• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS BESAR 1 GEOLOGI INDONESIA

N/A
N/A
Nasywa Azizah

Academic year: 2024

Membagikan "TUGAS BESAR 1 GEOLOGI INDONESIA "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS BESAR 1 GEOLOGI INDONESIA

GEOLOGi DAERAH SULAWESI SELATAN DAN KAITANNYA DENGAN BENCANA TANAH LONGSOR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Menyelesaikan Tugas besar 1 Mata Kuliah Geologi Indonesia (202221360081), Kamis 10.40-12.20 WIB

Semester Januari-Mei 2023

Oleh:

Naswa azizah NIM. 22136070

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Dipo Caesario NIP. 199112222022031014

PROGRAM STUDI GEOGRAFI NON KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERTAS NEGERI PADANG

2023

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.000 pulau, yang tereletak di antara samudra hindia dan samudra pasifik yang merupakan bagian dari benua Asia. Saat ini indonesia memiliki 37 provinsi memiliki morfologi dan tipografi yang beragam. Salah satunya yaitu daerah Sulawesi selatan yang merupakan bagian dari wilayah indonesia yang berada di Pulau Sulawesi merupakan wilayah yang kompleks karena merupakan tempat pertemuan tiga lempeng besar, yaitu lempeng Indo – Australia, lempeng Pasifik, lempeng Eurasia dan lempeng kecil Filipina. Batuan-batuan yang tersusun yaitu dari busur kepulauan, batuan bancuh, serta ofiolit dan juga dari proses tektonik. Struktur geologi pada wilayah ini sebagian besar adalah sesar mendatar.

Topografi selawesi sebagian besar berbentuk gunung dan wilayah lainnya yang merupakan dataran rendah atau 10,3% darai luas wilayah nya.

Daerah indonesia termasuk sulawesi selatan memiliki iklim tropis dengan 2 musim sehingga sangat rentan terhadap bahaya iklim dan frekkuensi bancana semakin mingkat.

Iklim yang meningkat menyebabkan intesitas hujan yang tinggi. Karena hal ini menyebabkan di sulawesi selatam terjadi bencana tanah longsor yang meningkat dalam 5 tahun terakhir . kondisi curah hujan yang tinggi menyebabkan stabilitas lereng terpengaruh secara tidak langsung terhadap kondisi air pori di dalam meterial pembentuk lereng.

Tanah longsor juga di pengaruhi oleh konndisi geomorfologi yang ekstrim dan daerah indonesia yang beriklim tropis. Kemiringan morfologi suatu aerah atau tempat yang tidak stabil dapat menyebabkan tanah longsor apalagi di timpa oleh intensitas hujan yang tiggi sehingga tanah tidak mampu menampung tekanan yang tinggi serta struktur tanah yang kurang kuat sehingga terjadinya tanah longsor.

2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini:

(3)

a) Keaadaan geologi daerah Sulawesi Selatan.

b) Bencana tanah longsor di Sulawesi Selatan.

c) Meminimalisir dampak tanah longsor

3. Tujuan

Adapun tujuan saya membuat karya ilmiah ini diharapkan saya dan temen-teman yang membaca karya ilmiah ini lebih mengetahui lebih lanjut mengenai bagaimana struktur geologi daerah sulawesi selatan dan kaitan nya terhadap bencana alam yang di terjadi di daerah tersebut seperti pengaruh curah hujan dan kondisi tanah terhadap potensi terjadinya tanag longsor di daerah sulawesi selatan.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

1. Geologi daerah Sulawesi Selatan

Sulawesi selatan merupakan salah satu provinsi di indonesia yang terletak di 0°12'–8°

Lintang Selatan dan 116°48'–122°36' Bujur Timur dan merupakan provinsi yang terletak di semenanjung selatan sulawesi, sualwesi selatan ber ibu kota Makasar. Sulawesi selatan berbatasan dengan sulawesi tengah and sulawesi barat di utara, teluk bone dan sulawesi tenggara di timur, selat makasar di barat, dan laut flores di selatan.

