Topik Bahasan
PERENCANAAN JEMBATAN
Dalam Acara
SEMINAR SERIES INKINDO 23 Nopember 2023
Oleh
Prof. Dr. Dr(TS). Ir. H. Wateno Oetomo, MM.,MT., MH. IPU
dari
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
FAKULTAS TEKNIK MAGISTER TEKNIK SIPIL
2023
Pembahasan BAGIAN 1
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS
JEMBATAN
BAGIAN 1
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN 1.1. Pendahuluan
1. Jembatan dalam kedudukan konstruksinya dibagi 2 bagian yaitu: Bangunan atas (Super Structure) dan Bangunan bawah (Sub Structure).
1. Bangunan atas digunakan lalu lintas dan menahan beratnya sendiri dan bangunan bawah digunakan menyangga bangunan atasnya.
2. Bangunan atas : terdiri dari, Lantai jembatan, balok utama, balok melintang, trotoar, kerb, pipa sandaran -tiang sandaran, pipa drainase, perletakan, tembok sandaran, talang air.
1.2. Fungsi Utama Bangunan
1. Balok Utama: menerima beban balok melintang, beban lantai kendaraan dan beban kendaraan,
2. Balok melintang: menerima beban luar akibat gaya angin, gaya gempa (gaya tekukan atau puntiran,
3. Landasan/perletakan: menghubungkan beban antara bangunan atas dan bangunan bawah di mana beban melalui landasan diteruskan ke bangunan bawah.
4. Plat Injak: untukmeratakan beban dan elevasi dan untuk mengurangi penurunan tanah urug dibelakang jembatan.
5. Expansion Joint: untuk membuat sambungan antara bangunan atas dan bangunan bawah jembatan menjadi baik,
5. Tiang sandaran dan pipa sandaran (hand railing and pipe railing): untuk pengaman / keamanan lalu lintas dan kenyamanan pandangan bagi pengguna jalan,
6. Tembok Pengaman: untuk pengaman/keamanan dan pemberitahuan kalau ada bangunan jembatan,
7. Jalan Pendekat/oprit) (Approach): untuk penyesuaian elevasi antara jalan dan jembatan, terutama jembatan yang dibangun diatas peninggian,
1.3. Klasifikasi Jembatan
1. Klasifikasi menurut bentuk konstruksi: Jembatan Rangka, Jembatan Lengkung, Jembatan kerangka kaku, jembatan kabel tetap (cable stayed),
2. Klasifikasi menurut kedudukan lantai kendaraan:
(1). Jembatan gelagar (deck bridge), lantai kendaraan dibangun di atas gelagar utama,
(2). jembatan menerus (through bridge), lantai kendaraan dibangun di bawah gelagar utama,
(3). jembatan setengah menerus (half through bridge) kombinasi dari keduanya,
(4). jembatan gelagar ganda (double deck bridge) lantai kendaraan di atas dan di bawah gelagar utama.
3. Klasifikasi menurut bentuk bidang datar jembatan:
Jembatan lurus sungai (ordinary bridge), jembatan menyudut sungai (skew bridge), jembatan membelok lengkung(curve bridge).
4. Klasifikasi menurut lokasi: jembatan ini dibangun di atas rintangan, rintangan tanah viaduct, rintangan jalan jembatan penyeberangan,
5. Klasifikasi menurut gerakan: jembatan ini dibuka- tutup, dimana tidak cukup ruang bebas (clearance):
normal fixed bridge gerakannya berputar vertikal, lift bridge gerak ke atas-bawah, bascule bridge dengan berputar ke samping.
6. Klasifikasi menurut waktu pemakaian: Jembatan yang dibangun untuk jangka waktu lama jembatan permanen (permanent bridge), jembatan sementara (temporary bridge).
1.4. Standar Umum
1. Standar Umum: Jenis jembatan berdasarkan standar yang digunakan dibedakan dalam tipe, luas geografis rencana volume lalu lintas kendaraan, dipengaruhi:
2. Lebar Jembatan : ditentukan banyaknya lalu lintas yang melewati jembatan, biasanya disesuaikan lebar jalan,
3. Ukuran konstruksi : volume lalu lintas kendaraan yang melewati jembatan akan dapat ditentukan jenis dan konstruksi baik bangunan atas, bangunan bawah jembatan,
4. Klas Jembatan :
(1). jembatan klas I untuk lalu lintas berat dengan pembebanan 20 ton,
(2). jembatan klas II untuk lalu lintas dengan muatan ringan dengan pembebanan 14 ton.
(3). jembatan klas IIIA, untuk lalu lintas dengan muatan 10 ton
5. Alinyemen vertikal (vertical alignment):
Jembatan harus ditinggikan karena debit air banjir, dan kebutuhan ruang bebas dimana permukaan perkerasan jembatan tidak sebidang datar dengan permukaan perkerasan jalan, butuh jalan pendekat (approach) /oprit.
6. Alinyemen horisontal (horizontal alignment)
Jembatan yang dibangun di atas sungai tidak lurus tetapi harus berbelok/menyudut lurus, menyudut lengkung.
7. Keadaan Gempa: Perencanaan jembatan didasarkan pada faktor gempa, yang didasarkan pada klasifikasi daerah gempa di mana jembatan yang bersangkutan dibangun,
8. Rencana Pondasi: Perencanaan pondasi yang dipakai berdasarkan hasil penyelidikan tanah dasar, yaitu pondasi dangkal dan pondasi dalam,
1.5. Standar teknik perencanaan bangunan atas.
(1) Jembatan Baja: jembatan baja harus diadakan test tipe baja, tegangan ijin, perhitungan.
(2) Jembatan beton bertulang: jembatan beton ini di tes kekuatan tegangan ijin, cara menyambung, dsb,
(3) Jembatan beton pratekan: perencanaan ini harus dihitung rencana pembebanan, bahan yang dipakai perhitungan perencanaan, tegangan ijin,
1.6. Dasar-dasar Perencanaan
Untuk bangunan atas dan bangunan bawah jembatan harus diketahui dasar-dasar perencanaan meliputi:
(1). Lokasi dan Alinyemen: perencanaan jembatan ke daerah industri, ke pelabuhan, lalu lintas biasa.
(2) Keadaan sekitar: menentukan panjang jembatan, panjang efektif, kedudukan kepala jembatan (abutment) dan pilar (pier), ruang bebas (clearance),
1. Faktor Ekonomi
Dasar perencanaan konstruksi harus kuat, nyaman di samping tidak boleh mengabaikan faktor ekonomis.
(1) Dengan membandingkan harga satuan setiap unit konstruksi dan dipilih yang paling murah.
(2) Untuk bangunan jembatan besar dan bentang panjang dilakukan dengan cara membandingkan harga bahan yang sama apabila digunakan beberapa bentang atau satu bentang sekaligus,
2. Konstruksi dan Pemeliharaan
(1). Pada pembangunan jembatan dipertimbangkan biaya konstruksi dan biaya pemeliharaan, yang murah dengan biaya pemeliharaan yang tinggi atau (2). Sebaliknya.
3. Pedoman-Pedoman
(1), Rencana jembatan panjang, bentang dan bentuk telah ditentukan harus ada pengamatan seksama.
