BAB I
1.1 Deskripsi Tanaman
Klasifikasi tanaman pisang Ambon : Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta Subdivision : Spermathopyta Class : Liliopsida Subclass : Commelinidae Ordo : Zingiberales Family : Musaceae Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kuntze
Karakterisasi morfologi tanaman pisang Ambon memiliki tinggi batang 2.1- 2.9 meter, aspek batang normal, warna batang hijau, ketegakan daun tegak, kenampakan permukaan daun pudar, bentuk pangkal daun salah satu sisinya membulat, warna punggung tulang daun hijau kekuningan, panjang tangkai tandan 31-60 cm, posisi tandan menggantung bersudut 45 derajat, bentuk tandan silinder, kenampakan tandan sangat kompak, posisi buah melengkung ke arah tangkai, jumlah sisir per tandan 4-7, jumlah buah per sisir >17, panjang buah 16- 20 cm, bentuk buah lurus, ujung buah runcing, permukaan tangkai buah berbulu, warna kulit buah belum masak hijau, warna kulit buah masak hijau / kuning dan warna daging buah masak (Sariamanah dkk, 2016).
Pisang Ambon kuning merupakan buah yang umum dikonsumsi oleh masyarakat setelah makan. Pisang ini pada saat matang berwarna kuning dengan warna daging buah krem atau putih kekuningan. Rasa daging buahnya manis dan aroma yang kuat. Pisang Ambon juga digunakan sebagai makanan pemula untuk bayi. Berat tandan antara 15-25 kg, tersusun dari 10-14 sisir. Setiap sisir terdiri dari 14-24 buah. Ukuran panjang tiap buah 15-20 cm dan diameter 3,45 cm (Sariamanah dkk, 2016).
1.2 Fitokimia
Beberapa tanaman seperti tanaman pisang ambon memiliki kandungan senyawa fenolik pada bagian tanamannya diantaranya pada bagian daun. Senyawa fenolik merupakan senyawa yang terdapat di dalam beberapa tanaman, termasuk pada daun pisang ambon (Rao., U.S, Mahadeva, dkk., 2014). Senyawasenyawa seperti leucocyanidin, quercetin, dan 3-O-rhamnosylglucoside dapat ditemukan di hampir semua variasi pisang, termasuk pisang ambon (Pothavorn, P., dkk, 2010).
Skrining fitokimia terhadap simplisia jantung pisang ambon menunjukan bahwa simplisia jantung pisang ambon (Musa paradisiaca var. Sapientum L.) Memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder polifenolat, tanin dan kuinon (Fikayuniar dkk, 2023).
Saponin dinyatakan terkandung dalam batang pisang Ambon dengan uji pembentukan busa stabil setinggi 2-3 cm selama 30 detik pada penambahan satu tetes asam klorida 2 N dan uji warna Liebermann Burchard (LB) yang menghasilkan cincin warna coklat menunjukan adanya saponin triterpen. Isolasi menggunakan eluen kloroform : metanol : air (13:7:2) diperoleh bercak noda berwarna hijau pada lempeng silika gel yang disemprotkan pereaksi LB, menyatakan sampel juga mengandung saponin jenis steroid dengan nilai Rf 0.275, 0.325, 0.375. Hasil identifikasi Spektrofotometri Ultra Violet Visible (UV-Vis) yaitu nilai absorbansi saponin 2,754 pada panjang gelombang maksimal 209 nm (Agung dkk, 2012).
Uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak pelepah pisang ambon (Musa paradisiaca var. Sapientum) mengandung senyawa tanin, saponin, Flavonoid, fenol dan alkaloid. Dimana senyawa tanin ditandai dengan terbentuknya warna hijau kehitaman dan terdapat endapan putih pada ekstrak pelepah pisang ambon (Musa paradisiaca var. Sapientum) menunjukan adanya senyawa tanin. Pada senyawa saponin ditandai dengan adanya busa yang stabil dan terbentunya warna kuning keruh pada ekstrak pelepah pisang ambon (Musa paradisiaca var. Sapientum) menunjukan adanya senyawa saponin (Tunny dkk, 2022).