Gambar 1. Peta daerah sulawesi selatan

Secara regional, pulaul sulawesi dan sekitarnya termasuk kompleks, yang disebabkan oleh proses divergensi dari tiga lempeng litosfer, yaitu: Lempeng Australia yang bergerak ke utara, Lempeng Pasifik yang bergerak ke barat, dan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan-tenggara.

Berdasarkan asosiasi litologi dan perkembangan tektoniknya, Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi ke dalam lima propinsi tektonik, yaitu Busur Volkanik Tersier Sulawesi

(5)

Barat, Busur Volkanik Kuarter Minahasa-Sangihe, Sabuk Metamorfik Kapur-Paleogen Sulawesi Tengah, Sabuk Ofiolit Kapur Sulawesi Timur dan asosiasi sedimen pelagisnya, serta fragmen Mikro-kontinen Paleozoikum Banda yang berasal dari Kontinen Australia. Kontak antara ke lima propinsi tersebut berupa kontak sesar.

Batuan di daerah Sulawesi selatan merupakan himpunan-himpunan batuan yang terjadi dalam lingkungan tektonik yang berbeda sejak zaman Trias sampai zaman Kuarter. Sistem tektonik dapat dikenali melalui ciri ciri batuan batuan serta strukturnya yang terdapat di selawesi, yang memberikan gambaran mengenai peristiwa teknonik yang terjaadi karna asal batuan dan struktur batuan tersebut. Berbagai macam himpunan batuan yang lingkungan terjadinya berbeda itu telah tercampuraduk serta terimbrikasi secara tektonik, dan membentuk "komplek melange" pada sistem busur-palung zaman Kapur Tengah.

Diperkirakan bahwa, sekitar 3 masehi yang lalu tepatnya pdan akhir pliosen Sulawe barat pernah mengalami tabrakan dengan kalimantan timur yang menutup selat makasar semntara dan baru terbuka pada zaman kwarter. Hal ini dibuktikan dengan endapan tebal yang di temukan di selat makasar yang memberikan petunjuk bahwa kalimantan dan sulawesi pernah terpisah pada abad ke 25 masehi . dalam periode permukaan laut rendah, mungkin sekali pada masa itu terdapat pulau-pulau khususnya di daerah sebelah barat Majene dan sekitar gisik Doangdoang. Kemudian, suatu pengamatan yang menarik ialah bahwa garis kontur 1000 m di bawah laut di sebelah timur Kalimantan persis sama dengan garis yang sama di Sulawesi barat, sehingga mungkin selat Makasar dulu hanya jauh lebih sempit.

Sejak Pliosen daerah Bantimala dan sekitarnya telah mengalami pengangkatan dan erosi yang berlangsung hingga sekarang. Dengan memperhatikan kesebandingan himpunan batuan, kedudukan stratigrafi serta hubungan tektonik antara ber bagai himpunan batuan di daerah Bantimala dan yang ada di daerah sekitarnya, maka perkembangan geologi regional wilayah Sulawesi dapat dikenali. Terdapat Gerakan ke barat Lempeng Pasifik yang tercepatkan sejak Miosen Awal telah menyebabkan di antaranya, selama Miosen Tengah-Miosen Akhir, Batur Tukang Besi serta Batur Banggai-Sula membentur Busur Sulawesi Timur, dan Busur

Sulawesi Timur melanggar sistem busur-palung Sulawesi. Akibat dari benturan serta pelanggaran itu maka Busur Sulawesi Timur menyatu dengan Busur Sulawesi Barat yang

(6)

keduanya melengkung membentuk huruf K, dan kegiatan magma di Busur Sulawesi Barat sebelah selatan Katulistiwa mulai mereda sejak Pliosen.

2. Bencana tanah longsor di Sulawesi Selatan

a. Pengaruh intensitas curah hujan terhadap tanah longsor wilayah sulawesi selatan.

