• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "TUGAS AKHIR"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEGAGALAN PROSES WELDING PADA PRODUKSI STAY 1 B65 MENGGUNAKAN METODE FAILURE MODE AND EFFECT

ANALYSIS (FMEA) DAN FAULT TREE ANALYSIS (FTA) DI PT. X (MANUFAKTUR OTOMOTIF)

Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

Disusun Oleh : Nama : Singgih Sukaesar Nim : 41614010046 Program Studi : Teknik Industri

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

MERCU BUANA JAKARTA 2018

(2)
(3)
(4)

4

Penelitian ini bertujuan untuk mencari akar penyebab masalah terjadinya kegagalan pada proses welding yang menyebabkan cacat pada stay 1 B65 di PT. X (Manufaktur Otomotif). Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data historis perusahaan, yang meliputi data jumlah produksi, data jumlah cacat, dan data jenis cacat selama bulan Februari-Juli 2017. Data diolah dengan menggunakan diagram pareto untuk mengetahui jenis cacat dominan yang terjadi pada kegagalan proses welding. Setelah diketahui jenis cacat dominan selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) untuk mengidentifikasi mode kegagalannya, efek yang ditimbulkan, dan penyebab dari mode kegagalan tersebut. Untuk mengetahui prioritas kegagalan sebagai fokus utama perbaikan dilakukan penilaian, severity, occurrence, dan detection, sehingga didapatkan nilai Risk Priority Number (RPN). Penyebab dari mode kegagalan dengan nilai Risk Priority Number (RPN) paling besar yaitu Nozzle kurang perawatan yang menyebabkan Lubang nozzle kotor dengan nilai RPN 385 kemudian dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan metode Fault Tree Analysis (FTA) yang menghasilkan basic event atau kejadian dasar berupa, tidak ada work instruction, operator yang masih baru, kurangnya pengawasan group leader dan, tidak adanya jadwal perawatan nozzle.

Kata kunci : Diagram pareto, FMEA, FTA, RPN

(5)

5

This study aims to find the root cause of the problem of failure in the welding process that causes defects in stay 1 B65 at PT. X (Automotive Manufacturing). The data used in this study is historical data of the company, which includes data on the amount of production, data on the number of defects, and data on types of defects during February-July 2017. Data is processed using pareto diagrams to determine the type of dominant defects that occur in the failure of the welding process. After the dominant type of defect is known, then the analysis is done by using the Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) method to identify the failure mode, effect of failure mode and the cause of the failure mode. To find out the priority of failure as the main focus of improvement, assessment, severity, occurrence and detection are carried out so that the Risk Priority Number (RPN) is obtained. The cause of the failure mode with the highest Risk Priority Number (RPN) value is the less maintenance nozzle which causes dirty nozzle holes with RPN 385 value and then analyzed further using the Fault Tree Analysis (FTA) method which results in basic events such as, not there is work instruction, a new operator, lack of group leader supervision and no nozzle maintenance schedule.

Keywords: pareto diagram, FMEA, FTA, RPN

(6)

vi

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Sub'hanahu wa Ta'ala yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini yang berjudul “Analisis Kegagalan Proses Welding Pada Produksi Stay 1 B65 Menggunakan Metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Dan Fault Tree Analysis (FTA) di PT.

X (Manufaktur Otomotif)”.

Maksud dan tujuan dari penyusunan Tugas Akhir ini adalah dalam rangka melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Teknik Industri Universitas Mercu Buana Jakarta.

Dalam proses penyusunan Tugas Akhir ini, banyak sekali pihak yang sangat membantu penulis dalam berbagai hal. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya khususnya kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, Bapak dan Alm. Mama yang selalu memberikan segalanya, baik dukungan secara moral maupun moril, serta kasih sayangnya yang tiada hentinya dicurahkan kepada penulis.

2. Seluruh sanak saudara penulis yang senantiasa turut membantu penulis dalam proses penulisan Tugas Akhir ini maupun selama berlangsungnya masa perkuliahan.

3. Ibu Puspita Dewi Widayat, ST, MT selaku dosen pembimbing Tugas Akhir, dan selaku dosen pembimbing akademik, yang dengan sukarela dan sabar memberikan masukan-masukan serta arahan kepada penulis selama proses pengerjaan Tugas Akhir maupun selama berlangsungnya masa perkuliahan.

4. Ibu Dr. Ir. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT selaku Kepala Program Studi Teknik Industri dan selaku koordinator Tugas Akhir .

5. Bagian Quality Perusahaan, Khususnya kepada Bpk. Nana selaku Manager, Bpk. Wisnu Eko, Bpk. Dudi, Bpk. Nasir, Bang Zaky, Mas Wahyu, Mas

(7)

vii

karyawan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

7. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Teknik Industri angkatan 2014 yang selalu memberi dukungan serta waktu luangnya untuk berdiskusi, berbagi ilmu dan bertukar pikiran bersama penulis baik selama penyusunan Tugas Akhir ini maupun selama masa-masa Kuliah berlangsung.

8. Seluruh pihak yang membantu penulis selama penulisan Tugas Akhir yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga Allah Sub'hanahu wa Ta'ala memberikan balasan yang berlipat ganda atas kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa isi maupun punulisan Tugas Akhir ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulis dapat memperbaiki kedepannya. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis, perusahaan, para pembaca dan lainnya.

Jakarta, Agustus 2018

(8)

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 3

1.4 Batasan Penelitian ... 4

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 6

2.1 Konsep dan Teori ... 6

2.1.1 Pengertian Kualitas ... 6

2.1.2 Perspektif Terhadap Kualitas ... 8

2.1.3 Dimensi Kualitas ... 9

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas ... 10

2.1.5 Produk Cacat ... 12

2.1.6 Pengertian Pengendalian Kualitas ... 13

2.1.7 Diagram Pareto... 14

(9)

9

2.1.9 Tujuan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)... 15

2.1.10 Severity, Occurrence, Detection dan RPN ... 15

2.1.11 Fault Tree Analysis (FTA) ... 19

2.1.12 Langkah-Langkah FTA ... 20

2.1.13 Simbol-Simbol FTA... 20

2.2 Penelitian Terdahulu... 23

BAB III METODE PENELITIAN... 29

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Jenis Data dan Informasi ... 29

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 30

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 31

3.5 Langkah-Langkah Penelitian... 32

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 34

4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 34

4.1.1 Profil Perusahaan ... 34

4.1.2 Visi dan Misi ... 34

4.1.3 Sejarah Singkat... 35

4.1.4 Kebijakan Perusahaan ... 35

4.1.5 Ketenaga Kerjaan ... 36

4.1.6 Contoh Produk Yang Dihasilkan ... 37

4.2 Flowchart Proses Welding Stay 1 B65 ... 40

4.3 Data Produksi ... 40

4.3.1 Data Produksai Dan Data Cacat Stay 1 B65 ... 41

4.3.2 Jenis-Jenis Cacat Stay 1 B65 ... 44

(10)

