TUGAS AKHIR
PENGENDALIAN PERSEDIAAN TEPUNG TERIGU PEMBUAT WAFER DI PT XYZ DENGAN METODE MRP
Diajukan guna melengkapi sebagai syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Disusun Oleh :
Nama : Klara Asteria BR Sembiring
NIM : 41615120107
Program Studi : TeknikIndustri
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2017
i
ii
v ABSTRAK
PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang bergerak dalam industri makanan yang membuat wafer. Dalam menjalani operasional sering terjadi suatu kendala yaitu pemesanan dan penggunaan bahan baku yang tidak sesuai terkadang berlebih dan bisa juga kekurangan.
Perencanaan kebutuhan material yang optimum dilakukan dengan menggunakan metode Material Requirement Planning (MRP). Metode tersebut diawali dengan melakukan peramalan akan jumlah permintaan untuk waktu yang akan datang.
Peramalan ini dilakukan dengan metode Moving Average, Exponential smoothing dan Regresi Linear. Lalu ditentukan nilai terkecil kesalahan peramalan pada analisa pengujian.
Setelah mengetahui harga bahan baku, data kebutuhan material, dan biaya untuk persediaan dan penyimpanan material, kemudian dilakukan perbandingan biaya perencanaan persediaan dengan menggunakan metode Lot-For-Lot (LFL), Least Unit Cost (LUC), dan Economic Order Quantity (EOQ). Dari hasil perhitungan ketiga metode tersebut dipilih metode yang menghasilkan biaya persediaan paling minimum. Teknik Lot-For-Lot (LFL) dan Least Unit Cost (LUC) menghasilkan biaya total persediaan yang terendah yaitu Rp 77.220.000 Kata Kunci : Material Requirement Planning (MRP), Peramalan dan Lot- sizing
vi ABSTRACT
PT. XYZ is one of the manufacturing companies in the food industry that makes wafers. In undergoing operational there is often a constraint that is ordering and use of inappropriate raw materials are sometimes overstock and can shortage.
The planning of the optimum material needs is done by using Material Requirement Planning (MRP) method. The method begins by forecasting the number of requests for the time to come. This forecasting is done by Moving Average method, Exponential Smoothing and Linear Regression. Then determined the smallest value of forecasting error on the test analysis.
After knowing the price of raw material, material requirement data, and cost for inventory and material storage, then comparison of inventory planning cost by using Lot-For-Lot (LFL) method, Least Unit Cost (LUC), and Economic Order Quantity (EOQ) . From the results of the calculation of the three methods are selected methods that produce the minimum inventory costs. The Lot-For-Lot (LFL) and Least Unit Cost (LUC) techniques result in the lowest total inventory cost of Rp 77.220.000
Keywords: Material Requirement Planning (MRP), Forecasting and Lot- sizing
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditentukan .
Laporan Tugas Akhir ini yang berjudul “Pengendalian Persediaan Tepung Terigu Pembuat Wafer di PT XYZ” ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi mahasiswa Jurusan Teknik Industri untuk menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S1) Universitas Mercu Buana Jakarta.
Dalam penulisan laporan tugas ini, penulis banyak menghadapi kendala, namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini . Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bantuan dan bimbingan yang di berikan .
Dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besar nya kepada :
1. Ibu Dr. Zulfa Fitri Ikatrinasari, MT sebagai ketua program studi teknik industri Universitas Mercu Buana Jakarta;
2. Ibu Ir.Silvi Ariyanti M.Sc., sebagai dosen pembimbing tugas akhir dengan segenap hati telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis sehingga tugas akhir ini dapat selesai dengan baik ;
3. Seluruh staf pengajar Jurusan Teknik Industri, Universitas Mercu Buana Jakarta;
4. Teristimewa untuk orang tua penulis, Alm. B Sembiring dan M BR Sitepu yang sangat penulis cintai yang telah banyak memberikan bantuan moril, material dan doa serta motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini ; 5. Saudara penulis Julia, Rapika, dan Erwina yang selalu memberi dukungan
dan semangat untuk pantang menyerah ;
6. Pimpinan dan seluruh rekan kerja di PT. UPA Karawang;
viii 7. Rekan-rekan mahasiswa angkatan 28, Jurusan Teknik Industri, Universitas
Mercu Buana Jakarta;
8. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama pengerjaan Tugas Akhir ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini masih terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran dari berbagai pihak akademis maupun umun penulis harapkan demi perkembangan di dunia ilmu pengetahuan dan teknologi .
Penulis mengharapkan semoga karya kecil berupa tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang berkepentingan .
Karawang , Juli 2017 Hormat penulis,
Klara Asteria BR Sembiring NIM. 41615120107
ix DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pernyataan ... i
Lembar Pengesahan ... ... ii
Abstrak ... iii
Kata Pengantar ... v
Daftar Isi ... vii
Daftar Tabel ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. LatarBelakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 4
1.3. Batasan Masalah ... 5
1.4. Tujuan Penelitian ... 5
1.5. Sistematika Penulisan ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
2.1.Sistem Produksi ... 8
2.2.Bahan Baku ... 9
2.3.Persediaan ... 11
2.3.1. Fungsi Persediaan ... 12
2.3.2. Jenis-jenis Persediaan ... 12
x
2.3.3. Biaya Persediaan ... 13
2.4. Peramalan ... 16
2.4.1. Model Peramalan... 17
2.4.2. Pengujian Model Peramalan... 19
2.5. Material Requirement Planning (MRP) ... 20
2.5.1. Tujuan dan Manfaat MRP ... 21
2.5.2. Input Sistem MRP ... 22
2.5.3. Langkah Dasar Pengolahan MRP ... 24
2.5.4. Proses Lotting ... 25
2.6.Persediaan Pengaman ( Safety Stock )... 30
2.7.Reorder Point ( ROP ) ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 35
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 36
3.4. Tahap Analisis Data ... 37
3.5. Kerangka Pemikiran ... 38
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 39
4.1. Pengumpulan Data ... 39
4.1.1.Data Permintaan Bahan Baku Tepung Terigu... 39
4.1.2.Struktur Biaya ... 41
4.1.3.Lead Time (Waktu Tenggang) Pemesanan Bahan Baku ... 42
4.2. Pengolahan Data ... 43
xi
4.2.1.Peramalan Kebutuhan Bahan Baku ... 43
4.2.2.Perencanaan Persediaan Bahan Baku ... 50
4.2.3.Perhitungan Waktu Pemesanan Kembali ( Reorder Point ) ... 56
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 60
5.1. Peramalam Kebutuhan Bahan Baku ... 60
5.2.Analisa Perhitungan Material Requirement Planning (MRP) ... 62
5.3. Waktu Pemesanan Kembali ( Reorder Point ) Bahan Baku ... 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
6.1. Kesimpulan ... 65
6.2. Saran ... 66
DAFTAR PUSTAKA
xii
DAFTAR TABEL
Tabel1.1 Rencana Produksi VS Real Produksi April 2015 – Maret 2017 ... 2
Tabel1.2 Data Pemakaian dan Penerimaan TepungTerigu(April 2015 – Maret 2017) ... 3
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya ... 32
Tabel 4.1 Data Permintaan TepungTerigu (April 2015-Maret 2017) ... 40
Tabel 4.2 Perhitungan Biaya Pesan dan Biaya Simpan ... 42
Tabel 4.3 Peramalan dengan Metode Moving Average ... 44
Tabel 4.4 Peramalan dengan Metode Exponential Smooting ... 45
Tabel 4.5 Peramalan Metode Regresi Linear ... 46
Tabel 4.6 Perbandingan Nilai Error MAD, MSE dan MAPE ... 47
Tabel 4.7 Hasil Peramalan Permintaan dengan Metode Regresi Linear ... 47
Tabel 4.8 Perhitungan Unit Cost ... 51
Tabel 4.9 Hasil Perencaan Persediaan LUC ... 52
Tabel 5.1 Perbandingan Hasil Tingkat Kesalahan PeramalanTepungTerigu ... 62
Tabel 5.2 Perbandingan Biaya Pesan dan Biaya Simpan ... 53
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini perkembangan dunia industri manufaktur telah berkembang pesat, dengan bertambahnya produk-produk yang dihasilkan dan dalam hal tersebut tentunya akan menambah pangsa pasar di Indonesia. Dengan demikian kebutuhan akan faktor-faktor produksi menjadi lebih banyak dan sangat penting.
