Brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon

dengan pons valori dengan cerebellum, terletak di depan cerebellum

diantara otak tengah dan medulla oblongata. Disini terdapat

premotoksid yang mengatur gerakan pernafasan dan refleks,

4. Medulla oblongata, merupakan bagian dari batang otak yang paling

bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medulla spinalis,

bagian bawah medulla oblongata merupakan persambungan

medulla spinalis ke atas, bagian atas medulla oblongata yang

melebar disebut kanalis sentralis didaerah tengah bagian ventral

medulla oblongata.

c. Cerebellum

Menurut Syaifuddin (2006), cerebellum atau otak kecil terletak

pada bagian bawah dan bagian belakang tengkorak dipisahkan dengan

cerebellum oleh fisura transversalis oleh pons varoli dan diatas

(8)

sensoris. Sedangkan menurut Setiadi (2007), cerebellum mempunyai

dua hemisfer yang dihubungkan oleh fermis, berat cerebellum lebih

kurang 150 gram (85-90%) dari berat otak seluruhnya.

Bentuknya oval, bagian yang mengecil pada sentral disebut vermis

dan bagian-bagian yang melebar pada lateral disebut hemisfer.

Cerebellum berhubungan dengan batang otak melalui pendunkulus

serebri inferior (korpus retiformi). Permukaan luar cerebellum

berlipat-lipat menyerupai cerebellum tetapi berlipat-lipatannya lebih kecil dan lebih

teratur. Permukaan cerebellum ini mengandung zat kelabu.

Menurut Setiadi (2007), setiap pergerakan memerlukan koordinasi

dalam kegiatan sejumlah otot. Otot antagonis harus mengalami

relaksasi secara teratur dan otot diperlukan oleh bermacam pergerakan.

b. Fisiologi

Menurut Syaifuddin (2006), sistem saraf mengatur kegiatan tubuh

yang cepat seperti kontraksi otot, peristiwa fiselar yang berubah dengan cepat

menerima ribuan informasi dari berbagai organ sensoris dan kemudian

menginterpretasikannya untuk menentukan reaksi yang harus dilakukan

tubuh.

Membran sel bekerja sebagai suatu sekat pemisah yang amat efektif dan

selektif antara cairan ekstra seluler dan cairan intra seluler. Di dalam ruangan

(9)

Bagian-bagian otak secara geris besar terdiri dari cerebrum (otak besar),

brain stem (batang otak) dan cerebrum (otak kecil)

a. Menurut Syaifuddin (2006), fungsi cerebrum yaitu :

1) mengingat pengalaman masa lalu

2) pusat persyarafan yang menangani, aktifitas mental, akal intelegensi,

keinginan dan memori

3) pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil

b. Menurut Setiadi (2007), cerebrum pada otak besar dibagi 4 lobus yaitu :

1) lobus frontalis, menstimuli pergerakan otot, yang bertanggung jawab

untuk proses berfikir.

2) Lobus parientalis, fungsinya merupakan area sensoris dari otak yang

merupakan sensasi perabaan, tekanan, dan sedikit menerima perubahan

temperature.

3) Lobus temporalis, mengandung area auditori yang menerima sensasi

dari telinga.

4) Lobus occipitalis yang mengisi bagian belakang dari cerebrum

mengandung area visual yang menerima sensasi dari mata.

Area khusus otak besar (cerebrum) adalah :

a. Somatic sensory area yang menerima impuls dari reseptor sensori

tubuh.

b. Primary motor area yang mengirim impuls ke otot skeletal

(10)

B. Patofisiologi

Demam adalah sebagai mekanisme pertahanan tubuh (respon imun) anak

terhadap infeksi atau zat asing yang masuk ke dalam tubuhnya. Bila ada

infeksi atau zat asing masuk ke tubuh akan merangsang sistem pertahanan

tubuh dengan dilepaskannya pirogen. Pirogen adalah zat penyebab demam,

ada yang berasal dari dalam tubuh (pirogen endogen) dan luar tubuh (pirogen

eksogen) yang bisa berasal dari infeksi oleh mikroorganisme atau merupakan

reaksi imunologik terhadap benda asing (non infeksi). Pirogen selanjutnya

membawa pesan melalui alat penerima (reseptor) yang terdapat pada tubuh

untuk disampaikan ke pusat pengatur panas di hipotalamus. Dalam

hipotalamus pirogen ini akan dirangsang pelepasan asam arakidonat serta

mengakibatkan peningkatan produksi prostaglandin (PGEZ). Ini akan

menimbulkan reaksi menaikkan suhu tubuh dengan cara menyempitkan

pembuluh darah tepi dan menghambat sekresi kelenjar keringat. Pengeluaran

panas menurun, terjadilah ketidakseimbangan pembentukan dan pengeluaran

panas. Inilah yang menimbulkan demam pada anak. Suhu yang tinggi ini akan

merangsang aktivitas “tentara” tubuh (sel makrofag dan sel limfosit T) untuk

memerangi zat asing tersebut dengan meningkatkan proteolisis yang

menghasilkan asam amino yang berperan dalam pembentukan antibodi atau

sistem kekebalan tubuh. (Sinarty, 2003).

