• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUGAS INDIVIDU ERWIN IRAWAN - MAKALAH KEBIJAKAN PERTANIAN II

N/A
N/A
Morikai Lombok

Academic year: 2024

Membagikan "TUGAS INDIVIDU ERWIN IRAWAN - MAKALAH KEBIJAKAN PERTANIAN II"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KEBIJAKAN PERTANIAN II

“Pertanian NTB, Sektor Unggulan di Tengah Maraknya Alih Fungsi Lahan”

(Dosen Pengampu : Dr. Ir. Dwi Praptomo Sudjatmiko, M.S.)

Disusun Oleh :

ERWIN IRAWAN I2C02410001

PROGRAM STUDI MAGISTER PERTANIAN LAHAN KERING PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MATARAM

2024

(2)

1. Topik Masalah : Pertanian NTB, Sektor Unggulan di Tengah Maraknya Alih Fungsi Lahan 2. Masalah :

- Biaya pengelolaan lahan pertanian seperti pupuk dan obat-obatan pertanian yang semakin mahal berdampak pada keengganan dalam bertani dan lebih memilih untuk melepas lahan miliknya

- Di satu sisi kebutuhan perekonomian masyarakat tidak bisa terpenuhi melalui sektor pertanian saja, tetapi ketahanan pangan masyarakat bisa terancam akibat tergerusnya lahan pertanian

- Alih fungsi lahan yang semakin tidak terkendali akan berdampak pada penurunan produksi tanaman pangan

- Ditemukan pula banyak petani yang mengalihfungsikan lahannya akibat penerimaan hasil panen yang tidak cukup untuk memenuhi biaya kebutuhan pertanian

- Berdasarkan data BPS, luas panen provinsi NTB terus menurun selama lima tahun terakhir

(3)

Pertanian NTB, Sektor Unggulan di Tengah Maraknya Alih Fungsi Lahan

Ilustrasi pertanian di NTB. Foto: Anak Teta/Unsplash

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang memegang peran dalam pemenuhan kebutuhan pangan tiap masyarakat. Sektor ini menjadi kunci dalam ketahanan pangan nasional.

Sektor ini juga menjadi prioritas pembangunan yang tercantum dalam Sustainable Development Goals melalui tujuan 2 yaitu mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan.

Selain itu, sektor pertanian juga menjadi penggerak perekonomian nasional, di mana sektor ini sebagai salah satu penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto dan mampu menyerap banyak tenaga kerja.

(4)

Sektor pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan sektor unggulan yang mampu memberikan hasil produksi padi cukup besar bagi daerah ini. Provinsi ini dikenal dengan sebutan “Bumi Gora” atas keberhasilan sektor pertanian NTB dalam mencapai swasembada pangan pada beberapa tahun silam.

Saat ini, Provinsi NTB ditetapkan sebagai salah satu lumbung pangan nasional yang akan menopang kebutuhan pangan di Indonesia. Selain berperan dalam ketahanan pangan nasional, sektor pertanian Provinsi NTB juga turut menopang perekonomian daerah di mana sektor ini menjadi penyedia tenaga kerja terbesar di NTB.

Badan Pusat Statistik merilis data hasil survei angkatan kerja nasional (Sakernas) bulan Agustus 2022 bahwa sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menyerap tenaga kerja terbanyak yaitu sebesar 34,57 persen.

Ilustrasi padi. Foto: Unspaslh

Selain itu, share PDRB sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar selama beberapa tahun berturut, di mana sektor ini menyumbang sebesar 21,39 persen dari PDRB NTB tahun 2022.

Keberhasilan sektor pertanian didukung oleh ketersediaan lahan sebagai sarana petani dalam membudidayakan tanamannya. Sayangnya, saat ini banyak ditemukan fenomena alih fungsi lahan pertanian.

Alih fungsi lahan pertanian merupakan proses pengubahan lahan pertanian menjadi penggunaan selain pertanian. Alih fungsi lahan telah umum dilakukan mengingat semakin berkembangnya sektor perekonomian non pertanian.

(5)

Lahan pertanian dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat seperti pengembangan infrastruktur, kebutuhan permukiman, dan industrialisasi yang semakin berkembang saat ini.

Fenomena alih fungsi lahan pertanian dipandang bak pisau bermata dua, di satu sisi kebutuhan perekonomian masyarakat tidak bisa terpenuhi melalui sektor pertanian saja, tetapi ketahanan pangan masyarakat bisa terancam akibat tergerusnya lahan pertanian.