Kegiatan perusahaan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kegiatan produksi. Untuk mengadakan kegiatan produksi suatu perusahaan harus ada bahan baku yang akan diolah. Oleh karena itu didalam kegiatan industri manufaktur, bahan baku merupakan masalah yang penting sehingga sistem pemesanan yang tepat harus digunakan untuk menghindari keterlambatan kedatangan bahan baku dari suplier.
Dampak dari kurang terkendalinya persediaan bahan baku akan merugikan perusahaan. Persediaan bahan baku berlebih maka akan terjadi overstok,
2 sehingga mengakibatkan penumpukan barang ataupun atau kekurangan barang akan mengakibatkan stop produksi. Untuk saat ini jika kekurangan stok maka harus pinjam ke plant yang di Jakarta, sudah dipastikan dengan adanya peminjaman barang ke Jakarta maka ada penambahan biaya transportasi dan biaya kuli bongkar. Dan jika pada saat kelebihan barang juga mengakibatkan tidak produktifnya modal yang tertanam dan terjadinya kenaikan biaya simpan serta kemungkinan terjadinya barang mati (non moving) sangat besar. Kehabisan persediaan atau barang dibutuhkan tidak ada (shortage/out of stok) mengakibatkan adanya permintaan yang tidak terpenuhi dan hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan.
Tabel 1.1 Rencana Produksi VS Real Produksi April 2015 – Maret 2017
No Periode Rencana Produksi Real Produksi Selisih (karton) (karton) (karton) %
1 Apr'15 883.929 836.625 47.304 0,95%
2 Mei'15 860.714 860.732 -18 1,00%
3 Jun'15 925.000 808.679 116.321 0,87%
4 Jul'15 607.143 553.411 53.732 0,91%
5 Agu'15 816.071 747.786 68.286 0,92%
6 Sep'15 814.286 720.054 94.232 0,88%
7 Okt'15 371.429 469.893 -98.464 1,27%
8 Nov'15 746.429 752.375 -5.946 1,01%
9 Des'15 1.037.500 1.009.339 28.161 0,97%
10 Jan'16 1.021.429 828.554 192.875 0,81%
11 Feb'16 662.500 620.732 41.768 0,94%
12 Mar'16 948.214 884.857 63.357 0,93%
13 Apr'16 712.500 744.946 -32.446 1,05%
14 Mei'16 499.982 382.000 117.982 0,76%
15 Jun'16 1.001.804 921.446 80.357 0,92%
16 Jul'16 628.571 573.214 55.357 0,91%
17 Agu'16 923.214 944.893 -21.679 1,02%
18 Sep'16 825.000 729.911 95.089 0,88%
19 Okt'16 530.357 589.821 -59.464 1,11%
20 Nov'16 535.714 520.214 15.500 0,97%
21 Des'16 491.071 512.750 -21.679 1,04%
22 Jan'17 57.143 683.875 -626.732 11,97%
23 Feb'17 39.286 891.946 -852.661 22,70%
24 Mar'17 271.429 995.375 -723.946 3,67%
Total 16.210.714 17.583.429 -1.372.714 58,48%
Average 675.446 732.643 -57.196 2,44%
3 Tabel 1.2 Data Pemakaian dan Penerimaan Tepung Terigu (April 2015 – Maret 2017)
No
Periode Terigu Selisih Terigu
(kg) % Selisih Penerimaan (kg) Pemakaian (kg)
1 Apr'15 1.237.500 1.171.275 66.225 0,95%
2 Mei'15 1.205.000 1.205.025 -25 1,00%
3 Jun'15 1.295.000 1.132.150 162.850 0,87%
4 Jul'15 850.000 774.775 75.225 0,91%
5 Agu'15 1.142.500 1.046.900 95.600 0,92%
6 Sep'15 1.140.000 1.008.075 131.925 0,88%
7 Okt'15 520.000 657.850 -137.850 1,27%
8 Nov'15 1.045.000 1.053.325 -8.325 1,01%
9 Des'15 1.452.500 1.413.075 39.425 0,97%
10 Jan'16 1.430.000 1.159.975 270.025 0,81%
11 Feb'16 927.500 869.025 58.475 0,94%
12 Mar'16 1.327.500 1.238.800 88.700 0,93%
13 Apr'16 997.500 1.042.925 -45.425 1,05%
14 Mei'16 699.975 534.800 165.175 0,76%
15 Jun'16 1.402.525 1.290.025 112.500 0,92%
16 Jul'16 880.000 802.500 77.500 0,91%
17 Agu'16 1.292.500 1.322.850 -30.350 1,02%
18 Sep'16 1.155.000 1.021.875 133.125 0,88%
19 Okt'16 742.500 825.750 -83.250 1,11%
20 Nov'16 750.000 728.300 21.700 0,97%
21 Des'16 687.500 717.850 -30.350 1,04%
22 Jan'17 80.000 957.425 -877.425 11,97%
23 Feb'17 55.000 1.248.725 -1.193.725 22,70%
24 Mar'17 380.000 1.393.525 -1.013.525 3,67%
Total 22.695.000 24.616.800 -1.921.800 58,48%
Average 945.625 1.025.700 -80.075 2,44%
Sumber : Data Bag. PPIC PT XYZ Keterangan :
(+) Overstock (-) Shortage
Dari tabel diatas bisa diambil kesimpulan bahwa pada setiap bulan pabrik mengalami shortage rata-rata 2,44 % selama periode April 2015 – Maret 2017.
Hal yang membuat terjadinya shortage adalah karena rata-rata dari hasil produksi lebih banyak dari rencana produksi yang sudah ditentukan sebelumnya.