1 0

4.4.1 Penentuan Jenis Cacat Dominan ... 45

4.5 Analisis Diagram Sebab Akibat ... 47

4.5 Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) ... 48

4.5.1 Penentuan Nilai Severity, Occurrence, Detection dan Risk Priority Number (RPN) ... 48

4.5.2 Menentukan Nilai RPN Tertinggi ... 50

4.6 Pencarian Akar Masalah Dengan FTA ... 50

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 52

5.1 Identifikasi Jenis Cacat... 52

5.2 Hasil Analisis FMEA ... 52

5.3 Hasil Analisis FTA ... 54

5.2 Usulan Perbaikan... 55

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

6.1 Kesimpulan... 56

6.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 60

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data produksi periode Februari – Juli 2017 ... 1

Tabel 2.1 Severity ... 16

Tabel 2.2 Occurance... 17

Tabel 2.3 Detection ... 18

Tabel 2.4 Simbol-Simbol Gerbang FTA ... 21

Tabel 2.5 Simbol-Simbol Kejadian FTA ... 22

Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu ... 24

Tabel 4.1 Data Total Produksi dan Data Jumlah Cacat Stay 1 B65 Bulan Februari – Juli 2017 ... 41

Tabel 4.2 Data Jenis Cacat dan Jumlah Cacat Stay 1 B65 Bulan Februari – Juli 2017... 43

Tabel 4.3 Jenis-jenis Cacat... 44

Tabel 4.4 Data Presentase Cacat dan kumulatif Cacat pada Stay 1 B65 ... 45

Tabel 4.5 Hasil Penilaian Severity, Occurrence, Detection ... 49

Tabel 5.1 Usulan Perbaikan ... 55

xi

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh Penggambaran FTA ... 23

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran ... 28

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian... 32

Gambar 4.1 Contoh Produk Roda 2... 37

Gambar 4.2 Contoh Produk Roda 4 ... 38

Gambar 4.3 Dies and Tools ... 39

Gambar 4.4 FlowChart Proses Welding Stay 1 B65 ... 40

Gambar 4.5 Stay 1 B65 ... 40

Gambar 4.6 Diagram Pareto Jenis Cacat Stay 1 B65 ... 46

Gambar 4.7 Diagram sebab akibat welding keropos... 47

Gambar 4.8 Diagram sebab akibat welding meleset ... 48

Gambar 4.9 FTA Nozzle Kurang Perawatan... 51

xii

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia industri dewasa ini telah mengalami persaingan yang sangat ketat Banyaknya industri yang sejenis telah menimbulkan persaingan bagi perusahaan atau pelaku bisnis untuk menawarkan produk yang berkualitas dan memiliki daya saing yang tinggi.

PT. X merupakan perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang industri komponen otomotif, yang memproduksi komponen kendaraan roda empat dan kendaraan roda dua, Stamping part maupun Welding Part. Guna menjamin kualitas produknya, PT. X menerapkan sistem 5-S dan sistem manajemen mutu yang ditandai dengan diterimanya sertifikat ISO 9002:1994 pada tahun 1996, kemudian diperbaharui menjadi ISO 9001:2000 pada tahun 2002, Pada tahun 2009 mendapatkan ISO 9001:2008 dan sampai pada saat ini perusahaan ini meraih sertifikat ISO/TS 16949 (automotive requirement).

Meski sistem produksi dan sistem manajemen mutu yang diterapkan PT. X telah dilaksanakan dengan baik, namun pada kenyataan dilapangan masih dapat ditemukan terjadinya kegagalan-kegagalan yang tidak dapat terhindarkan dimana mutu produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar kualitas dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan, yaitu zero defect dimana produk yang dihasilkan tidak ada cacat sama sekali.

Jika dilihat dari kondisi yang ada pada proses Welding di PT. X, cacat produk masih dapat terjadi, data disajikan di bawah ini :

Tabel 1.1 Data produksi periode Februari – Juli 2017 jumlah produksi jumlah cacat %cacat

Stay 1 B65 70025 pcs 1553 pcs 2.2%

Stay 1 B74 69906 pcs 1242 pcs 1.8%

Stay 1 BK6 54007 pcs 899 pcs 1.6%

Sumber : Quality Control PT. X 1

(14)

dari Tabel 1.1 dapat terlihat bahwa pada periode Februari hingga Juli 2017 terdapat cacat produk dengan nilai presentase tertinggi sebesar 2.22% yang terjadi pada produk Stay 1 B65.

Untuk menjaga kestabilan kualitas serta meminimalisir kegagalan dalam proses welding membutuhkan pengawasan dan pengendalian kualitas secara ketat serta dilakukan analisis untuk mencari akar penyebab masalah yang timbul, karena kualitas yang tinggi pasti akan membuat konsumen puas dan mendorong kemajuan bisnis. Selain itu mengurangi tingkat dan resiko cacat atau kerusakan yang berarti mempertinggi produktifitas dan laba serta meningkatkan keamanan kerja mengingat sampai saat ini PT. X dipercaya yang menjadi vendor dari beberapa industri besar yang terdapat di Indonesia seperti Toyota, Daihatsu, Honda, Hino, Nissan, Yamaha, Suzuki, Kawasaki dan lain-lain.

Kualitas produk yang dihasilkan PT. X harus tetap dijaga agar perusahaan tetap mampu bersaing dengan perusahaan lain dalam mempertahankan kepercayaan konsumen. Pentingnya kualitas produk yang baik sesuai dengan standar atau keinginan konsumen dibutuhkan metode pengendalian kualitas yang tepat untuk peningkatan kualitas produk yang dihasilkan Untuk mengetahui permasalahan di atas, perlu suatu metode yang tepat guna mencari akar masalah dari kegagalan proses welding yang menyebab produk cacat atau tidak sesuai dengan standar.

Metode yang digunakan untuk mengatasi kegagalan proses welding yaitu dengan menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA). FMEA adalah teknik yang digunakan untuk mendefinisikan, mengidentifikasi, dan menghilangkan kegagalan dan masalah pada proses produksi, baik permasalahan yang telah diketahui maupun yang potensial terjadi pada sistem.

FTA adalah pendekatan Top-Down untuk menentukan penyebab potensi terjadinya sebuah kegagalan yang menyebabkan cacat pada produk, Analisis dilakukan dari kegagalan yang mungkin terjadi ditelusur mundur kebelakang untuk semua kemungkinan penyebabnya. Menurut Pyzdek (2002), Fault Tree Analysis (FTA) adalah suatu model diagram yang terdiri dari beberapa kombinasi kesalahan (fault) secara pararel dan secara berurutan yang mungkin menyebabkan awal dari

failure event yang sudah ditetapkan.

(15)

Secara sederhana Fault Tree Analysis (FTA) dapat diuraikan sebagai teknik analisis dimana suatu kesalahan dianalisis untuk menemukan kejadian yang tidak diinginkan dapat terjadi, FTA bersifat top-down, artinya analisis yang dilakukan dimulai dari kejadian umum (kerusakan secara umum) selanjutnya penyebabnya (khusus) lalu dapat ditelusuri ke bawahnya.

