• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS 1 HUKUM PERDATA INTERNASIONAL ( MARIO BASTIAN )

N/A
N/A
Marwan Nurzaid

Academic year: 2024

Membagikan "TUGAS 1 HUKUM PERDATA INTERNASIONAL ( MARIO BASTIAN )"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS 1

HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

NIM : 048442752

NAMA : MARIO BASTIAN

MATA KULIAH : HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

(2)

P a g e 2 | 9

SOAL :

1. Jelaskan secara singkat apa yang dimaksud dengan Hukum Perdata Internasional! (10)

2. Terdapat perbedaan antara titik taut primer dan titik taut sekunder dalam Hukum Perdata Internasional. Jelaskan apa perbedaan tersebut dan berikan contoh masing-masing! (20)

3. Pada kasus jual beli internasional, identifikasi titik taut primer dan titik taut sekunder yang mungkin timbul, dan jelaskan dampaknya terhadap penentuan hukum yang berlaku!(20)

4. Apa yang dimaksud dengan "status personal" dalam konteks Hukum Perdata Internasional?(10)

5. Jelaskan konsep lex patriae dan lex domicilii dalam menentukan status personal seseorang dalam Hukum Perdata Internasional!(20)

6. Berikan contoh kasus di mana penentuan status personal seseorang menjadi perdebatan dalam konteks Hukum Perdata Internasional, dan jelaskan bagaimana penentuan hukum yang berlaku dapat memengaruhi hasil dari kasus tersebut!(20)

Jawaban :

1.) Hukum Perdata Internasionao (HPI) merupakan badan hukum yang mengatur interaksi antarnegara, yang meliputi organisasi negara dan nonnegara, organisasi internasional, dan individu atau perusahaan.

Secara singkat, Hukum Perdata Internasional sebagai keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara.

Dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.

Hal ini mencakup aturan tentang yurisdiksi, pengakuan, dan pelaksanaan keputusan hukum dari berbagai yurisdiksi. Tujuannya adalah untuk memberikan kerangka kerja yang jelas untuk penyelesaian sengketa lintas negara dan mempromosikan kerjasama hukum antarnegara.

(3)

P a g e 3 | 9

2.) A. Titik Taut Primer

Titik pertalian primer adalah faktor-faktor atau keadaankeadaan atau sekumpulan fakta yang melahirkan atau menciptakan hubungan HPI. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam titik pertautan primer yaitu :

1. Kewarganegaraan : Perbedaan kewarganegaraan di antara para pihak yang melakukan suatu hubungan hukum akan melahirkan persoalan HPI.

Contohnya : seorang warga negara Indonesia menikah dengan warga negara Belanda, atau seorang warga negara Indonesia melakukan suatu transaksi jual beli dengan seorang warga negara Jerman.

2. Bendera Kapal dan Pesawat Udara : Bendera kapal dan pesawat udara menunjuk pada tempat di mana suatu kapal atau pesawat udara di daftarkan untuk memperoleh kebangsaan dan menetapkan hukum mana yang menguasai kapal atau pesawat udara itu. Kebangsaan kapal atau pesawat udara ditentukan berdasarkan di negara mana kapal atau pesawat udara itu di daftarkan.

Contohnya : perbuatan hukum yang terjadi atau dilakukan orang / individu diatas kapal maupun pesawat udara, seperti pengikatan kontrak bisnis internasional, pengiriman barang melalui kargo, kecelakaan kapal/pesawat yang menimbulkan kerugian.

3. Domisili : Persoalan domisili dapat juga menjadi faktor penting timbulnya persoalan HPI.

Contohnya : seorang warga negara Inggris (Albert) yang berdomisili di negara Yunani melangsungkan perkawinan dengan warga negara Inggris (Bertha) yang berdomisili di negara Perancis.

4. Tempat Kediaman : Persoalan tempat kediaman seseorang juga dapat melahirkan masalah HPI.

Contohnya : dua orang warga negara Malaysia yang berkediaman sementara di Indonesia melangsungkan pernikahan di Indonesia.

(4)

P a g e 4 | 9

5. Tempat Kedudukan Badan Hukum : Badan hukum sebagai subyek hukum juga memiliki kebangsaan dan tempat kedudukan (legal seat). Umumnya kebangsaan badan hukum ditentukan berdasarkan tempat (atau negara) di mana pendirian badan hukum tersebut di daftarkan.