Selain itu, ditemukan pula banyak petani yang mengalihfungsikan lahannya akibat penerimaan hasil panen yang tidak cukup untuk memenuhi biaya kebutuhan pertanian.

Ilustrasi pertanian di NTB. Foto: Maulana Aziz/Unsplash

Biaya pengelolaan lahan pertanian seperti pupuk dan obat-obatan pertanian yang semakin mahal berdampak pada keengganan dalam bertani dan lebih memilih untuk melepas lahan miliknya.

Alih fungsi lahan yang semakin tidak terkendali akan berdampak pada penurunan produksi tanaman pangan. Terbatasnya hasil produksi pangan mungkin saja tidak mencukupi kebutuhan pangan penduduk negeri yang semakin meningkat.

Terkait masalah tersebut, pemerintah telah menetapkan instrumen mengenai alih fungsi lahan pertanian melalui Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Adanya Undang-Undang ini diharapkan mampu membawa kabar baik dalam mengurangi ancaman alih fungsi lahan pertanian, meskipun nyatanya alih fungsi lahan pertanian masih mengancam Indonesia hingga saat ini.

(6)

Masifnya alih fungsi lahan pertanian menjadi ancaman yang cukup serius bagi ketahanan pangan, khususnya di wilayah Bumi Gora ini. Berdasarkan data BPS, luas panen provinsi NTB terus menurun selama lima tahun terakhir.

Tahun 2022, luas panen padi provinsi NTB berkurang hampir enam ribu hektare. Sebanyak 6 kabupaten/kota di Provinsi NTB yang mengalami penurunan luas panen padi apabila dibandingkan dengan tahun 2021. Fenomena alih fungsi lahan di Provinsi NTB erat kaitannya dengan industrialisasi dan kegiatan pariwisata yang semakin gencar dilakukan.

Luas Panen Padi Provinsi NTB 2018-2022. (Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi NTB, diolah)

Ditinjau dari sisi produksi padi, produksi beras Provinsi NTB justru meningkat di tahun 2021 dan 2022. Tahun 2022, produksi padi NTB sebesar 827.524,88 ton dan meningkat 2,35 persen dibandingkan produksi beras di tahun 2021.

Hal ini berarti bahwa meskipun terjadi penurunan luas panen padi, tetapi sisi produksi beras justru mengalami peningkatan. Peningkatan produksi beras tahun 2022 diakibatkan oleh meningkatnya produksi pada kabupaten/kota yang berpotensi.

Produksi Beras Provinsi NTB 2018-2022 (Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi NTB, diolah)

(7)

Ancaman alih fungsi lahan pertanian memang sulit dihindari saat ini mengingat semakin berkembangnya sektor ekonomi non pertanian. Oleh karena itu, diperlukan komitmen antara pemangku kepentingan dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan ini.

Lalu bagaimana dampak bagi Kota Mataram terhadap ancaman alih fungsi lahan pertanian di Nusa Tenggara barat?

Ketersediaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kota Mataram masih dilematis.

Pemerintah menganggap lahan pertanian bukan sumber pendapatan asli daerah. Ruang investasi harus dibuka di lahan tersebut, sehingga mengeliminir masalah sosial. Pemerintah pusat diminta melonggarkan ketersediaan lahan pertanian.

Walikota Mataram H. Mohan Roliskana memiliki komitmen mempermudah pelayanan perizinan dengan cara jemput bola ke fasilitas publik di Kota Mataram. Kemudahan pelayanan perizinan tentunya tetap menjaga regulasi berkaitan dengan pemanfaatan ruang. Regulasi berkaitan dengan rencana tata ruang wilayah serta batas-batas pemanfaatan sudah diatur. Meski demikian, ia berharap pemerintah pusat melonggarkan aturan berkaitan dengan ketersediaan lahan pertanian pangan berkelanjutan. “Aturan sudah ada dan batas-batas pemanfaatannya ruang sudah ada dan harus bisa dibuka dan mana yang tidak boleh harus jelas,” kata Walikota dikonfirmasi akhir pekan kemarin.

Permintaan untuk melonggarkan ketersediaan LP2B karena lahan di Kota Mataram sangat terbatas, yakni 61,3 kilometer. Sebagai ibukota provinsi telah menjadi konsentrasi dimana aktivitas ekonomi, pendidikan, perdagangan, perkantoran dan lain sebagainya bergerak.