Indonesia merupakan negara yang rentan pada bahaya iklim dan bencana yang semakin meningkat. Karena intesitas curah hujan yang tinggi pula menyebabkan bencana tanah longsor yang terjadi meninggkat dari biasanya saat iklim normal. Curah hujan yang terjadi mempengaruhi stabilitas lereng secara tidak langsung terhadap kondisi pori-pori pada material pembentuk lereng. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa curah hujan yang berada di atas 50 mm per jam dapat menyebabkan terjadinya tanah longsor dangkal pada daerah tersebut dan tanah longsor yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya kerusakan di beberapa jaringan jalan dan curah hujan dapat meyebabkan banjir di beberapa tempat. Hujan yang jatuh di permukaan bumi/ tanah dapat membentuk aliran air alami yang dapat

menyebabkan terjadinnya tanah longsor, karna tanah longsor secara garis besar terjadi karena air dan juga dapat terjadi karena struktur batuan. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan terkikis atau air hujan yang masuk ke dalam lapisan tanah menyebabkan air memenuhi rongga, sehingga terjadi pergeseran tanah yang jua dapat menyebabkan terjadinya tanah longsor.

Pada 2011 intensitas curah hujan yang tinggi menyebabkan terjadinya tanah longsor di 40 titik di provinsi Sulawesi Selatan. Stasiun pengamatan hujan yang terletak antara 2 kilometer sampai 5 kilometer dari daerah tanah longsor dangkal, menunjukkan bahwa curah hujan antara 101 sampai 298 mm terjadi hanya dalam 2 hari dengan intensitas curah hujan maksimum berkisar antara 41 mm/jam hingga 79 mm/jam. Hasil analisis menunjukkan bahwa curah hujan di atas 50 mm per jam menyebabkan tanah longsor dangkal di daerah ini.

Kejadian tanah longsor dangkal ini telah menyebabkan gangguan dan kerusakan di sepanjang jaringan transportasi. Pada peristiwa ini di analisis untuk menentukan ambang batas curah hujan peringatan tanah longsor dangkal. Nilai regresi intensitas-durasi curah hujan adalah I=52D -0.79 (I adalah intensitas curah hujan dalam mm/jam dan D adalah durasi curah hujan

(7)

dalam jam). Hasil analisis regresi yang dapat dianggap sebagai ambang intensitas/durasi curah hujan menunjukkan bahwa intensitas curah hujan meningkat secara eksponensial dengan berkurangnya durasi curah hujan.

Gambar 2. Distribusi tanah longsor dangkal, kondisi curah hujan, elevasi, geologi dan tipe tanah di Sulawesi Selatan.

b. Tanah longsor akibat batuan di sulawesi selatan.

Tanah longsor dapat terjadiatas beberapa kondisi yang meliputi morfologi, geologi, hidrogeologi, dan tata guna lahan. Salah satu penyebab tanah longsir adalah pelapukan batuan, pelapukan merupakan proses perubahan dan penghancuran batuan dan tanah di bumi

(8)

yang disebabkan oleh proses fisika, kimia, biologi menjadi lempung, oksida besi, dan produk pelapukan lainnya. Pada daerah sulawesi ditemukan batuan tufa yang jadi penyusun batuan, batuan yang lapuk tinggi sampai lapuk sempurna, juga kondisi lereng nya yang terjal

menyebabkan terjadinya longsoran di daerah tersebut, yang menyebabkan terhambatnya lalu lintas kendaraan. Karena banyaknya batuan tufa yang kasar sampai dengan halus mengalami pelapukan yang tinggi sanpai lapuk sempurna bahkan sudah menjadi tanah residu sehingga banyak terjadi retakan retakan yang berakibat pada terjadinnya longsoran dangkal.