1.3 Penelitian-Penelitian Relevan Terkait Formulasi
Pohon pisang masih memiliki keunggulan berbeda, air perasan batang pisang bisa dipakai sebagai obat luka. Tinjauan ilmiah efektivitas pohon pisang pada penyembuhan luka, menunjukkan hasil yang memuaskan dari pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) yang digunakan dalam penyembuhan luka mencit percobaan. Pada penelitian ini pengobatan luka pada mencit dilakukan dengan menerapkan teknologi ekstrak batang pisang ambon. Tujuannya adalah untuk mengetahui derajat penyembuhan luka yang diberi sediaan gel batang pisang ambon. Materi yang digunakan adalah mencit putih sebanyak 20 ekor yang dibagi menjadi dua perlakuan perlakuan diberi sediaan gel ekstrak batang pisang ambon, sedangkan kontrol diberi obat komersial yang mengandung neomicyn sulfat dan ekstrak plasenta. Proses monitoring penyembuhan luka dilakukan selama 21 hari dengan mengukur panjang luka pada hari ke 1, 3, 5, 7, 14 dan 21.
Hasil penelitian ini menunjukkan penyembuhan luka pada kulit mencit yang diberi perlakuan (10 hari) lebih cepat 4 hari dibandingkan kontrol (14 hari).
Namun, kedua pemulihan tersebut tidak melampaui batas pengamatan penyembuhan luka (Nabila dkk, 2023).
Kandungan flavonoid dalam pelepeh pisang ambon (Musa paradisiaca (L.)) bermanfaat untuk penyembuhan berbagai luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi Na-CMC sebagai gelling agent terhadap stabilitas fisik sediaan gel ekstrak pelepeh pisang ambon (Musa paradisiaca (L.)). Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan membandingkan Konsentrasi
Na-CMC pada ketiga formulasi. Adapun konsentrasi yang digunakan adalah sebesar 2,5%, 5,0% dan 7,5%. Ketiga formulasi akan diuji mutu fisiknya dan formulasi terbaik akan diuji stabilitas fisiknya selama 4 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi II memiliki uji mutu fisik yang baik berdasarkan hasil uji yang dilakukan sesuai dengan standar. Berdasarkan hasil uji stabilitas, konsentrasi Na-CMC berpengaruh terhadap daya sebar, daya lekat dan viskositas dengan nilai signifikan sebesar 0,000. Hasil uji stabilitas pH menyatakan bahwa konsentrasi Na-CMC tidak berpengaruh terhadap pH sediaan dengan nilai signifikan 0,052. Secara deskriptif, organoleptis sediaan tetap stabil dari minggu ke-0 hingga minggu ke-4 (Hariningsih, 2019).
Ekstrak etanol 70% kulit buah pisang Ambon mengandung alkaloid, flavonoid, dan tanin yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi gelling agent terhadap karakteristik fisik gel ekstrak etanol 70% kulit buah pisang Ambon. Sediaan gel antiseptik ekstrak etanol kulit buah pisang dibuat dalam 4 formula dengan variasi basis dan konsentrasi basis gel yaitu FI (Na-CMC 5%), FII (Na-CMC 3%), FIII (Tragakan 5%), dan FIV (Tragakan 2,5%). Evaluasi terhadap sediaan dilakukan untuk mengetahui formula optimum yang memenuhi kriteria persyaratan. Evaluasi yang dilakukan meliputi organoleptis homogenitas, daya sebar, daya lekat, pH dan viskositas. Analisis dilakukan secara statistik menggunakan ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% untuk melihat perbedaan antar kelompok formula dan korelasi regresi linier untuk mengetahui pengaruh jenis dan konsentrasi gelling agent terhadap karakteristik gel antiseptik ekstrak etanol kulit buah pisang Ambon. Formula optimum diperoleh pada F1 dengan basis gel Na-CMC pada konsentrasi 5% karena memenuhi kriteria syarat gel yang baik (Forestryana, 2020).