Peningkatan jumlah produksi bisanya dipengaruhi oleh permintaan pasar yang
4 meningkat pada periode tertentu. Oleh karena itu hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana cara melakukan metode peramalan yang tepat untuk perencanaan kebutuhan produksi yang akan datang guna meningkatkan efisiensi biaya persediaan dan menurunkan biaya shortage produksi.
PT. XYZ merupakan salah satu produsen produk makanan wafer terbesar di Indonesia yang berorientasi pada kepuasan pelanggan. Dalam memenuhi tuntutan pasar, maka perusahaan harus beroperasi secara produktif dan efisien tanpa menurunkan kualitas produk. Berdasarkan permasalah tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Analisa Pengendalian Persediaan Tepung Terigu Pembuat Wafer di PT.XYZ”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang akan dibahas dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berapa banyak jumlah rencana produksi wafer periode April 2017 s/d Maret 2018, untuk mengetahui jumlah tepung terigu yang harus disiapkan?
2. Kapan bahan baku akan dibeli agar proses produksi berjalan sesuai dengan lead time yang ditentukan?
3. Bagaimana hasil analisa perbandingan perhitungan Material Requirement Planning menggunakan metode metode Lot For Lot, Economical Order Quantity dan Least Unit Cost (LUC) dan metode apakah yang paling baik dari ketiga metode tersebut ?
5 1.3 Batasan Masalah
Untuk menghindari perluasan masalah yang tidak perlu, dan akibat keterbatasan sumber data dan waktu, maka penulis memberikan batasan terhadap permasalahan yang dibahas dalam laporan ini yaitu :
1. Penelitian hanya dilakukan pada bahan baku tepung terigu.
2. Penelitian tidak mempertimbangankan jumlah supplier bahan baku tetapi hanya terbatas pada jumlah kebuttuhan bahan baku perusahaan dengan asumsi supplier bisa memenuhi pemesanan bahn baku yang akan dibuat.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui jumlah terigu yang dibutuhkan untuk memproduksi wafer selama periode April 2017 s/d Maret 2018
2. Menganalisis waktu yang tepat untuk melakukan proses pemesanan terigu kembali dengan metode MRP di PT XYZ.
3. Menganalisis hasil perbandingan perhitungan biaya Material Requirement Planning menggunakan metode metode Lot For Lot, Economical Order Quantity dan Least Unit Cost (LUC) dan metode apakah yang paling sesuai dari ketiga metode tersebut agar biaya lebih efisien.
6 1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan laporan tugas akhir ini adalah : Bab I. Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang masalah dan rumusan penelitian serta memuat tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II. Landasan Teori
Dalam bab ini terdapat sub bab dan landasan teori dari penelitian terdahulu yang memaparkan teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang diteliti serta beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
Bab III . Metode Penelitian
Bab ini menguraikan deskripsi tentang bagaimana penelitian akan dilaksanakan dengan menjelaskan variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan jenis sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis.
Bab IV. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Bab ini menguraikan tentang deskripsi objek penelitian melalui gambaran umum dan proses penginterpretasian data yang diperoleh untuk mencari makna dan implikasi dari hasil analisis.
Bab V. Analisa Hasil
Berisikan analisis terhadap hasil pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan pada bab IV diatas.
7 Bab VI Kesimpulan dan Saran
Merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan penelitian serta saran- saran mengenai hal yang dapat dilakukan selanjutnya oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kesimpulan yang didapat, sesuai dengan tujuan penelitian yang dirumuskan pada bab I. Dalam bab terkhir ini juga diharapkan dapat diambil kesimpulan mengenai pengendalian bahan baku dengan MRP.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Produksi
Menurut Herjanto, pada tahun 1999: “Secara umum, kegiatan produksi atau operasi merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan penciptaan atau pembuatan barang, jasa, atau kombinasinya, melalui proses transformasi dari masukan sumber daya produksi dan operasi keluaran yang diinginkan”.
Menurut Herjanto, pada tahun 1999: “Istilah produksi cenderung dikaitkan dengan pabrik, mesin ataupun lini perakitan karena pada mulanya teknik dan metode dalam manajemen produksi memang digunakan untuk mengoperasikan pabrik atau kegiatan perakitan yang lain, namun selain itu juga ada yang bisa dihasilkan walaupun bukan berbentuk dengan produk barang jadi atau yang bisa disebut dengan jasa”.
Menurut Nasution, pada tahun 2008: “Sistem produksi bertujuan untuk merencanakan dan mengendalikan produksi agar lebih efisien, efektif, dan produktif, atau optimal. Sistem produksi yang tepat bagi suatu industri akan
9 sangat tergantung pada jenis industrinya”. Berdasarkan cara pembuatan (dan masa pengerjaan), produksi dapat diklasifikan menjadi tipe-tipe berikut:
1. Engineering To Order ( ETO ), yaitu bila pemesanan meminta produsen untuk membuat produk yang dimulai dari proses perancangannya (rekayasa).
2. Make To Order ( MTO ), yaitu bila produsen menyelesaikan item akhirnya jika dan hanya jika telah menerima pesanan konsumen untuk item tersebut. Bila item tersebut bersifat unik dan mempunyai desain yang dibuat menurut pesanan, maka konsumen mungkin bersedia menunggu hingga produsen dapat menyelesaikannya.
3. Assembly To Order ( ATO ), yaitu bila produsen membuat desain standar, modul-modul opsional standar yang sebelumnya dan merakit suatu kombinasi tertentu dari modul-modul tersebut sesuai dengan pesanan konsumen.
4. Make To Stock ( MTS ), yaitu bila produsen membuat item-item yang diselesaikan dan ditempatkan sebagai persediaan sebelum pesanan konsumen diterima. Item akhir tersebut baru akan dari sistem persediaan setelah persediaan setelah pesanan konsumen diterima.
2.2 Bahan Baku
Menurut Indrajit dan Djokopranoto, pada tahun 2003: “Bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan raw material merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan”.
10 Menurut Assauri, pada tahun 1993: “Bahan baku merupakan bahan yang harus diperhitungkan dalam kelangsungan proses produksi. Banyaknya bahan baku yang tersedia akan menentukan besarnya penggunaan sumber-sumber di dalam perusahaan dan kelancarannya. Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku merupakan faktor penting dalam suatu proses produksi karena bila terjadi kekurangan bahan baku maka kegiatan perusahaan tidak dapat berjalan lancar.
Menurut (Indrajit dan Djokopranoto, 2003): “Bahan baku dapat digolongkan berdasarkan beberapa hal diantaranya yaitu berdasarkan harga dan frekuensi penggunaan”. Klasifikasi bahan baku berdasarkan harga di bagi menjadi tiga bagian yaitu :
1. Bahan Baku Berharga Tinggi ( High Value Items ), yaitu bahan baku yang biasanya berjumlah 10% dari jumlah jenis persediaan, namun jumlah nilainya mewakili sekitar 70% dari seluruh nilai persediaan, oleh karena itu memerlukan tingkat pengawasan yang sangat tinggi.