Semakin padatnya aktivitas itu diharapkan agar ruang tadinya dijadikan LP2B, agak sedikit ruang bisa dimanfaatkan menjadi tempat dibangun investasi.

Walikota berdalih bahwa sumber pendapatan dari Kota Mataram bukan penghasil pertanian.

Lahan di setiap sudut kota ini dimanfaatkan secara maksimal untuk bisa dibuat ruang investasi.

Jika berbicara dampak pengangguran dan kemiskinan, maka terbukanya ruang investasi sebagai salah satu pintu untuk mengeliminir adalah permasalahan sosial tersebut. “Kota ini sumber penghasilnya bukan dari lahan pertanian. Tentu lahan setiap kota ini dimanfaatkan maksimal untuk bisa membuat ruang investasi,” tegasnya.

Komitmen secara politis tetap menjaga ruang terbuka hijau berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. Namun demikian, adanya aturan LP2B menjadi isu yang akan berdampak pada rencana investasi di Kota Mataram. Pemkot Mataram lanjutnya, telah memasang plang peringatan di beberapa kawasan pertanian yang tidak boleh dibangun.

Hal ini sebagai bentuk mengingatkan masyarakat terhadap keberadaan ruang terbuka hijau.

Lahan pertanian di tahun 2021 sebelumnya 1.513 hektar, mengalami penyusutan menjadi 1.509 hektar di tahun 2022. Sementara, peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah yang mengatur lahan pangan pertanian berkelanjutan mencapai 509 hektar.

Sementara itu, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Mataram Miftahurrahman dikonfirmasi pekan kemarin menyampaikan, hasil dari Kementerian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) Republik Indonesia telah memutuskan lahan sawah dilindungi di Kota Mataram, seluas 800 hektar termasuk ruang terbuka hijau. Khusus kawasan pengembangan pertanian berkelanjutan atau sebelumnya disebut LP2B 480 hektar dari sebelumnya 509 hektar. “Secara total memang 800 hektar itu

(8)

plus dengan RTH juga dimasukkan,” terangnya. Alih fungsi lahan ini disebabkan kebutuhan masyarakat tinggi terhadap pembangunan secara pribadi.

Pemerintah tidak bisa menghalangi masyarakat untuk membangun pemukiman sesuai keinginan karena merupakan lahan milik pribadi. Namun demikian, pemerintah kata Miftah, memiliki kewajiban untuk mengingatkan masyarakat agar tidak membangun di kawasan yang telah ditetapkan sebagai zona hijau atau kawasan yang tidak boleh dibangun.

Pelanggaran itu memiliki konsekuensi terhadap dikenakan sanksi administrasi sampai pembongkaran bangunan. “Iya, memang tidak bisa kita menghalangi masyarakat untuk membangun, tetapi menjadi kewajiban pemerintah untuk mengingatkan,” ujarnya.

Pihaknya memasang plank peringatan sebagai cara pemerintah mensosialisasikan sekaligus mengingatkan masyarakat kawasan zona hijau atau tidak bisa dibangun. Pemasangan plank peringatan itu difokuskan di kawasan Lingkar Selatan karena banyak termasuk zona hijau.

Khusus di pemukiman juga masuk zona hijau secara bertahap akan dipasang tersebut sebagai bentuk pengendalian pada masyarakat agar tidak membangun dan mentaati pola tata ruang.

Sebagai suatu catatan atas berita diatas, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, disebutkan bahwa :

Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah proses menetapkan lahan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan melalui tata cara yang diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

Penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan meliputi : a. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan;

b. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan c. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Yang dimaksud Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budi daya pertanian terutama pada wilayah pedesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional, sedangkan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada masa yang akan datang . Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan berada pada kawasan peruntukan pertanian terutama pada kawasan perdesaan. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan ditetapkan berdasarkan kriteria, persyaratan, dan tata cara penetapan. Kawasan yang dapat ditetapkan menjadi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus memenuhi kriteria :

a. Memiliki hamparan lahan dengan luasan tertentu sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan b. Menghasilkan pangan pokok dengan tingkat produksi yang dapat memenuhi

kebutuhan pangan sebagian besar masyarakat setempat, kabupaten/kota, provinsi, dan/atau nasional.