Penggunaan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) dan Fault Tree Analysis (FTA) diharapkan dapat mengidentifikasikan penyebab terjadinya cacat produk yang ada di bagian welding PT. X, dengan menentukan faktor penyebab kecacatan berdasarkan data yang telah diperoleh, sehingga kualitas produk yang baik akan didapatkan dan tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan konsumen dapat tercapai.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan proses welding produksi stay 1 B65 yang menyebabkan produk cacat?

2. Apa usulan perbaikan yang dapat diberikan untuk mencegah kegagalan proses welding stay 1 B65 ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pengendalian kualitas yang di harapkan, dari uraian rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan proses welding stay 1 B65 yang menyebabkan produk cacat.

2. Memberikan usulan perbaikan untuk mencegah kegagalan proses welding stay 1 B65.

(16)

1.4 Batasan Penelitian

Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah terhadap pemecahan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya maka diperlukan batasan masalah, Adapun pembatasan permasalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian hanya dilakukan di bagian welding PT. X 2. Penelitian ini hanya menganalisis produk stay 1 B65.

3. Tidak dilakukan analisis biaya terhadap proses yang dijadikan sebagai objek penelitian.

4. Penelitian ini difokuskan untuk mencari penyebab utama terjadinya cacat produk stay 1 B65 pada periode Februari – Juli 2017.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan digunakan agar dalam penyusunannya dapat tersaji secara sistematis, maka dilakukan penyusunan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan Latab Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian teori-teori mengenai konsep Pengendalian Kualitas dan Metode yang digunakan yang didapatkan dari buku-buku literatur serta sumber-sumber terpercaya lainnya.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan jenis dan variabelisasi data, metode pengambilan data, metode pengolahan data, metode analisis data dan langkah-langkah penelitian.

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisikan data yang telah dikumpulkan sesuai dengan data yang menunjang dalam penelitian ini. Pada bab ini dilakukan analisis terhadap pengolahan data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

(17)

Bab ini membahas tentang keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang diperoleh dari masalah yang diajukan, kemudian menyelesaikan masalah tersebut, menganalisis proses, dan hasil penyelesaian masalah.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan akhir yang merupakan Jawaban dari tujuan penelitian beserta saran sebagai masukan yang bersifat membangun dan agar dapat lebih baik lagi pada penelitian selanjutnya.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Teori

2.1.1 Pengertian Kualitas

Dalam perspektif Total Quality Management (TQM), kualitas dipandang secara lebih luas, dimana tidak hanya dinilai dari aspek hasil akhir saja yang ditekankan, melainkan juga meliputi proses, lingkungan, dan manusia. Dalam mendefinisikan kualitas produk, ada lima pakar utama dalam manajemen mutu terpadu Total Quality Management (TQM) yang saling mengemukakan pendapatnya. Di bawah ini adalah pengertian kualitas menurut lima pakar TQM yang dikutip oleh (Nasution, 2001) :

1. Menurut Juran (1993), didalam Nasution (2001)

Kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan pada lima ciri utama berikut:

a. Teknologi, yaitu kekuatan atau daya tahan.

b. Psikologis, yaitu citra rasa atau status.

c. Waktu, yaitu kehandalan.

d. Kontraktual, yaitu adanya jaminan.

e. Etika, yaitu sopan santun, ramah dan jujur

Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk mempunyai daya tahan penggunaan yang lama, meningkatkan citra atau status konsumen yang memakainya, tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas dan sesuai etika bila digunakan. Khusus untuk jasa diperlukan pelayanan kepada pelanggan yang ramah, sopan serta jujur sehingga dapat menyenangkan atau memuaskan pelanggan.

6

(19)

2. Menurut Crosby (1979) didalam Nasution (2001)

Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi.

3. Menurut Deming (1982) didalam Nasution (2001)

Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Apabila Juran mendefinisakan kualitas sebagai fitness for use dan Crosby sebagai conformance to requirement, maka Deming mendefisinikan kualitas sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang akan dihasilkan.

4. Menurut Feigenbaum (1986) didalam Nasution (2001)

Kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk dikatakan berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.

5. Menurut Garvin (1988) didalam Nasution (2001)

Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah sehingga kualitas produk juga harus berubah atau disesuaikan. Dengan perubahan kualitas produk tersebut, diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen.

(20)

Meskipun tidak ada definisi mengenai kualitas yang diterima secara universal, namun dari ke lima definisi kualitas di atas terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam elemen-elemen sebagai berikut :

1. Kualitas mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.

2. Kualitas mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.

3. Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (misalnya apa yang dianggap merupakan kualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada masa mendatang) (Nasution, 2001).

2.1.2 Perspektif Terhadap Kualitas

Menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono (2012), setidaknya ada lima perspektif kualitas yang berkembang saat ini:

1. Transcendental Approach

Dalam perspektif ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence, yaitu sesuatu yang secara intuitif dapat dipahami, namun nyaris tidak mungkin dikomunikasikan, sebagai conoh kecantikan atau cinta. Perpektif ini menegaskan bahwa orang hanya bisa belajar memahami kualitas melalui pengalaman yang didapatkan dan eksposure berulang kali (repeated exposure)

2. Product-Based Approach

Perspektif ini mengasumsikan bahwa kualitas merupakan karakteristik, komponen atau atribut objektif yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam hal kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atribut yang dimiliki produk. Semakin banyak atribut yang dimiliki sebuah produk atau merek, semakin berkualitas produk atau merek bersangkutan.

3. User-Based Approach

Perspektif ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang menilainya (eyes of the beholder), sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang (maximum satisfaction) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Perspektif yang bersifat subyektif

(21)

dan demandoriented ini juga menyatakan bahwa setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan keinginan masing-masing yang berbeda satu sama lain, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan kepuasan maksimum yang dirasakan.

4. Manufacturing-Based Approach

Perspektif ini bersifat supply-based dan lebih berfokus pada praktik-praktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kecocokan dengan persyaratan (conformance to requirements). Dalam konteks bisnis jasa, kualitas berdasarkan perspektif ini cenderung bersifat operation-driven.

5. Value-Based Approach

Perspektif ini memandang kualitas dari aspek nilai (value) dan harga (price).

Dengan mempertimbangkan trade-off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai affordable excellence, yakni tingkat kinerja „terbaik‟

atau sepadan dengan harga yang dibayarkan. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling bernilai adalah barang atau jasa yang paling tepat dibeli (best-buy).

2.1.3 Dimensi Kualitas

Menurut Garvin yang dikutip oleh Tjiptono dan Diana (2003) ada delapan dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk kegiatan manufaktur, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Kinerja (performance)

Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Hal ini dilihat dari manfaat atau khasiat utama produk yang kita beli. Biasanya ini menjadi pertimbangan pertama kita dalam membeli suatu produk.