2. Bahan Baku Berharga Menengah ( Medium Value Items ), yaitu bahan baku yang biasanya berjumlah 20% dari jumlah jenis persediaan, dan jumlah nilainya juga sekitar 20% dari jumlah nilai persediaan, sehingga memerlukan tingkat pengawasan yang cukup.
3. Bahan Baku Berharga Rendah ( Low Value Items ), yaitu bahan baku ini biasanya berjumlah 70% dari seluruh jenis persediaan,tetapi memiliki nilai atau hargas ekitar 10% dari seluruh nilai atau harga persediaan, sehingga tidak memerlukan pengawasan yang tinggi.
11 2.3 Persediaan
Persediaan (inventory) didefinisikan sebagai sumber daya yang di simpan untuk memenuhi permintaan saat ini maupun saat yang akan datang. Persediaan merupakan hal penting bagi suatu perusahaan manufaktur, dalam menjaga keberlangsungan proses produksi. Karena persediaan dalam hal ini adalah bahan baku, maka persediaan memiliki persentase terbesar dari modal kerja.
Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan/proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang masih menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi (Rangkuti, 2007).
“Persediaan adalah sejumlah bahan- bahan, bagian-bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu” (Rangkuti, 2002).
“Persediaan memiliki fungsi penting yang dapat meningkatkan efisiensi operasional suatu perusahaan. Dengan adanya persediaan maka proses produksi tidak terhambat oleh kekurangan bahan baku. Selain itu, prosedur untuk memperoleh dan menyimpan bahan baku yang dibutuhkan dapat dilaksanakan dengan biaya minimum” (Bedworth dan Bailey, 1982)
12 “Persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau langganan setiap waktu”. (Assauri, 1993; 219)
2.1.1 Fungsi Persediaan
Persediaan merupakan salah satu unsur paling aktif dalam operasi perusahaan. (Assauri, 1993): “Fungsi persediaan yang diadakan mulai dari persediaan yang berbentuk bahan mentah sampai dengan barang jadi antara lain:
1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang atau bahan- bahan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
2. Menghilangkan resiko dari material yang dipesan tidak memenuhi kualifikasi, sehingga harus dikembalikan.
3. Menumpuk bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat digunakan bila bahan itu tidak ada dipasaran.
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi.
2.1.2 Jenis-jenis Persediaan
Setiap jenis persediaan mempunyai karakteristik tersendiri dan cara pengelolaan yang berbeda. Menurut jenisnya, persediaan fisik dibedakan menjadi (Rangkuti, 2007 ):
1. Persediaan bahan mentah (raw material), yaitu persediaan persediaan
13 barang- barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen-komponen lainnya yang digunakan dalam proses produksi.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts/component), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in proses), yaitu persediaan barang- barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim ke pelanggan.
2.1.3 Biaya Persediaan
Untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan biaya- biaya variable berikut ini harus dipertimbangkan, diantaranya (Rangkuti, 2007) :
a. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs).
Merupakan biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya
14 persediaan barang. Biaya ini terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak, atau rata- rata persediaan semakin tinggi. Biaya -biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah:
1. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pemanas atau pendingin).
2. Biaya modal (oportunity cost of capital, yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan) 3. Biaya keusangan
4. Biaya penghitungan fisik dan kondisi laporan 5. Biaya asuransi persediaan
6. Biaya pajak persediaan
7. Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan b. Biaya Pemesanan (Pembelian)
Merupakan biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan pemesanan bahan sejak pemesanan bahan sampai bahan tersedia di gudang.
Setiap kali barang dipesan, perusahaan menanggung biaya pemesanan (ordercosts atau procurement costs). Biaya-biaya pemesanan secara terperinci meliputi :
1. Pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi 2. Upah
3. Biaya telepon
4. Pengeluaran surat menyurat
15 5. Biaya pengepakan dan penimbangan
6. Biaya pemeriksaan penerimaan 7. Biaya pengiriman kegudang
8. Biaya hutang lancar dan sebagainya.
Pada umumnya, biaya per pesanan (di luar biaya bahan dan potongan kuantitas) tidak naik bila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total akan turun.
c. Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost
Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri "dalam pabrik" perusahaan menghadapi biaya penyiapan (setup costs) untuk memproduksi komponen tertentu. Biaya- biaya ini terdiri dari :
1. Biaya mesin-mesin menganggur 2. Biaya persiapan tenaga kerja langsung 3. Biaya penjadwalan
4. Biaya ekspedisi dan sebagainya.
d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (Shortage Costs)
Merupakan biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan baku. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :
1. Kehilangan penjualan 2. Biaya ekspedisi
16 3. Selisih harga
4. Biaya pemesanan khusus 5. Terganggunya operasi
6. Tambahan pengeluaran manajerial dan sebagainya.
2.4 Peramalan
Peramalan dalam manajemen permintaan adalah meramalkan permintaan dari item-item independent demand di masa yang akan datang, untuk selanjutnya dikombinasikan dengan pelayanan pesanan (order service) yang bersifat pasti, agar kita dapat mengetahui total permintaan dari suatu item atau produk sehingga memudahkan dalam manajemen produksi dan inventori (Gaspersz, 2012).
Menurut Gaspersz (dikutip dari Lindawati, 2003), pada dasarnya terdapat 9 langkah yang harus diperhatikan untnuk menjamin efektifitas dan efisiensi dari sistem peramalan dalam manajemen permintaan, yaitu:
a. Menentukan tujuan dari peramalan
b. Memilih item independent demand yang akan diramalkan
c. Menetukan horizon waktu dari peramalan (jangka pendek, menengah, atau panjang)
d. Memilih model-model peramalan
e. Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan f. Validasi model peramalan
g. Membuat peramalan
h. Implementasi hasil-hasil peramalan
i. Memantau keandalan hasil-hasil peramalan.
17 Tujuan utama dari peramalan dalam menajemen persediaan adalah untuk meramalkan permintaan dari item-item independent demand dimasa yang akan datang. Penentuan horizon waktu peramalan akan tergantung pada situasi dan kondisi actual dari masing-masing indutri manufaktur serta tujuan dari peramalan itu sendiri. Bagaimanapun juga peramal harus memilih interval ramalan atau bagaimana mengembangkan suatu ramalan. Alternative yang umum dipilih adalah menggunakan interval waktu: harian, mingguan, bulanan, triwulan, semesteran, tahunan.
Dalam industry manufaktur, pemilihan waktu mingguan dimaksudkan untuk peramalan jangka pendek, sedangka interval waktu bulanan untuk peramalan jangka menengah, dan interval waktu triwulan untuk peramalan jangka panjang.
2.4.1 Model Peramalan
Pemilihan model peramalan akan bergantung pada pola data dan horizon waktu dari peramalan. Terdapat sejumlah model peramalan yang telah dikembangkan pada saat ini. Beberapa model peramalan menurut Gaspersz (2012) adalah sebagai berikut :
1. Model Rata-rata bergerak (Moving Average)
Model rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data aktual permintaan yang baru untuk mendapatkan data ramalan permintaan di masa yang akan datang. Model ini mengasumsikan bahwa permintaan pasar terhadap produk akan stabil sepanjang waktu.