Formulasi sediaan gel hand sanitizer dari ekstrak kulit pisang ambon (Musa acuminata colla) dengan menggunakan basis karbopol 940 dan HPMC disertai uji stabilitas fisik sediaan gel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktifitas antibakteri dari ekstrak kulit pisang ambon dalam sediaan gel hand sanitizer terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Pengujian dilakukan secara triplo dengan
konsentrasi ekstrak 8%, 10%, 12%, 14%, 16%. Pengujian aktifitas bakteri menggunakan metode difusi dengan cakram disk dan menggunakan media agar MHA sebagai media tumbuh bakteri Staphylococcus aureus. Konsentrasi ekstrak untuk sediaan gel yang dipakai yaitu 12%, 14%, 16%. Hasil penelitian pada sediaan gel dari uji aktivitas antibakteri sediaan gel Hand sanitizer yaitu pada konsentrasi 16% dengan zona hambat rata-rata tertinggi yaitu 15,00 mm dengan respon hambat kuat (Jusnita, 2019).
Formulasi sediaaan masker gel peel off yang terbuat dari kulit pisang ambon (Musa paradisiaca var). dibuat dengan basis Polivinil Alkohol (PVA) dengan konsentrasi 7%. Bahan aktif yang digunakan yaitu kulit pisang ambon yang mengandung vitamin B6, karbohidrat, fosfor, protein, vitamin C, dan beberapa zat lainnya yang berguna untuk kesehatan tubuh dan kecantikan serta kandungan lainnya seperti flavanoid, tanin, dan saponin. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental untuk menentukan proporsi terbaik masker dari kulit pisang ambon yang meliputi uji organoleptis, homogenitas, waktu sediaan mengering, pH dan daya sebar. Hasil pengamatan yaitu uji organoleptik berwarna coklat berbau khas dan bentuk setengah padat, uji homogenitas dari hari ke-1/ke-14 semua formula homogenitas, uji pH dari hari ke-1/ke-14 semua formula memiliki pH yang baik karena masih berada dalam range 4,5-6,5 yaitu 5, uji sediaan mengering di hari ke-1/ke-14 formula 1, 2 memiliki daya mengering yang baik karena masih dalam persyaratan waktu mengering yaitu 15-30 menit sedangkan formula 3 memiliki daya mengering yang kurang baik dari hari ke-1/ke-14 karena melebihi waktu sediaan mengering, dan uji daya sebar di hari ke-1 formula 1 dan 2 memenuhi persyaratan sedangkan formula 3 tidak memenuhi persyaratan sedangkan di hari ke-14 semua formula memenuhi persyaratan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kulit pisang ambon dapat diformulasikan menjadi sediaan masker gel peel off (Wahyuni dkk, 2022).
1.4 Tujuan Penelitian
BAB 2
2.1 Budidaya
Budidaya pisang ambon dimulai dari penanaman sampai panen. Bibit pisang diambil dari anakan pisang dengan ketinggian 40-50 cm. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam ukuran 40 cm x 40 cm dengan kedalaman 50 cm. Semua lubang tanam diberi pupuk kandang (kotoran ayam) sebanyak 3 kg per lubang dan kapur dolomit sebanyak 0,25 kg per lubang.
Setelah dibiarkan selama satu minggu, bibit pisang mulai ditanam. Pisang ditanam saat musim hujan, yakni bulan Desember 2017. Perawatan pisang yaitu berupa pembersihan gulma/rumput, pemupukan, penjarangan tunas pisang, pemotongan daun, dan pemberantasan hama penyakit. Pembersihan gulma dilakukan dengan penyemprotan mengunakan herbisida dan pembersihan gulma di sekitar pohon pisang menggunakan sabit. Pembersihan rumput dilakukan 3 kali per tahun (tiap 4 bulan sekali). pemupukan dilakukan sebanyak 4 kali per tahun, yakni pada bulan ke 1-2, 3-4, 6-7, dan 9-10. pada bulan 10-11 pohon pisang mulai berbuah. Diawali dengan munculnya bunga pisang atau lazim disebut jantung pisang (Zein, 2019).