(2). Dalam perencanaan jembatan juga terkadang di pertimbangkan adanya faktor efektif dan efisien,
4. Keamanan dan Kenyamanan
(1). Pembangunan jembatan harus telah memenuhi persyaratan ekonomis,
(2). Tinjauan juga baik dari segi keamanan maupun kenyamanan bagi lalu lintas kendaraan.
5. Keindahan
(1). Perencanaan jembatan terhadap keindahan yang penting memperhatikan biaya yang paling ekonomis, (2). Meskipun tidak jarang juga dengan menonjolkan keindahan dengan biaya yang tinggi.
1.7. Survei / Penyelidikan 1. Dasar pengertian survei
Tujuan dasar dari survei adalah untuk menentukan biaya pembangunan yang paling efektif dan efisien.
2. Bentuk, isi dan tujuan survei
(1). Bentuk, isi survei tergantung tujuan dan lokasi di mana jembatan dibangun.
(2), Tujuan survei menentukan agar pembangunan jembatan dapat digunakan bagi lalu lintas.
1.9. Hubungan bentang efektif dan tinggi balok
1. Ada 4 jenis jembatan baja dengan plat lantai di atas, plat lantai dibawah, beton pratekan, beton bertulang (1). Tipe I: Jembatan baja dengan plat lantai di atas
Kelompok upper deck steel bridge: Braced rib arch-pipe arch, Solid rib arch, Langer truss, Langer girder, Simple truss, Continuous truss, Continuous box girder, Simple box girder, Continuous girder, Box girder with steel slab, Simple H shape steel, Cable Stayed.
(2). Tipe II: Jembatan baja dengan lantai menerus
Kelompok jenis half through and through deck steel bridge) adalah meliputi jenis-jenis jembatan sbb:
Braced rib arch, Solid rib arch, Longer truss, Longer girder, Simple truss, Continuous truss, Simple girder, Continuous girder.
(3). Tipe III: Jembatan beton pratekan (posttensi oning concrete bridge)
Kelompok jenis ini: Continuous box girder (cantilever arsection), Continuous box girder (falsework arsect ion), Simple composite girder, Continuous composite girder, Simple girder, Continuous Girder, Simple box, Hollow slab, Pretension girder, X type rigid frame
.
(4). Tipe IV: Jembatan beton bertulang (reinforce ment concrete bridge) antara lain, Hollow slab, Rigid frame.
1.10. Dasar dasar perencanaan reknis 1. Muatan yang bekerja
• Perencanaan jembatan, muatan dan gaya yg dipakai untuk perhitungan tegangan yang terjadi tiap bagian jembatan , muatan primer dan muatan sekunder:
• (1). muatan primer yg terdiri dari muatan mati yaitu berat-beban sendiri bangunan konstruksi jembatan, muatan hidup dan kejut,
• (2). muatan sekunder terdiri dari muatan angin, gaya akibat perubahan suhu, gaya akibat rangkak dan susut, gaya rem dan traksi,
2. Muatan Primer
• Muatan primer, muatan utama yang dipergunakan dalam perhitungan tegangan setiap perencanaan jembatan:
a. (1). Muatan mati: semua muatan yang bersifat tetap yang berasal dari berat sendiri/bagian-bagian yang ditinjau termasuk segala unsur tambahan tetap.
(2). Muatan mati nilai berat volume bahan konstruksi baja 7,85 t/m³ (trusses steel bridge), beton bertulang/
pratekan 2,50 t/m³ (conventional reinforcement concrete)
2. Muatan hidup
• (1). Muatan hidup, berasal dari berat kendaraan yang bergerak dan berat pejalan kaki yang mempengaruhi muatan pada kons truksi di jembatan,
•
a. (2). Muatan T dan D: muatan hidup diatas lantai kendaraan yaitu muatan T yang merupakan muatan lantai kendaraan dan muatan D yang merupakan muatan untuk jalur (sama dengan lajur lalu lintas,
b. (3) Jalur lalu lintas (sama dengan jalur) dan lantai kendaraan: Lantai kendaraan adalah seluruh lebar bagian jembatan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan,
(4). Jalur (sama dengan lajur) lalu lintas bagian dari lantai deretan kendaraan dan jalur lalu lintas ini mempunyai lebar minimum 2,75 m - 3,75 m untuk 1 jalur (sama dengan lajur), jumlah jalur lalu lintas untuk lantai kendaraan selebar 5,50 m - 8,25 m untuk 2 jalur (sama dengan lajur)
c. (5). Muatan T: Perhitungan kekuatan lantai kendaraan digunakan muatan T, dimana muatan T adalah muatan yang disebabkan oleh kendaraan truck yang mempunyai beban roda sebesar 16 ton dengan ukuran – ukuran seperti yg ditetapkan
(6). Muatan D: untuk perhitungan kekuatan gelagar dipergunakan muatan D yang susunan muatan pada setiap jalur lalu lintas terdiri dari muatan terbagi rata sebesar p ton / m jalur (sama dengan lajur) dan muatan garis p = 12 ton yang melinyang jalur, (sama dengan lajur) lalu lintas,
• (7). Penggunaan muatan D untuk jembatan berlaku ketentuan bahwa jika jembatan mempunyai lebar lantai kendaraan lebih besar 5,50 m sedangkan lebar selebihnya hanya dibebani dengan setengahnya (50%) dari muatan D,
(8). Berikut ini diberikan beban kendaraan 2 lajur
• (sama dengan lajur) .dan Untuk menentukan besar muatan p, ditentukan oleh panjang bentang jembatan yang terbagi dalam 3 bagian masing-masing adalah untuk bentang L < 30 m, 30 m < L ≤ 60 mdan bentang L > 60 m Lihat Tabel muatan p dibawah ini:
Bentang Jembatan
(m)
Beban t/m
L < 30 m p = 2,2 t / m
30 m <L < 50 m p = 2,2 t/m + 1,10/60 (L-30) t/m L > 60 m P = 1,10 (1+ 30/L) t/m
3. Muatan pada trotoar, kerb dan sandaran
(1). Konstruksi dari trotoar lebarnya ditetapkan 0,50 m – 1,00 m' karena fungsinya sebagai pejalan kaki maka diperhitungkan muatan hidup 500 kg /m².
(2). Perhitungan karena ada pengaruh muatan hidup pada trotoar, diperhitungkan sebesar 40% dari muatan hidup pada trotoar.
(3). Kerb sebagai penahan konstruksi trotoar harus diperhitungkan dapat menahan muatan horisontal ke arah melintang 500kg,
(4). Tiang sandaran sebagai pengikat pipa sandaran setiap tepi trotoar diperhitungkan dapat menahan muatan horisontal sebesar 100 kg/m¹, yang bekerja pada tinggi 90 cm¹ di atas lantai trotoar.
4. Beban Kejut
(1). Untuk memperhitungkan pengaruh getaran dan pengaruh dinamis lainnya, tegangan akibat muatan D harus dikalikan dengan suatu koefisien yang disebut koefisien kejut.
