TUGAS PBL (Project Base Learning)
METODE ELEMEN HINGGA DALAM GEOTEKNIK (SLOPE STABILITY)
Disusun Oleh :
Kevin Anggono 21 0404 006
Wanda Rizky Aulia 21 0404 098 Dosen Pengampu :
Ika Puji Hastuty ST., MT Mata Kuliah :
Metode Elemen Hingga Geoteknik
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2024
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar BelakangDari sudut pandang teknik (engineering), FEM adalah metode untuk memecahkan masalah seperti analisis tegangan, perpindahan panas, aliran fluida dan elektromagnetik dengan menggunakan simulasi komputer. sementara itu dalam artian umum FEM merupakan suatu metode pendekatan numerik, yang dimana persamaan diferensial parsial bisa diselesaikan dengan cara pendekatan dengan kondisi sebenarnya.
Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, sebab dalam rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang berbeda. Seperti halnya pondasi dan tanah, dalam menganalisis pondasi dengan metode elemen hingga terdapat perbedaan kekakuan antara dua elemen, yaitu elemen tanah dan elemen struktur atau pondasi itu sendiri.
1.2
Rumusan MasalahAdapun permasalahan yang ingin dijawab dalam tugas ini antara lain : 1. Memodelkan Rekayasa Geoteknik Menggunakan Software Midas dan Plaxis 2. Dapat Menganalisis hasil dari permodelan
1.3
TujuanAdapun tujuan tugas ini adalah :
1. Mahasiswa mampu menguasai penggunaan software plaxis & midas 2. Mahasiswa mampu memodelkan dan merekayasakan permasalahan
geoteknik sesuai soal tugas yang diberikan 1.4 Batasan Masalah
Adapun soal dalam tugas ini adalah :
1. Mahasiswa memodelkan dan menganalisis Kestabilan lereng Berdasarkan Data tanah yang diberikan
2. Mahasiswa melakukan pemodelan melalui dua software yaitu midas dan plaxis 3. Mahasiswa membandingkan hasil dari pemodelan serta analisis dari kedua
software
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan
Tanah longsor tergolong dalam jenis bencana alam yang kerap terjadi di
Indonesia. Bahkan, intensitas peristiwa tanah longsor setiap tahunnya kerap meningkat.
Data informasi bencana Indonesia mengungkapkan bahwa tanah longsor menjadi bencana paling sering terjadi ketiga setelah banjir dan cuaca ekstrem. Dengan demikian, peristiwa tanah longsor menjadi ancaman yang serius bagi masyarakat Indonesia setiap tahunnya.
Bencana alam tanah longsor pada umumnya terjadi pada daerah dengan topografi lereng curam dengan curah hujan tahunan yang cukup tinggi. Wilayah pegunungan memiliki morfologi yang kasar, sehingga dapat menginisiasi pergerakan tanah yang besar, sebanding dengan gaya gravitasi yang diterima, terlebih pada lereng perbukitan yang curam (Muddarisna et al., 2019). Sementara itu, intensitas curah hujan yang tinggi akan meningkatkan kadar air, menurunkan daya hisap, dan meningkatkan kekuatan geser dari tanah (Liu et al., 2021). Namun demikian, jenis tanah, tutupan lahan, dan jenis batuan tidak dapat dikesampingkan karena juga memberikan pengaruh besar pada kejadian tanah longsor di suatu wilayah.
2.1 Tanah Longsor
Menurut Handbook Landslide USGS (Highland & Bobrowsky, 2008) tanah longsor adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan pergerakan tanah, batuan, dan material organik ke bawah lereng akibat pengaruh gravitasi dan juga bentuk lahan yang dihasilkan dari pergerakan tersebut.
Longsor didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula, sehingga terpisah dari massa yang mantap, karena pengaruh gravitasi dengan jenis gerakan berbentuk rotasi dan translasi (Peraturan Menteri PU No.22/PRT/M/2007).
Tanah longsor dapat terjadi pada material tanah, batuan, atau campuran dari keduanya. Gerakan massa adalah perpindahan massa tanah atau batuan pada arah tegak, miring, atau mendatar dari kedudukan semula yang diakibatkan oleh gangguan keseimbangan massa pada saat itu yang bergerak ke arah bawah melalui bidang gelincir dan material pembentuk lereng.
Tanah longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut dengan mass wasting yang sering juga disebut gerakan massa (mass movement), merupakan perpindahan massa batuan dan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah
karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi akan menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah sehingga terjadilah tanah longsor.