Setelah jantung pisang mekar semua, maka dilakukan pemotongan jantung pisan agar pertumbuhan buah baik. Selain pemotongan jantung pisang, juga dilakukan pemangkasan daun. Daun yang sudah berwarna kuning/orange dipotong. Per batang rata-rata disisakan 7 helai daun. Pemberantasan hama dilakukan jika terdapat hama seperti semut, serangga, ulat, dan hama lainnya.
Pemberantasan dilakukan dengan penaburan furadan, penyemprotan menggunakan insektisida maupun fungisida. Setiap pohon dilakukan pengontrolan rutin untuk menjaga tanaman pisang dari serangan hama penyakit (Zein, 2019).
Proses pemupukan menggunakan pupuk organic merupakan cara budidaya pisang ambon. Menurut penelitian (Zein, 2019) Penggunaan pupuk kimia umumnya memerlukan biaya yang jauh lebih mahal, sehingga keuntungan
petani sangat minim. Guna meningkatkan keuntungan petani, maka salah satu alternatifnya adalah menekan penggunaan pupuk kimia dan mencampur (substitusi) dengan penggunaan pupuk organik. Pupuk organik yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik dari kotoran ayam yang telah difermentasi. Bahan baku berupa kotoran ayam sangat melimpah dan harganya pun cukup murah. Proses pembuatan pupuk organik juga tidak memerlukan biaya tinggi, hanya memerlukan biaya Rp500 per kg. Pupuk organik diaplikasikan pada tanaman pisang ambon. Hasilnya adalah dengan penggunaan pupuk organik, mampu menghemat biaya sebesar 31,5%.
Sedangkan hasil pertumbuhan dan buah pisang sama, baik kualitas maupun harga jualnya. Adapun pertumbuhan dan kualitas buah pisang adalah sama, baik menggunakan pupuk kimia maupun pupuk kimia-organik (campuran).
Rata-rata buah pisang berjumlah 7 sisir tiap tandan, dan 15 buah tiap sisir.
2.2 Panen Pasca Panen
Pisang merupakan komoditas hortikultura yang mudah rusak setelah dipanen, namun harga jual tinggi apabila mempunyai mutu yang baik.
Penanganan buah yang tidak tepat dapat mengakibatkan penurunan mutu secara drastis. Penurunan mutu buah pisang secara sensoris terutama pada warna kulit dan cita rasa. Menurut Satuhu (1994), salah satu hal yang menentukan baik tidaknya warna kulit dan cita rasa buah pisang adalah teknologi pemeraman yang tepat. Buah pisang termasuk golongan klimaterik karena tingkat kematangan untuk dipanen tidak sama. Buah pisang yang belum tua saat panen menjadi matang selama proses penyimpanan mempunyai mutu rendah. Menurut Satuhu dan Supriyadi (1998), buah pisang yang dipanen belum tua, akan menjadi matang selama penyimpanan dengan mutu yang rendah, rasa tidak enak, aroma kurang kuat, kematangan tidak seragam dan warnanya tidak menarik. Sedangkan Muchtadi (1992), mutu buah pisang yang mempunyai kematangan optimal sangat ditentukan secara visual (warna kulit, ukuran dan tingkat perkembangan buah). Untuk memperoleh kematangan buah pisang yang seragam dapat dilakukan dengan zat perangsang diantaranya gas etilen, karbit dan menggunakan daun gliricidia.
Beberapa senyawa alami memiliki potensi untuk diaplikasikan, salah satunya adalah propolis. Propolis merupakan produk yang dihasilkan oleh lebah madu dari campuran madu, lilin, serbuk sari, dan resin dari tumbuhan.
Lilin yang terdapat dalam propolis merupakan komponen lipid yang dapat dijadikan sebagai edible coating karena dapat mencegah penguapan air, mengurangi kerusakan permukaan, dan mengendalikan komponen gas dalam buah (Corbo et al., 2015). Propolis memiliki sifat sebagai perekat dan dapat mengisi bagian sarang lebah yang mengalami keretakan (Marcucci, 1995). Hal inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan dimana propolis dapat menutupi pori-pori permukaan buah sehingga mengurangi laju respirasi buah. Selain itu propolis merupakan antibiotik alami karena kemampuan antimikrobanya.