5. Muatan Sekunder (1). Muatan Angin
1. Pengaruh tekanan angin 100 kg/m² pada jembatan berdasarkan bekerjanya muatan angin horisontal terbagi rata-rata bidang vertikal, dalam arah tegak sumbu memanjang jembatan.
2. Apabila ada muatan hidup pada jembatan, maka ditetapkan sebagai suatu permukaan vertikal dengan tinggi menerus 2 m¹ di atas lantai kendaraan.
3. Bidang vertikal jembatan yang terkena oleh angin ditetapkan 1,5 kali jumlah luas bagian sisi jembatan,
4. jika berdinding penuh diambil 100% terhadap luas bidang sisi jembatan,
5. untuk jembatan rangka ditetapkan 30% dari luas bidang sisi jembatan.
6. Gaya rem dan traksi
(1). Gaya akibat rem dan traksi bekerja pada arah memanjang jembatan untuk ke2 jurusan lalu lintas.
(2). Pengaruh gaya sebesar 5% dari muatan D tanpa koefisien kejut, yang memenuhi sebuah jalur (sama dengan lajur) lalu lintas yang ada.
7. Gaya akibat perbedaan temperatur
(1). Timbulnya tegangan akibat perbedaan tempera tur bagian jembatan dgn temperatur bahan berbeda.
(2). Perbedaan temperatur adalah gelagar baja 100 C, pelat beton 150 C. Temperatur ini dianggap konstan dan terbagi rata pada gelegar baja dan plat beton.
8. Gaya akibat rangkak dan susut beton
Beban permanen bekerja pada pelat beton komposit, tegangan yang bekerja digunakan faktor rangkak = 2,0.
1.11. Muatan Khusus 1. Gaya akibat gempa
(1). Pengaruh terhadap gempa diperhitungkan senilai pengaruh gaya horisontal, bekerja pada titik berat kontruksi yang ditinjau arah paling berbahaya.
(2). Di Indonesia dikelompokkan pada 3 daerah gempa, perhitungan dengan menetapkan gaya horisontal setiap titik berat yang ditinjau umumnya ditetapkan rata-rata 0,15 dari beban konstruksi yang ditinjau.
2. Gaya tumbukan dan gaya selama pelaksanaan
(1). Gaya khusus yang timbul selama pelaksanaan besarnya diperhitungkan sesuai dengan cara-cara pelaksanaan.
(2). Gaya tumbukan yg terjadi pada pilar ditetapkan 100 ton searah lalu lintas dan 50 ton tegak lurus lalu lintas, bekerja setinggi 1,20 m¹ di atas jalan.
3. Gaya tekanan air dan barang hanyutan.
(1). Pilar jembatan dan bangunan lainnya untuk penyangga jembatan yang mengalami gaya aliran arus air dan barang hanyutan harus diperhitungkan.
1.12. Standar Spesifikasi
1. Standar spesifikasi, adalah mutu bahan yang dapat digunakan perencanaan dan pelaksanaan konstruksi jembatan.
2. Standar spesifikasi tersebut adalah batas minimum konstruksi yang tidak boleh dilampaui, apabila dilampaui maka konstruksi tidak boleh digunakan 3. Apabila kekuatan konstruksi berada di atas standar
spesifikasi maka biaya pelaksanaan konstruksi akan menjadi mahal,
4. Kualitas bahan (1). Baja tulangan
Syarat yang digunakan untuk tulangan beton semen harus dipenuh dengan bahan baja U 24 atau U 32.
(2). Beton
1. Bahan beton semen harus memeenuhi kekuatan kubus selama 28 hari 200 kg/cm², apabila beton pratekan dipakai pada lantai / balok harus dipenuhi kekuatan kubus selama 28 hari 300 kg / cm².
2. Tegangan yang diijinkan: tegangan yang diijinkan untuk berbagai bahan adalah:
5. Tegangan yang diijinkan untuk beton
(1). Tegangan beton yang diijinkan untuk beton disesuaikan dengan Peraturan Beton bertulang Indonesia,
6. Tegangan yang diijinkan untuk baja
(1). Tegangan yang diijinkan untuk baja disesuaikan dengan peraturan-peraturan yang ada di Indonesia.
7. Peningkatan tegangan yang diijinkan dalam baja
(1). Apabila tegangan yang diijinkan ditingkatkan, dengan macam-macam muatan sekunder, peningkat an tegangan yang diijinkan tidak boleh dilebihi.
Muatan T
.
5 20 20
11 m
4 m 5 m
2.75 1.75
Muatan T
2.75
2.75
Muatan D/Muatan Jalur
. .
1 Jalur
Muatan garis p = 12 t
Muatan terbagi rata p = .. t / m
Muatan D/Muatan Jalur
Lebar lantai kendaraan > 5.50 m
.
5.5 m
Muatan terbagi rata Muatan garis
Bangunan Atas Jembatan (1)
Bangunan Atas Jembatan (2)
.
Pembahasan BAGIAN 2
PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH
JEMBATAN
BAGIAN 2
PERENCANAAN BANGUNAN BAWAH 2.1. Pengertian Dasar
1. Bangunan bawah jembatan harus mampu menerima beban bangunan atas, berat sendiri, beban tanah, gaya aktif dan gaya pasif tanah, gaya lain yang mempengaruhi konstruksi bangunan bawah,
2. Perlu survei yang mendalam, bagaimana konstruksi jembatan harus dibangun. Perencanaan lebih dulu secara garis besar, dan dapat membaca hasil survei yang sesuai dan tepat.
3. Untuk menentukan jenis. bentuk dan menempatkan letak bangunan bawah diperlukan pengetahuan dan pengalaman sebelum mengambil keputusan,
4. Bahan yang digunakan sangat tergantung pada ketersediaan bahan yg akan digunakan, kemudahan transportasi bahan yang digunakan, kemungkinan penggunakaan bahan baku setempat perlu menjadi pertimbangan.
5. Setelah bahan yang digunakan dapat dipertanggung jawabkan secara teknik dalam pengertian aman dan nyaman juga dipertimbangkan secara ekonomis penggunaan bahan tersebut.
6. Setelah bahan yg akan digunakan dapat ditentukan maka bentuk bangunan bawah ditetapkan karena untuk setiap jenis bahan mempunyai kemampuan menerima beban yang berbeda.
7. Dalam mempertimbangkan letak bangunan bawah ditempatkan,
(1) letak pondasi jauh dari pengaruh aliran sungai sehingga dasar abutment ditempatkan pada posisi yang dangkal tetapi resiko yang diterima bentang jembatan lebih panjang,
(2) letak dasar abutment lebih dalam karena berada dekat aliran sungai dengan bentang jembatan yang lebih pendek.
2.2. Macam-macam Survei
1. Setiap memulai kegiatan adalah apa yang akan dikerjakan telah dipersiapkan secara matang untung -ruginya.
2. Survei dilakukan untuk hal-hal yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan dan survei nonteknis yang berkaitan dengan kemanfaatan lalu lintas,
3. Survei teknis dalam merencanakan jembatan mutlak dan sangat diperlukan khususnya survei untuk mengetahui kondisi tanah setempat agar jembatan yang dibangun memenuhi persyaratan.