(9)

1. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 1 angka 1

2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 1 angka 3

3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 4

4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 1 angka 5

5. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 1 angka 4

6. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 5

7. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 7

8. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 8

Kawasan yang dapat ditetapkan menjadi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus memenuhi persyaratan :

a. Berada di dalam dan/atau di luar kawasan peruntukan pertanian; dan

b. Termuat dalam Rencana Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berada di dalam Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan berada pada kawasan perdesaan dan/atau pada kawasan perkotaan di wilayah kabupaten/kota. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ditetapkan berdasarkan kriteria, persyaratan, dan tata cara penetapan. Lahan yang dapat ditetapkan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus memenuhi kriteria :

a. Berada pada kesatuan hamparan lahan yang mendukung produktivitas dan efisiensi produksi. Kriteria lahan yang berada pada kesatuan hamparan lahan ditentukan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial budaya masyarakat.

b. Memiliki potensi teknis dan kesesuaian lahan yang sangat sesuai, sesuai, atau agak sesuai untuk peruntukan pertanian pangan.

Kriteria lahan yang memiliki potensi teknis dan kesesuaian lahan ditentukan dengan mempertimbangkan :

1) Kelerengan;

2) Iklim; dan

3) Sifat fisik, kimia, dan biologi tanah;

yang cocok untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian pangan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan.

c. Didukung infrastruktur dasar.

d. Telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 9

(10)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 20 ayat (1)

11. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 20 ayat (2)

12. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 21

13. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 22 ayat (1)

14. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 22 ayat (2)

15. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan, Pasal 22 ayat (3)

Kriteria lahan yang telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan ditentukan dengan pertimbangan :

1) Produktivitas;

2) Intensitas pertanaman;

3) Ketersedian air;

4) Konservasi;

5) Berwawasan lingkungan; dan 6) Berkelanjutan.

Lahan yang dapat ditetapkan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan harus memenuhi persyaratan:

a. Berada di dalam atau di luar Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan b. Termuat dalam Rencana Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.

Upaya apa yang dapat dilakukan?

Pertama, pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi NTB perlu menguatkan peraturan daerah terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dalam mempertahankan lahan pertanian produktif.

Kedua, lahan pertanian yang dialihfungsikan atas kebutuhan tertentu perlu disediakan lahan penggantinya. Untuk itu, diperlukan kerja sama antara pemilik lahan yang ingin mengalihfungsikan lahannya dengan pihak terkait agar lahan yang dialihfungsikan tercatat dan diperoleh lahan pengganti.

Selain itu, seni memanfaatkan lahan sempit di area perkotaan dengan bercocok tanam secara hidroponik juga merupakan solusi yang cukup menjanjikan.

Ketiga, mengupayakan ketersediaan lahan pertanian melalui intensifikasi pertanian dengan memberikan subsidi pupuk atau obat-obatan pertanian, perbaikan aliran irigasi, penetapan harga jual hasil padi yang wajar, dan lain-lain demi menjaga hasil produksi pertanian.

Sebagai salah satu lumbung pangan nasional, mari bahu membahu membangun pertanian NTB dan mencari solusi bersama terkait alih fungsi lahan demi menjaga ketahanan pangan nasional hingga masa depan anak cucu nanti.

(11)

REFERENSI

https://kumparan.com/nita-yuniarti-1696856033499295760/pertanian-ntb-sektor-unggulan- di-tengah-maraknya-alih-fungsi-lahan-21LcXRmLres

https://www.suarantb.com/2023/01/23/walikota-minta-lp2b-dilonggarkan/, diakses tanggal 26 Januari 2023;

Suara NTB, Walikota Minta LP2B Dilonggarkan, Senin, 23 Januari 2023.

https://ntb.bpk.go.id/wp-content/uploads/2023/08/BLES_01_04-Lahan-Pertanian-Pangan- Berkelanjutan.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Pemerintah mengelurakan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan alih fungsi lahan

Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian di kabupaten karanganyar diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Karanganyar Nomor

1(1) Ketersediaan pengganti Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf d wajib dilakukan oleh pihak yang melakukan alih fungsi

Walaupun Selama ini berbagai kebijakan yang berkaitan dengan masalah pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan ini sudah dibuat,tetapi implementasi dari

(2) Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan untuk pengadaan tanah guna kepentingan

40 Pengijinan alih fungsi tersebut bertentangan dengan kebijakan Pemerintah yang termuat dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Penetapan Dan

[I] Pengalihan fungsi lahan non pertanian pangan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3 huruf c, terutama dilakukan terhadap tanah

Berdasarkan perencanaan yang telah dilakukan, alih fungsi lahan di Kota Serang akan mencapai 1863,20 ha, pengurangan lahan pertanian pada perubahan RTRW seluas 838,2 ha, merupakan