Selanjutnya terjadi longsor di daerah Herlang yang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bulukumba dengan kondisi wilayah yang topografinya bergelombang dan setempat dijumpai bukit-bukit yang agak terjal. Batuan penyusun wilayah ini adalah batuan dari Formasi Walanae dan Batugamping Anggota Selayar. Kedua unit atau formasi batuan tersebut telah mengalami pelapukan sangat tinggi hingga menjadi soil residu. Kondisi tersebut dimungkinkan terjadi atau berpotensi terjadi tanah longsor yang dampak lanjutannya adalah dapat merugikan masyarakat yang bermukim di Kecamatan Herolangelange.

Adapun pada daerah sulawesi selatan terjadi tanah longsor yang disebabkan karena runtuhnya dinding kaldera yang menyebabkan aliran puing-puing dalam jumlah besar dan memepercepat penurunan lereng, runtuhnya lereng disebabkan karena faktor ketidak stabilan lereng, semakin miring lereng maka akan meningatkan faktor terjadinya tanah longsor dan faktor curah hujan yang tinggi juga menyebabkan terjadinya longsor dan penurunan lereng.

Pada lereng gunung memiliki relief yang tinggi, kemiringan ekstrim, pelapukan tingkat tinggi serta aktivitas erosi seperti pergerakan tanah dan longsor.

3. Meminimalisir dampak tanah longsor

Karakterisasi curah hujan yang memicu tanah longsor telah digunakan untuk membangun hubungan antara curah hujan dan tanah longsor di berbagai belahan dunia termasuk tanah longsor dangkal. Parameter curah hujan paling sering diselidiki dalam kaitannya dengan inisiasi tanah longsor meliputi curah hujan kumulatif, curah hujan sebelumnya, intensitas curah hujan, dan durasi curah hujan. Upaya-upaya telah dilakukan untuk menentukan batasan dengan menggunakan berbagai kombinasi parameter. Sejumlah peneliti pun sudah mencoba untuk menetapkan ambang batas intensitas curah hujan dalam memprediksi lereng

(9)

runtuh/tanah longsor secara akurat. Berbagai hasil penelitian menentukan batas curah hujan dalam hal intensitas curah hujan, durasi dengan rasio intensitas curah hujan, curah hujan kumulatif pada waktu tertentu, rasio curah hujan dengan curah hujan harian, curah hujan sebelumnya dengan curah hujan rata-rata tahunan, dan curah hujan harian dengan maksimum rasio curah hujan sebelumnya. Ambang batas curah hujan merupakan nilai yang digunakan untuk menentukan intensitas hujan. Penggunaan sistem ini dapat dilakukan untuk mengetahui tersedianya komponen terkait dengan prakiraan hujan.

Kemudian untuk menghindari resiko tanah longsor dapat di atasi dengan menggunakan sistem peringatan yang dikembangkakn oleh USGS di San Francisco (Keefer et al., 1987;

Wilson dan Wieczorek, 1995). Sistem peringatan ini didasarkan pada perkiraan kuantitatif curah hujan (6 jam curah hujan mendatang) dari kantor pelayanan cuaca nasional dalam sebuah sistem jaringan alat pengukur curah hujan real-time lebih dari 40 buah secara terus menerus dan ambang batas curah hujan yang menginisiasi tanah longsor. Sistem lainnya untuk mendektesi curah hujan sehingga meminimalisir terjadinya resiko longsor pada masyarakat dengan menerapkan sistem komputer secara otomatis untuk sistem peringatan tanah longsor dan pendugaan akan terjadinya tanah longsor. Sistem peringatan tanah longsor ini berdasarkan perkiraan curah hujan jangka pendek dan sistem ini dilengkapi alat pengukur curah hujan sebanyak 86 buah. Peringatan akan tanah longsor Sistem peringatan tanah longsor ini berdasarkan perkiraan curah hujan jangka pendek dan sistem ini dilengkapi alat pengukur curah hujan sebanyak 86 buah. Peringatan akan tanah longsor