Tanah longsor merupakan fenomena kompleks yang mempengaruhi pemukiman, perkotaan, infrastruktur, pertanian dan lahan yang berharga bagi lingkungan. Saat ini risiko tanah longsor secara substansial meningkat sebagai akibat dari meningkatnya urbanisasi dan infrastruktur yang terkait bersama dengan peningkatan atau perubahan curah hujan dan iklim. Volume tanah longsor dapat bervariasi dari puluhan meter kubik hingga beberapa kilometer kubik untuk tanah longsor raksasa, sedangkan kecepatan tanah longsor dapat berkisar dari beberapa sentimeter per tahun untuk tanah longsor yang bergerak lambat hingga puluhan kilometer per jam untuk tanah longsor yang cepat dan sangat merusak. Menurut keadaan aktivitas atau pergerakannya, tanah longsor yang ada dapat diklasifikasikan menjadi aktif, tidak aktif (berpotensi aktif kembali) atau tidak aktif (sering berupa peninggalan atau fosil) (ESDAC).
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tanah longsor didefinisikan sebagai salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng dari daerah dengan elevasi tinggi ke daerah dengan elevasi yang lebih rendah akibat ketidakstabilan tanah sehingga tidak mampu menahan beban yang di tumpu.
2.2 Jenis-Jenis Tanah Longsor
Jenis tanah longsor akan menentukan potensi kecepatan pergerakan, kemungkinan volume perpindahan, jarak limpasan, serta kemungkinan dampak tanah longsor dan tindakan mitigasi yang tepat untuk dipertimbangkan. Menurut Handbook Landslide USGS (Highland & Bobrowsky, 2008) tanah longsor dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan jenis gerakan dan jenis material yang terlibat.
2.3.1 Jenis Material
Dalam tipe material diklasifikasi ini dibagi menjadi lima jenis yaitu:
1. Rock, dalam bahasa Indonesia disebut sebagai batu, merupakan material yang memiliki massa keras dan mineral yang mash belum terubah.
2. Soil, biasa disebut juga tanah, merupakan agregat dari partikel - partikel solid seperti mineral atau batuan yang telah mengalami transportasi dan pelapukan.
3. Earth, dideskripsikan sebagai material yang 80% memiliki ukuran butir kurang dari 2 mm.
4. Mud, dideskripsikan sebagai material yang memiliki lebih dari 80% butiran berukuran 0,06 mm.
5. Debris, material yang komposisinya terdiri dari material berukuran kasar dengan persentase 20%-80% memiliki ukuran butir lebih dari 2 mm.
2.3.2 Jenis Gerakan
Dalam tipe gerakan diklasifikasi ini dibagi menjadi lima jenis yaitu:
1. Jaatuhan (Falls)
Jenis ini dimulai dengan terlepasnya tanah atau batuan, atau keduanya, dari lereng yang curam di sepanjang permukaan yang hanya sedikit atau tidak ada perpindahan geser yang terjadi. Material kemudian turun terutama dengan cara jatuh, memantul, atau menggelinding. Pengaruh air tanah pada tipe Gerakan ini minim bahkan tidak ada.
Gambar 2. 1 Jatuhan (Falls) 2. Robohan (Topples)
Robohan dikenal sebagai rotasi ke depan dari lereng massa tanah atau batuan di sekitar titik atau sumbu di bawah pusat gravitasi massa yang dipindahkan. Robohan terkadang didorong oleh gravitasi yang diberikan oleh berat material yang naik ke atas lereng dari massa yang dipindahkan. Pengaruh air tanah pada gerakan ini bisa saja ada namun kecil.
Gambar 2. 2 Robohan (Topples) 3. Longsoran (Slides)
Longsoran adalah gerakan menuruni lereng dari massa tanah atau batuan yang terjadi pada permukaan rekahan atau pada zona yang relatif tipis dengan regangan geser yang kuat. Pergerakan pada awalnya tidak terjadi secara simultan pada seluruh bagian yang akhirnya menjadi permukaan rekahan. volume material
yang berpindah akan membesar dari area kegagalan lokal. Longsoran dibagi menjadi dua jenis yaitu longsoran rotasi (Rotational Slide) yaitu longsoran yang bergerak membentuk lengkungan yang terjadi pada material tanah homogen yang biasanya dipengaruhi oleh air tanah dan shear resistance dari massa tanah.
Dan longsoran translasi (Translational Slide) yaitu longsoran yang bergerak secara rata yang terjadi pada material tanah heterogen yang biasanya dipengaruhi oleh air tanah. Pengaruh shear resistance dapat ditemukan dalam skala yang kecil.