2. Ciri-ciri atau keistimewaan (features)

Merupakan karakteristik atau cirri-ciri tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen. Kalau manfaat utama sudah standar, fitur sering kali ditambahkan. Sehingga, fitur bisa meningkatkan kualitas produk jika pesaing tidak memilikinya.

(22)

3. Kehandalan (reliability)

Dimensi keandalan adalah peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan fungsinya.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications)

Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang dinyatakan suatu produk. Ini semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh produk. Produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini berarti sesuai dengan standarnya.

5. Daya tahan (durability)

Daya tahan menunjukkan usia produk, yaitu jumlah pemakaian suatu produk sebelum produk itu digantikan atau rusak. Semakin lama daya tahannya tentu semakin awet. Produk yang awet akan dipersepsikan lebih berkualitas dibandingkan produk yang cepat habis atau cepat diganti.

6. Kemampuan diperbaiki (serviceability)

Sesuai dengan maknanya, disini kualitas produk ditentukan atas dasar kemampuan diperbaiki dengan mudah, cepat, dan kompeten. Produk yang mampu diperbaiki tentu kualitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang tidak atau sulit diperbaiki.

7. Estetika (keindahan)

Keindahan menyangkut tampilan produk yang bisa membuat konsumen suka. Ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya.

8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality)

Ini menyangkut penilaian konsumen terhadap citra, merek, atau iklan.

Produk-produk yang bermerek terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibanding dengan merek-merek yang tidak didengar.

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas

Menurut Feigenbaum (2002) faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi kualitas antara lain sebagai berikut :

(23)

1. Pasar (Market)

Pada masa sekarang konsumen memperoleh produk yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pasar menjadi lebih luas ruang lingkupnya dan bahkan secara fungsional lebih terspesialisasi di dalam barang dan jasa yang ditawarkan. Dengan bertambahnya perusahaan pasar menjadi bersifat internasional dan bahkan bersifat mendunia akibatnya bisnis harus lebih fleksibel dan mampu berubah arah dengan cepat.

2. Uang (Money)

Meningkatnya persaingan dibanyak bidang bersamaan dengan berfluktuasi ekonomi dunia telah menurunkan batas (margin laba). Pada waktu yang bersamaan kebutuhan akan otomatisasi telah mendorong pengeluaran biaya yang lebih besar untuk proses dan perlengkapan yang baru.

3. Manajemen (Management).

Tanggung jawab kualitas telah didistribusikan antara beberapa kelompok khusus misal bagian pemasaran, bagian pembelian dan bagian yang mempunyai proses yang mempunyai tugas masing-masing.

4. Manusia (Man)

Pertumbuhan yang cepat dan pengetahuan teknis dan penciptaan seluruh bidang-bidang baru seperti elektronika komputer telah menciptakan suatu permintaan yang besar akan pekerja-pekerja dengan pengetahuan yang khusus.

5. Motivasi (Motivation)

Para pekerja masa kini memerlukan sesuatu yang dapat memperkuat rasa keberhasilan di dalam pekerjaan mereka dan pengakuan yang positif bahwa mereka secara pribadi turut memberikan sumbangan atas tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini membimbing kearah kebutuhan yang tidak pernah ada sebelumnya, yaitu pendidikan kualitas dan komunikasi yang lebih baik

tentang kesadaran kualitas.

(24)

6. Bahan Baku (Materials)

Karena biaya produksi dan persyaratan kualitas, maka para ahli Teknik memilih bahan dengan batasan yang lebih ketat dari sebelumnya.

7. Mesin dan Mekanik (Machine and Mechanication)

Kualitas yang baik menjadi sebuah faktor kritis dalam memelihara waktu kerja mesin agar fasilitas-fasilitas dapat dimanfaatkan sepenuhnya. Semakin besar usaha perusahan untuk melaksanakan mekanisasi dan otomatisasi untuk pencapaian penurunan ini menjadi nyata dan untuk meningkatkan pekerjaan dan pemakaian mesin hingga kenilai yang memuaskan.

8. Metode Informasi Modern (Modern Information Method)

Perkembangan tekhnologi komputer yang cepat telah membuka kemungkinan untuk mengumpulkan, menyimpan dan mengambil kembali dan memanipulasi informasi pada suatu skala yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tekhnologi informasi baru yang ampuh menyediakan cara untuk mengendalikan mesin dan proses selama waktu pembuatan pada taraf yang tidak terduga sebelumnya dan mengendalikan produk dan jasa bahkan hingga sampai ke pelanggan.

9. Persyaratan proses produksi (Mounting Product Requirement)

Kemajuan pesat dalam kerumitan perekayasaan rancangan, memerlukan kendali yang lebih ketat pada seluruh proses pembuatan sehingga memerlukan syarat-syarat untuk pengerjaannya.

2.1.5 Produk Cacat

Produk menurut kamus besar bahasa Indonesia yaitu barang atau jasa yang dibuat atau ditambah gunanya atau nilainya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu. Sedangkan cacat mengandung pengertian kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna. Dari kedua pengertian tersebut jika digabungkan mengandung pengertian, bahwa produk cacat berarti barang atau jasa yang dibuat dalam proses produksi namun memiliki kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya

kurang baik atau kurang sempurna.

(25)

Menurut Foster (2004) produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasinya. Hal ini berarti juga tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Produk cacat yang terjadi selama proses produksi mengacu pada produk yang tidak diterima oleh konsumen. Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat disempurnakan lagi menjadi produk yang lebih baik lagi. Tetapi dalam perlakuan terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah mirip dengan yang produk cacat.

Sedangkan menurut Goetsch (1994) Produk disebut cacat bila produk itu tidak aman dalam penggunaanya, tidak memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana yang diharapkan orang dengan mempertimbangkan berbagai keadaan, terutama tentang penampilan produk, kegunaan yang seharusnya diharapkan dari produk serta saat produk tersebut dipasarkan. Produk tidak cacat apabila produk pada saat diedarkan bisa diterima oleh konsumen

Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa produk cacat adalah produk yang tidak sesuai dengan standar yang sudah ditentukan sehingga produk menjadi tidak layak untuk digunakan karena mengakibatkan kualitas yang rendah dan merugikan produsen serta konsumen.

2.1.6 Pengertian Pengendalian Kualitas

Pada perkembangan dunia perindustrian saat ini, mutu atau kualitas mulai diperhatikan dan menjadikannya tidak dapat dipisahkan dalam pengendalian produksi. Pada hakekatnya pengendalian kualitas perlu dilaksanakan oleh setiap perusahaan, Karena pengendalian kualitas sangat erat hubungannya dengan peningkatan kualitas.

Menurut Assauri (2008), mengungkapkan bahwa Pengendalian kualitas adalah kegiatan-kegiatan untuk memastikan apakah kebijaksanaan dalam mutu dapat tercermin dalam hasil akhir. Dengan kata lain pengendalian mutu merupakan usaha untuk mempertahankan mutu dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan

(26)

spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan.