Kemudian pada daerah yang permukaan nya miring seperti lereng cara meminimalisir dampak longsor yaitu dengan cara menumbuhan tanaman dan pohon yangn masuk dalam tanaman keras yang memiliki akar kuat sehingga dapat mengikat. Kemudian pada

masyarakat dapat membuat terasering yang di tanami tumbuhan sehingga lereng yang terjal dapat berubah menjadi sedikit tidak terjal karena telah di tumbuhi tanaman dan mimiliki pola yang membentuk terasering sehingga jika terjadi longsor minimal itu adalah longsor kecil yang tidak merugikan. Kemudian pada daerah tebing sebaiknya tidak memotong tebing menjadi tegak untuk dilalui kendaraan karena hal itu dapat menyebabkan semakin rawannya longsor sebab tanah bawahnya mulai terkikis maka pondasi pada tebing mulai regang dan bahkan bisa menyebabkan runtuhan bebatuan. Pemerintah atau warga setempat dapat

(10)

menchek daerah atau tempat yang sekirannya terlihat dapat berpotensi longsor sehingga warga tetap dapat wapada pada daerah tersebut terlebih saat terjadi hujan yang intensitah nya tinggi.

BAB III KESIMPULAN

Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang terdapat di Indonesia dengan 0°12'–

8° Lintang Selatan dan 116°48'–122°36' Bujur Timur.Sulawesi Selatan terletak di semenanjung selatan sulawesi, sualwesi selatan ber ibu kota Makasar. Sulawesi selatan berbatasan dengan sulawesi tengah and sulawesi barat di utara, teluk bone dan sulawesi tenggara di timur, selat makasar di barat, dan laut flores di selatan. Berdasarkan sejarah geologinya, Sulawesi selatan pernah mengalami tabrakan dengan kaliman timur sekitar abad ke-3 masehi yang menutupi selat makasar untuk sementara waktu. Kemidian sulawesi pernah mengalami benturan serta pelangggaran yang menyebabkan busur sulawesi timur dan busur sulawesi barat membentuk huruf K seperti saat ini.

Kemudian karna indonesi termasuk sulawesi memiliki iklam tropis sehingga mengalami musin hujan yang pada bulan tertentu mengalami intensitas hujan yang tunggi sehingga berpengaruh terhadap struktu bauan yang menyerap batuan apalagi sebelunnya adlah musim kemarau menyebabkan rekahan batu dan membentuk rongga ssehingga terjadi pergeseran tanah yang menyebabkan terjadinnya tanah longsor. Tanah longsor juga terjadi pada daer.ah yang memiliki kemiringan lereng yang tidak stabil atau seimbang sehingga mudah terjadi longsor, batuan yang lapuk juga menyebabkan rentannya suatu tempat mengalami longsoran dan curah hujan juga menjadi penyebab nya, karena tekanan yang besar menyebabkan batuan terkikis, sehingga diperlukan kerja sama masyarakat untuk meminimalisir dampak dan mengantisipasinya sehingga masyarakat tidak terkena imbas yang besar terhadap tanah longsor.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Azikin, B., & Bundang, S. (2022). Kerentanan Bencana Tanah Longsor di Wilayah Kecamatan Herolangelange Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Jurnal GEOMining, 3(2), 67-75.

Hasnawir, H. (2012). Intensitas Curah Hujan Memicu Tanah Longsor Dangkal Di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea, 1(1), 62-73.

Kubota, T. (2008). Analysis of critical value of rainfall to induce landslides and debris-flow in Mt. Bawakaraeng Caldera, South Sulawesi, Indonesia.

Tsuchiya, S., Sasahara, K., Shuin, S., & Ozono, S. (2009). The large-scale landslide on the flank of caldera in South Sulawesi, Indonesia. Landslides, 6, 83-88.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena di permukaan atas airfoil dengan lokasi-ketebalan-maksimum 40% ini terjadi perpaduan antara peningkatan kecepatan aliran yang besar dan