TUGAS MATA KULIAH
DASAR-DASAR PEMAHAMAN TINGKAH LAKU Dosen Pengampu : Dra. Fransisca Mudjijanti,M.M.
PEMAHAMAN TINGKAH LAKU MENURUT PRESPEKTIF KOGNITIF
DISUSUN OLEH Yosefina Dila A.P NRP 7203021005
FAKULTAS PSIKOLOGI PSDKU PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA KAMPUS KOTA MADIUN
OKTOBER 2023
i
KATA PEMBUKA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah lintas prodi dasar-dasar pemahaman tingkah laku. Selain itu makalah ini juga diharapkan dapat berguna dalam memperluas ilmu pembaca.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah dasar-dasar pemahaman tingkah laku karena telah memberikan kami tugas ini, karena dengan tugas ini penulis jadi mengetahui beberapa hal baru yang berkaitan dengan mata kuliah dasar-dasar pemahaman tingkah laku. Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terimakasih terhadap berbagai media yang telah memberikan sebagian ilmunya kepada kami sehingga penulis dapat mengerjakan tugas ini dengan lancar.
Untuk yang terakhir, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka dari itu penulis harapkan agar Ibu Dosen serta para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun terkait makalah yang penulis kerjakan ini.
Madiun, 7 Oktober 2023
ii DAFTAR ISI
KATA PEMBUKA ... i
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan ... 2
BAB II ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Pengertian Perilaku ... 3
2.2 Pengertian Kognitif ... 3
2.3 Tokoh Kognitif Jean Piaget ... 4
2.3.1 Sejarah hidup Jean Piaget ... 4
2.3.1 Tahap Perkembangan Kognitif ... 6
2.4 Tokoh Kognitif Albert Bandura ... 10
2.4.1 Sejarah hidup Albert Bandura ... 10
2.4.2 Teori Kepribadian Bandura ... 11
2.4.3 Teori pembelajaran sosial Bandura ... 11
2.5 Tokoh Kognitif Jerome Bruner ... 12
2.5.1 Sejarah hidup Jerome Bruner ... 12
2.5.2 Tahap Perkembangan Kognitif menurut Bruner ... 12
2.5.3 Proses kognitif dalam belajar : ... 13
2.6 Contoh perilaku kognitif dalam pembelajaran ... 13
2.7 Karakteristik Perkembangan kognitif ... 14
2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif ... 15
2.9 Membantu Perkembangan kognitif dan implikasinya dalam dunia pendidikan ... 17
2.10 Hubungan Kognitif dengan tingkah laku ... 17
BAB III ... 19
3.1 Kesimpulan ... 19
iii
3.2 Saran ... 19 DAFTAR PUSTAKA ... 20
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Secara bahasa kognitif berasal dari bahasa latin ”Cogitare” artinya berfikir.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kognitif berarti segala sesuatu yang berhubungan atau melibatkan kognisi, atau berdasarkan pengetahuan faktual yang empiris. Dalam pekembangan selanjutnya, istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi, baik psikologi perkembangan maupun psikologi pendidikan. Dalam psikologi, kognitif mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental manusia yang berhubungan dengan masalah pengertian, pemahaman, perhatian, menyangka, mempertimbangkan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, membayangkan, memperkirakan, berpikir, keyakinan dan sebagainya.
Teori kognitf pada awalnya dikemukakan oleh Dewwy, dilanjutkan oleh Jean Piaget, Kohlberg, Damon, Mosher, Perry dan lain-lain, yang membicarakan tentang perkembangan kognitif dalam kaitannya dengan belajar.
Kemudian dilanjutkan oleh Jerome Bruner, David Asubel, Chr. Von Ehrenfels Koffka, Wertheimer dan sebagainya. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antar stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar melibatkan prinsip-prinsip dasar psikologi, yaitu belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial dan lewat pengalaman sendiri.
Teori belajar kognitif muncul dilatarbelakangi oleh ada beberapa ahli yang belum merasa puas terhadap penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar, sebagaimana dikemukakan oleh teori Behavior, yang menekankan pada hubungan stimulus-respons reinforcement. Munculnya teori kognitif merupakan wujud nyata dari kritik terhadap teori Behavior yang dianggap terlalu naïf, sederhana, tidak masuk akal dan sulit dipertanggungjawabkan secara psikologis.
Menurut paham kognitif, tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward (ganjaran) dan reinforcement (penguatan). Tingkah laku
2
seseorang senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan untuk mengenal atau memikirkan situasi di mana tingkahlaku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh pemahaman atau insight untuk pemecahan masalah. Paham kognitifis berpandangan bahwa, tingkahlaku seseorang sangat tergantung pada pemahaman atau insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pemahaman tingkah laku berdasarkan prespektif kognitif ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui Bagaimana pemahaman tingkah laku berdasarkan prespektif kognitif.
3 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku
Menurut KBBI perilaku merupakan keadaan manusia yang pada umumnya yaitu bagaimana individu tersebut bertindak. Sedangkan individu adalah kata benda dari individual yang berarti perorangan atau oknum. Menurut Webster individu berarti seseorang yang berbeda dengan yang lain karena ciri-cirinya yang khusus. Jadi perilaku dari individu merupakan reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan yang di tujukan oleh setiap individu. Biasanya perilaku individu terbentuk melalui kepribadian serta pengalamannya. Individu memiliki empat perilaku variabel diantaranya ialah :
1. Karakteristik biografis,merupakan karakteristik pribadi yang terdiri dari usia,jenis kelamin,status perkawinan dan masa kerja.
2. Kemampuan, individu memiliki dua kemampuan yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
3. Kepribadian, merupakan himpunan karakteristik dan kecenderungan yang stabil serta menentukan sifat umum dan perbedaan dalam perilaku sesorang.
4. Pembelajaran, ialah setiap perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.
2.2 Pengertian Kognitif
Istilah cognitive berasal dari kata cognition, yang berarti knowing atau mengetahui, yang dalam arti luas berarti perolehan, penataan, dan pengunaan pengetahuan (Neisser, 1976). Secara sederhana, dapat dipahami bahwa kemampuan kognitif adalah kemampuan yang dimiliki anak untuk berfikir lebih kompleks, serta kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu ranah psikologis manusia meliputi perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pengolahan informasi, pemecahan masalah dan keyakinan.
Menurut Chaplin dalam Dictionary of Psycologhy karyanya, kognisi adalah konsep umum yang mencakup seluruh bentuk pengenalan, termasuk didalamnya mengamati, menilai, memerhatikan, menyangka, membayangkan, menduga, dan
4
menilai. Sedangkan menurut Mayers (1996) menjelaskan bahwa kognisi merupakan kemampuan membayangkan dan menggambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan penggambaran ini.
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa kognisi adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengetahuan.
2.3 Tokoh Kognitif Jean Piaget 2.3.1 Sejarah hidup Jean Piaget
Jean Piaget lahir pada tanggal 1989 di Neuhatel, Swiss, Ayahnya adalah seorang profesor dengan spesialis ahli sejarah abad pertengahan, ibunya adalah seorang yang dinamis, inteligen dan takwa. Waktu mudanya Piaget sangat tertarik pada alam, ia suka mengamati burung-burung, ikan dan binatang-binatang di alam bebas. Itulah sebabnya ia sangat tertarik pada pelajaran biologi di sekolah. Pada waktu umur 10 tahun ia sudah menerbitkan karangannya yang pertama tentang burung pipit albino dalam majalah ilmu pengetahuan alam.
Piaget juga mulai belajar tentang moluska dan menerbitkan seri karangannya tentang moluska, karena karangan yang bagus, pada umur 15 tahun ia ditawari suatu kedudukan sebagai kurator moluska di museum ilmu pengetahuan alam di Geneva.
Ia menolak tawaran tersebut ia harus menyelesaikan sekolah menengah lebih dahulu. (Paul Suparno, 2006:11) Perkembangan pemikiran Piaget banyak dipengaruhi oleh Samuel Cornut sebagai bapak pelindungnya, seorang ahli dari Swiss. Cornut mengamati bahwa Piaget selama masa remaja sudah terlalu memusatkan pikirannya pada biologi, menurutnya ini dapat membuat pikiran Piaget menjadi sempit. Oleh karena itu Cornut ingin mempengaruhi Piaget dengan memperkenalkan filsafat. Ini semua membuat Piaget mulai tertarik pada bidang epistimologi, suatu cabang filsafat mempelajari soal pengetahuan, apa itu pengetahuan dan bagaimana itu pengetahuan diperoleh.
Piaget berkonsentrasi pada dua bidang itu: biologi dan filsafat pengetahuan.
Biologi lebih berkaitan dengan kehidupan sedangkan filsafat lebih pada
5
pengetahuan. Biologi menggunakan metode ilmiah, sedangkan filsafat menggunakan metode spekulatif. Pada tahun 1916 Piaget menyelesaikan pendidikan sarjana dalam bidang biologi di universitas Neuchatel. Dua tahun kemudian, pada umur 21 tahun Piaget menyelesaikan disertasi tentang moluska dan memperoleh doktor filsafat. (Paul Suparno, 2006:12).
Setelah mempelajari dan tertarik dengan ilmu biologi, lalu kemudian ia mengalihkan fokusnya ke perkembangan intelektual (termasuk tahap perkembangan anaknya sendiri) dan mulai pengaruh besar pada konsep kognitif dalam perkembangan kepribadian. Piaget, ahli biologi yang memperoleh nama sebagai psikolog anak karena mempelajari perkembangan inteligensi, menghabiskan ribuan jam mengamati anak yang sedang bermain dan menanyakan mereka tentang perilaku dan perasaannya.
Ia tidak mengembangkan teori sosialisasi yang komprehensif, tetapi memusatkan perhatian pada bagaimana anak belajar, berbicara, berfikir, bernalar dan akhirnya membentuk pertimbangan moral. Bersama dengan istrinya yang bernama Valentine Catenay yang menikah pada tahun 1923, ia awal mulanya meneliti anaknya sendiri yang lahir pada tahun 1925, 1927 dan 1931 dan hasil pengamatan tersebut di publikasikan dalam the origins of inteligence in children dan the construction of reality in the child pada bab yang membahas tahap sensorimotor. (Loward S. Friedman & Miriam W. Schhuctarc, 2006:259). Dalam dekade hidup Piaget hingga akhirnya, ia telah menulis lebih dari 60 buku dan ratusan artikel. Jean Piaget meninggal di Genewa pada tangggal 16 September 1980. Ia adalah salah satu tokoh psikologi penting di abad ke-20. (Ladius Naisaban, 2006:324)
Jean Piaget beranggapan bahwa suatu perkembangan kognitif adalah sebuah proses yang terjadi secara genetik. Oleh sebab itu, proses genetik diyakini berdasarkan dari kondisi biologis seseorang. Dalam hal ini, kondisi biologis dapat dilihat melalui adanya perkembangan atau pertumbuhan yang terjadi pada sistem saraf. Misalnya, seseorang yang bertambah usia, maka susunan susunan sistem sarafnya semakin kompleks, bahkan akan kemampuan yang dimiliki akan semakin bertambah.
6
Jean Piaget mengatakan bahwa kemampuan berpikir dan kekuatan mental dari seorang anak yang berbeda usia, maka perkembangan intelektual secara kualitatif juga berbeda. Oleh sebab itu, Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif yang terjadi pada seseorang secara kuantitatif ke dalam empat tahap, di antaranya:
2.3.1 Tahap Perkembangan Kognitif
Tahap-tahap perkembangan kemampuan kognitif manusia terbagi dalam beberapa fase. Piaget membagi perkembangan kemampuan kognitif manusia menurut usia menjadi 4 tahapan :
1) Tahap sensori (sensori motor)
Perkembangan kognitif tahap ini terjadi pada usia 0-2 tahun. Pada usia ini bayi tidak bisa memisahkan dirinya dengan lingkungan sekitarnya (decentration) bayi centerd pada dirinya sendiri lalu baru pada tahap berikutnya ia mengalami decentration pada dirinya sendiri. Pada tahap sensori ini bayi bergerak dari tindakan reflex in-stinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis.
Bayi membangun pemahaman tentang dunia melalui pengoodinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik. Tahap ini pemikiran anak mulai melibatkan penglihatan, pendengaran, pergeseran dan persentuhan serta selera. Artinya anak memiliki kemampuan untuk menangkap segala sesuatu melalui inderanya Bagi Piaget masa ini sangat penting untuk pembinaan perkembangan pemikiran sebagai dasar untuk mengembangkan intelegensinya.
Pemikiran anak bersifat praktis dan sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Sehingga sangat bermanfaat bagi anak untuk belajar dengan lingkungannya. Jika seorang anak telah mulai memiliki kemampuan untuk merespon perkataan verbal orang dewasa, menurut teori ini hal tersebut lebih bersifat kebiasaan, belum memasuki tahapan berfirkir.
7 2) Tahap pra-operasional (pre-operational)
Fase perkembangan kemampuan kognitif ini terjadi para rentang usia 2-7 tahun. Pada tahap ini, anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata- kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi inderawi dan tindakan fisik.
Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri:
- Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi tidak logis.
- Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan sebabakibat secara tidak logis.
- Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya.
- Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa seperti manusia.
- Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat atau di dengar.
- Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
- Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya
- Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak dirinya.
3) Tahap operasi konkrit (concrete operational)
Tahap operasi konkrit terjadi pada rentang usia 7-11 tahun. Pada tahap ini akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentukbentuk yang berbeda.Kemampuan untuk mengklasifikasikan sesuatu sudah ada, tetapi belum bisa memecahkan problem-problem abstrak. Operasi konkret adalah
8
tindakan mental yang bisa dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret nyata.
Operasi konkret membuat anak bisa mengoordinasikan beberapa karakteristik, jadi bukan hanya fokus pada satu kualitas objek. Pada level opersional konkret, anak-anak secara mental bisa melakukan sesuatu yang sebelumnya hanya mereka bisa lakukan secara fisik, dan mereka dapat membalikkan operasi konkret ini. Yang penting dalam kemampuan tahap operasional konkret adalah pengklasifikasian atau membagi sesuatu menjadi sub yang berbeda-beda dan memahami hubungannya.
Tahap ini dimulai dengan tahap progressive decentring di usia tujuh tahun. Sebagian besar anak telah memiliki kemampuan untuk mempertahankan ingatan tentang ukuran, panjang atau jumlah benda cair.
Maksud ingatan yang dipertahankan di sini adalah gagasan bahwa satu kuantitas akan tetap sama walaupun penampakan luarnya terlihat berubah.
Jika Anda memperlihatkan 4 kelereng dalam sebuah kotak lalu menyerakkannya di lantai, maka perhatian anak yang masih berada pada tahap praopersional akan terpusat pada terseraknya kelereng tersebut dan akan percaya jumlahnya bertambah banyak.
Sebaliknya, anak-anak yang telah berada pada tahap opersional konkret akan segera tahu bahwa umlah kelereng itu tetap 4. Anak pun akan tahu jika anda menuangkan susu yang ada di gelas gendut ke gelas ramping, maka volumenya tetap sama, kecuali jika jumlah susu yang dituangkan memang sengaja dibedakan. Di usia 7 atau 8 tahun, seorang anak akan mengembangkan kemampuan mempertahankan ingatan terhadap substansi.
Jika anda mengambil tanah liat yang berbentuk bola kemudian memencetnya jadi pipih atau anda pecahpecah menjadi sepuluh bola yang lebih kecil, dia pasti tahu bahwa itu semua masih tanah liat yang sama.
Bahkan kalau anda mengubah kembali menjadi bola seperti semula, dia tetap tahu bahwa itu adalah tanah liat yang sama. Proses ini disebut proses keterbalikan. Di usia 9 atau 10 tahun, kemampuan terakhir dalam mempertahankan ingatan mulai diasah, yakni ingatan tentang ruang. Jika
9
anda meletakkan 4 buah benda persegi 1 x 1 cm di atas kertas seluas 10 cm persegi, anak yang mampu mempertahankan ingatannya akan tahu bahwa ruang kertas yang ditempati keempat benda kecil tadi sama, walau dimanapun diletakkan.
Dalam tahap ini, seorang anak juga belajar melakukan pemilahan (classification) dan pengurutan (seriation). Contoh percobaan Piagetian dalam hal ini adalah: meminta anak untuk memahami hubungan antar kelas.
Salah satu tugas itu disebut seriation, yakni operasi konkret yang melibatkan stimuli pengurutan di sepanjang dimensi kuantitatif. Untuk mengetahui apakah murid dapat mengurutkan, seorang guru bisa meletakkan 8 batang lidi dengan panjang yang berbeda-beda secara acak di atas meja. Guru kemudian meminta murid untuk mengurutkan batang lidi tersebut berdasarkan panjangnya.
Pemikiran operasional konkret dapat secara bersamaan memahami bahwa setiap batang harus lebih panjang ketimbang batang sebelumnya atau batang sesudahnya harus lebih pendek dari sebelumnya. Aspek lain dari penalaran tentang hubungan antar kelas adalah transtivity yaitu kemampuan untuk mengombinasikan hubungan secara logis untuk memahami kesimpulan tertentu.
4) Tahap operasi formal (formal operational)
Tahap operasi formal ada pada rentang usia 11 tahun-dewasa. Pada fase ini dikenal juga dengan masa remaja. Remaja berpikir dengan cara lebih abstrak, logis, dan lebih idealistic. Tahap operasional formal, usia sebelas sampai lima belas tahun. Pada tahap ini individu sudah mulai memikirkan pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis dan logis. Kualitas abstrak dari pemikiran operasional formal tampak jelas dalam pemecahan problem verbal. Pemikir operasional konkret perlu melihat elemen konkret A, B, dan C untuk menarik kesimpulan logis bahwa jika A = B dan B = C, maka A = C. Sebaliknya pemikir operasional formal
10
dapat memecahkan persoalan itu walau problem ini hanya disajikan secara verbal.
Selain memiliki kemampuan abstraksi, pemikir operasional formal juga memiliki kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinankemungkinan. Pada tahap ini, anak mulai melakukan pemikiran spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain. Konsep operasional formal juga menyatakan bahwa anak dapat mengembangkan hipotesis deduktif tentang cara untuk memecahkan problem dan mencapai kesimpulan secara sistematis.
2.4 Tokoh Kognitif Albert Bandura 2.4.1 Sejarah hidup Albert Bandura
Albert Bandura lahir di Mundare, Alberta, Kanada, pada tanggal 04 Desember 1925. Bandura adalah keturunan Polandia dan Ukraina; ayahnya berasal dari Kraków, Polandia sedangkan ibunya berasal dari Ukraina. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil hingga Bandura menempuh pendidikan di sana.
Keterbatasan pendidikan di kota terpencil seperti ini menyebabkan Bandura menjadi mandiri dan memiliki motivasi dalam hal belajar, dan sifat-sifat yang berkembang ini terbukti sangat membantu dalam karirnya yang panjang. Bandura pernah menempuh pendidikan di sekolah kecil yang hanya memiliki dua orang guru.
Menurut Bandura, karena terbatasnya akses ke sumber daya pendidikan,
“para siswa harus bertanggung jawab atas pendidikan mereka sendiri” Albert Bandura kemudian melanjutkan pendidikannya di University of British Colombia.
Pada awalnya, Bandura memilih jurusan ilmu biologi dan minatnya dalam psikologi terbentuk secara tidak sengaja. Setelah tiga tahun menempuh pendidikan, Bandura meraih gelar sarjana di tahun 1949. Kemudian meraih gelar Master dalam bidang psikologi tahun 1951 hingga setahun berikutnya meraih gelar doctor (Ph.D) dalam bidang psikologi klinis.
11
Setelah lulus, Bandura diterima bekerja di Standford University. Saat itu juga, berbagai penelitian mulai dijalankan dan dikembangkan. Di tahun 1964, Albert Bandura dilantik sebagai profesor dan kemudian di tahun 1980 mendapatkan anugerah American Psychological Association untuk kategori Distinguished scientific contribution pada tahub 1980.
Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh keluarga dengan tingkah laku social dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mulai meneliti tentang agresi pembelajaran social dan mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama mendapat gelar doctor sebagai asistennya. Bandura berpendapat, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran social, salah satu konsep dalam aliran behaviorime yang menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman, dan evaluasi.
2.4.2 Teori Kepribadian Bandura
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Social Learning Teory ) salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari fikiran, pemahaman dan evaluasi. Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya.
2.4.3 Teori pembelajaran sosial Bandura
Pembelajaran Sosial yang dikemukakan oleh Bandura telah memberi penekanan tentang bagaimana perilaku manusia dipengaruhi oleh persekitaran melalui peneguhan (reinforcement) dan pembelajaran peniruan (observational learning), dan cara berfikir yang kita miliki terhadap sesuatu maklumat dan juga sebaliknya, yaitu bagaimana tingkah laku kita mempengaruhi sekitar dan menghasilkan peneguhan (reinforcement) dan peluang untuk diperhatikan oleh orang lain
12
(observational opportunity). Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh pada pola belajar sosial jenis ini.
2.5 Tokoh Kognitif Jerome Bruner 2.5.1 Sejarah hidup Jerome Bruner
Jerome Seymour Bruner atau lebih dikenal dengan nama Jerome Bruner. Ia lahir di New York City, Amerika Serikat pada tanggal 1 Oktober 1915. Jerome Bruner meninggal dunia pada tahun 2016. Ia lulus dari Universitas Harvard dan mendapatkan gelar Doktor. Setelah itu, Jerome melakukan penelitian terhadap persepsi dan pembelajaran.
Jerome Bruner mengatakan bahwa seorang guru harus bisa untuk memberikan kesempatan pada peserta didiknya agar bisa menjadi seorang yang bisa menyelesaikan suatu masalah, seorang yang cerdas, seorang yang menyukai sejarah, seorang yang pandai dalam bidang matematika, dan sebagainya. Dalam pandangan Jerome Bruner proses belajar sangat dipengaruhi dengan adanya pengaruh kebudayaan terhadap perilaku peserta didik.
2.5.2 Tahap Perkembangan Kognitif menurut Bruner
Free discovery learning adalah teori belajar kognitif yang telah ditemukan dan dikembangkan oleh Jerome Bruner. Ia menyatakan bahwa suatu proses belajar atau pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan kreatif apabila seorang guru dapat memberikan kesempatan pada peserta didik demi menemukan sebuah konsep, aturan, teori, dan pemahaman yang berkaitan dengan kehidupan.
Selain itu, Jerome Bruner juga membagi perkembangan kognitif menjadi 3 tahap atau model, yaitu:
1) Tahap Enaktif : Tahap enaktif adalah tahap kognitif yang di mana seseorang sudah bisa melakukan berbagai macam aktivitas agar bisa memahami suatu lingkungan yang ada didekatnya. Misalnya, peserta didik mampu untuk
13
menendang bola, tetapi tidak mampu untuk menggumpalkan atau menggambarkan kegiatan itu lewat kata-kata.
2) Tahap Ikonik : Tahap ikonik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah mengerti berbagai jenis objek atau “dunianya” dengan melihat gambar- gambar atau visualisasi verbal. Dengan kata lain, pada tahap kognitif ini seseorang akan memahami suatu hal melalui suatu perumpamaan atau perbandingan. Misalnya, peserta didik sudah memiliki gambaran tentang mobil yang sedang berjalan, tetapi mereka belum bisa mengungkapkan dalam sebuah susunan kalimat.
3) Tahap Simbolik : Tahap simbolik adalah tahap kognitif ketika seseorang sudah memiliki kemampuan untuk menciptakan gagasan-gagasan atau ide- ide yang sifatnya abstrak dan biasanya akan dipengaruhi dengan kemampuan yang dimilikinya, seperti kemampuan bahasa dan kemampuan logika.
2.5.3 Proses kognitif dalam belajar :
Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu:
1. Tahap Informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru,
2. Tahap Transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta ditransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, 3. Tahap Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil
transformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak.
2.6 Contoh perilaku kognitif dalam pembelajaran
1. Bagi seorang guru, sebaiknya meminta kepada peserta didik untuk menggambarkan pengalaman yang telah mereka lewati, kemudian dituangkan ke dalam bentuk kalimat. Misalnya, menceritakan pengalaman ketika liburan sekolah.
14
2. Memberikan bantuan kepada peserta didik ketika sedang menghadapi suatu masalah, dengan cara memberikan solusi-solusi dan menumbuhkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis.
3. Membantu peserta didik untuk memaksimalkan ide-ide atau gagasan-gagasannya agar dapat terwujud.
4. Mengajak para peserta didik untuk membiasakan diri melakukan diskusi.
Seorang guru dapat melakukan hal ini dengan cara memberikan kepada peserta didik untuk menyampaikan materi pembelajaran, kemudian peserta didik lainnya memberikan pertanyaan.
5. Seorang guru dapat meningkatkan kemampuan kognitif peserta didik dengan cara membuat permainan atau menyampaikan materi pembelajaran menggunakan visualisasi gambar.
6. Selalu memotivasi peserta didik dan tidak terlalu memfokuskan kegiatan belajar pada hapalan saja. Hal ini perlu dilakukan agar menciptakan kegiatan belajar yang bermakna.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori belajar kognitif memiliki peranan penting dalam mengubah mental dari peserta didik. Maka dari itu, teori belajar kognitif lebih mengutamakan proses pembelajaran daripada hasil dari pembelajaran itu sendir. Seorang guru yang menerapkan teori belajar kognitif selalu percaya bahwa proses belajar bisa mengubah mental dan cara berpikir yang cukup kompleks. Sederhananya, teori belajar kognitif tidak harus dilihat dari perubahan tingkah laku peserta didik, tetapi lebih mementingkan yang dimiliki oleh peserta didikan dalam melihat atau menilai suatu hal.
2.7 Karakteristik Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif pada anak dapat dibedakan menjadi 2 :
15 a. Anak-anak (usia Sekolah Dasar)
Pada anak sekitar usia Sekolah Dasar, aktivitas mental anak terfokus pada objek yang nyata atau pada berbagai kejadian yang pernah dialaminya. Ini bararti bahwa anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan berpikir melalui urutan sebab-akibat.
Dalam memahami alam sekitarnya, mereka tidak lagi mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaidranya, karena mereka mulai memiliki kemamapuan untuk membedakan apa yamg tampak oleh mata dengan kenyataan yang sesungguhnya. Menurut Piaget, anak pada masa ini telah mampu menyadari konservasi (kemampuan anak untuk berhubungan dengan aspek yang berbeda), karena anak telah mengembangkan tiga macam proses, yaitu : Negasi (Negation), Hubungan timbal balik (Resipsokasi), dan Identitas.
b. Remaja (SMP dan SMA)
Secara umum, karakteristik perkembangan usia remaja ditandai dengan kemampuan berpikir secara abstrak dan hipotesis, sehingga ia mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak. Remaja dapat mangintegrasikan apa yang telah mereka pelajari dengan tatantngan di masa mendatang dan membuat rencana untuk masa depan. Mereka juga sudah mampu berpikir secara sistematk, mampu berpikir dalam kerangka apa yang mungkin terjadi, bukan hanya apa yang terjadi.
2.8 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif pada seorang anak tidak serta merta tumbuh begitu saja. Hal ini berarti bahwa setiap manusia (anak) memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perkembangan kognitif pada anak memang tidak dapat dikatakan sama dari anak yang satu dengan anak yang lain. Perbedaan perkembangan ini tidak lepas dari beberapa faktor. Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada diri seorang anak.
1. Perkembangan organik dan kematangan sistem syaraf.
16
Hal ini erat kaitannya dengan pertumbuhan fisik dan perkembangan organ tubuh anak itu sendiri. Seorang anak yang memiliki kelainan fisik belum tentu mengalami perkembangan kognitif yang lambat. Begitu juga sebaliknya, seorang anak yang pertumbuhan fisiknya sempurna bukan merupakan jaminan pula perkembangan kognitifnya cepat. Sistem syaraf dalam diri anak turut mempengaruhi proses perkembangan kognitif anak itu sendiri. Bila syaraf dalam otaknya terdapat gangguan tentu saja perkembangan kognitifnya tidak seperti anak- anak pada umumnya (dalam hal ini anak dalam kondisi normal), bisa jadi perkembangannya cepat tetapi bisa juga sebaliknya.
2. Latihan dan Pengalaman
Hal ini berkaitan dengan pengembangan diri anak melalui serangkaian latihan- latihan dan pengalaman yang diperolehnya. Perkembangan kognitif seorang anak sangat dipengaruhi oleh latihan-latihan dan pengalaman.
3. Interaksi Sosial
Perkembangan kognitif anak juga dipengaruhi oleh hubungan anak terhadap lingkungan sekitarnya, terutama situasi sosialnya, baik itu interaksi antara teman sebaya maupun orang - orang terdekatnya.
4. Ekuilibrasi
Ekuilibrasi merupakan proses terjadinya keseimbangan yang mengacu pada keempat tahap perkembangan kognitif menurut Jean Piaget. Keseimbangan tahapan yang dilalui si anak tentu menjadi faktor penentu bagi perkembangan kognitif anak itu sendiri.
17
2.9 Membantu Perkembangan kognitif dan implikasinya dalam dunia pendidikan
Sosok yang sangat berperan penting untuk mengembangkan fungsi kognitif anak terutama dalam belajar adalah seorang guru. Guru dapat melakukuan beberapa hal yang dapat membantu siswa untuk memahami pelajaran. Berikut adalah beberapa praktek yang dapat fungsi kognitif siswa dalam mengingat, memahami, dan meneapkan informasi / pengetahuan.
1. Membuat pembelajaran relevan dan mengaktifkan pengetahuan sebelumnya.
Penggunaan organisator awal (analogi, elaborasi) dengan siswa dapat membantu mengaktifkan pengetahuan mereka taerdahulu.
2. Mengorganisasikan informasi.
Materi yang diorganisasikan dengan baik, akan lebih mudah dipelajari dan diingat daripada materi yang kurang terorganisir. Contohnya, kelompok masalah yang spesifik dikelompokan dibawah masalah yang lebih umum.
3. Menggunakan tekhnik bertanya.
Penyajian pertanyaan sebelum pengenalan bahan pengajaran dapat membantu siswa mempelajari bahan yang terkait dengan pengajaran tersebut.
4. Menggunakan model konseptual.
Salah saatu contoh dari model konseptual adalah diagram yang memperlihatkan unsur-unsur informasi atau pengetahuan.
2.10 Hubungan Kognitif dengan tingkah laku
Perkembangan kognitif pada seorang individu berpusat pada otak, dalam perspektif psikologi kognitif otak adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan seperti ranah afektif (rasa), dan ranah psikomotor (karsa). Tanpa ranah kognitif, sulit dibayangkan seorang siswa dapat berfikir. Selanjutnya, tanpa berfikir mustahil siswa tersebut dapat memahami faedah materi-materi yang disajikan guru kepadanya. Akan tetapi fungsi afektif dan psikomotor pun dibutuhkan oleh siswa, sebagai pendukung dari fungsi kognitif.
Dapat kita pahami dari uraian diatas bahwa hubungan kognitif dengan hasil belajar sangat berparan penting, karena tanpa adanya fungsi kognitif pada siswa ia tidak akan mampu untuk memahami apa yang disampaikan guru, sehingga hasil
18
belajarnya pun akan kurang maksimal. Bagaimana ia bisa memperoleh hasil yang baik jika materi yang disampaikan guru pun tidak ia pahami.
Hubungan perkembangan kognitif juga sangat berpengaruh pada pola tingkah laku anak. Pada tahap sensorimotor, perkembangan mental ditandai dengan kemajuan kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Anak usia sekitar 2 tahun, pola sensori motorik nya semakin kompleks dan mulai mengadopsi suatu sistem simbol yang primitif.
Pada tahap praoperasional (2-7 tahun ), konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental muncul, egoisentrisnya mulai kuat. Pada tahap ini pola pikir anak terbagi 2 : Prakonseptual (2-4th), danPemikiran Intuitif (4-7th). Tahap selanjutnya Concrete Operarational, anak usia 7-11 th lebih banyak meluangkan waktunya (lebih dari 40 %) untuk berinteraksi dengan teman sebayanya.
Pada tahap Formal Operational, anak sudah memasuki masa remaja, disini fungsi kognitif telah mencapai aktivitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan mengambil keputusan.
Dapat kami simpulkan pula bahwa perkembangan kognitif anak berperan penting dalam tingkah laku dan hasil belajar seorang anak. Pola pikir dan tingkah laku anak seperti yang diuraikan diatas merupakan hasil dari fungsi kognitif anak.
19 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Kognisi adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang untuk memperoleh pengetahuan.
Tahap perkembangan kognitif ada 4, antara lain :
1. Tahap Sensory Motor ( berkisar antara usia sejak lahir sampai 2 tahun) 2. Tahap Pre-Operational (berkisar antara 2-7 tahun)
3. Tahap Concrete Operarational (berkisar antara 7-11 tahun) 4. Tahap Formal Operational (berkisar antara 11-15 tahun)
Fungsi kognitif berpusat pada otak, hubungan kognitif dengan hasil belajar sangat berparan penting, karena tanpa adanya fungsi kognitif pada siswa ia tidak akan mampu untuk memahami apa yang disampaikan guru, sehingga hasil belajarnya pun akan kurang maksimal. Bagaimana ia bisa memperoleh hasil yang baik jika materi yang disampaikan guru pun tidak ia pahami.
Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada diri seorang anak : Perkembangan organik dan kematangan sistem syaraf,Latihan dan Pengalaman,Interaksi Sosial,Ekuilibrasi.
Beberapa hal yang dapat membantu perkembangan kognitif:
1. Membuat pembelajaran relevan dan mengaktifkan pengetahuan sebelumnya.
2. Mengorganisasikan informasi.
3. Menggunakan tekhnik bertanya.
4. Menggunakan model konseptual.
3.2 Saran
Dengan membaca makalah ini, penulis berharap agar para pembaca yang budiman dapat mengambil satu hikmah sehingga bisa bermanfaat. Dan tentunya, penulis sadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kelemahan. Dengan demikian, adalah suatu kegembiraan kiranya jika terdapat banyak kritik dan saran dari pembaca sebagai bahan pertimbangan untuk perjalanan ke depan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin. 2011. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Bandung:PT.Remaja Rosda Karya.
Slavin, Robert, ter: Samosir,Marianto :2008.Psikologi Pendidikan Teori dan Praktek.Jakarta:PT.Indeks.
Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung : PT.Remaja Rosda Karya.
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT.Remaja Rosda Karya.
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/self-publishing/2267897-faktor-yang- mempengaruhi-perkembangan-kognitif
https://www.indopositive.org/2019/09/albert-bandura-biografi-teori-dan.html