18 2.Model Analisis Garis Kecenderungan (Trend linear Analysis) Model analisis garis kecenderungan dipergunakan sebagai model peramalan apabila pola historis dari data aktual permintaan menunjukan adanya suatu kecenderungan menaik dari waktu ke waktu.
3.Model Pemulusan Eksponensial (Exponential Smoothing) Model pemulusan eksponensial digunakan apabila pola historis dari data aktual permintaan bergejolak atau tidak stabil dari waktu ke waktu.
Ft = Ft-1 + α (At-1 – Ft-1)...(2.1) Dimana :
Ft = nilai ramalan untuk periode waktu ke-t
Ft-1 = nilai ramalan untuk satu periode waktu yang lalu, t-1 At-1 = nilai aktual untuk satu periode waktu yang lalu, t-1 α = konstanta pemulusan (smoothing constant)
Penetapan nilai alpha (α) yang diperkirakan tepat, kita dapat menggunakan panduan berikut :
• Apabila pola historis dari data aktual permintaan sangat bergejolak atau tidak stabil dari waktu ke waktu, maka kita memilih nilai α yang mendekati satu .
• Apabila pola historis dari data aktual permintaan tidak bergejolak atau relatif stabil dari waktu ke waktu, maka kita memilih nilai α yang mendekati nol.
4.Model Rata-rata Bergerak Terbobot (Weighted Moving Averages) Model rata-rata bergerak terbobot lebih responsive terhadap
19 perubahan, karena data dari periode yang baru biasanya diberi bobot lebih besar.
2.4.2 Pengujian Model Peramalan
Pengujian model peramalan perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keandalan dari model peramalan yang dipilih. Berikut beberapa cara pengujian model peramalan menurut Gasperzs (2012) :
1. Mean Absolute Deviation (MAD)
Mean Absolute Deviation (MAD) mengukur ketepatan ramalan dengan rata- rata perkiraan kesalahan (nilai absolut masing-masing kesalahan). MAD berguna untuk menganalisa atau mengukur kesalahan ramalan dalam unit yang sama sebagai deret asli. Berikut ini rumus untuk menghitung MAD.
𝑴𝑨𝑫 =
∑(𝐀𝐛𝐬𝐨𝐥𝐮𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐟𝐨𝐫𝐞𝐜𝐚𝐬𝐭 𝐞𝐫𝐫𝐨𝐫𝐬)𝐧
...
2.2 Dimana :MAD = Mean Absolute Deviation n = periode peramalan
Absolut forecast error = nilai absolute dari selisih permintaan actual terhadap forecast
2. Mean Square Error (MSE)
Mean Square Error adalah metode lain untuk mengevaluasi metode peramalan yang merupakan rata-rata dari nilai kuadrat simpangan data.
Rumus penghitungan MSE sebagai berikut :
20
𝑴𝑺𝑬 =
∑( 𝐟𝐨𝐫𝐞𝐜𝐚𝐬𝐭 𝐞𝐫𝐫𝐨𝐫𝐬)²𝐧 ...2.3 Dimana :
MSE = Mean Square Error n = periode peramalan
forecast error = nilai selisih permintaan aktual terhadap forecast 3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
MAPE juga dapat digunakan untuk membandingkan ketepatan dari metode yang sama atau berbeda dalam dua deret yang berbeda sekali dan mengukur ketepatan nilai dugaan model yang dinyatakan dalam bentuk rata-rata persentase absolut kesalahan. MAPE dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
𝑴𝑨𝑷𝑬 =
∑(𝐚𝐛𝐬𝐨𝐥𝐮𝐭 𝐟𝐨𝐫𝐞𝐜𝐚𝐬𝐭 𝐞𝐫𝐫𝐨𝐫𝐬)²𝐧 (𝐀) ...2.4 Dimana :
MAPE = Mean Absolute Persentage Error n = periode peramalan
A = permintaan actual
Absolut forecast error = nilai absolute dari selisih permintaan actual terhadap forecast
2.5 Material Requirement Planning (MRP)
Menurut Gaspersz, pada tahun 2012 Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan
21 terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantungan. (Dependent demand items).
Menurut Heizer dan Render, pada tahun 2005 menyebutkan bahwa MRP adalah model permintaan terikat yang menggunakan daftar kebutuhan bahan, status persediaan, penerimaan yang diperkirakan, dan jadwal produksi induk, yang dipakai untuk menentukan kebutuhan material yang akan digunakan.
Menurut Schroeder, R,G, pada tahun 1994 menyebutkan MRP sebagai suatu sistem informasi yang digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan persediaan dan kapasitas.
Menurut Tampubolon, pada tahun 2004 menyebutkan MRP merupakan komputerisasi sistem persediaan seluruh bahan yang dibutuhkan dalam proses konversi suatu perusahaan, baik usaha manufaktur maupun usaha jasa.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa pakar yang dimaksud diatas, maka MRP dapat diartikan sabagai sebuah metode perencanaan dan pengendalian material (bahan baku, parts, komponen, dan subkomponen) yang terikat pada unit produksi yang akan dihasilkan, dengan menggunakan suatu sistem yang sudah terintegrasi dan berkaitan.
2.5.1 Tujuan dan Manfaat Material Requirement Planning (MRP) Menurut Herjanto pada tahun 1999, tujuan MRP adalah:
1. Meminimumkan persediaan (inventori)
MRP merupakan seberapa banyak dan kapan suatu item diperlukan disesuaikan dengan Jadwal Produksi Induk
2. Meningkatkan efisiensi
22 MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai Jadwal Produksi Induk
3. Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman
4. MRP mengidentifikasikan banyaknya bahan dan item yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan waktu tenggang produksi maupun pengadaan komponen.
Menurut Render dan Heizer (dikutip oleh Rovianty, 2007), manfaat dari MRP adalah:
1.Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen 2.Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja 3.Perencanaan dan penjadwalan persediaan yang lebih baik
4.Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar
5.Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan terhadap konsumen
2.5.2 Input Sistem Material Requirement Planning (MRP)
Menurut Chase, et al (dikutip oleh Rovianty, 2007), MRP memiliki tiga input informasi yang diperlukan, yaitu:
1. Jadwal Produksi Induk
MPS adalah perencaan dalam suatu fase yang menentukan berapa banyak dan kapan perusahaan merencanakan, membuat tiap produk akhir. MPS dibuat dengan cara membagi rencana produksi total dalam bermacam- macam produk akhir yang akan dibuat, dimana hasil ramalan tersebut dipakai untuk membuat rencana produksi yang pada akhirnya dibuat rencana yang lebih terperinci atau
23 rencana jangka pendek. MPS merupakan proses alokasi untuk membuat sebuah produk yang diinginkan dengan memperhatikan kapasitas yang dimiliki. (dikutip oleh Rovianty, 2007)
2. Struktur Produk (Bill of Material (BOM))
BOM merupakan daftar item yang diperlukan untuk membuat atau merakit suatu unit produk jadi. BOM file berisi penjelasan yang lengkap atas produk, tidak hanya mencantumkan data mengenai urutan-urutan produksi. BOM juga sering disebut sebagai struktur pohon produk (product structure tree) karena BOM ini menunjukan bagaimana sebuah produk itu dibentuk oleh komponen-komponen.