Contohnya : PT. Indokohindo, sebuah perusahaan joint venture antara beberapa pengusaha Jepang dan Indonesia. PT tersebut didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Jakarta (Indonesia). Dengan demikian status hukum PT tersebut adalah badan hukum Indonesia.

6. Pilihan Hukum Intern : Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan pilihan hukum intern dapat dikemukakan contoh sebagai berikut :

Dua orang WNI di Jakarta mengadakan transaksi jual beli barang-barang bahan suatu pabrik yang penyerahannya memakan waktu jangka panjang dan barangnya diimpor dari Inggris. Dalam kontrak jual beli itu dinyatakan bahwa perjanjian jual beli itu diatur oleh hukum Inggris. Karena adanya pilihan hukum oleh para pihak yang menutup kontrak jual beli ke arah hukum yang berlainan dari nasional mereka akan melahirkan hubungan HPI.

B. Titik Taut Sekunder

Titik pertalian sekunder adalah faktor-faktor atau sekumpulan fakta yang menentukan hukum mana yang harus digunakan atau berlaku dalam suatu hubungan HPI. Yang termasuk dalam titik pertautan sekunder adalah :

1. Tempat terletak benda (lex situs / lex rei sitae)

Letaknya suatu benda merupakan titik taut yang menentukan hukum yang harus diberlakukan. Untuk bendabenda tetap berlaku ketentuan bahwa hukum dari tempat letaknya benda itu adalah yang dipakai untuk hubunganhubungan hukum berkenaan dengan benda itu.

Sebagai contoh : Seorang warganegara X hendak meletakkan hypotheek atas tanah dan rumah kepunyaan warganegara Negara Y di mana benda tersebut terletak. Hukum yang harus dipakai adalah hukum Y yaitu di mana benda tetap bersangkutan terletak.

(5)

P a g e 5 | 9

2. Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum (lex loci actus)

Tempat di mana perbuatan hukum dilangsungkan atau perjanjian dibuat merupakan factor yang menentukan akan hukum yang harus diberlakukan contoh : Seorang WNI membuat kontrak dengan perusahaan jepang. Tempat di mana kontrak dilangsungkan Jakarta adalah factor yang menentukan hukum yang harus berlaku.

3. Tempat dilangsungkannya atau diresmikan perkawinan (lex loci celebrationis) Asas Lex loci celebrationis yang bermakna bahwa validitas materiil perkawinan harus ditetapkan berdasarkan kaidah 4 Sudargo Gautama, op cit, h. 30-31. Page 5 of 13 hukum dari tempat dimana perkawinan diresmikan/ dilangsungkan.

Umumnya di perbagai sistem hukum, berdasarkan asas locus regit actum, diterima asas bahwa validitas/persyaratan formal suatu perkawinan ditentukan berdasarkan lex loci celebrationis. Beberapa asas yang berkembang di dalam Hukum Perdata Internasional tentang akibat-akibat perkawinan (seperti masalah hak dan kewajiban suami istri, hubungan orang tua dan anak, kekuasaan orang tua, harta kekayaan perkawinan dan sebagainya) adalah bahwa akibat-akibat perkawinan tunduk pada :

a. Sistem hukum tempat perkawinan dilangsungkan (lex loci celebrationis).

b. Sistem hukum dari tempat suami istri bersama-sama menjadi warga negara setelah perkawinan (gemeenschapelijke nationaliteit/joint nationality).

c. Sistem hukum dari tempat suami istri berkediaman tetap bersama setelah perkawinan (gemeenschapelijke woonplaats/joint residence), atau tempat suami istri berdomicile tetap setelah perkawinan.

4. Tempat ditandatanganinya kontrak (lex loci contractus)

Menurut teori Lex Loci Contractus ini hukum yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana kontrak itu dibuat . Jadi tempat dibuatnya sesuatu kontrak adalah faktor yang penting untuk menentukan hukum yang berlaku. Dimana suatu kontrak dibuat, hukum dari negara itulah yang dikapai. Akan tetapi dalam praktek dagang internasional pada waktu sekarang ini prinsip tersebut sukar sekali dipergunakan.

(6)

P a g e 6 | 9

5. Tempat dilaksanakannya perjanjian (lex loci solutionis / lex loci executionis) Kita melihat bahwa orang memakai pula tempat di mana harus di laksanakan sesuatu kontrak sebagai hukum yang harus diberlakukan , Misalnya seorang WNI mengadakan kontrak pemborongan dengan kontraktor asing dari luar negri tentang pembangunan hotel di Jakarta. Hukum Indonesia lah yang akan dipakai jika para pihak tidak menentukan lain Page 6 of 13 dalam kontrak mereka, karena bangunan hotel bersangkutan telah berlangsung di Jakarta.

3.) Dalam kasus jual beli internasional, terdapat beberapa titik taut primer dan sekunder yang mungkin timbul, serta dampaknya terhadap penentuan hukum yang berlaku :

* Titik Taut Primer :

1. Tempat Penyerahan Barang

Jika kontrak jual beli menetapkan tempat penyerahan barang, maka hukum dari tempat tersebut mungkin menjadi titik taut primer. Ini berarti hukum dari negara di mana barang diserahkan kepada pembeli akan berlaku untuk mengatur transaksi tersebut.

2. Kewarganegaraan Pihak

Nasionalitas atau kewarganegaraan pihak yang terlibat dalam kontrak jual beli juga dapat menjadi titik taut primer.

Ini berarti hukum dari negara di mana penjual atau pembeli memiliki kewarganegaraan akan berlaku untuk mengatur kontrak tersebut.

* Titik Taut Sekunder : 1. Tempat Pembayaran

Jika kontrak menetapkan tempat pembayaran atau negosiasi pembayaran, hukum dari tempat tersebut dapat menjadi titik taut sekunder. Ini berarti hukum dari negara di mana pembayaran dilakukan mungkin akan berlaku untuk mengatur masalah pembayaran dalam kontrak.

(7)

P a g e 7 | 9

2. Tempat Penandatanganan Kontrak

Lokasi di mana kontrak jual beli ditandatangani juga dapat menjadi titik taut sekunder. Ini berarti hukum dari negara di mana kontrak tersebut ditandatangani mungkin akan berlaku untuk mengatur persyaratan dan ketentuan kontrak tersebut.

* Dampak Terhadap Penentuan Hukum yang Berlaku :

a) Penentuan hukum yang berlaku dapat berdampak pada hak dan kewajiban pihak, serta penyelesaian sengketa.

b) Misalnya, hukum yang berlaku mungkin memiliki ketentuan tentang garansi, batasan tanggung jawab, atau prosedur penyelesaian sengketa yang berbeda.

c) Pilihan hukum yang berlaku juga dapat mempengaruhi biaya, risiko, dan kenyamanan bagi pihak-pihak yang terlibat.

4.) Status personal adalah kondisi atau keadaan suatu pribadi dalam hukum yang diberikan / diakui oleh negara untuk mengamankan dn melindungi lembagalembaganya.

Status personal ini meliputi hak dan kewajiban, kemampuan dan ketidakmampuan bersikap tindak dibidang hukum, yang unsur-unsurnya tidak dapat berubah atas kemauan pemiliknya. Walaupun terdapat perbedaan mengenai status personal ini, pada dasarnya status personal adalah kedudukan hukum seseorang yang umumnya ditentukan oleh hukum dari negara di mana ia dianggap terikat secara permanen.

Persoalan hukum manakah yang harus dipergunakan untuk menentukan status personal seseorang merupakan salah satu persoalan fundamental dalam ajaran- ajaran HPI. Secara garis besar ada 2 (dua) asas atau aliran dalam menentukan status personal, yaitu :

1. Asas Nasionalitas (Kewarganegaraan)

Berdasarkan asas ini, status personal seseorang ditetapkan berdasarkan hukum kewarganegaraan (lex patriae) orang itu. Asas ini juga digunakan dalam pasal 16 Algemene Bepalingen Page 11 of 13 van Wetgeving (AB) yang secara teoritis masih berlaku di Indonesia.

(8)

P a g e 8 | 9

2. Asas Teritorialitas (Domisili)

Asas domisili (domicile) yang dimaksudkan disini hendaknya diartikan sesuai dengan konsep yang tumbuh di dalam sistem-sistem hukum common law, dan yang umumnya diartikan sebagai permanent home atau “tempat hidup seseorang secara permanen”.