Senyawa aktif pinocembrin, galangin, asam kafeat, dan asam ferulat dapat memberikan efek antibakteri (Marcucci, 1995).
2.3 Proses Ekstraksi
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi. Serbuk kulit buah pisang (800 g) di maserasi dengan pelarut etanol 70%. Sampel tersebut direndam selama 3 kali 24 jam sambil dilakukan pengadukan. Ekstrak cair yang diperoleh tersebut diuapkan menggunakan rotary evaporator dan dilanjutkan dengan waterbath hingga diperoleh ektrak kental kulit buah pisang ambon (Forestryana, 2020).
DAFTAR PUSTAKA
Wa Ode Sitti Sariamanah, Asmawati Munir, Ahdiat Agriansyah. 2016.
KARAKTERISASI MORFOLOGI TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.)DI KELURAHAN TOBIMEITAKECAMATAN ABELI KOTA KENDARI. J.
AMPIBI 1(3) hal. ( 32-41) November 2016
Pothavorn, P., Kitdamrongsont, K., Swangpol, S., Wongniam, S., Atawongsa, K., Savasti, J., & Somana, J. (2010). Sap phytochemical compositions of some bananas in Thailand. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 58(15), 8782–
8787. https://doi.org/https://doi.org/10.1021/ jf101220k
Rao., U.S, Mahadeva, Mohd, K., Muhammad, A., Ahmad, B., Mohamad, M., &
Mat, R. (2014). Taxonomical, Phytochemical and Pharmacological Reviews of Musa sapientum var. Paradisiaca. Research Journal of Pharmacy and Technology, 7, 1356–1361
Lia Fikayuniar, Ermi Abriyani, Suamiyati, Aghnia Ahda. 2023. AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA EKSTRAK JANTUNG PISANG AMBON (Musa paradisiaca var sapientum L) DENGAN METODE DPPH. Jurnal Buana Farma:
Jurnal Ilmiah Farmasi, Vol. 3, No. 2, Juni 2023.
M. Agung Pratama Suharto, Hosea Jaya Edy, Jovie M. Dumanauw. 2012.
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPONIN DARI EKSTRAK METANOL BATANG PISANG AMBON(Musa paradisiaca var. sapientum L.).
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115
Risman tunny, Cut Bidara Panita Umar, Sari Siompu. 2022. Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Pelepah Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var.Sapientum) Terhadap Pertumbuhan Staphylococus Aureus Dengan Metode Difusi Sumuran. JRIK Vol 2 No. 1 (2022) – ISSN : 2827-8364 EISSN : 2827-8372.
Amany Nabila, Irzal Irda, Ulva Mohtar Lutfi, Sujatmiko. 2023. Penggunaan Sediaan Gel Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa paradisiaca var
sapientum) Dalam Proses Penyembuhan Luka Pada Mencit (Mus musculus).
JLAH, Vol. 6, No.2, August 2023 : 93-97
Yetti Hariningsih. 2019. Pengaruh Variasi Konsentrasi
Na-CMC Terhadap Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Pelepah Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.). Vol 8 (2) 2019 pp 46-51
Dyera Forestryanaa, Muhammad Surur Fahmia, Aristha Novyra Putri. 2020.
Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Gelling Agent pada Karakteristik
Formula Gel Antiseptik Ekstrak Etanol 70% Kulit Buah Pisang Ambon.
LUMBUNG FARMASI ; Jurnal Ilmu Kefarmasian ,Vol 1 No 2, Juli 2020
Nina Jusnita, Astarina Fitriani. 2018. FORMULASI SEDIAAN GEL HAND SANITIZER EKSTRAK KULIT PISANG AMBON
(Musa acuminata colla) DAN UJI AKTIVITAS TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus. (Vol. 3, No. 2, Sept 2018 – Feb 2019)
Dwi Fitrah Wahyuni, Mardiah Mustary, Syafruddin, Deviyanti. 2022. Formulasi Masker Gel Peel Off dari Kulit Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var). J. Sains Kes. 2022. Vol 4. No 1.