Sedangkan menurut Gaspersz (2002), Pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari barang atau jasa yangdihasilkan, kemudian membandingkan hasil pengukuran dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar.

Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu sistem atau tindakan yang digunakan perusahaan supaya produk yang dihasilkan dapat memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan atau sesuai dengan tuntutan dan harapan konsumen.

2.1.7 Diagram Pareto

Menurut Gaspersz (2002), diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Dinamakan diagram pareto sesuai dengan penemunya seorang bangsa Italia bernama Wilfredo Pareto pada tahun 1897. Dalam diagram pareto dikenal istilah “Vital Few-Trivial Many”, yang artinya sedikit tapi vital atau sangat penting, banyak tetapi kurang vital atau hasilnya kurang penting.

Sedangkan Menurut Heizer dan Render (2006) diagram pareto adalah metode dalam mengorganisasikan kesalahan, atau cacat untuk membantu focus atau usaha penyelesaian masalah. Diagram Pareto dibuat untuk menemukan atau mengetahui masalah atau penyebab yang merupakan kunci dalam penyesuaian masalah dan perbandingan terhadap keseluruhan.

Dengan mengetahui penyebab-penyebab yang dominan maka kita akan bisa menetapkan prioritas perbaikan. Perbaikan pada faktor penyebab yang dominan ini akan membawa pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan penyelesaian

penyebab yang tidak berarti.

(27)

2.1.8 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)

Menurut Gaspersz (2002) FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.

Menurut Manggala (2005) tahapan FMEA sendiri adalah sebagai berikut : 1. Menentukan komponen dari sistem / alat yang akan dianalisis.

2. Mengidentifikasi potensial failure / mode kegagalan dari proses yang diamati.

3. Mengidentifikasikan akibat (potential effect) yang ditimbulkan potensial failure mode.

4. Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari failure mode yang terjadi pada proses yang berlangsung. Menetapkan nilai-nilai (dengan jalan observasi lapangan dan brainstorming) dalam point.

2.1.9 Tujuan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Tujuan yang dapat dicapai oleh perusahaan dengan penerapan FMEA menurut Chrysler (1995) adalah :

1. Untuk mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya.

2. Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis dan karakteristik kritis dan karakteristik signifikan.

3. Untuk mengurutkan pesanan desain potensial dan defisiensi proses.

4. Untuk membantu proses engineer dalam mengurangi perhatian terhadap produk dan proses, dan membantu mencegah tumbulnya permasalahan.

2.1.10 Severity, Occurrence, Detection dan RPN

Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan meka FMEA harus didefinisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, Detection, serta hasil

akhirnya yang berupa Risk Priority Number (RPN).

(28)

1. Severity

Severity adalah langkah pertama untuk menganalisis resiko yaitu menghitung seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi output proses. Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10. Adapun nilai yang menjabarkan severity dapat dilihat pada tabel 2.1 Severity.

Tabel 2.1 Severity

Ranking Kriteria

1.

Negligible Severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan ini.

2.

3.

Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan). Akibat yang timbul hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan regular.

4.

5.

6.

Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan merasakan penurunan kinerja, namun masih dalam batas

tolenrasi. Perbaikan yang dilakukan tidak mahal dan dapat dilakukan dalam waktu singkat.

7.

8.

High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan Merasakan akibat buruk yang tidak akan diterima, berada diluar batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan sangat mahal.

9 10

Potential Saverity Problems (masalah keamanan potensial). Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya dan berpengaruh terhadap keselamatan pengguna. Bertentangan dengan hukum.

(Sumber : Gaspersz 2002)

(29)

2. Occurance

Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk. Dengan memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10.

Occurrence menunjukkan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena potential cause. Adapun nilai yang menjabarkan occurrence dapat dilihat pada tabel occurrence dibawah ini :

Tabel 2.2 Occurance

Degree Berdasarkan frekuensi pada

kejadian Rank

Remote

0,01 per 1000 item 1

Low

0,1 per 1000 item 2

0,5 per 1000 item 3

Moderate

1 per 1000 item 4

2 per 1000 item 5

5 per 1000 item 6

High

10 per 1000 item 7

20 per 1000 item 8

Very High

50 per 1000 item 9

100 per 1000 item 10

(Sumber : Gaspersz 2002)

(30)

3. Detection

Detection merupakan alat control yang digunakan untuk mendeteksi potential cause. Identifikasi metode-metode yang diterapkan untuk mencegah atau mendeteksi penyebab dari mode kegagalan. Proses Penilaian ditunjukan pada table 2.3 Detection

Tabel 2.3 Detection

Rating Kriteria Berdasarkan pada

frekuensi kejadian

1

Metode pencegahan sangat efektif. Tidak ada Kesempatan bahwa penyebab mungkin muncul.

0,01 per 1000 item

2 3

Kemungkinan penyebab terjadi sangat rendah.

0,1 per 1000 item 0,5 per 1000 item 4

5 6

Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan kadang memungkinkan penyebab itu terjadi.

1 per 1000 item 2 per 1000 item 5 per 1000 item

7 8

Kemungkinan penyebab terjadi masih tinggi. Metode pencegahan kurang efektif, penyebab masih berulang kembali

10 per 1000 item 20 per 1000 item

9 10

Kemungkinan penyebab terjadi sangat tinggi. Metode pencegahan tidak efektif, penyebab selalu berulang kembali.

50 per 1000 item 100 per 1000 item

(Sumber : Gaspersz 2002)

3. Risk Priority Number (RPN)

RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects (Severity), kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk

(31)

mendeteksi kegagalan sebelum terjadi pada pelanggan (Detection). RPN dapat diketahui dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius, sebagai petunjuk ke arah tindakan perbaikan.

2.1.11 Fault Tree Analysis (FTA)

Menurut Pyzdek (2002), Fault Tree Analysis (FTA) suatu model diagram yang terdiri dari beberapa kombinasi kesalahan (fault) secara pararel dan secara berurutan yang mungkin menyebabkan awal dari failure event yang sudah ditetapkan. Secara sederhana FTA dapat diuraikan sebagai suatu teknik analisis dimana suatu status yang tidak diinginkan menyangkut kesalahan suatu sistem yang dianalisis dalam konteks operasi dan lingkungannya untuk menemukan semua cara yang dapat dipercaya dalam peristiwa yang tidak diinginkan dapat terjadi.

Sedangkan menurut Rooney (2004) Fault Tree Analysis adalah suatu analisis pohon kesalahan secara sederhana dapat diuraikan sebagai suatu teknik analisis. Pohon kesalahan adalah suatu model grafis yang menyangkut berbagai pararel dan kombinasi percontohan kesalahan-kesalahan yang akan mengakibatkan kejadian dari peristiwa tidak diinginkan yang sudah didefinisi sebelumnya, atau juga dapat diartikan merupakan gambaran hubungan timbal balik yang logis dari peristiwa-peristiwa dasar yang mendorong.