Gambar 2. 3 Longsoran Rotasi (Rotational Slides)
Gambar 2. 4 Longsoran Translasi (Translational Slides) 4. Sebaran (Spreads)
Sebaran memiliki gerakan secara lateral yang biasanya terjadi pada dataran yang landai. Sebaran pada tanah lempung terjadi apabila terdapat pemicu yaitu air yang dimana materialnya memiliki tingkat swelling yang tinggi, contohnya montmorilonite. Sebaran pada material pasir biasanya berupa likuifaksi dimana material tanah mengalami kehilangan kekuatan dalam waktu cepat.
Gambar 2. 5 Sebaran (Spreads) 5. Aliran (Flows)
Aliran terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis
materialnya. Gerakan terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter. Aliran dibagi menjadi lima jenis yaitu yaitu aliran runtuhan (debris flows), aliran lahar (volcanic debris flows), aliran runtuhan (debris avalance), aliran tanah (earthflow), dan rayapan tanah (creep).
Gambar 2. 6 Aliran Runtuhan (Debris Flows)
Gambar 2. 7 Aliran Lahar (Volcanic Debris Flows)
Gambar 2. 8 Aliran Runtuhan (Debris Avalance)
Gambar 2. 9 Aliran Tanah (Earthflow)
Gambar 2. 10 Rayapan Tanah (Creep)
2.3 Faktor Penyebab Tanah Longsor
Tanah longsor terjadi karena dua faktor utama yaitu faktor pengontrol dan faktor pemicu. Faktor pengontrol adalah faktor-faktor yang memengaruhi kondisi material itu sendiri seperti kondisi geologi, kemiringan lereng, litologi, sesar dan kekar pada batuan.
Faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut seperti curah hujan, gempa bumi, erosi kaki lereng dan aktivitas manusia (Naryanto, 2013;
Naryanto, 2017). Hubungan antara faktor pengontrol dan faktor pemicu menyebabkan lereng tidak stabil dan berpotensi besar mengalami gerakan massa tanah atau longsor (Pirenaningtyas et al., 2020).
Berdasarkan Permen PU No. 22/PRT/M/2007 faktor penyebab terjadinya tanah longsor dibedakan menjadi dua yaitu aspek kondisi alam yaitu kemiringan lereng, kondisi tanah, batuan penyusun lereng, curah hujan, tata air lereng, kegempaan, vegetasi, dan aspek aktivitas manusia yaitu pola tanam, penggalian lereng, pencetakan kolam, drainase lereng, pembangunan konstruksi, kepadatan penduduk, dan upaya mitigasi. Pada penelitian ini ditinjau berdasarkan aspek kondisi alam yaitu sebagai berikut:
1. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng yang tinggi dan curam dapat meningkatkan gaya pendorong dan memperbesar risiko kegagalan tanah longsor yang dapat terjadi karena material tanah yang lembek dan mudah pecah ketika terkena air.
2. Kondisi Tanah
Kondisi tanah dapat menjadi penyebab terjadinya tanah longsor, yaitu kondisi tanah yang jenuh air, mudah pecah, serta kondisi tanah yang tidak memiliki daya dukung dan kuat geser yang baik sangat berpotensi mengalami longsor.
3. Batuan Penyusun
Batuan yang lemah atau tidak kuat dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya tanah longsor ditinjau dari sifat fisik batuan, umur batuan, serta struktur geologi, maka batuan tersebut akan mudah menjadi tanah jika mengalami proses pelapukan.
4. Curah Hujan
Tingginya curah hujan merupakan salah satu penyebab longsor yang paling sering terjadi. Saat musim kemarau yang panjang, tanah akan mengering dan membentuk rongga pecah-pecah atau pori-pori. Ketika musim hujan, air hujan akan masuk dan meresap ke dalam tanah yang retak dan memenuhi rongga, kuat geser pada tanah akan berkurang dan volume tanah akan meningkat sehingga terjadilah pergeseran tanah. Tanah yang bergeser menyebabkan erosi tanah dan kemudian terjadi longsor.
5. Tata Air Lereng
Pentingnya penerapan tata air lereng adalah untuk mengkonstruksi seberapa sering terjadinya rembesan pada lereng sehingga dapat mencegah terjadinya tanah longsor.
6. Kegempaan
Gempa bumi adalah bencana yang dapat disebabkan oleh pergerakan lempeng, aktivitas vulkanik dan aktivitas manusia yang dapat menyebabkan retaknya susunan partikel tanah dan lereng. Gempa bumi menyebabkan getaran yang dapat menimbulkan tambahan beban pada lereng. Ini dapat menyebabkan redistribusi massa tanah dan tekanan yang tidak merata di dalam lereng, dan meningkatkan risiko terjadinya tanah longsor.