Struktur produk ini menunjukkan berapa banyak setiap item dan bagian produk yang akan diperlukan, urutan perakitan bila struktur produk dimasukkan ke dalam master BOM, yang terperinci semua nama komponen, nomor identitas, nomor gambar, dan sumber bahan baik yang dibuat dalam perusahaan ataupun yang dibeli dari pihak luar. Daftar komponen ini akan dirakit, sehingga master BOM juga merupakan suatu bentuk pemrosesan. (dikutip oleh Rovianty, 2007)
3. Catatan Daftar Persediaan
Catatan daftar persediaan merupakan catatan tentang persediaan item yang ada di gudang dan yang sudah dipesan tapi belum diterima. Catatan ini digunakan bila diperlukan dalam produksi. Isi catatan ini adalah nomor identifikasi, kuantitas yang tersedia, tingkat stok pengaman (safety stock), kuantitas yang telah direncanakan untuk produksi dan waktu tunggu pengadaan (procurement leadtime) untuk setiap item. Catatan ini harus selalu up to date dengan cara melakukan pencatatan atas transaksi-transaksi yang terjadi seperti penerimaan,
24 pengeluaran, produk gagal dan pemesanan, untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan. (dikutip oleh Rovianty, 2007)
2.5.3 Langkah Dasar Pengolahan MRP
Menurut Hartini pada tahun 2006, empat langkah dasar dalam pengolahan MRP adalah sebagai berikut:
1. Netting (perhitungan kebutuhan bersih)
Kebutuhan bersih (NR) dihitung sebagai nilai dari kebutuhan kotor (GR) minus jadwal penerimaan (SR) minus persediaan ditangan (OH). Kebutuhan bersih dianggap nol bila NR lebih kecil dari atau sama dengan nol.
2. Lotting (penentuan ukuran lot)
Langkah ini bertujuan untuk menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan hasil dari perhitungan bersih. Langkah ini ditentukan berdasarkan teknik lotting/lot sizing yang tepat. Parameter yang digunakan biasanya adalah biaya simpan dan biaya pesan.
3. Offsetting (Penentuan ukuran pemesanan)
Langkah ini bertujuan agar kebutuhan item dapat tersedia tepat pada saat dibutuhkan dengan menghitung lead time pengadaan komponen tersebut.
4. Explosion
Langkah ini merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat item (komponen) pada tingkat yang lebih rendah dari struktur produk yang tersedia.
25 2.5.4 Proses Lotting
Teknik lot sizing merupakan teknik untuk meminimalkan jumlah barang yang akan dipesan dan meminimalkan biaya persediaan. Objek dari manajemen persediaan adalah untuk menghitung tingkat persediaan yang optimum yang sesuai dengan permintaan pasar dan kapasitas perusahaan. (dikuti dari Fuad Aty Hary,2011)
Teknik penentuan ukuran lot mana yang paling baik dan tepat bagi suatu perusahaan adalah persoalan yang sangat sulit, karena sangat tergantung pada hal- hal sebagai berikut (dikuti dari Fuad Aty Hary,2011):
a. Variasi dari kebutuhan, baik dari segi jumlah maupun periodenya b. Lamanya horison perecanaan
c. Lama periode (mingguan, bulanan dan sebagainya) d. Perbandingan biaya pesan dan biaya unit
1. Economic Order Quantity (EOQ)
Untuk menghitung pengendalian persediaan digunakan metode Economic Order Quantity (EOQ), yang merupakan metode persediaan yang sederhana.
Metode ini bertujuan untuk menentukan ukuran pemesanan ekonomis yang dapat meminimasi biaya-biaya dalam persediaan. Metode pengendalian persediaan ini menjawab 2 pertanyaan penting, kapan harus memesan dan berapa banyak jumlah yang harus dipesan.
Metode EOQ atau disebut metode Wilson pertama kali dicetuskan oleh Ford Harris pada tahun 1915, tetapi lebih dikenal dengan nama metode Wilson karena dikembangkan oleh Wilson pada tahun 1934.
26 Jika suatu barang dipesan dari pemasok, berapa pun jumlah barang yang dipesan, biaya pemesanan (telepon, pengiriman, administrasi, dan lain-lain) besarnya selalu sama. Artinya, biaya pemesanan tidak tergantung pada jumlah pemesanan melainkan pada berapa kali jumlah pemesanan.
Jika suatu barang diproduksi, perusahaan harus men-‘set up’ mesin dan fasilitas produksi lainnya, harus membuat rencana, dan lain-lain yang biaya tersebut tidak akan berbeda untuk jumlah produksi yang berbeda.
Fakta lainnya, ada biaya yang berubah jika jumlah unit yang diproduksi atau dipesan berubah. Biaya ini berbanding lurus dengan jumlah yang diproduksi.
Termasuk harga barang, biaya penyimpanan, biaya penanganan dan lain-lain.
Dengan adanya biaya-biaya tersebut maka total biaya akan menjadi berbeda apabila jumlah unit yang diproduksi juga berbeda.
Jika jumlah pemesanan unit produk melebihi jumlah pemesanan yang ekonomis, maka akan membuat biaya penyimpanan menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan biaya persediaan dari jumlah pemesanan yang ekonomis.
Selain itu, bila jumlah pemesanan unit produk kurang dari jumlah pemesanan yang ekonomis, maka biaya pemesanan akan lebih besar. Hal ini disebabkan karena perusahaan harus memesan produk berkali-kali dengan biaya pemesanan yang dilipatgandakan.
Perhitungan EOQ diformulasikan sebagai berikut:
EOQ = √ (2AD)/H...(2.5) Dimana :
A = Order Cost D =Demand Rata-rata
27 H =Holding Cost
2. Lot For Lot (LFL)
Menurut Purwati (2008), metode lot for lot (LFL), atau juga dikenal sebagai metode persediaan minimal, berdasarkan pada ide menyediakan persediaan (atau memproduksi) sesuai dengan yang diperlukan saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin. Jumlah pesanan sesuai dengan jumlah sesungguhnya yang diperlukan (lot for lot) ini menghasilkan tidak adanya persediaan yang disimpan. Sehingga biaya yang timbul hanya berupa biaya pemesanan saja. Asumsi yang ada dibalik metode ini adalah bahwa pemasok (dari luar atau dari lantai pabrik) tidak mensyaratkan ukuran lot tertentu; artinya berapapun ukuran lot yang dipilih akan dapat dipenuhi.
Metode ini mengandung resiko, yaitu jika terjadi keterlambatan dalam pengiriman barang. Jika persediaan itu berupa bahan baku, mengakibatkan terhentinya produksi. Jika persediaan itu berupa barang jadi, menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan pelanggan. Pendekatan ini memperkecil biaya penyimpanan dan biasanya digunakan untuk jenis barang mahal. Metode ini cocok untuk jenis produk yang bersifat perishable goods, misalnya produk- produk makanan dan cocok untuk jenis inventori dengan biaya set up kecil, biaya simpan sangat besar, untuk produk dengan demand yang discontinuous.