Dalam membangun model pohon kesalahan (fault tree) dilakukan dengan cara wawancara dengan manajemen dan melakukan pengamatan langsung terhadap proses produksi dilapangan. Selanjutnya sumber-sumber kecelakaan kerja tersebut digambarkan dalam bentuk model pohon kesalahan (fault tree). Analisis pohon kesalahan (Fault Tree Analysis) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis akar kegagalan proses

FTA bersifat top-down, artinya analisis yang dilakukan dimulai dari kejadian umum (kerusakan secara umum) selanjutnya penyebabnya (khusus) dapat ditelusuri ke bawahnya. Sebuah fault tree mengilustrasikan keadaan dari komponen-komponen sistem (basic event) dan hubungan antara basic event dan top

(32)

event. Simbol diagram yang dipakai untuk menyatakan hubungan tersebut disebut gerbang logika (logic gate). Output dari sebuah gerbang logika ditentukan oleh event yang masuk ke gerbang tersebut.

2.1.12 Langkah-Langkah FTA

Menurut Blanchrad (2004), FTA menggunakan langkah-langkah terstruktur dalam melakukan analisis deduktif pada sistem. Adapun langkah-langkah FTA dalam suatu sistem, sebagai berikut :

1. Mendefinisikan kecelakaan.

2. Mempelajari sistem dengan cara mengetahui spesifikasi peralatan, lingkungan kerja dan prosedur operasi.

3. Mengembangkan pohon kesalahan. Output yang diperoleh setelah melakukan fault tree analysis (FTA) adalah peluang munculnya kejadian terpenting dalam sistem dan memperoleh akar permasalahan penyebabnya. Akar permasalahan tersebut kemudian

2.1.13 Simbol-Simbol FTA

Simbol-simbol dalam FTA dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Simbol-simbol gerbang (gate).

Simbol gate digunakan untuk menunjukkan hubungan antar kejadian dalam sistem.

Setiap kejadian dalam sistem dapat secara pribadi atau bersama-sama menyebabkan kejadian lain muncul. Adapun simbol-simbol hubungan yang digunakan dalam FTA dapat dilihat pada tabel 2.4.

2. Simbol-simbol kejadian (event)

Simbol kejadian digunakan untuk menunjukkan sifat dari setiap kejadian dalam sistem. Simbol-simbol kejadian ini akan lebih memudahkan dalam mengidentifikasi kejadian yang terjadi. Adapun simbol-simbol kejadian yang digunakan dalam FTA seperti yang dicantumkan pada tabel 2.5.

(33)

Tabel 2.4 Simbol-Simbol Gerbang FTA

No Simbol Gate Nama dan Keterangan

1 And gate. Output event terjadi jika semua input event terjadi secara bersamaan.

2 Or gate. Output event terjadi jika paling tidak satu input event terjadi.

3 k

n input 1

k out of n gate. Output event terjadi jika paling sedikit k output dari n input event terjadi.

4 Exclusive OR gate. Output event terjadi jika satu input event, tetapi tidak terjadi.

5 Inhibit gate. Input menghasilkan output jika conditional event ada.

6 Priority AND gate. Output event terjadi jika semua input event terjadi baik dari kanan maupun kiri.

7 Not gate. Output event terjadi jika input event tidak terjadi.

Sumber : Blanchard, (2004)

(34)

Tabel 2.5 Simbol-Simbol Kejadian FTA

No Simbol Gate Nama dan Keterangan

1 Elipse, Gambar elipse menunjukkan kejadian pada level paling atas (top level event ) dalam pohon keselahan.

2

Rectangle. Gambar rectangle menunjukkan kejadian pada level menengah (intermediate fault event ) dalam pohon kesalahan

3

Circle, Gambar circle menunjukkan kejadian pada level paling bawah (lowest level failure event ) atau disebut kejadian paling dasar (basic event )

4

Diamond, Gambar diamond menunjukkan kejadian yang tidak terduga (undeveloped event ). Kejadian - kejadian tak terduga dapat dilihat pada pohon keselahan dan dianggap sebagai kejadian paling awal yang

menyebabkan kerusakan.

5

House, Gambar house menunjukkan kejadian input (input event ) dan merupakan kegiatan terkendali (signal). Kegiatan ini dapat menyebabkan kerusakan

Sumber : Blanchard, (2004)

(35)

Selanjutnya setiap fault akan saling berhubungan secara horizontal dengan hubungan “and” atau “or”. Jika hubungan yang terjadi antara dua kejadian adalah

“and” berarti kejadian diatasnya baru dapat terjadi jika kedua kejadian dibawah terjadi, namun jika penghubungnya adalah “or” maka kejadian diatasnya dapat terjadi jika salah satu kejadian dibawahnya terjadi. Contoh penggambaran fauult tree seperti pada gambar 2.1.

Sumber : Stamatelatos (2002) Gambar 2.1 Contoh Penggambaran FTA

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu mengenai metode pengendalian kualitas dengan metode FMEA serta FTA yang digunakan sebagai referensi dalam

penelitian ini disajikan dalam tabel 2.6

(36)

Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu

No Penulis Judul Penelitian Judul Jurnal Metode Hasil

1

Sultan,

& Haq, (2012)

Risk Analysis method FMEA/FMECA

in the organizations

International Journal of

Basic &

Applied Sciences IJBAS- IJENS, Vol.

11,05

FMEA

teknik mereka untuk

menerapkannya dan

menemukan bahwa

perusahaan akrab dengan Desain dan Proses saja dan software FMEA organisasi didasarkan pada sheet MS Excel untuk menempatkan semua data tentang investigasi analisis risiko tim

FMEA ini FMEA.

Perusahaan mengikuti batas RPN 200 dan nilai apapun di luar batas ini dan sama dengan ini ditandai merah.

Perangkat lunak ini menyajikan grafik RPN ini dari sebelum tindakan diambil dan setelah tindakan yang diambil.

2 Joshi, (2014)

FMEA and Alternatives v/s

enhanced risk Assessment mechanism

International Journal of Computer Applications (0975-8887), Vol. 93, 14.

FMEA

makalah ini dimulai dengan deskripsi dari penilaian risiko alat Kegagalan banyak digunakan Mode & Efek Analisis. Makalah ini kemudian memeriksa beberapa metode alternatif untuk penilaian risiko dan keuntungan mereka. Dalam karya ini, kami juga menunjukkan keuntungan menggunakan Six Sigma dalam Penilaian Risiko dan mengusulkan teknik baru yang akan mengatasi pembatasan alat Manajemen Risiko yang ada. Syarat Umum Kegagalan Mode &

Efek Analisis, Penilaian Risiko. Kata kunci FMEA,

Penilaian Risiko,

Manajemen Risiko, FMEA Alternatif, Penyebab &

Effect, Tree Analysis, Six Sigma 1.

(37)

Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu

3 Dudek (2011)

Applicatio n of FMEA method in enterprise focused on

quality

Journal of Achievment in

Material and Manufacturing

Engineering, Vol. 45.