5.) Konsep lex patriae dan lex domicilii adalah prinsip-prinsip penting dalam Hukum Perdata Internasional yang digunakan untuk menentukan status personal seseorang. Berikut penjelasan singkatnya :

1. Lex Patriae : adalah prinsip yang mengacu pada hukum negara asal atau kewarganegaraan seseorang. Menurut prinsip ini, status personal seseorang, seperti status kewarganegaraan, status pernikahan, dan hak-hak yang terkait dengan status tersebut, ditentukan oleh hukum dari negara di mana seseorang itu menjadi warga negara. Dengan kata lain, hukum negara tempat seseorang dilahirkan atau negara yang memberikan kewarganegaraan menentukan status personalnya.

2. Lex Domicilii : adalah prinsip yang berkaitan dengan hukum negara tempat tinggal atau tempat kediaman seseorang. Menurut prinsip ini, status personal seseorang, terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah seperti pernikahan, perceraian, dan hak-hak harta benda, ditentukan oleh hukum dari negara di mana seseorang itu tinggal atau memiliki kediaman tetap. Dalam beberapa kasus, konsep tempat tinggal ini dapat menjadi lebih kompleks tergantung pada waktu dan tujuan tinggal seseorang.

Dalam prakteknya, penerapan lex patriae dan lex domicilii dapat bervariasi tergantung pada peraturan hukum negara tertentu dan perjanjian internasional yang berlaku. Terkadang, hukum dari negara yang terlibat dalam kasus tersebut juga dapat mempengaruhi atau menentukan penggunaan prinsip yang tepat untuk menentukan status personal seseorang dalam konteks hukum perdata internasional.

(9)

P a g e 9 | 9

6.) Misalkan ada seorang individu yang memiliki kewarganegaraan ganda dan memiliki tempat tinggal di beberapa negara. Ketika terjadi perceraian antara individu tersebut dengan pasangan yang berasal dari negara lain, maka penentuan hukum yang berlaku untuk menyelesaikan masalah perceraian tersebut menjadi rumit. Dalam kasus ini, penentuan status personal individu tersebut menjadi perdebatan dalam konteks Hukum Perdata Internasional.

Contoh lainnya adalah ketika seseorang memiliki warisan atau aset di beberapa negara. Pertanyaan tentang hukum mana yang berlaku dalam penyelesaian warisan atau kepemilikan aset juga dapat menjadi sumber perdebatan dalam konteks Hukum Perdata Internasional.

Penentuan hukum yang berlaku dalam kasus-kasus tersebut sangat memengaruhi hasil dari kasus tersebut. Misalnya, dalam kasus perceraian, hukum yang berlaku dapat memengaruhi pembagian harta bersama atau hak asuh anak. Penentuan hukum yang berlaku juga dapat berdampak pada hak suksesi dalam kasus warisan, di mana hukum yang berbeda dapat memberikan hak yang berbeda pula kepada ahli waris. Oleh karena itu, penentuan hukum yang berlaku dalam konteks Hukum Perdata Internasional menjadi sangat penting dalam menentukan hasil dari kasus-kasus yang melibatkan individu dengan kaitan lintas negara.

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip hukum perjanjian dan hukum perdata internasional yang dapat diterapkan dalam menentukan pilihan hukum mengatur dalam perjanjian perlintasan pipa darat antar

Mochtar Kusumaatmaja, Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata melewati batas negara, atau dengan kata lain,

hukum , jika hubungan-hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga(-warga) negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel

1. Hukum Internasional Khusus : Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM

• Bentuk formil dari perbuatan hukum merupakan sebagai sifat-sifat lahiriah yang harus dipenuhi waktu dilakukannya perbuatan-perbuatan hukum dan yang menentukan

Prinsip non refoulement sebagaimana tercantum dalam pasal 33 Konvensi mengenai Status Pengungsi 1951 merupakan aspek dasar hukum pengungsi yang melarang negara untuk mengusir

Pasal 16, 17 dan 18 ayat 1 Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlandsch Indie ‘AB’ mengandung prinsip-prinsip penting dalam penentuan hukum negara mana yang harus diberlakukan

Perbedaan Hukum Internasional berbeda dengan Hukum Perdata Internasional dikarenakan adanya perbedaan mendasar yang terletak pada subjek hukumya - Hukum Internasional yang menjadi