7. Vegetasi
Tutupan vegetasi adalah tutupan lahan yang berupa hutan primer, hutan sekunder, perkebunan, kebun campuran, dan semak-belukar. Vegetasi atau tutupan lahan memiliki pengaruh positif terhadap tanah longsor. Vegetasi, seperti rumput, hutan, atau tanaman lainnya, dapat membantu mencegah erosi tanah. Vegetasi yang tebal dapat mempertahankan kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air. Semakin rapat vegetasi di suatu daerah, maka semakin kecil potensi terjadinya bencana longsor
2.1 Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga adalah prosedur numerik untuk menyelesaikan masalah teknik. Metode elemen hingga adalah alat yang sangat berguna di bidang teknik sipil untuk memperkirakan secara struktur fisik yang terlalu rumit untuk solusi analitis.
Metode ini dalam penyelesaian masalah menggunakan pendekatan diskretisasi elemen untuk menemukan perpindahan titik simpul/joint/grid dan gaya-gaya dari struktur.
Persamaan yang menggunakan elemen diskret mengacu pada metode matrik untuk analisis struktur dan hasil yang diperoleh identik dengan analisis klasik untuk struktur.
Diskretisasi yang dilakukan dapat dilakukan dengan menggunakan elemen satu dimensi (elemen garis), dua dimensi (elemen bidang, ataupun tiga dimensi (elemen solid/kontinum). Pendekatan menggunakan elemen kontinum untuk menentukan pendekatan penyelesaian masalah yang lebih mendekati sebenarnya (Hamzah, 2021).
2.2 Metode Elemen Hingga dalam Rekayasa Geoteknik
Metode elemen hingga pada rekayasa geoteknik memiliki sedikit perbedaan dengan metode elemen hingga pada rekayasa struktur, sebab dalam rekayasa geoteknik terjadi interaksi elemen yang memiliki kekakuan yang berbeda. Seperti halnya pondasi dan tanah, dalam menganalisis pondasi dengan metode elemen hingga terdapat perbedaan kekakuan antara dua elemen, yaitu elemen tanah dan elemen struktur atau
pondasi itu sendiri.
2.3 Plaxis
Plaxis adalah program analisis geoteknik, terutama untuk analisis stabilitas tanah dengan menggunakan metode elemen hingga yang mampu melakukan analisis yang dapat mendekati perilaku sebenarnya. Geometri tanah yang akan digunakan dalam analisis ini dapat sebagai input cukup teliti. Plaxis dilengkapi fitur-fitur khusus yang berhubungan dengan banyak aspek dari struktur geometri yang komplek.
Aplikasi geoteknik memerlukan model konstruksi tingkat lanjut untuk simulasi perilaku tanah yang tidak linear dan perilaku yang bergantung pada waktu. Selain itu, material tanah adalah material yang multiphase. Untuk analisa dengan melibatkan keberadaan air tanah perlu diperhitungkan tekanan hidrostatis dalam tanah. Selain itu, Plaxis menyediakan berbagai analisis tentang displacement, tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah, faktor keamanan dan lain - lain.
Untuk melakukan analisis deformasi lapis fondasi Jalan Poncosari-Greges, digunakan metode elemen hingga dengan kondisi plane strain (regangan bidang).
Model plane strain digunakan dengan asumsi bahwa sepanjang sumbu potongan melintang penampang dipandang relatif sama dan peralihan dalam arah tegak lurus potongan tersebut dianggap tidak terjadi. Program komputer ini digunakan elemen segitiga dengan pilihan 15 nodes (titik) atau 15 titik (Widiastuti, 2016).
2.1 Midas
PT Midasindo Teknik Utama adalah Distributor Tunggal Teknologi Informasi MIDAS di Indonesia sejak tahun 2011, dengan tujuan untuk mendistribusikan perangkat lunak yang andal untuk teknik sipil, struktural, geoteknik dan mesin yang dikembangkan oleh MIDAS IT di Korea. Kegiatan kami terdiri dari penjualan, peningkatan dan pemeliharaan untuk semua tingkat perangkat lunak MIDAS, yaitu versi dasar, versi lanjutan, versi profesional lengkap, versi penelitian lengkap serta versi pendidikan.
Gambar 2. 11 Icon Software Plaxis
Gambar 2. 12 Icon Software Midas
Midas GTS NX menawarkan berbagai fitur, termasuk:
• Analisis Geoteknik Terpadu: Memungkinkan analisis interaksi tanah-struktur yang komprehensif.
• Modeling 2D dan 3D: Dapat digunakan untuk memodelkan struktur baik dalam dimensi dua maupun tiga.
• Berbagai Material: Mendukung berbagai jenis material geoteknik dan struktural, seperti tanah, beton, baja, dan lain-lain.
• Analisis Statis dan Dinamis: Dapat digunakan untuk analisis statis dan dinamis, termasuk analisis seismik.
• Analisis Nonlinear: Memungkinkan analisis nonlinear termasuk analisis nonlinier material dan geometri.
• Optimasi Desain: Dapat digunakan untuk optimasi desain struktural.
• Antarmuka Pengguna yang Intuitif: Memiliki antarmuka pengguna yang ramah pengguna dan alat visualisasi yang kuat.
• Kompatibilitas: Bisa berintegrasi dengan perangkat lunak CAD lainnya dan alat-alat rekayasa lainnya.
Midas GTS NX merupakan salah satu perangkat lunak terkemuka dalam bidang rekayasa geoteknik dan struktural dan digunakan oleh berbagai organisasi di seluruh dunia untuk menganalisis dan merancang berbagai jenis proyek konstruksi.
BAB III PENYELESAIAN 3.1 Kestabilan Lereng
Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang menghubungkan permukaan tanah yang lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih rendah. Lereng dapat terbentuk secara alami dan dapat juga dibuat oleh manusia. Dalam bidang Teknik Sipil, ada tiga jenis lereng yaitu:
1. Lereng alam, yaitu lereng yang terbentuk karena proses-proses alam, misalnya lereng suatu bukit.
2. Lereng yang dibuat dengan tanah asli, misalnya apabila tanah dipotong untuk pembuatan jalan atau saluran air untuk keperluan irigasi.
3. Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan, sebagai tanggul untuk jalan atau bendungan tanah.
Pada ketiga jenis lereng ini kemungkinan untuk terjadi longsor selalu ada, karena dalam setiap kasus tanah yang tidak rata akan menyebabkan komponen gravitasi dari berat memiliki kecenderungan untuk menggerakkan massa tanah dari elevasi lebih tinggi ke elevasi yang lebih rendah.
Pada tempat dimana terdapat dua permukaan tanah yang berbeda ketinggiannya, maka akan ada gaya-gaya yang bekerja mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi kedudukannya cenderung bergerak kearah bawah. Disamping gaya yang mendorong ke bawah terdapat pula gaya-gaya dalam tanah yang bekerja menahan/melawan sehingga kedudukan tanah tersebut tetap stabil. Gaya gaya pendorong berupa gaya berat, gaya tiris/muatan dan gaya-gaya inilah yang menyebabkan kelongsoran. Gaya-gaya penahan berupa gaya gesekan/geseran, lekatan (dari kohesi), kekuatan geser tanah. Jika gaya-gaya pendorong lebih besar dari gaya-gaya penahan, maka tanah akan mulai runtuh dan akhirnya terjadi keruntuhan tanah sepanjang bidang yang menerus dan massa tanah diatas bidang yang menerus ini akan longsor. Peristiwa ini disebut sebagai keruntuhan lereng dan bidang yang menerus ini disebut bidang gelincir.
3.2 Pola Pergerakan Lereng
Bentuk bidang gelincir yang umum dan sering dijumpai adalah bentuk bidang gelincir yang mendekati bentuk busur lingkaran. Tanah yang longsor demikian disebut rotational slide yang bersifat berputar. Ada juga tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir lurus dan sejajar dengan muka tanah. Longsor yang demikian disebut translational slide, yaitu bersifat bergerak pada satu jurusan. Biasa terjadi bilamana terdapat lapisan agak keras yang sejajar dengan permukaan lereng. Ada juga longsoran yang terjadi akibat adanya aksi dari dekat.
Biasa terjadi pada lereng alam atau buatan dimana lapisan tanah yang longsor pada bidang tanah yang jelek. Longsor ini disebut longsor blok atau baji. Ada juga bentuk longsor mengalir karena adanya pergerakan lateral pada semua arah atau karena perbedaan (viskositas) massa tanah.
3.3 Analisis Kestabilan Lereng
Analisis kestabilan lereng pada umumnya berdasarkan pada konsep keseimbangan plastis batas (limit plastic equillibrium) (Hardiyatmo, 2010).
Kelongsoran lereng terjadi disepanjang permukaan bidang longsor tertentu dan dapat dianggap sebagai masalah bidang 2 dimensi.
Massa tanah yang longsor dianggap berupa benda yang pasif.
Tahanan geser dari massa tanah yang setiap titik sepanjang bidang longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsoran, atau dengan kata lain kuat geser tanah dianggap isotropis
Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata–rata sepanjang bidang longsor yang potensial dan kuat geser tanah rata–rata sepanjang permukaan longsoran. Jadi, kuat geser tanah mungkin terlampaui di titik–titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor aman hasil hitungan lebih besar 1,5.
Analisis Kestabilan Lereng ditujukan untuk mendapatkan angka faktor keamanan dari suatu bentuk lereng tertentu. Dengan diketahuinya faktor keamanan memudahkan pekerjaan pembentukan atau perkuatan lereng untuk memastikan apakah lereng yang telah dibentuk mempunyai risiko longsor atau cukup stabil. Bertambahnya tingkat kepastian untuk memprediksi ancaman longsor dapat bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut :
Untuk memahami perkembangan dan bentuk dari lereng alam dan proses yang menyebabkan terjadinya bentuk–bentuk alam yang berbeda.
Untuk menilai kestabilan lereng dalam jangka pendek (biasanya selama kontruksi) dan jika kondisi jangka panjang.
Untuk menilai kemungkinan terjadinya kelongsoran yang melibatkan lereng alam atau lereng buatan.
Untuk menganalisis kelongsoran dan untuk memahami kesalahan mekanisme dan pengaruh dari faktor lingkungan.
Untuk dapat mendisain ulang lereng yang gagal serta perencanaan dan disain pencegahannya, serta pengukuran ulang.
Untuk mempelajari efek atau pengaruh dari beban gempa pada lereng dan tanggul.
3.3.1 Metode Bishop
Metode Bishop adalah Metode yang diperkenalkan oleh A.W. Bishop menggunakan cara potongan dimana gaya-gaya yang bekerja pada tiap potongan ditunjukkan seperti pada gambar
Metode Bishop dipakai untuk menganalisis permukaan gelincir (slip surface) yang berbentuk lingkaran. Dalam metode ini diasumsikan bahwa gaya-gaya normal total berada/bekerja dipusat alas potongan dan bisa ditentukan dengan menguraikan gaya-gaya pada potongan secara vertikal atau normal. Persyaratan keseimbangan dipakai pada potongan-potongan yang membentuk lereng tersebut. Metode Bishop menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal (Bishop,1955). Untuk lereng yang dibagi menjadi n buah slice (irisan). Asumsi mengenai inklinasi dari gaya-gaya antar potongan
Asumsi mengenai posisi garis resultante gaya-gaya antar potongan.
Pada sebagian besar metode analisis, gaya normal diasumsi bekerja dipusat alas dari tiap potongan, sebab potongan tipis. Ini diterapkan pada sejumlah asumsi. Metode Bishop ini menggunakan asumsi sebanyak (2n – 1 ). Prinsip dasarnya sebagai berikut:
Kekuatan geser didefinisikan dengan menggunakan hubungan linier Mohr- Coulomb
Menggunakan Keseimbangan normal
Menggunakan keseimbangan tangensial
Menggunakan keseimbangan momen 3.3.2 Rumus Metode Bishop
Dengan memperhitungkan seluruh keseim bangan gaya maka rumus untuk faktor keamanan Fk metode Bishop diperoleh sebagai berikut (Anderson dan Richards, 1987):
3.3.3 Faktor Keamanan
Faktor keamanan terhadap longsoran didefinisikan sebagai perbandingan kekuatan geser maksimum yang dimiliki tanah dibidang longsor yang diandaikan (s) dengan tahanan geser yang diperlukan untuk keseimbangan (𝜏),
3.4 Stabilitas Lereng
Analisis Slope Stability numerik untuk mensimulasikan bentuk yang hancur mirip dengan kenyataan dan untuk mencerminkan kondisi lokasi sebenarnya. Namun, masih ada keterbatasan menganalisis perilaku lereng 3D dengan analisis 2D, yang hanya mempertimbangkan penampang lereng. Perbedaan utama antara analisis 2D dan analisis 3D adalah apakah komponen yang memengaruhi perilaku lereng seperti bentuk permukaan selip, distribusi material tanah, dan kekakuan permukaan selip dapat tercermin atau tidak. Karena analisis 3D dapat mempertimbangkan komponen yang diabaikan dalam analisis 2D, dimungkinkan untuk mendapatkan hasil yang lebih andal. Dengan kata lain, melalui analisis Slope Stability 3D rentang kemiringan lereng dapat dipertimbangkan; lokasi di mana aktivitas lereng terkonsentrasi dapat ditemukan; dan menurut lokasi ini, rencana solusi dapat dibuat.
3.1 Parameter Tanah Yang Digunakan
3.1 Langkah dan Proses Secara Singkat
Pada dasarnya dalam memodelkan suatu kondisi atau situasi dalam bidang geoteknik Langkah – langkah tidak jauh jauh dari tahap berikut antara lain :
Input Geometri
Dalam hal ini, maksud dari input geometri sendiri adalah memodelkan data hasil pengukuran serta kondisi lapangan yang terjadi berdasarkan data asli lapangan baik, dari hasil pengukuran, pemetaan dan sebagainya, tujuannya adalah agar kita bisa
memodelisasikan kejadian dan kondisi yang ada di lapangan
Input Parameter Tanah
Pada Poin ini merupakan salah satu aspek terpenting dalam hal merekayasa permasalahan geoteknik karena aspek ini adalah aspek yang didapat dari hasil laboratorium penyelidikan tanah tentang bagaimana perilaku tanah tersebut pada tempatnya
Analisis
Poin terakhir bagaimana kita menentukan permasalahn yang akan kita tinjau pada hasil dari pemodelan yang kita rancang, dan parameter serta faktor apa yang memungkinkan terjadinya dilapangan dalam mempengaruhi hasil dan aspek permasalahan geoteknik.
3.1 Pemodelan Menggunakan Software Plaxis
Input Geometri
Berdasarkan Hasil Pengukuran untuk lereng yang ditinjau memiliki profil sebagai berikut :
Input Parameter
Untuk parameter tanah yang digunakan dari hasil pengujian laboratorium adalah sebagai berikut, data tersebut adalah data laboratorium yang diperlukan untuk mendukung pemodelan slope stability
Input data geometri tanah sesuai dengan kebutuhan sumbu x dan y yang kita perlukan berdasarkan profil yang diperlukan
Input data parameter tanah dari hasil pengujian laboratorium
Pada pilih tools struktur dan line untuk mengambar profil pada lereng di lembar kerja seperti diatas
Bentuk geometri seperti yang sesuai pada profil lereng yang setelah dilakukannya pengukuran.
Setelah dilakukannya pemodelan pada tool structure buat lah poligon untuk setiap lapisan layer tanah untuk memisahkan jenis tanah sesuai dengan kondisi lapangan.
Setelah seperti pada gmabar diatas menandakan geometri pemodelan lereng sudah selesai kita modelkan.
Input Parameter
Setelah itu kita definisikan setiap layer menggunakan parameter tanah yang sudah kita input sebelumnya seperti pada contoh gambar diatas.
Kemudian lanjut ke tools mesh dan pilih tools generate mesh dan disini kita bisa memilih sedetail apa mesh pada lapisan tanah yang kita inginkan namun dampaknya jika semakin detail maka dalam proses running akan memakan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemilihan meshing yang standart.
Lalu dilanjut ke tahap “staged construction” dimana pada tahap ini, dilakukan tahapan analisis yang akan dilakukan seperti pada gambar, dinput tahap 1 untuk lapisan awal dilanjut dengan tahap kedua untuk lapisan atas dan ditinjau kembali untuk mencari nilai “safety factor”.
Lakukan tahap analisis tersebut secara berulang hingga sampai kepada tahap menganalisis nilai safety factor.
Sebelum di running, dilakukan select point for curves atau dimana titik mana yang mau dikritisis dalam mencari indikator safety factor.
Pada kasus ini ada dua titik yang mau dikritisi dalam menganailis nilai safety factor yaitu pada kaki lereng dan atas lereng dimodelkan dalam notasi a dan b.
Setelah diinput titik yang akan dikristisi dalam analisis slope stability untuk mendapat kan nilai safety factor seperti pada gambar diatas.
Lalu kita bisa merun atau calculate dari hasil pemodelan yang kita modelkan.
Didapat kan safety factor pada titik a adalah sebagai berikut dimana nilai safety factor sebesar 1,35.
3.1 Pemodelan Menggunakan Software Midas GTX NX Dalam tutorial ini, konsep utama berikut akan dijelaskan:
• Hasilkan bidang permukaan dan lapisan menggunakan permukaan kotak
• Hasilkan mesh
• Analisis Slope Stability
• Hasil analisis - Faktor keamanan dan regangan geser maksimum 1. Analysis > Analysis Case > Setting
Tetapkan jenis model, arah gravitasi, parameter awal dan sistem unit untuk analisis. Sistem unit dapat diubah kapan saja Anda inginkan selama proses pemodelan dan setelah melakukan analisis. Parameter input akan secara otomatis dikonversi oleh sistem unit yang tepat.