FMEA

pendekatan baru untuk monitoring proses produksi

dalam organisasi

menggunakan Failure Mode dan metode Analisis Pengaruh telah disajikan.

Desain / metodologi / pendekatan: Kemungkinan penggunaan Kegagalan Mode dan metode Analisis Pengaruh terhubung dengan

peningkatan mutu

berkelanjutan dari organisasi.

Interdependensi metode penelitian yang berkualitas dan persyaratan proses produksi ini telah dipilih diperhitungkan. Temuan:

Pada saat ini perusahaan-

perusahaan harus

mengintegrasikan

manajemen kualitas dan kontrol kualitas dengan kebutuhan pelanggan, persyaratan proses produksi dan juga metode kualitas.

Seperti jenis strategi akan memungkinkan untuk mencapai keberhasilan bagi perusahaan-perusahaan ini.

Keterbatasan penelitian / implikasi: FMEA adalah metode yang sangat penting yang harus digunakan dalam perusahaan untuk desain rekayasa, proses produksi, produk baru di praproduksi dan lingkup produksi dalam siklus hidup produk. Tujuan dari FMEA adalah membangun hubungan antara sebab dan akibat dari cacat, serta pencarian, pemecahan dan menggambar keputusan terbaik mengenai penerapan tindakan yang tepat.

(38)

Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu

4 Gaikwad, Mulkutkar

Reliability based design with FMEA AND FTA

Journal of Mechanical and

Civil Engineering (IOSR-JMCE)

FMEA, FTA

Dengan bantuan FMEA, kita dapat menentukan efek kegagalan pada sistem dan FTA perubahan desain dapat diusulkan sejak awal untuk mengatasi kekhawatiran atas keandalan system.

Metodologi desain berbasis keandalan dapat membawa produk yang dapat diandalkan ke pasar / konsumen dengan menggunakan proses yang difokuskan pada merancang atau mengurangi kemungkinan kegagalan pada metode sebelum produksi dilaksanakan,

5

Ambekar, Edlabadkar,

Shrouty.

(2013)

Implement ation of

Failure Mode and

Effect Analysis

International Journal of Engineering and

Innovative Technology (IJEIT), Vol, 2.

FMEA

Untuk memenuhi persyaratan pelanggan dalam kualitas dan keandalan, beberapa tindakan untuk menjamin kualitas dan keandalan produk atau proses harus diambil oleh semua orang- orang yang terlibat. Salah satu metode yang paling kuat dan tersedia untuk mengukur keandalan produk atau proses adalah FMEA.

FMEA menyediakan alat yang mudah untuk ditentukan risiko mana yang memiliki perhatian terbesar dan oleh karena itu suatu tindakan diperlukan untuk mencegah masalah sebelum muncul.

6

Hasbullah, Kholil, Santoso.

(2017)

Analisis Kegagalan Proses Insulasi Pada Produk automotive Wires (Aw) Dengan Metode Failure Modand Effect Analysis (Fmea) Pada Pt Jlc

SINERGI, Vol.

21, 193-203 FMEA

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan. FMEA mampu mendeteksi beberapa jenis kegagalan potensial. Dan pada potential failure mode dapat terdeteksi nilai RPN tertinggi yang berarti FMEA mampu mendeteksi kegagalan untuk mendapat perhatian serius dan prioritas untama untuk perbaikan

(39)

Tabel 2.6 Review Jurnal Penelitian Terdahulu

7

Hidayat, Pratiwi, (2013)

Analisis Faktor Penyebab Kegagalan Mesin Grinder

Pada Proses Produksi Plastic Film Di

Pt. Mutiara Hexagon

SINERGI, Vol, 17. 3.

FMEA, FTA

Berdsarkan hasil analisis dengan FMEA telah didapatkan

nilai RPN tertinggi dari jenis kegagalan dan mampu mendeteksi probabillitas terjadinya top event pada

analisis FTA

2.3 Kerangka Pemikiran

PT. X (Manufaktur Otomotif) merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri komponen

otomotif, Stamping part, maupun welding part.

Obervasi Lapangan :

Melakukan Oberservasi lapangan dengan datang langsung ke perusahaan

Wawancara dan diskusi langsung dengan pegawai atau pihak yang terkait untuk mengetahui permasalahan atau kondisi perusahaan

Permasalahan :

Permasalahan yang terjadi di PT.X adalah masih sering ditemui produk cacat, khususnya pada proses welding produk Stay 1 B65, dimana produk yang dihasilkan tidak sesuai dengan kriteria atau standar yang telah ditetapkan perusahaan

Data yang akan dikumpulkan :

Data jumlah produksi Stay 1 B65

Data jumlah cacat Stay 1 B65

Data Jenis cacat Stay 1 B65 Studi Kepustakaan :

Pengertian Kualitas

Pengertian Pengendalian Kualitas

Pengertian FMEA

Pengertian FTA

Analisa Metode yang digunakan adalah :

Metode FMEA (Mencari nilai Severity, Occurance, Detection, dan nilai RPN)

Metode FTA (Melakukan identifikasi penyebab potensial terjadinya kegagalan)

Hasil dan Kesimpulan

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan tahapan penelitian yang harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum melakukan proses pemecahan masalah, sehingga penelitian dapat dilakukan dengan lebih terarah dan terkendali sehingga mempermudah dalam menganalisis permasalahan yang ada yaitu analisis penyebab cacat produk Stay 1 B65 dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan FTA (Fault Tree Analysis).

3.1 Jenis Penelitian

Menurut Sugiyono (2003) terdapat beberapa jenis penelitian antara lain:

1. Penelitian kuantitatif, adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang diangkakan.

2. Penelitian kualitatif, data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, skema, dan gambar.

Berdasarkan definisi diatas metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini adalah penelitian pada industri manufaktur yang membahas pengendalian kualitas suatu produk serta menganalisis banyaknya total cacat pada produk. Dengan metode kualitatif, penelitian ini memungkinkan untuk melakukan hubungan antarvariabel, menguji hipotesis mengembangkan generalisasi, dan mengembangkan teori yang memiliki validitas universal.

3.2 Jenis Data dan Informasi

Dalam penelitian ini menggunakan dua jenis data yang dipakai sebagai bahan penelitian yaitu data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Mencakup data yang di peroleh dari perusahaan langsung baik melalui pengamatan atau observasi secara langsung dilapangan maupun diskusi dan wawancara kepada pihak-pihak terkait khususnya karyawan pada bagian

29

(41)

produksi dan Quality Control. Dalam kata lain data primer adalah data yang masih mentah yang sebelum diolah atau diproses sebelumnya.