2.3. Survei tanah pondasi
1. Survei pondasi adalah survei untuk menentukan pondasi yang digunakan agar kedudukan konstruksi secara teknik memenuhi syarat keamanan, secara ekonomi memerlukan biaya yang lebih murah.
2. Agar dicapai hasil akurat dan dapat dipertanggung jawabkan maka survei tidak cukup dilakukan sekali saja, bahkan bisa berkali-kali sehingga dapat dicapai hasil yang diharapkan.
3. Karena alasan tersebut maka kegiatan survei umumnya dibagi menjadi 2 kali kegiatan yaitu survei pendahuluan (premilinary survey) dan survei akhir atau survei finalisasi. (final survey)
4. Survei pendahuluan: Preliminary survey adalah survei awal tujuannya untuk mengetahui secara umum garis besar susunan tanah, keadaan tanah dan geologi tanah di mana jembatan akan dibangun.
Survei pendahuluan meliputi:
(1) Survei data geologi, survei untuk mengetahui susunan dan lapisan tanah yang berada di bawah permukaan tanah apakah merupakan tanah lembek, tanah keras dan letak lapisan tanah keras.
(2) Survei bangunan yang ada, adalah survei untuk mengetahui pengaruh bangunan yang ada terhadap pembangunan jembatan pengaruh pembangunan jembatan terhadap bangunan yang telah ada.
4. Survei geodesi dari permukaan tanah, survei untuk mengatahui kondisi permukaan tanah apakah terletak di daerah yang berbukit, dll.
5. Survei geofisika, adalah survei untuk mengetahui keadaan tanah terhadap bangunan yang akan digunakan seperti tanah yang mengandung garam, dan jenis lain yang merusak bangunan.
6. Survei penggunaan bor dan sumur percobaan, survei untuk mengetahui kemampuan dan kekuatan daya dukung (point bearing test) dan kekuatan geser tanah (shear test) terhadap bangunan yang akan didukungnya.
7. Survei akhir
(1). Survei akhir (final survei) untuk mengetahui secara terperinci tentang susunan tanah, air tanah, sifat tanah, sekaligus mengetahui posisi seharusnya jembatan diletakkan (dibangun) melalui survei yang lebih mendalam terhadap survei geologi, geodesi, geofisika dan juga topografi, dan geografi dan survei yang lain.
(2). Dimana seharusnya letak abutment dan pier harus didirikan apakah abutment harus didirikan jauh dari penampang sungai, agak kehulu atau kehilir dari posisi semula, demikian juga letak pier yang didasarkan bangunan yang ada.
(3). Dimana harusnya letak abutment dan pier harus didirikan apakah menggunakan tiang pancang, pondasi sumuran atau pondasi langsung dengan kedalaman yang cukup tinggi berdasarkan hasil data laboratorium, termasuk kekuatan daya dukung tanah, longsoran, konsolidasi /penurunan dan sebagainya.
(4). Survei akhir ini penting karena terkait dengan panjang bentang dan kedudukan abutment, semakin kedepan maka biaya bangunan atas semakin murah dengan biaya abutment semakin mahal, sebaliknya semakin kebelakang biaya bangunan atas semakin mahal
2.3. Beban Primer
• Dalam perencanaan bangunan bawah jembatan harus mendapatkan perhatian adanya pengaruh pembebanan. Pembebanan primer yang meliputi beban mati, beban hidup dan tekanan tanah aktif maupun tekanan tanah pasif beban sekunder lainnya 1. Beban mati :
• Beban mati adalah berat sendiri dari konstruksinya yang digunakan. Beban mati berupa berat sendiri bangunan atas dan bangunan bawah. Menentukan berat sendiri maka perlu diketahui jenis bahan, data volume bahan dan berat jenis bahan yang digunakan untuk konstruksi,
2. Beban hidup
(1). Beban hidup adalah muatan lalu lintas kendaraan yang direncanakan lewat pada jembatan tersebut.
(2). Beban hidup dibagi 2 beban D dan beban T, dibaca buku Dasar-dasar Perencanaan Bangunan Atas Jembatan.
3. Tekanan tanah
(1). Tekanan tanah didapat dari beban kerja ke arah samping pada permukaan dinding yang berada pada kepala jembatan (abutment). Ada tekanan tanah aktif dan tekanan tanah pasif adalah sebaliknya,
4. Tekanan air :
(1). Tekanan Hidrostatis adalah tekanan air yang bekerjanya secara horisontal yang menekan dinding Penahan (abut-ment) dan Pilar (pier) dan bekerjanya hanya pada kedalaman sungai yaitu antara dasar sungai sampai dengan permukaan air dibagian atas.
(2). Diagram gaya bekerjanya tekanan hidrostatis ada lah berbentuk segitiga yang semakin ke permukaan, gaya yang diberikan semakin tidak ada, tekanan hidrostatis adalah bahwa air tenang dan dalam keadaan diam tidak bergerak.
5. Tekanan aliran / arus air:
(1). Tekanan air ini bekerja pada arah horisontal pada permukaan pier yang kena aliran. Titik berat ini bekerja pada kedalaman 0,60 h diukur dari dasar pilar (pier).
(2). Tekanan aliran/arus air adalah di mana air dalam keadaan bergerak.
(3). Bekerjanya diagram gaya pd tekanan arus air ini berbentuk segi empat, mulai dasar sungai sampai ke permukaan air mempunyai tekanan samping yang sama.
6. Tekanan hydrodinamis
(1). Dengan adanya gempa maka tekanan aliran air yang menekan dinding bangunan mendapat gaya samping tambahan,
(2). Tekanan hydodinamis ialah gaya air ke samping akibat pengaruh gempa pada aliran air, jika tidak ada gempa maka gaya ini tidak terjadi.
7. Gaya Uplift
(1). Apabila di bagian dinding muka ada aliran air dan bagian dinding belakang ada air tanah maka pada bagian dasar abutment atau pier gaya uplift.
2.4. Beban Sekunder 1. Beban angin
(1). Beban angin dalam perencanaan jembatan adalah searah dengan sumbu memanjang jalan, dan tidak pada sumbu melebar/melintang.
(2). pada Prinsipnya ada 2 beban angin yaitu beban angin pada bangunan atas dan pada bangunan bawah (3) Beban angin yang bekerja pada pier jembatan dibedakan dalam konstruksi yang terlindung dan konstruksi tidak terlindung.
(1). Pertama: Untuk konstruksi terlindung beban angin hanya diperhitungkan pada pier jembatan saja, 1. Tidak memperhitungkan beban hidup,
2. Dengan memperhitungkan bahan hidup.
(2). Kedua: Untuk konstruksi tidak terlindung: Untuk konstruksi tidak terlindung ada 2 pertimbangan untuk perhitungannya,
1. tidak memperhitungkan beban hidup
2. bekerja pada bidang vertikal pada tambatan angin samping 250 kg/cm2.
2. Pengaruh temperature
(1). Peninjauan khusus harus diadakan termasuk timbulnya tegangan karena pergerakan-pergerakan akibat perbedaan temperatur yang ada antara bagian- bagian jembatan dengan temperatur bahan yang berbeda.
(2). Perbedaan temperatur antara gelagar baja 100C dan pelat beton diambil 150C.
(3). Temperatur dianggap konstan dan terbagi rata pada gelegar baja dan juga pada plat beton.
3. Pengaruh penyusutan beton
(1). Selama suatu beban permanen bekerja pada pelat beton dari suatu kontruksi komposit, maka untuk menghitung tegangan yang bekerja pada umumnya digunakan suatu faktor rangkak = 2,0, berhubung adanya rangka dalam beton.
(2). Perhitungan tegangan akibat susut beton pada umumnya dipakai satuan susut akhir ² = 2 = 4,0.
(3). Faktor rangkak dan satuan susut beton ini tidak berlaku untuk seluruh kekuatan beton (K).
4. Pengaruh gempa
(1). Pengaruh gempa pada jembatan diperhitungkan senilai dengan pengaruh gaya horisontal, yg bekerja pada titik berat pada arah yang paling berbahaya.
(2). Untuk mempermudah perhitungan dilakukan dengan menetapkan gaya horisontal pada setiap titik berat yang ditinjau,
(3). Umumnya ditetapkan rata-rata 0,15 dari beban konstruksi yang ditinjau. sedangkan titik tangkap gaya berimpit dengan titik tangkap berat sendiri.
5. Pengaruh geseran dari perletakan
(1). Besarnya geseran bangunan bawah dan bangunan atas tergantung jenis perletakan, semakin nilai geserannya rendah semakin baik.
(2). Perletakan sendi-rol nilai geserannya antara bangunan bawah dan bangunan atas paling rendah.
6. Gaya tumbuk
• Gaya tumbuk adalah gaya pada pilar (pier) yang berarah horisontal akibat gerakan yg berada didarat atau di permukaan air,
7. lalu lintas darat, lalu lintas air dan gerakan air.
(1). Gaya-gaya khusus yg timbul selama pelaksanaan harus ditinjau, besarnya sesuai cara pelaksanaan.
(2). Gaya tumbukan pada pilar ditetapkan sebesar 100 ton searah lalu lintas dan 50 ton tegak lurus lalu lintas, bekerjanya setinggi 1,20 m' diatas jalan.
8. Gaya tumbuk akibat lalu lintas air
• (1). Secara umum gaya tumbuk akibat lalu lintas air tidak dapat ditentukan secara pasti, namun besarnya gaya tumbuk tergantung dari volume lalu lintas air.
9. Gaya tumbuh akibat kapal air
• Gaya tumbuk akibat kapal air lebih bisa spesifik karena dapat diketahui kapal yang lewat.
(1). Besarnya gaya tumbuk (2). Tekanan gelombang laut
(3). Tekanan gelombang bekerja pada bidang tegak (4). Bekerja gaya gelombang pada 1,25 x muka air (5). Sedangkan besarnya gaya gelombang :
P = 1,50 x W x H
2.5. Bahan–bahan Konstruksi 1. Bahan-bahan
(1). Bahan yang dipakai untuk konstruksi bangunan bawah jembatan adalah yang murah dan mudah didapatkan,
(2). Di samping itu harus diamati bahan yang tepat untuk konstruksi jembatan atau faktor–faktor yang lain karena alasan-alasan teknis, ekonomis dan lainnya.
(3). Secara umum bahan-bahan yg dapat digunakan adalah sebagai berikut:
2. Bahan Beton
(1). Beton semen (cement concrete) yang digunakan dalam konstruksi bangunan bawah adalah beton K 175, K 225 atau lebih tinggi.
3. Baja Profil
(1). Bahan baja yg digunakan umumnya adalah yg sudah standar dan yang sudah banyak tersedia dipasaran. berupa:
1. Baja profil I, Kanal, I flens lebar dan lainnya,
2. Baja standard lain yang dinyatakan dapat dipakai.
2. Bahan Beton
3. (1). Beton semen (cement concrete) yang digunakan dalam konstruksi bangunan bawah adalah beton K 175, K 225 bahkan ada yang menggunakan dengan kekuatan tekan yang lebih tinggi. Disarankan untuk membaca PBI 71 atau peraturan yang baru yang relevan.
4. Baja : Bahan baja yang digunakan umumnya adalah yang sudah standar dan yang sudah banyak tersedia dipasaran. Berbagai bahan-bahan dari besi/baja yang digunakan tersebut berupa:
(1). Baja profil I, Kanal, I flens lebar dan lainnya, dan juga
(2). Baja standard lain yang dinyatakan dapat dipakai untuk konstruksi pada umumnya.
3. Tiang kayu:
(1). Pemakaian bangunan kayu lebih tepat digunakan untuk tiang pancang dengan penggunaan yg tepat.
(2). Pemakaian tiang pancang kayu boleh dipakai bila dipenuhi persyaratan sehingga kuat dan tahan lama.
(3). Tiang pancang kayu jarang digunakan harganya relatif mahal untuk daerah-daerah perkotaan.
(4). Penggunaan tiang pancang kayu mempunyai persyaratan yang harus dipenuhi antara lain:
1. Seluruh bahan tiang pancang kayu harus terletak di bawah permukaan air tanah, karena apabila tidak dilakukan akan terpengaruh oleh kembang susut se hingga mudah lapuk,
2. Apapun alasannya maka tiang pancang kayu tidak direkomendasikan untuk digunakan pada tempat yang mudak kembang susut.
3 Tiang pancang kayu perlu diawetkan melalui cara perendaman dengan bahan kimia creosoteren dan pengawetan dengan bahan lainnya,
2.6. Rencana Abutment dan Pier Jembatan 1. Abutment Jembatan
(1). Fungsi dari abutment menerima beban primer seperti bangunan atas akibat berat sendiri, beban kendaraan, dan pengaruh beban sekunder: gaya gempa, gaya tumbuk, gaya tekanan ombak.
(2). Abutment di samping harus mampu menerima beban vertikal juga berfungsi sebagai tembok penahan tanah dari tekanan tanah yang ada di belakang kepala jembatan.
(3). Abutment sesuai dengan fungsi dan bahan yang dipakai dibedakan:
1. Massive abutment, dibuat dengan dimensi cukup besar dan karena berat sendiri bangunan abutment mampu menerima tekanan tanah dari arah samping.
1. Cantilever abutment, yaitu kaki bagian depan dan /atau bagian belakang kepala jembatan dibuat ukur an lebar sehingga dapat menahan momen akibat tekanan tanah dari arah samping.
3. Counterfort abutment, yaitu pada bagian-bagian tertentu pada kepala jembatan dipasang plat penguat berfungsi untuk menahan dan mengimbangi tekanan tarik akibat tekanan tanah samping.
4. Buttressed abutment, yaitu dimana pada bagian- bagian tertentu pada kepala jembatan dipasang plat penguat untuk menahan dan mengimbangi gaya tekan akibat tekanan tanah samping.
5. Jenis abutment lainnya, adalah termasuk
(1). pile cap, untuk mengikat tiang pancang saja,
(2). bentuk pondasi lengkung berfungsi mengurangi berat dan volume,
(3). pondasi menerus berfungsi untuk menerima tegangan tanah yang rendah
(4). dan masih banyak bentuk abutment lainnya.
2. Pier jembatan
(1). Pier jembatan adalah bangunan bawah dibangun karena suatu hal tidak memakai satu bentang.
(2). Fungsi pier jembatan menerima beban primer:
bangunan atas, berat sendiri, beban kendaraan, dan pengaruh beban sekunder: gaya gempa, gaya tumbuk, gaya, tekanan ombak.
(3). Pier jembatan hanya digunakan untuk bentang- bentang total yang panjang di mana karena tidak dibangun satu bentang tetapi terdiri dari beberapa bentang jembatan.
(4). Pier jembatan macamnya sangat terbatas seperti bentuk cantilever pier dan pile cap saja.
(5). Terbatasnya pilihan bentuk tersebut karena pier jembatan yang pipih adalah yang terbaik khususnya pier jembatan pada aliran sungai.
(6). Fungsi pier jembatan harus mampu menahan hempasan air banjir dan barang hanyutan pada saat musim hujan atau tumbukan lalu lintas kendaran.
(7). Pier jembatan kereta api,jalan dan lainnya tidak dituntut pada kepipihan benruk.
3. .Bangunan Pelengkap
(1). Bangunan pelengkap adalah bangunan digunakan untuk melengkapi jembatan, bangunan pelengkap dibuat agar konstruksi jembatan aman.
(2). Bangunan pelengkap dibangun di luar konstruksi utama bangunan bawah jembatan yg fungsi uatama nya untuk mempertahankan kedudukan konstruksi bangunan bawah jembatan.
(3). Bangunan pelengkap tersebut meliputi dinding penahan tanah, tembok penahan, plengsengan, rip- rap.
4. Dinding penahan (wing wall)
(1). Konstruksi dinding penahan/sayap jembatan ada lah bangunan terpisah/smenyatu dengan konstruksi, (2). Dinding penahan direncanakan dapat menahan
tekanan tanah dari arah samping dan juga berfungsi mengarahkan aliran air menuju ketengah.
(3). Dinding penahan tanah adalah untuk mencegah terjadinya erosi tanah yang berada di sekitar kepala jembatan.
(4). Jika kemiringan lebih landai hanya sekedar untuk pengaman tebing ialah plengsengan (slope protect)
5. Tembok penahan (retaining wall)
(1). Tembok ini ialah bangunan didepan abutment atau di samping arah hulu dan arah hilir jembatan.
Bangunan ini untuk menahan tanah dari belakang,.
(2). Tembok penahan ini menerima beban tekanan tanah melintang sungai.
(3). Tembok ini pada abutment yang tidak menerima tekanan tanah merupakan bangunan yang menerus.
(4). Tembok penahan dimaksud adalah diharapkan konstruksi ini untuk dapat menahan abutment.
6. Plengsengan (slope protection)
(1). Plengsengan mempunyai fungsi agar tidak terjadi gerusan akibat aliran air pada sisi-sisi abutment baik pada arah melintang maupun memanjang sungai.
(2). Karena fungsinya hanya pencegah erosi, maka kemiringan dari plengsengan umumnya dibuat sama dengan kemiringan tanah asli.
(3). Konstruksi pada plengsengan tidak direncanakan untuk menerima beban/ tekanan tanah, sehingga ketebalan plengsengan bisa lebih ramping,
7. Plat injak
(1). Pada daerah belakang abutment massive atau abutment lainnya memerlukan urugan tanah, maka plat injak mutlak diperlukan.
(2). Agar beban lalu lintas kendaraan diterima secara merata oleh timbunan tanah yang berada di belakang abutment yg sulit dipadatkan maka perlu plat injak, (3). Fungsi plat injak meneruskan beban lalu lintas
kendaraan di atas timbunan tanah yang terletak dibelakang abutment secara merata..
8. Bangunan pemecah arus aliran air
(1). Bangunan pemecah arus aliran air dipasang di sekeliling pilar jembatan untuk mencegah agar pondasi bangunan pilar tidak terkena gerusan air atau barang hanyutan akibat arus banjir
(2). Bangunan pemecah arus dapat yang mengurangi tekanan air kearah horisontal yang mendorong pilar tergerus arus.
(3). Bentuk bangunan pemecah arus aliran air bermacam-macam yang sering digunakan adalah berbentuk elips, setengah lingkaran atau menyudut segitiga,
2.6. Pondasi Langsung
1. Pengertian Dasar Pondasi Langsung
(1). Pondasi langsung adalah pondasi dimana bagian bawah (plat kaki) diperlebar untuk menyesuaikan dengan kekuatan daya dukung tanah di bawahnya.
(2) Pondasi langsung akan lebih ekonomis digunakan untuk jenis tanah keras. yang disamping berkaki lebar maka penempatannya tidak dipancangkan.
(3). Secara umum dapat dipakai pedoman bahwa yang disebut pondasi langsung antara lain yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
(4). lebar plat kaki pondasi lebih besar dari separoh tinggi/kedalaman pondasinya dan kontak langsung dengan tanah yang mendukungnya, (
(5). Pondasi langsung dimana permukaan dasarnya harus bersentuhan langsung dengan tanah,
(6). Upaya-upaya tanah dapat menerima beban dan momen konstruksi di atasnya adalah membuat sepatu atau tumit pada dasar pondasi.
(7). Agar lapisan tanah yang berada di bawah pondasi langsung meningkat daya dukungnya memerlukan stabilisasi tanah atau pemadatan
2.7. Ukuran dan Bentuk Pondasi
1. Lebar plat kaki pondasi tergantung dari kedalaman pondasi dan panjangnya bentang serta macam/jenis bangunan atas, sebagai pedoman lebar plat kaki berkisar ¾ kedalamannya.
2. Apabila lebar plat kaki sama dengan kedalaman, dimana penampang sungai tinggi dan curam, akan menyebabkan tidak ekonomisnya konstruksi.
3. Terjadi kontradiksi antara lebar kaki dengan berat sendiri bangunan bawah, semakin lebar kaki semakin besar ukuran bangunan bawah.
4. Berbagai upaya dilakukan agar beban menjadi ringan tetapi kaki pondasi tetap lebar sehingga bentuk pondasi menjadi pilihan,
5. Bentuk-bentuk pondasi dengan plat kaki diperlebar, bentuk abutment pelengkung, bentuk abutment atau pier kotak (box-culvert foundation), pondasi menerus (raft foundation), pemasangan sepatu pada plat kaki.
6. Abutment beton bertulang yang tinggi menerima tekanan tanah agar ekonomis supaya bentuknya menjadi ramping/pipih dan pada bagian bawah diperlebar dengan plat kaki.
7. Plat kaki pondasi
(1). Plat kaki abuitment/pier yg lebar berfungsi agar dapat menerima gaya dan momen guling akibat tekanan tanah pasif,
(2). Plat kaki yang lebar berfungsi agar tanah yang mendukung di bawahnya mampu menahan beban konstruksi jembatan.
(3). Pada pier jembatan, lebarnya plat kaki banyak dipengaruhi oleh momen akibat gaya tumbuk dari kendaraan yang lewat, kadang-kadang gaya vertikal dari beban bangunan atas yang tidak sama.
(4). Panjang bentang jembatan sebelah kiri dan kanan yang berbeda menyebabkan beban yang tidak sama mengakibatkan terjadi momen guling,.
(5). Dengan kaki yang lebar akan menyebabkan berat sendiri akan lebih besar dibanding gaya horisontal yg timbul.
(6). Dari berbagai pengalaman bahwa jenis pondasi langsung akan lebih ekonomis bila digunakan untuk kedalaman sampai dengan 6.00m, untuk kedalaman
> 6.00m menggunakan pondasi sumuran atau tiang.
2.8 . Bentuk penampang melintang pondasi
1. Bentuk penampang melintang pondasi adalah perbandingan antara lebar plat kaki per satuan meter melintang jem-batan dengan panjang seluruh plat kaki arah memanjang jembatan.
2. Pemilihan alternatif bentuk penampang melintang pondasi adalah untuk tujuan ekonomis berdasarkan pertimbangan perencanaan pelaksanaan,
3. Yang paling utama adalah luas penampang pondasi mampu digunakan tanah dasar untuk mendukung beban konstruksi baik beban sendiri dan beban luar.
4. Bentuk penampang pondasi empat persegi panjang segi empat atau bemtuk bulat telor bahwa sisi arah memanjang adalah searah penampang memanjang jembatan.
5. Bentuk penampang segi empat digunakan untuk jenis pondasi dangkal dan untuk jembatan bentang pendek karena beban konstruksi relatif kecil.
6. Bentuk penampang segi empat panjang digunakan untuk jenis pondasi dalam dan untuk jembatan bentang yang relatif lebih panjang.
7. Bentuk penampang lingkaran atau bulat, bentuk penampang ini digunakan untuk jenis pondasi dangkal dan jembatan bentang-bentang pendek karena beban konstruksi yang diterima kecil.
8. Penampang lingkaran besar) tidak bermanfaat, karena penampang lebar searah aliran sungai sangat tidak bermanfaat, bentuk ini jarang digunakan,
9. Bentuk penampang elips atau bulat telor, bentuk penampang ini digunakan untuk jenis pondasi sedang dan untuk jembatan bentang sedang,
2.9. Bentuk penampang pondasi bersambung dan setempat
1. Bentuk ini ialah apakah pondasi abutment jembatan bersambung menjadi satu atau terpisah dengan pondasi pier jembatan,
2. Pemilihan penampang pondasi bersambung dan setempat lebih ditekankan kemampuan daya dukung tanah yang menerima beban konstruksi di atasnya.
3. Pembagian bentuk penampang pondasi tersebut dibagi menjadi 2 (dua) bagian:
(1). Pondasi setempat (Spreading foundation
1. Bentuk ini digunakan untuk memikul plat tegak/kolom di mana penurunan yang terjadi relatif cukup kecil, daya dukung baik dan stabil.
2. Jenis jenis tanah keras dengan kemampuan daya dukung tinggi yaitu σ ≥ 2,50 kg / cm² lebih tepat digunakan jenis pondasi ini.
3. Untuk bentang-jembatan panjang yang tidak
memungkinkan dibuat pondasi menerus maka
pondasi terpisah ini menjadi pilihan utama,
(2). Pondasi bersambung (Raft foundation):
1. Pondasi bersambung digunakan pada tanah cukup lembek, kemungkinan penurunan (settlement) akan lebih besar.
2. Penggunaan jenis Raft foundation ini dilakukan apabila luas pondasi yang diperlukan untuk memikul bangunan konstruksi jembatan melebihi separoh luasnya, sehingga menyambung.
3. Pondasi bersambung lebih tepat digunakan untuk bentang-bentang jembatan yang pendek dengan daya dukung tanah dasar yang relatif rendah yaitu σ < 2,50 kg/cm².
1.10. Bentuk Abutment Di atas Pondasi Langsung
1. Tujuan membuat bentuk kepala jembatan sebagai dinding penahan adalah tinjauan dari sisi ekonomis biaya konstruksi, segi arsitektur, dan tinjauan teknis kemudahan pelaksanaannya,
2. Keputusan menentukan bentuk abutment untuk pondasi langsung atau untuk pondasi tidak langsung sangat berbeda.
3. Berikut bentuk-bentuk abutment dengan pondasi langsung: Massive abutment, Cantilever abutment, Buttressed abutment, Counterfort abutment.
(1). Massive Abutment
1. Konstruksi kepala jembatan dgn bentuk massive pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan bata, pasangan batu kali, beton bertulang atau kombinas.
2. Dengan ke-massive-an konstruksi abutment ini akan mampu menerima gaya-gaya dari luar berupa gaya guling dan gaya geser dengan menyesuaikan bentuknya agar tanah dasar mampu mendukungnya.
3. Jenis pondasi ini dibuat dengan mengandalkan pada berat sendiri (massive) abutment dengan perkuatan plat beton dibagian bawahnya,
(2). Cantilever Abutment
1. Jenis konstruksi dari cantilever abutment tepatnya dari bahan beton bertulang, di mana momen tarik yang terjadi pada seluruh tiang/kolom cantilever abutment akibat berat bangunan atas, berat sendiri.
2. Momen tarik akibat gaya luar akan diterima seluruhnya oleh tulangan.
3. Momen tarik pada dinding belakang abutment sehingga momen tarik yang diterima makin besar maka susunan tulangan pada dinding belakang makin ke bawah mendekati plat kaki semakin rapat.
(3). Buttresed Abutment
1. Jenis konstruksi buttressed abutment di mana jenis konstruksi ini adalah untuk tujuan memperkecil penampang dinding abutment dengan mengadakan penyokong pada pias-pias tertentu.
2. Timbulnya momen tekan akibat gaya luar berat bangunan atas, beban hidup, berat sendiri dan tekanan tanah akan diterima dan diimbangi oleh dorongan penyokong pada pias-pias tertentu.
3. Tebal dinding buttressed abutment lebih pipih dan tulangan lebih jarang.
(4). Counterfort Abutment
1. Jenis konstruksi counterfort abutment adalah untuk memperkecil penampang dinding abutment dengan mengadakan penarik pada pias-pias tertentu.
2. Timbulnya momen tarik akibat berat bangunan atas, beban hidup, berat sendiri dan tekanan tanah akan diterima dan diimbangi oleh tarikan pada pias- pias tertentu.
3. Untuk beban yang sama tebal dinding counterfort abutment lebih pipih dan tulangan yang digunakan lebih jarang,
2.11. Menentukan Letak Pondasi
1. Sesuai dengan fungsinya pondasi abutment diletak- kan karena yang diinginkan adalah tanah di bawah dasar pondasi mampu mendukung beban konstruksi, 2. Pilar dan kepala jembatan yang akan menggunakan
pondasi langsung, perlu diperhatikan faktor teknis dan faktor kedalaman dasar sungai, keadaan tanah dasar, derasnya arus air dan lainnya.
3. Penggunaan pondasi langsung abutment harus memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi, beberapa hal yang dipakai sebagai pertimbangan.
(1). Tebal lapisan yang mengalami perubahan volume adalah sebagai akibat perubahan kadar air dalam tanah.
(2). Untuk menempatkan pondasi dilakukan dengan membuat gambar yang dapat memenuhi persyaratan hubungan penurunan dengan plastic Index (PI),
(3). Perlu diperhatikan tebal lapisan penutup (top- soil) berupa tanah organik yang membentuk humus yang porous, sehingga akibat pembebanan pondasi menyebabkan penurunan yang besar.
4. Tebal lapisan tanah lembek (peat muck)
(1). Suatu konstruksi sebaiknya pondasi diletakkan di bawahnya lapisan tanah lembek ini, dimana letak tanah baik tidak terlalu dalam,
(2). Dasar pondasi langsung tidak dapat ditempatkan daerah tanah lembek kecuali dilakukan penggantian tanah atau perbaikan tanah berupa stabilisasi tanah dengan semen, cement grouting, stabilisasi semen dan/atau pemasangan trucuk.
(3). Penyelidikan tanah perlu dilakukan kadang- kadang dari hasil pengeboran tanah dijumpai lapisan lensa.
5. Keadaan lapisan tanah di bawah lapisan pendukung.
• (1). Keadaan tanah di bawah lapisan pendukung perlu diketahui dan menjadi bahan pertimbangan di dalam menentukan pemilihan jenis pondasinya.
• (2). Pondasi langsung tidak diijinkan berdiri di atas lapisan bunga (tanah lensa yang tipis). maka akan mengakibatkan kerusakan pada konstruksi akibat settlement yang besar.
• (3). Keadaan tanah yang terletak 2 kali lebar pondasi harus diketahui, karena di sekitar kedalaman ini lapisan tanah berpengaruh pada kedudukan pondasi
6. Letak muka air tanah
(1). Adanya gaya gaya uplift air tanah terhadap dasar pondasi langsung akan mempengaruhi kestabilan konstruksi pondasinya.
(2). Akibat gaya uplift tidak konstan, kedudukan pondasi abutment / pier seperti mengambang (floating).
(3). Penurunan air dan kenaikan air dengan tiba-tiba (sudden draw down) sangat membahayakan terhadap kedudukan pondasi abutment,
7. Letak pondasi terhadap bangunan disekitarnya.
(1). Untuk menempatkan pondasi langsung harus memperhatikan kedudukan bangunan di sekitarnya apakah antar bangunan jembatan atau bangunan di sekitarnya.
(2). daerah penggerusan baik terhadap tanah yang menimbun didepan pondasi maupun tanah yang berada di bawah bangunan pondasi.
(3). Kedudukan pondasi harus cukup stabil dalam arti berada pada kedalaman tertentu di bawah permukaan tanah.
8. Letak pondasi terhadap kekuatan dukung dan gerusan
(1). Kedudukan pondasi tidak boleh terganggu oleh penggerusan dan adanya penggerusan pada jarak terten tidak diijinkan.
(2). Akibat penggerusan tidak boleh diabaikan, maka harus diperhitungkan dengan benar-benar bahwa penggerusan mengakibatkan degradasi kekuatan konstraksi.
(3). Jarak minimum penggerusan disekitar pondasi berbeda-beda, jenis tanah jelek mempunyai jarak terjadi penggerusan lebih panjang,
9. Letak pondasi dekat daerah lereng
(1). Mendirikan pondasi langsung abutment atau pier didekat lereng akan terjadi pengurangan daya dukung tanah terhadap pondasi.
(2). Tinjauan keamanan terhadap pondasi harus diperhitungkan baik terhadap masalah kekuatan daya dukung maupun terhadap stabilitas lereng.
(3). Bila jarak antara pondasi dengan puncak lereng kekuatan dukungnya lebih besar dapat diterima bila kekuatan dukungnya sama dengan biasanya tidak dapat diterima.
2.12. Keamanan Pondasi dangkal
1. Tanpa mengamati bahan yang dipakai untuk pondasi maka konstruksi jembatan harus aman terhadap pengaruh luar akibat momen, gaya vertikal maupun horisontal dan pengaruh dari dalam sendiri.
2. Bentuk dan penampang pondasi dibuat sehingga aman terhadap bahaya gulingan, geseran dan tanah di bawahnya mampu mendukung konstruksi.
3. Berbagai cara ditempuh, agar memenuhi tujuan teknis, bangunan cukup aman dengan pembiayaan ekonomis, dan efektif serta se-efisien mungkin.
4. Keamanan terhadap gulingan
(1). Tinjauan terhadap gulingan aman apabila jarak eksentrisitas terhadap tengah-tengah plat kaki masih di dalam daerah galih, termasuk kedalaman pondasi (2). Untuk mengimbangi gaya aktif (dari timbunan
tanah di belakang abutment, dibutuhkan momen lawan berupa beban back fill sebagai pemberat.
(3). Jadi sedikitlah artinya apabila memperpanjang plat kaki abutment bagian muka, dibandingkan dengan memperpanjang plat kaki bagian belakang.
5. Keamanan terhadap geseran
(1). Kohesifnya tanah yang berada di bawah pondasi sangat berpengaruh terhadap keamanan geseran di samping luas penampang pondasinya.
(2). Faktor geser antara tanah dan bahan pondasi abutment atau pier, harus cukup besar sehingga untuk jenis tanah yang kohesifnya besar sangat baik untuk menjaga keamanan terhadap geseran.
(3), Semakin tinggi kedalaman abutment semakin mengurangi keamanan terhadap geseran terhadap kedudukan pondasi abutment, membuat tumit baik,
6. Keamanan terhadap daya dukung tanah
(1). Kekuatan daya dukung tanah di bawah pondasi tidak boleh dilebihi oleh akibat pembebanan pada pondasi abutment, baik itu berupa berat sendiri pondasi, dan beban luar.
(2). Terjadinya proses konsolidasi yg mengakibatkan penurunan terhadap pondasinya adalah merupakan hal yang biasa kecuali pada jenis tanah berpasir.
(3). Didalam pelaksanaan konstruksi abutment/pier, tinjauan terhadap settlement perlu mendapat perhatian terutama pada jenis tanah lempung.
7. Keamanan terhadap keruntuhan bangunan
(1). Meskipun bangunan abutment aman terhadap gulingan, geseran dan daya dukung, maka kekuatan bangunan terhadap keruntuhan bangunan tidak boleh diabaikan,
(2). Keruntuhan bangunan adalah akibat dari longsor an seluruh masa tanah pada lereng sungai yang diakibatkan dari dari berat bangunan dan dari berat masa tanah sendiri,
(3). Bentuk dari perhitungan longsoran bermacam- macam antara lain adalah longsoran dalam bentuk tembereng lingkaran.
• 2.13. Keamanan terhadap pondasi dalam
1. Perencanaan pondasi dalam berupa pondasi tiang atau sumuran mengandalkan pada kekuatan daya dukung tanah dan geseran tanah,
2. Disamping mengandalkan pada kekuatan dukungan dan geseran tanah maka harus pula diketahui kemampuan konstruksi pondasi dalam sendiri,
3. Hasil sondir boring belum menjamin terhadap kedalaman pondasi terutama pondasi tiang pancang,