3 .Least Unit Cost (LUC)
Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan ongkos unit perkecil, dimana jumlah pemesanan ataupun interval pemesanan dapat bervariasi.
28 keputusan untuk pemesanan didasarkan yaitu menetapkan Lot Size dengan memperhitungkan sejumlah periode demand sedemikian sehingga total biaya per unit minimum.
Jika suatu order tiba atau datang pada awal periode pertama dan mampu memenuhi kebutuhan sampai akhir periode T, maka rumusnya adalah:
Total Biaya per unit = (Biaya Order + Biaya Holding sampai akhir periode T) / kumulatif demand sampai akhir periode T
Periode pengisian kembali (replacement period direncanakan pada periode pertama dan selanjutnya pada periode-peride dimana total biaya per unit naik untuk pertama kali).
4. Fixed Order Quantity ( FOQ )
Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan tetap karena keterbatasan fasilitas. Misalnya : Kemampuang gudang, transportasim kemampuan supplier dan pabrik. Jadi dalam menentukan ukuran lot berdasarkan intuisi atau pengalaman sebelumnya (Amalia, 2013).
5. Periode Order Quantity ( POQ )
Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh model EOQ. Dengan mengambil dasar perhitungan pada model pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun (Amalia, 2013).
29 6. Part Periode Balancing ( PBB )
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati ongkos pesannya (Amalia, 2013).
7. Fixed Periode Requirement ( FPR )
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan periode tetap, dimana pesanan dilakukan berdasarkan periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh ramalan tetapi dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada interval pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan (Amalia, 2013).
8. Least Total Cost ( LTC )
Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan diminimalisasikan apabila untuk setiap lot dalam suatu horizon perencanaan hamper sama besarnya.
Hal ini dapat dicapai dengan memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan perunit- nya hamper sama dengan ongkos pengadaannya per unit.
9. Wagner Within ( WW )
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi program liner, bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan perhitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesauian masalah ini adalah melakukan menimalisasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan berusaha agar ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan yang dilakukan.
30 10. Silver Mean ( SM )
Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan ongkos total per-periode. Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode yang berturut-turut sebagai ukuran lot yang tentative (bersifat sementara). Penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran lot tentative tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya adalah ukuran lot tentative terakhir yang ongkos total periodenya masih menurun.
Pada penelitian ini akan menggunakan 3 metode lot sizing MRP yaitu : Lot For Lot ( LFL), Economic Order Quantity (EOQ) dan Least Unit Cost (LUC ) 2.6 Persediaan Pengaman (Safety Stock)
Persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock out) (dikuti dari Fuad Aty Hary,2011).
Ada beberapa faktor yang menentukan besarnya persediaan pengaman yaitu : 1. Penggunaan bahan baku rata-rata
2. Faktor waktu
3. Biaya-biaya yang digunakan
Rumus umum Persediaan Pengaman (Safety Stock) untuk tingkat permintaan variabel dan lead time yang konstan yaitu:
SS = z (σd)...(2.6) (Sumber: Rangkuti, 2007)
31 Dimana :
SS : Safety Stock
Z : Service Level
σd : Standar Deviasi dari tingkat kebutuhan LT : Waktu Tenggang (Lead Time)
2.7 Reorder Point (ROP)
Reorder point (ROP) menjawab pernyataan kapan mulai mengadakan pemesanan. ROP model terjadi apabila jumlah persediaan yang terdapat di dalam stok berkurang terus. Dengan demikian kita harus menentukan berapa banyak batas minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan sehingga tidak terjadi kekurangan persediaan. Jumlah yang diharapkan tersebut dihitung selama masa tenggang. Mungkin dapat juga ditambahkan dengan safety stock yang biasanya mengacu kepada probabilitas atau kemungkinan terjadinya kekurangan stock selama masa tenggang.
ROP atau biasa disebut dengan batas/titik jumlah pemesanan kembali termasuk permintaan yang diinginkan atau dibutuhkan selama masa tenggang, misalnya suatu tambahan /ekstra stok (dikuti dari Fuad Aty Hary,2011).
Rumus umum Reorder Point (ROP) untuk tingkat permintaan variabel dan lead time yang konstan yaitu:
ROP = LT + SS...(2.7) (Sumber: Rangkuti, 2007)
32 Dimana :
: Rata-rata tingkat permintaan
LT : Waktu tenggang (Lead Time) konstan SS : Safety Stock
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
Judul Tahun Penulis Metode Kesimpulan
Demand Forecasting For Economic Order Quantity in
Inventory Management
2013
Aju Mathew,
Prof.E.M.Somasekaran Nair & Asst Prof.
Jenson Joseph E
Economic Order
Quantity(EOQ) dan
Exponential smoothing
Mengestimasi persediaan dengan biaya yang lebih rendahdengan melalukan ROP 6 minggu tetapi dikarenakan faktor tempat maka dibuat 8 mingguan
INVENTORY MANAGEMENT THROUGH EOQ MODEL
2015 Eduina Guga
Economic Order
Quantity(EOQ)
Penelitian ini menerapkan model manajemen persediaan EOQ
(Economic Order Quantity) dan ROP (Reorder Point).Dan pemesanan kembali dilakukan setiap 6 minggu.
Economic Order Quantity (EOQ) Model
2016 Dr. Rakesh Kumar
Economic Order
Quantity(EOQ)
EOQ adalah alat yang sangat berguna untuk pengendalian persediaan yang dapat diterapkan pada persediaan barang jadi, persediaan dalam proses dan persediaan bahan baku.
Material Requirement Planning for
Automobile Service Plant
2014 Dinesh E. , Arun A.&
Pranav R
Material Requirement Planning
Material Requirement Planning (MRP) mengurangi biaya pemeliharaan dan biaya industri. Ini memperbaiki rantai komponen yang tidak terputus untuk layanan dan pengirimann tepat waktu.
A Study on MRP with Using Leads Time, Order Quality and Service Level over a Single Inventory
2015
Seyed Hassan Shojaie, Abbas Bahoosh &
Mohammadreza Pourhassan
Material Requirement Planning
Metode yang dapat digunakan untuk mengendalikan persediaan adalah metode Exponential Smoothing, dengan perhitungan biaya paling rendah dengan EOQ
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan suatu tempat atau wilayah dimana penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan mengambil lokasi di PT . XYZ dengan alamat Desa Mangga Besar, Klari,Karawang Timur.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama bulan April – Juni 2017 di mulai pada saat pengambilan data sampai selesai .
3. Tipe Penelitian
Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menggunakan tipe penelitian dengan studi kasus . Studi Kasus merupakan bentuk penelitian yang meneliti fenomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meskipun batas- batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnya jelas.