Tutorial ini adalah model 3D dengan gravitasi dalam arah Z dan menggunakan sistemunit SI (kN, m).
2. Definisi Material Tanah dan Struktural
Tentukan tipe model tanah sebagai 'Mohr-Coulomb'. Material dasar didefinisikan sebagai berikut :
3. Definisi Properti
Properti mewakili atribut fisik dari mesh dan akan ditugaskan ke set mesh selama generasi mesh. Tentukan properti tanah dengan menetapkan material yang akan digunakan di setiap lapisan tanah.
Tujuan utama dari tutorial ini adalah membuat bidang alas tidur 2D dari permukaan grid, analisis Slope Stability (SRM), dan analisis hasil. Anda dapat memulai tutorial dengan membuka file mulai di mana material dasar dan properti telah ditentukan sebelumnya.
4. Geometri Pemodelan
Tentukan dimensi yang akan dimodelkan, pada dimensi tersebut akan dijadikan sebagai ground solid dari pemodelan slopenya.
Gambar geometri lereng sesuai dengan hasil pemetaan dilapangan.
Setelah geometri berhasil digambar lanjut ketahap selanjutnya yaitu meshing dari tiap layer dari geometri yang ada guna meshing ini sendiri adalah memasukkan parameter yang sudah kita input kedalam layer tanah sesuai kondisi dan situasi yang ada dilapangan.
Pada contoh kasus diatas terdapat 2 jenis lapisan tanah, dan meshing seperti pada tampilan tersebut.
5. Tahap Analisis
Pada tahap ini kita harus bisa menentukan output apa yang akan kita keluarkan dalam analysis permodelan geoteknik, Pada kesempatan kali ini
output yang diinginkan adalah nilai safety factor dari lereng tersebut
Setelah kita memodelkan dan mendefenisikan parameter tanah kita maka kita masuk ke tahap analysis yang dimana tahap kita menentukan hasil output dari permodelan yang diinginkan. Pada kasus ini outputnya adalah nilai safety factor untuk lereng diatas.
Setelah menentukan output yang akan diperlukan, lalu pemodelan geoteknik dapat kita run analysis ditunggu sampai proses runing analysis selesai.
Berikut tampilan ketika pemodelan kita sudah berhasil dalam menganalysis dari permodelan kita, dapat dilihat pada gambar diatas di bagian
kanan terdapat result yang dimana outputnya disini ada slope stability dan safety factor dimana untuk nilai safety factor sendiri di angka 1.034.
Dan ini ada grafik dari total displacement yang terjadi pada lereng yang kita modelkan.
3.2 Kesimpulan
Berdasarkan Hasil pemodelan geoteknik dari kedua software didapat output atau pun hasil safety factor sebagai berikut:
Plaxis : 1.35
Midas GTX NX : 1.034
Dari kedua output diatas dapat disimpulkan terdapat perbedaan analysis yang cukup signifikan dimana pada Plaxis memiliki nilai safety factor lebih tinggi dibandingkan Midas GTX NX walaupun untuk parameter tanah, dimensi geometri, serta langkah - langkah permodelan kurang lebih diperlakukan dengan sama.
DAFTAR PUSTAKA
Abella, E. A. C., & Van Westen, C. J. (2007). Generation of a landslide risk index map for Cuba using spatial multi-criteria evaluation. Landslides, 4(4), 311–
325. https://doi.org/10.1007/s10346-007-0087-y
Al Farisy, M. S., Hartono, R., Purwanto, P., & Susetyo, B. B. (2023). Pemetaan tingkat risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Jurnal Integrasi Dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial, 3(7), 773–783. https://doi.org/10.17977/um063v3i7p773-783
Hardianto, A., Winardi, D., Rusdiana, D. D., Putri, A. C. E., Ananda, F., Devitasari, Djarwoatmodjo, F. S., Yustika, F., & Gustav, F. (2020).
Pemanfaatan Informasi Spasial Berbasis SIG untuk Pemetaan Tingkat Kerawanan Longsor di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Jurnal
Geosains Dan Remote Sensing, 1(1), 23–31.
https://doi.org/10.23960/jgrs.2020.v1i1.16
DPU. (2007). Pedoman Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana. Dinas Pekerjaan Umum, 53(9), 1689–1699.