(11)

seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh

dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu,

kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron

dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion

natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan

listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas

keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang

disebut “neurotransmiter” dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang

kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seorang

anak. (Ngastiyah, 2005).

Anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu

38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea. Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur

dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan

selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting

adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga

meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang

(12)
(13)

C. Klasifikasi kejang

Menurut Ngastiyah (2005) dan Standar Pelayanan Medis RS. Dr. Sardjito

buku 2 (2005), klasikfikasi kejang demam adalah :

1. Kejang demam sederhana

Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat

diketahui melalui kriteria Livingstone, yaitu :

a. Umur anak ketika kejang petama antara 6 bulan sampai 4 tahun

b. Kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.

c. Kejang bersifat umum

d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.

e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal

tidak menunjukan kelainan.

g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

2. Kejang kompleks

Menurut Mansjoer, A. dkk. (2000) biasanya dari kejang kompleks ditandai

dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple

(lebih dari 1 kali dalam 24 jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai

kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam

(14)

B. Konsep keperawatan

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang

terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium (Hasan & Alatas et al, 2002).

Pasien yang mempunyai ibu dengan riwayat kejang demam

mempunyai risiko tiga kali untuk terjadi serangan kejang demam berulang,

Sedangkan pasien yang mempunyai keluarga (first degree relative) dengan

riwayat kejang demam mempunyai risiko 2-3 kali terjadi bangkitan kejang

demam berulang ayah dan saudara kandung dengan riwayat kejang demam

tidak bermakna sebagai faktor risiko untuk timbul bangkitan kejang

berulang (Bahtera, Wibowo, & Hardjojuwono, 2009).

1. Pengkajian

Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian pada anak dengan kejang

demam adalah :

a. Biodata/ Identitas pasien

Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Sedangkan biodata

orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak

meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat.

b. Keluhan utama

(15)

c. Riwayat Penyakit sekarang

1) Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan,

Apakah betul ada kejang. Diharapkan ibu atau keluarga yang

mengantar dianjurkan menirukan gerakan kejang si anak.

2) Apakah disertai demam.

Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang,

maka diketahui apakah infeksi. Infeksi memegang peranan dalam

terjadinya bangkitan kejang.

3) Lama serangan

Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu

berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui

kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.

4) Pola serangan

Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola

serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik atau klonik.

Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

5) Frekuensi serangan

Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa

kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per

tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama

(16)

6) Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan

tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah,

muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan

bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah

penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise,

menangis dan sebagainya.

7) Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya

pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF,

ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah

penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang

terjadi untuk pertama kali. Apakah ada riwayat trauma kepala, radang

selaput otak, OMA dan lain-lain.

e. Riwayat penyakit keluarga

Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita

kejang demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga

yang menderita penyakit syaraf atau lainnya. Adakah anggota keluarga

yang menderita penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi

(17)

f. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah

mengalami infeksi atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma,

perdarahan per vagina sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun

jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan

atau dengan tindakan (forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksia

dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas, diare, muntah,

tidak mau menetek, dan kejang-kejang.

g. Riwayat Imunisasi

Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan

serta umur mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada

umumnya setelah mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah

panas yang dapat menimbulkan kejang.

h. Riwayat Perkembangan

Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :

Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan dengan

kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan

lingkungannya.

Motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati

sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh

(18)

yang cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan

lain-lain.

Motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.

Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti

perintah dan berbicara spontan.

i. Riwayat sosial

Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu

dikaji siapakah yang mengasuh anak.

Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya.

j. Pola fungsional

Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana.

1. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan

tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap

perawatan dan tindakan medis.

Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan

kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga

yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

2. Pola nutrisi

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan

bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi

(19)

bagaimana selera makan anak, berapa kali minum, jenis dan

jumlahnya per hari.

3. Pola Eliminasi :

BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis

ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah,

serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.

BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak,

bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir.

4. Pola aktivitas dan latihan

Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman

sebayanya, berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam,

aktivitas apa yang disukai.

5. Pola tidur/istirahat

Berapa jam sehari tidur, berangkat tidur jam berapa, Bangun tidur

jam berapa, kebiasaan sebelum tidur, serta bagaimana dengan

tidur siang.

Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran,

tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana

akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan

(20)

2. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala

Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali, adakah dispersi

bentuk kepala, apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial,

yaitu ubun-ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun

besar menutup atau belum.

b. Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain

rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai

rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah

dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.

c. Muka/ Wajah.

Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang

paresis tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga

wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus,

opistotonus, trimus, Apakah ada gangguan nervus cranial.

d. Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa

pupil dan ketajaman penglihatan. Bagaimana keadaan sklera,

(21)

e. Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda

adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah

belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya

pendengaran.

f. Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung, polip yang menyumbat

jalan napas, apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya,

jumlahnya.

g. Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus, bagaimana keadaan lidah,

adakah stomatitis, berapa jumlah gigi yang tumbuh, Apakah ada

caries gigi.

h. Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil, adakah tanda-tanda

infeksi faring.

i. Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid,

(22)

j. Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak

pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi

dada, Pada auskultasi adakah suara napas tambahan.

k. Jantung

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya,

adakah bunyi tambahan, adakah bradicardi atau tachycardia.

l. Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen,

bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus, adakah tanda

meteorismus, adakah pembesaran lien dan hepar.

m. Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya,

apakah terdapat oedema, hemangioma, bagaimana keadaan turgor

kulit.

n. Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi

kejang. Bagaimana suhunya pada daerah akral.

o. Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari

(23)

2. Diagnosa Keperawatan:

a. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin

pada hipotalamus.

b. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan reduksi aliran

darah ke otak.

c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret

berlebih.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia.

e. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan aktivitas kejang.

f. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,

penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan

kurangnya informasi.

g. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan pada status peran,

fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, atau pola interaksi.

2. Intervensi Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin

pada hipotalamus.

1) Batasan karakteristik

Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal, serangan atau konvulsi

(kejang), kulit kemerahan, pertambahan respirasi, takikardi, saat di

(24)

2) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu dalam rentang

normal.

3) NOC: Termoregulation

Kriteria hasil:

a) Suhu tubuh dalam rentang normal.

b) Nadi dan respirasi dalam rentang normal.

c) Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing.

4) NIC: Temperatur regulation

Intervensi:

a) Monitor suhu minimal tiap 2 jam.

b) Rencanakan monitor suhu secara kontinyu.

c) Monitor tanda-tanda hipertermi.

d) Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.

e) Monitor nadi dan respirasi.

b. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan reduksi aliran

darah ke otak.

1) Batasan karakteristik

Abnormalitas bicara, kelemahan ekstremitas atau paralis, perubahan

status mental, perubahan pada respon motorik, perubahan reaksi pupil,

kesulitan untuk menelan, perubahan kebiasaan.

2) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

(25)

3) NOC: Status Sirkulasi

Kriteria hasil:

a) Tekanan darah sistolik dalam batas normal.

b) Tekanan darah diastole dalam batas normal.

c) Kekuatan nadi dalam batas normal.

d) Tekanan vena sentral dalam batas normal.

e) Rata- rata takanan darah dalam batas normal.

4) NIC I: Monitor Tanda-Tanda Vital

a) Monitor tekanan darah, nadi, suhu, respirasi rate.

b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah.

c) Monitor jumlah dan irama jantung.

d) Monitor bunyi jantung.

e) Monitor TD pada saat klien berbaring, duduk, berdiri.

NIC II: Status Neurologis

a) Monitor tingkat kesadaran.

b) Monitor tingkat orientasi.

c) Monitor status tanda-tanda vital.

d) Monitor Gaslow Coma Scale.

c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret

(26)

1) Batasan karakteristik

Dispneu, penurunan suara nafas, ortopneu, sianosis, kelainan suara

nafas (ronchi, rales, whezing), kesulitan berbicara, batuk, mata

melebar, produksi sputum, gelisah, perubahan frekuensi dan irama

nafas.

2) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan

jalan napas kembali efektif.

3) NOC: Respiratory status: Airway patency

Kriteria Hasil:

a) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih.

b) Menunjukan jalan napas yang paten.

c) Mampu mengeluarkan sputum.

d) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor penghambat

jalan napas.

4) NIC: Airway Management

Intervensi:

a) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

b) Lakukan fisioterapi dada bila perlu.

c) Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau suction.

d) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan.

e) Monitor respirasi dan status O2.

(27)

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia.

1) Batasan karakteristik

Berat badan 20 % atau lebih dibawah ideal, membran mukosa dan

konjungtiva pucat, tonus otot jelek, kelemahan otot yang digunakan

untuk menelan atau mengunyah, dilaporkan atau fakta adanya

kekurangan makanan, kram pada abdomen, nyeri abdominal dengan

atau tanpa patologi, luka, inflamasi pada rongga mulut.

2) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan tentang terapi nutrisi

diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

3) NOC: Status nutrisi

Kriteria hasil:

a) Laporkan nutrisi adekuat.

b) Masukan makanan dan cairan adekuat.

c) Energi adekuat.

d) Massa tubuh normal.

e) Ukuran biokimia normal.

4) NIC: Terapi Nutrisi

Intervensi:

a) Monitor makanan/ cairan yang dicerna dan hitung masukan kalori

(28)

b) Tentukan makanan kesukaan dengan mempertimbangkan budaya

dan keyakinannya.

c) Tentukan kebutuhan pemberian makan melalui NGT.

d) Dorong pasien untuk memilih makanan yang lunak.

e) Dorong masukan makanan tinggi kalsium.

e. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan aktivitas kejang.

1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses

keperawatan diharapkan resiko cidera dapat dihindari.

2) NOC: Pengendalian Resiko

Kriteria hasil:

a) Pengetahuan tentang resiko.

b) Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko.

c) Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko.

d) Penggunaan sumber daya masyarakat untuk pengendalian resiko.

3) NIC: Mencegah Jatuh

Intervensi:

a) Identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat

menjadikan potensial jatuh dalam setiap keadaan.

b) Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat menjadikan

potensial jatuh.

c) Monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat kelelahan

(29)

d) Instrusikan pada pasien untuk memanggil asisten jika akan

bergerak.

f. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis,

penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang

informasi.

1) Batasan karakteristik

Keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah,

kurangnya keinginan mencari informasi, tidak mengetahui sumber

informasi.

2) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti

tentang kondisi pasien.

3) NOC: Knowledge: diease proses

Kriteria hasil:

a) Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi

prognosis dan program pengobatan.

b) Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara

benar.

c) Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan

perawat/ tim kesehatan lainnya.

4) NIC: Mengajarkan Proses Penyakit

(30)

a) Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan pasien tentang

proses penyakit yang spesifik.

b) Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat.

c) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,

dengan cara yang tepat.

d) Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat.

5) Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan pada status

peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan, atau pola interaksi.

1) Batasan karakteristik

Gelisah, insomnia, resah, ketakutan, sedih, fokus pada diri,

kekhawatiran, cemas.

2) Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cemas

teratasi.

3) NOC: Anxiety control

Kriteria hasil:

a) Monitor intensitas cemas.

b) Menyingkirkan tanda kecemasan.

c) Monitor kecemasan personal.

d) Mencari informasi untuk mengurangi kecemasan.

(31)

4) NIC: Pengurangan cemas

Intervensi:

a) Gunakan pendekatan yang menenangkan

b) Pada saat ansietas berat, damping pasien, bicara dengan tenang,

dan berikan ketenangan serta rasa nyaman

c) Jelaska semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

d) Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal

pikiran dan perasaan untuk mengeksternalkan ansietas

e) Dampingi pasien (misalnya, selama prosedur) untuk

meningkatkan keamanan dan mengurangi rasa takut

f) Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan, serta

terapi okupasi untuk menurunkan ansietas dan memperluas focus

g) Berikan penguatan positif ketika pasien mampu meneruskan

aktifitas sehari-hari dan aktifitas lainnya meskipun mengalami

ansietas

h) Yakinkan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik

secara verbal dan non verbal secara bergantian

i) Singkirkan sumber-sumber ansietas jika memungkinkan

j) Sediakan aktivitas untuk menurunkan ketegangan.

k) Berusaha memahami keadaan pasien dan keluarga.

l) Temani pasien untuk mendukung keamanan dan menurunkan rasa

Gambar

Gambar 3.1. Anatomi otak manusia (Sumber: Adamskornicki.com, 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi modul utama adalah untuk mengolah data keluaran dari sensor yang selanjutnya ditampilkan oleh display LCD.. Dalam modul utama dibagi menjadi beberapa bagian,

Di sisi lain, mereka juga menggunakan produk perawatan wajah agar tetap terlihat segar dan demi menambah rasa percaya diri sehingga jelas bahwa lelaki masa kini

Dengan mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak hanya berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan

Kegiatan pertunjukan ini akan sering diadakan untuk mendukung proses pembelajaran musik itu sendiri karena pada dasarnya musik adalah seni pertunjukan dan banyak hal yang tidak

Sibling rivalry merupakan hal yang umum dan rutin terjadi pada anak yang tumbuh dalam keluarga (Molgaard, 1997), namun juga merupakan hal yang menjadi perhatian orang tua

Menimbang, bahwa keberatan Termohon/Pembanding pada angka 1 (satu) di atas tidak dapat diterima, karena Majelis Hakim Tingkat Pertama telah mempertimbangkan sedemikian rupa

Warna kuning kenari kombinasi hijau tua ber les putih, logo dada kiri KONI Kaltim, tinggi logo 7cm, pada dada kanan logo ruhui rahayu, tinggi logo 6.5cm, lebar logo 5.5cm, pada

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT karena atas ridho-Nya, penulis bisa menyelesaikan skiripsi dengan judul “PEMBERITAAN TENTANG ISU DEPARPOLISASI PILGUB DKI JAKARTA DI