2. Data Sekunder

Mencakup data yang di peroleh dari perusahaan langsung yang sudah diolah atau telah dihitung. Data sekunder meliputi : sejarah singkat instansi, struktur organisasi, flow process manufaktur. Data sekunder yang didapatkan untuk peneletian ini adalah data historis perusahaan berupa:

Data produksi, Data jumlah cacat produk, Data jenis-jenis cacat pada bulan Februari-Juli 2017.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data dalam penulisan tugas akhir ini adalah :

Peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Observasi

Pengumpulan data dengan cara mengamati langsung kelokasi tempat penelitian

2. Diskusi dan Wawancara

Diskusi dan Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap narasumber atau sumber data. Dalam penelitian dilakukan diskusi dan wawancara kepada karyawan yaitu operator produksi, grup leader dan bagian Quality Control.

3. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan melakukan pencatatan atau menduplikasi data- data historis perusahaan sesuai dengan kebutuhan penelitian dan

permasalahan yang diteliti

(42)

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode FMEA dan FTA dengan mengidentifikasi kesalahan-kesalahan yang menyebabkan cacat produk dan mengidentifikasi prioritas perbaikan kegagalan, Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap penyebab kegagalan yang menyebabkan cacat pada produk Stay 1 B65 pada periode Februari – Juli 2017. Dalam analisis penyebab kegagalan akan di definisikan sebagai berikut:

Bagaimana pengendalian kualitas produk Stay 1 B65 1. Apa jenis – jenis cacat pada produk Stay 1 B65 2. Apa jenis cacat dominan pada produk Stay 1 B65 3. Apa penyebab terjadinya cacat pada produk Stay 1 B65

(43)

3.5 Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian terdapat dalam Gambar 3.1

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Penelitian

(44)

Uraian Dari Langkah-langkag penelitian yang terdapat pada Gambar 3.1 yaitu : 1. Memulai Penelitian

2. Mengidentifikasi Masalah untuk mengetahui masalah yang terdapat diperusahaan.

3. Melakukan observasi lapangan untuk mengetahui profil perusahaan dan kondisi perusahaan, selanjutnya dengan tujuan menentukan permasalahan yang ingin diatasi dalam penelitian ini, melihat dari presentase cacat produk.

4. Melakukan studi pustaka diagram pareto, Failure mode and effect analysis (FMEA) dan Fault tree analysis sebagai acuan teori dalam penelitian ini.

5. Mengumpulkan data-data historis perusahaan berupa, data jumlah produksi, data jenis-jenis cacat pada periode bulan Februari-Juli 2017 6. Melakukan pengolahan data yang telah dikumpulkan berdasarkan teori

yang berasal dari studi pustaka. Pengolahan data menghasilkan data jenis cacat paling dominan berdasarkan diagram pareto yang selanjutnya dianalisis dengan metode FMEA dan FTA.

7. Analisis dan hasil, menyimpulan hasil dari analisis yang telah dilakukan sebelumnya pada pengolahan data.

8. Memberikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang telah dilakukan.

(45)

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.1.1 Profil Perusahaan

Berdiri : Tahun 1989

Kategori Lokasi

: Perusahaan Swasta Nasional

: Jl. Narogong Km. 12,5 Desa Cikiwul, Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat

Bidang Usaha : Motorcycle and Automotive Component Manufacturing

Kapasitas Produksi : Motorcycle, Automotive,dan Electronic Component, Dies Jigs & Fixture Fabrication Konsumen : Roda 2 : YAMAHA, SUZUKI dan KAWASAKI

Roda 4 : DAIHATSU, SUZUKI, TOYOTA, HINO, HONDA, NISSAN, MITSUBISHI.

4.1.2 Visi dan Misi Visi

Misi

Menjadi Perusahaan Industri Komponen Automotive Terkemuka di ASEAN.

1. MENGUTAMAKAN KEPUASAN PELANGGAN Dengan membuat product berkualitas tinggi, QUICK ACTION dan GOOD RESPONSE melalui penanganan masalah secara tuntas, On Time Delivery dan Zero Claim.

34

(46)

2. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA melalui pelatihan, Toyota Production System (TPS), Small Group Activity (TPM), QUALITY CONTROL CIRCLE (TQC-QCC) dan usulan ide perbaikan (UIP).

4.1.3 Sejarah Singkat

PT X merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industry komponen otomotif yang tergabung dalam Astra Otopart Group. Secara singkat sejarah perkembangan PT X adalah sebagai berikut:

1. PT X berdiri sejak tahun 1989, yang awalnya bekerja sama dengan Astra, untuk memproduksi dan meng-export perangkat keras rumah tangga ke AS dan Eropa.

2. Pada tahun 1990 PT X memasuki pasar Automotive dengan memproduksi komponen mobil yang ber-orientasi ke Industri Perakitan Mobil sebagai Customernya.

3. Pada tahun 1994 PT X memperluas bisnisnya dengan memproduksi komponen sepeda motor yang ber-orientasi kepada Perakitan Sepeda Motor sebagai Customernya.

4. Guna menjamin kestabilan kualitas PT X menerapkan sistem Manajemen Mutu yang ditandai dengan diterimanya sertifikat ISO 9002: 1994 pada tahun 1996 dan diperbaharui menjadi ISO 9001: 2000 pada tahun 2002 serta saat ini selain Sertifikat ISO 9001: 2001 kami juga meraih sertifikat ISO / TS 16949 (Automotives Requirement).

5. PT X berkomitmen memberi kepuasan pelanggan, dan harus terus tumbuh dan berkembang menjadi salah satu Industri komponen Automotive yang terkemuka baik Regional maupun Global.

4.1.4 Kebijakan Perusahaan

PT. X sebagai perusahaan komponen automotive berkomitmen untuk terus mengembangkan sumber daya manusia dan teknologi guna mencapai Visi dan Misi

Perusahaan dengan cara :

Gambar

Tabel 2.1        Severity
Tabel 2.2         Occurance
Tabel 2.3        Detection
Tabel 2.4        Simbol-Simbol Gerbang FTA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data Primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak terkait yang mengetahui

Penelitian yang dilakukan oleh Lubis dkk (2005) menyebutkan bahwa komponen yang berpengaruh secara langsung pada aset perusahaan, yaitu yang terkait dengan biaya

a) Wawancara kepada pihak-pihak terkait. Wawancara ini dilakukan dengan cara bertanya atau berkomunikasi secara langsung dengan responden, maupun pihak-pihak yang terkait

Dalam hal ini penulis terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data primer yang diperlukan dengan cara wawancara, yaitu mengadakan komunikasi langsung dengan

Dalam usaha mendapatkan data sebagai bahan dalam penyusunan skripsi, dengan cara interview (wawancara) langsung dengan pihak-pihak yang terkait, yaitu dengan Ketua Badan

Data primer diperoleh melalui penelitian langsung di lapangan/observasi, wawancara dengan pihak-pihak perusahaan yang berkaitan dengan masalah strategi pemasaran dan

Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait

Kemudian dengan cara door to door atau pihak bank mempromosikan produk ini dengan cara mendatangi langsung kerumah rumah masyarakat, lalu dengan cara ke pasar, ke acara acara pengajian,