34 Kasus tersebut dapat berupa individu, organisasi, karakteristik atau atribut dari individu-individu, peristiwa atau insiden tertentu, dan sebagainya. Penelitian ini dilakukan pada suatu unit penelitian (benda, orang, tempat kerja, atau unit penelitian lain), selama kurun waktu tertentu secara mendalam untuk mengidentifikasi dan menganalisis berbagai variabel yang diperlukan. Namun karena sifat dari penelitian ini yang sangat mendalam, maka cakupan kajiannya menjadi kurang luas, terbatas pada unit penelitian yang diambil sehingga hasil penelitian tidak bisa dan tidak boleh digunakan untuk keadaan yang berlaku secara umum.
Studi kasus terbagi menjadi 3 tipe, yaitu:
a. Studi kasus intrinsik, penelitian dilakukan karena ketertarikan atau kepedulian pada suatu kasus khusus guna memahami secara utuh kasus tersebut tanpa harus dimaksudkan untuk menghasilkan konsep-konsep/teori ataupun tanpa ada upaya menggeneralisasi.
b. Studi kasus instrumental, penelitian pada suatu kasus unik tertentu guna memahami isu dengan lebih baik, dan juga guna mengembangkan dan memperhalus teori.
c. Studi kasus kolektif/majemuk/komparatif, suatu studi kasus instrumental yang diperluas sehingga mencakup beberapa kasus. Tujuannya adalah untuk mempelajari fenomena/populasi/kondisi umum dengan lebih mendalam.
35 3.2 Jenis dan Sumber Data
Aktivitas penelitian tidak akan terlepas dari keberadaan data yang merupakan bahan baku informasi untuk memberikan gambaran spesifik mengenai obyek penelitian. Data adalah fakta empirik yang dikumpulkan oleh peneliti untuk kepentingan memecahkan masalah atau menjawab pertanyaan penelitian.
Data penelitian dapat berasal dari berbagai sumber yang dikumpulkan dengan menggunakan berbagai teknik selama kegiatan penelitian berlangsung.
Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer, peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi, wawancara, diskusi terfokus dan penyebaran kuesioner.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti buku, laporan, jurnal, dan lain- lain. Dalam penulisan Tugas Akhir ini sebagian besar data sekunder yang diperoleh berasal dari dokumen-dokumen PT .XYZ.
Untuk penelitian ini data yang dibutuhkan adalah :
36 a. Data pemakaian bahan baku tepung terigu periode April 2015 s/d
Maret 2017.
b. Biaya penyimpanan tepung terigu.
c. Biaya pemesanan tepung terigu.
d. Lead Time (waktu tenggang) pemesanan.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik Interview
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap narasumber atau sumber data atau pihak lain yang berhubungan dengan permasalahan yang dikaji. Wawancara dapat dilakukan dengan tatap muka maupun melalui telpon.
2. Teknik Pengamatan Lapanagan (Field Research )
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer yang berhubungan denngan objek pengamatan secara langsung. Metode yang digunakan adalah observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung guna memperoleh data penggunaan tepung terigu pada produksi
37 3. Studi Pustaka (Librsry Research)
Yaitu pengumpulan data dengan mempelajari referensi, literatur, laporan hasil penelitian dan sumber kepustakaan lain yang berhubungan dengan permasalahan yang diamati.
3.4 Tahapan Analisis Data a. Pengumpulan Data
Peneliti mencatat semua data secara obyektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan dokumen (schedule) dari lapangan
b. Metode Peramalan
Menghitung ramalan permintaan bahan baku untuk 1 tahun ke depan dengan membandingkan 3 metode peramalan yaitu :
1. Metode Single Exponential Smoothing untuk α = 0,1, α = 0,5, α = 0,9.
dimana α merupakan suatu nilai (0<α<1) yang ditentukan secara subjektif.
2. Metode Moving Average untukk periode 2 bulan, 3 bulan dan 5 bulan.
3. Metode regresi Linear
c. Menetapkan metode peramalan yang digunakan dengan memilih peramalan dengan deviasi terkecil.
d. Menghitung ukuran pemesanan (lot Size)
e. Merencanakan persediaan bahan baku tepung terigu periode Aril 2017 –Maret 2018
38 3.5 Kerangka Pemikiran
Mulai
Studi Pendahuluan - Observasi
- Interview
Studi Literatur
Latar Belakang Masalah
Identifikasi & Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Pengumpulan Data
1.Data pemakaian produksi dan penerimaan barang dari suplier 2.Data Pemesanan : Biaya Simpan,Biaya Pemesanan dan Lead Time
Pengolahan Data:
1.Menentukan metode peramalan yang akan dipakai (Moving Average,Exponential Smooting,Regresi linear) dengan persentase error yang paling kecil
2.Menganalisa persediaan bahan baku dengan metode MRP (Teknik hitung dengan EOQ ,Lot For Lot dan LUC)
Analisis biaya persediaan yang paling kecil
Kesimpulan & Saran
Selesai
39
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan Data
Data-data yang diperoleh dengan wawancara dan hasil pencatatan berdasarkan dokumentasi PT XYZ sebagai pihak yang terkait dengan masalah persediaan bahan baku utama pembuatan wafer yaitu terigu adalah sebagai berikut:
4.1.1 Data Permintaan Bahan Baku Tepung Terigu
Data ini digunakan sebagai dasar dalam melakukan proses peramalan permintaan bahan baku terigu untuk periode April 2017- April 2018. Data- data tersebut berasal dari laporan pemakaian bahan baku tepung terigu bagian PPIC PT XYZ.
40 Tabel 4.1 Data Permintaan Bahan Baku Tepung Terigu (April 2015-Maret 2017)
No Periode
Permintaan Tepung Terigu
(kg)
1 Apr'15 1.171.275
2 Mei'15 1.205.025
3 Jun'15 1.132.150
4 Jul'15 774.775
5 Agu'15 1.046.900
6 Sep'15 1.008.075
7 Okt'15 657.850
8 Nov'15 1.053.325
9 Des'15 1.413.075
10 Jan'16 1.159.975
11 Feb'16 869.025
12 Mar'16 1.238.800
13 Apr'16 1.042.925
14 Mei'16 534.800
15 Jun'16 1.290.025
16 Jul'16 802.500
17 Agu'16 1.322.850
18 Sep'16 1.021.875
19 Okt'16 825.750
20 Nov'16 728.300
21 Des'16 717.850
22 Jan'17 957.425
23 Feb'17 1.248.725
24 Mar'17 1.393.525
Total 24.616.800
Sumber : Data Bag. PPIC PT XYZ
41 Sumber : Data Bag. PPIC PT XYZ
Gambar 4.1 .Laju Permintaan Bahan Baku Periode April 2015 - Maret 2017 4.1.2 Struktur Biaya
Biaya Pemesanan merupakan seluruh biaya yang terjadi mulai dari pemesanan barang sampai tersedianya barang di gudang. Biaya pemesanan yang terjadi pada PT XYZ yaitu biaya administrasi pemesanan dan biaya transportasi (sewa truck). Biaya penyimpanan merupakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk menangani penyimpanan bahan baku tepung terigu. Dalam menangani penyimpanan bahan baku, PT XYZ menanggung biaya penghitungan fisik, asuransi, dan pajak. Data-data ini diolah dari jumlah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan per sekali pesan yang merupakan rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan.