SKRIPSI
STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TERHADAP LAJU LIMPASAN DENGAN MENGGUNAKAN
VEGETASI RUMPUT SWISS DAN GAJAH MINI
Oleh :
NURWAHYUDI IRFAN
105 81 2423 15 105 81 2421 15
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020
ii
iii
iv
1) Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar Nurwahyudi.mks97@gmail.com
2) Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar Irfanzainuddin581@gmail.com
Abstrak
Debit Limpasan permukaan terjadi jika air hujan yang jatuh lebih besar dari kapasitas infiltrasi. Kondisi tersebut dipengaruhi berbagai hal, diantaranya intensitas curah hujan, kemiringan lahan yang mempengaruhi laju limpasan, karakteristik tanah dan keadaan vegetasi pada permukaan tanah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh variasi kemiringan terhadap laju limpasan permukaan yang bervegetasi rumput swiss dan gajah mini. Untuk mengetahui pengaruh kemiringan maka digunakan kemiringan sebesar 8º, 15º dan 21º dan intensitas curah hujan 290,26 mm/jam, 392,12 mm/jam dan 449,36 mm/jam. Dari hasil pengamatan disimpulkan bahwa debit limpasan tertinggi terjadi pada kemiringan 21º sebesar 195333 mm³/detik. Pada kemiringan 15⁰ sebesar 186000 mm³/detik. Kemiringan 8⁰ sebesar 177167 mm³/detik dengan debit limpasan terendah pada vegetasi rumput swiss pada intensita curah hujan 449,36 mm/jam.
Kata kunci: Laju limpasan, kemiringan tanah, dan Vegetasi Abstract
Discharge Surface runoff occurs when the falling rainwater is greater than the infiltration capacity. This condition is influenced by various factors, including rainfall intensity, land slope which affects runoff rate, soil characteristics, and the state of vegetation on the soil surface. The purpose of this study was to analyze the effect of variations in the slope on the runoff rate of Swiss grass and mini elephant vegetated surface. To determine the effect of slope, a slope of 8º, 15º and 21º was used and rainfall intensity was 290.26 mm / hour, 392.12 mm / hour and 449.36 mm / hour. From the observations it was concluded that the highest runoff discharge occurred at a slope of 21º at 195333 mm³ / second. At a slope of 15⁰ of 186000 mm³ / second. The slope of 8⁰ is 177167 mm³ / second with the lowest runoff discharge in swiss grass vegetation at 449.36 mm / hour rainfall intensity.
Keywords: runoff rate, soil slope, and vegetatio
v
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “STUDI EKSPERIMENTAL PENGARUH VARIASI KEMIRINGAN TERHADAP LAJU LIMPASAN DENGAN MENGGUNAKAN VEGETASI RUMPUT SWISS DAN GAJAH MINI”
guna memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik program studi Teknik Sipil Pengairan pada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam menyelesaikan tugas akhir ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Ir. Hamzah Al-Imran, ST., MT., IPM selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Andi Makbul Syamsuri, ST., MT., IPM selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Muh. Amir Zainuddin, ST., MT., IPM selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Ibu Dr. Ir. Eng. H. Farouk Maricar, MT selaku Dosen Pembimbing I dalam penyusunan Skripsi ini.
5. Ibu Dr. Ma’rufah, SP., MP selaku Dosen Pembimbing II dalam penyusunan Skripsi ini.
vi
tercinta, yang telah mencurahkan seluruh cinta, kasih sayang yang hingga kapanpun penulis takkan bisa membalasnya.
8. Terima kasih juga kepada Himpunan Mahasiswa Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar
9. Serta ucapan terima kasih kepada saudara-saudara seperjuangan Teknik 2015 Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan baik isi maupun susunannya. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis juga bagi para pembaca.
Makassar, 28 November 2020
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Batasan Masalah ... 4
F. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Limpasan Permukaan ... 6
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Limpasan Permukaan 6 2. Proses Terjadinya Limpasan Permukaan ... 10
3. Pendugaan Limpasan Permukaan ... 11
B. Intensitas Curah Hujan ... 14
viii
F. Simulasi Hujan (Rainfall Simulator) ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 26
1. Tempat Penelitian ... 26
2. Waktu Penelitian ... 26
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data ... 26
Jenis Penelitian ... 26
Sumber Data ... 28
C. Rancangan Penelitian ... 29
Persiapan Alat dan Bahan ... 29
Persiapan Benda Uji ... 30
D. Prosedur Penelitian ... 34
E. Kalibrasi Alat Rainfall Simulator ... 37
F. Proses Running Test ... 38
G. Analisa Data ... 39
H. Bagan Alir Penelitian ... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... A. Hasil Analisa Kemiringan ... 42
B. Hasil Analisa Intensitas Curah Hujan ... 47
ix
C. Hasil Analisa Limpasan Dengan Variasi Kemiringan Pada Tanah Bervegetasi Rumput Swiss Dan Gajah Mini ... 48 D. Perbandingan Variasi Kemiringan Terhadap Limpasan
Menggunakan Tutupan Tanah dengan Intensitas Curah Hujan 76 E. Perbandingan Variasi Kemiringan Terhadap Limpasan
Menggunakan Tanah Bervegetasi Rumput Swiss dan Gajah Mini 101 F. Pembahasan Variasi Kemiringan Terhadap Limpasan
Menggunakan Vegetasi Rumput Swiss dan Vegetasi Rumput
Gajah Mini ... 122 BAB V PENUTUP ...
Kesimpulan ... 135 Saran ... 136 DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
DOKUMENTASI ...
x
Tabel 2 Nilai koefisien air larian, C, untuk persamaan rasional (U.S. Forest Service 1980) ... 18 Tabel 3 Klasifikasi kemiringan lereng yang berlaku di Indonesia ... 19 Tabel 4 Format pengamatan data laboratorium ... 28 Tabel 5 Skema Running Test untuk tiga variasi intensitas curah hujan dan
tiga variasi kemiringan tanah, serta tiga variasi tutupan tanah yang digunakan ... 38 Tabel 6 Hasil analisa kemiringan tanah... 42 Tabel 7 Hasil analisa luas bidang ... 44 Tabel 8 Hasil perhitungan nilai X untuk setiap kala ulang (T) tahun ... 44 Tabel 9 Hasil rekapitulasi perhitungan intensitas curah hujan metode
mononobe ... 45 Tabel 10 Hubungan limpasan dengan waktu pada intensitas hujan 290,26
mm/jam dan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ pada tutupan tanah kosong (TK) ... 47 Tabel 11 Hubungan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ terhadap debit
limpasan persatuan waktu dengan intensitas curah hujan 290,26 mm/jam pada tutupan tanah bervegetasi rumput swiss (TBS).. 50 Tabel 12 Hubungan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ terhadap debit
limpasan dengan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini (TBGM) pada intensitas hujan 290,26 mm/jam ... 53
xi
Tabel 13 Hubungan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ terhadap limpasan dengan tutupan tanah kosong (TK) pada intensitas hujan 392.12 mm/jam pada tutupan tanah kosong (TK) ... 56 Tabel 14 Hubungan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ terhadap
limpasan dengan menggunakan tutupan tanah bervegetasi rumput swiss (TBS) pada intensitas curah hujan 392.12 mm/jam ... 59 Tabel 15 Hubungan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ terhadap
limpasan dengan menggunakan tutupan tanah bervegetasi rumput
gajah mini (TBGM) pada intensitas curah hujan 392.12 mm/jam 62 Tabel 16 Hubungan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ terhadap
limpasan dengan menggunakan tutupan tanah kosong (TK) pada intensitas curah hujan 449.36 mm/jam ... 65 Tabel 17 Hubungan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ terhadap
limpasan dengan menggunakan tutupan tanah bervegetasi rumput swiss (TBS) pada intensitas curah hujan 449.36 mm/jam ... 68 Tabel 18 Hubungan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ terhadap
limpasan dengan menggunakan tutupan tanah bervegetasi rumput
gajah mini (TBGM) pada intensitas curah hujan 449.36 mm/jam 71 Tabel 19 Perbandingan debit limpasan pada masing-masing tutupan tanah
dengan kemiringan 8⁰ dan intensitas hujan 290,26 mm/jam . 74 Tabel 20 Perbandingan debit limpasan pada masing-masing tutupan tanah
dengan kemiringan 15⁰ dan intensitas hujan 290,26 mm/jam 77 Tabel 21 Perbandingan debit limpasan pada masing-masing tutupan tanah
dengan kemiringan 21⁰ dan intensitas hujan 290,26 mm/jam 79
xii
dengan kemiringan 15⁰ dan intensitas hujan 392.12 mm/jam 85 Tabel 24 Perbandingan debit limpasan pada masing-masing tutupan tanah
dengan kemiringan 21⁰ dan intensitas hujan 392.12 mm/jam 87 Tabel 25 Perbandingan debit limpasan pada masing-masing tutupan tanah
dengan kemiringan 8⁰ dan intensitas hujan 449.36 mm/jam . 90 Tabel 26 Perbandingan debit limpasan pada masing-masing tutupan tanah
dengan kemiringan 15⁰ dan intensitas hujan 449.36 mm/jam 93 Tabel 27 Perbandingan debit limpasan pada masing-masing tutupan tanah
dengan kemiringan 21⁰ dan intensitas hujan 449.36 mm/jam 96 Tabel 28 Perbandingan debit limpasan menggunakan tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini pada kemiringan 8⁰ dengan intensitas hujan 290,26 mm/jam ... 99 Tabel 29 Perbandingan debit limpasan menggunakan tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini pada kemiringan 15⁰ dengan intensitas hujan 290,26 mm/jam ... 101 Tabel 30 Perbandingan debit limpasan menggunakan tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini pada kemiringan 21⁰ dengan intensitas hujan 290,26 mm/jam ... 104
xiii
Tabel 31 Perbandingan debit limpasan menggunakan tutupan tanah bervegetasi rumput swiss dan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini pada kemiringan 8⁰ dengan intensitas hujan 392,12 mm/jam ... 106 Tabel 32 Perbandingan debit limpasan menggunakan tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini pada kemiringan 15⁰ dengan intensitas hujan 392,12 mm/jam ... 109 Tabel 33 Perbandingan debit limpasan menggunakan tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini pada kemiringan 21⁰ dengan intensitas hujan 392,12 mm/jam ... 111 Tabel 34 Perbandingan debit limpasan menggunakan tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini pada kemiringan 8⁰ dengan intensitas hujan 449,36 mm/jam ... 114 Tabel 35 Perbandingan debit limpasan menggunakan tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini pada kemiringan 15⁰ dengan intensitas hujan 449,36 mm/jam ... 116 Tabel 36 Perbandingan debit limpasan menggunakan tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini pada kemiringan 21⁰ dengan intensitas hujan 449,36 mm/jam ... 119
xiv
dengan intensitas hujan 392.12 mm/jam ... 124 Tabel 39 Pengaruh kemiringan 8⁰ , 15⁰ , dan 21⁰ terhadap laju limpasan
dengan intensitas hujan 449,36 mm/jam ... 127
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Siklus Hidrologi ... 11 Gambar 2 Rumput Swiss ... 23 Gambar 3 Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purperium cv.Mott) ... 24 Gambar 4 Sketsa tampak atas dan tampak samping kemiringan 8⁰ , 15⁰
dan 21⁰ benda uji (Tanah kosong) ... 30 Gambar 5 Sketsa tampak atas dan tampak samping kemiringan 8⁰ , 15⁰
dan 21⁰ benda uji (Tanah bervegetasi rumput swiss) ... 31 Gambar 6 Sketsa tampak atas dan tampak samping kemiringan 8⁰ , 15⁰
dan 21⁰ benda uji (Tanah bervegetasi rumput gajah mini) 32 Gambar 7 Bagan Alur Penelitian ... 39
Gambar 8 Grafik hubungan limpasan permukaan terhadap variasi kemiringan dengan intensitas hujan 290,26 mm/jam pada tutupan tanah kosong (TK)... 49 Gambar 9 Grafik hubungan variasi kemiringan terhadap debit limpasan
dengan intensitas hujan 290,26 mm/jam pada tutupan tanah bervegetasi rumput swiss (TBS) ... 52 Gambar 10 Grafik hubungan variasi kemiringan terhadap debit limpasan
dengan intensitas hujan 290,26 mm/jam pada tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini (TBGM) ... 55 Gambar 11 Grafik hubungan variasi kemiringan terhadap debit limpasan
dengan intensitas hujan 392.12 mm/jam pada tutupan tanah kosong (TK)... 58
xvi
Gambar 13 Grafik hubungan variasi kemiringan terhadap debit limpasan dengan intensitas hujan 392,12 mm/jam pada tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini (TBGM) ... 64 Gambar 14 Grafik hubungan variasi kemiringan terhadap debit limpasan
dengan intensitas hujan 449,36 mm/jam pada tutupan tanah kosong (TK)... 66 Gambar 15 Grafik hubungan variasi kemiringan terhadap debit limpasan
dengan intensitas hujan 449.36 mm/jam pada tutupan tanah bervegetasi rumput swiss (TBS) ... 70 Gambar 16 Grafik hubungan variasi kemiringan terhadap debit limpasan
dengan intensitas hujan 449.36 mm/jam pada tutupan tanah bervegetasi rumput gajah mini (TBGM) ... 73 Gambar 17 Grafik perbandingan debit limpasan pada masing-masing
tutupan tanah dengan kemiringan 8⁰ pada intensitas hujan 290,26 mm/jam ... 75 Gambar 18 Grafik perbandingan debit limpasan pada masing-masing
tutupan tanah dengan kemiringan 15⁰ pada intensitas hujan 290,26 mm/jam ... 78 Gambar 19 Grafik perbandingan debit limpasan pada masing-masing
tutupan tanah dengan kemiringan 21⁰ pada intensitas hujan 290,26 mm/jam ... 81
xvii
Gambar 20 Grafik perbandingan debit limpasan pada masing-masing tutupan tanah dengan kemiringan 8⁰ pada intensitas hujan 339.12 mm/jam ... 83 Gambar 21 Grafik perbandingan debit limpasan pada masing-masing
tutupan tanah dengan kemiringan 15⁰ pada intensitas hujan 392.12 mm/jam ... 86 Gambar 22 Grafik perbandingan debit limpasan pada masing-masing
tutupan tanah dengan kemiringan 21⁰ pada intensitas hujan 392.12 mm/jam ... 89 Gambar 23 Grafik perbandingan debit limpasan pada masing-masing
tutupan tanah dengan kemiringan 8⁰ pada intensitas hujan 449.36 mm/jam ... 92 Gambar 24 Grafik perbandingan debit limpasan pada masing-masing
tutupan tanah dengan kemiringan 15⁰ pada intensitas hujan 449.36 mm/jam ... 94 Gambar 25 Grafik perbandingan debit limpasan pada masing-masing
tutupan tanah dengan kemiringan 21⁰ pada intensitas hujan 449.36 mm/jam ... 97 Gambar 26 Grafik perbandingan debit limpasan pada tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan gajah mini dengan kemiringan 8⁰ pada intensitas hujan 290,26 mm/jam ... 100 Gambar 27 Grafik perbandingan debit limpasan pada tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan gajah mini dengan kemiringan 15⁰ pada intensitas hujan 290,26 mm/jam ... 102
xviii
Gambar 29 Grafik perbandingan debit limpasan pada tutupan tanah bervegetasi rumput swiss dan gajah mini dengan kemiringan 8⁰ pada intensitas hujan 392.12 mm/jam ... 107 Gambar 30 Grafik perbandingan debit limpasan pada tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan gajah mini dengan kemiringan 15⁰ pada intensitas hujan 392.12 mm/jam ... 110 Gambar 31 Grafik perbandingan debit limpasan pada tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan gajah mini dengan kemiringan 21⁰ pada intensitas hujan 392.12 mm/jam ... 112 Gambar 32 Grafik perbandingan debit limpasan pada tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan gajah mini dengan kemiringan 8⁰ pada intensitas hujan 449.36 mm/jam ... 115 Gambar 33 Grafik perbandingan debit limpasan pada tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan gajah mini dengan kemiringan 15⁰ pada intensitas hujan 449.36 mm/jam ... 117 Gambar 34 Grafik perbandingan debit limpasan pada tutupan tanah
bervegetasi rumput swiss dan gajah mini dengan kemiringan 21⁰ pada intensitas hujan 449.36 mm/jam ... 120 Gambar 35 pengaruh variasi kemiringan terhadap limpasan dengan
menggunakan tutupan tanah kosong, tanah bervegetasi rumput
xix
gajah mini dan tanah bervegetasi rumput swiss pada intensitas curah hujan 290,26 mm/jam ... 123 Gambar 36 Perbandingan tutupan tanah kosong, tanah bervegetasi rumput
gajah mini dan tanah bervegetasi rumput swiss terhadap limpasan dengan pengaruh variasi kemiringan pada intensitas hujan 290.26 mm/jam ... 123 Gambar 37 pengaruh variasi kemiringan terhadap limpasan dengan
menggunakan tutupan tanah kosong, tanah bervegetasi rumput gajah mini dan tanah bervegetasi rumput swiss pada intensitas curah hujan 392.12 mm/jam ... 125 Gambar 38 Perbandingan tutupan tanah kosong, tanah bervegetasi rumput
gajah mini dan tanah bervegetasi rumput swiss terhadap limpasan dengan pengaruh variasi kemiringan pada intensitas hujan 392.12 mm/jam ... 126 Gambar 39 pengaruh variasi kemiringan terhadap limpasan dengan
menggunakan tutupan tanah kosong, tanah bervegetasi rumput gajah mini dan tanah bervegetasi rumput swiss pada intensitas curah hujan 449.36 mm/jam ... 128 Gambar 40 Perbandingan tutupan tanah kosong, tanah bervegetasi rumput
gajah mini dan tanah bervegetasi rumput swiss terhadap limpasan dengan pengaruh variasi kemiringan pada intensitas hujan 449.36 mm/jam ... 129
1
A. Latar Belakang
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atsmosfer, air hujan yang jatuh kepermukaan tanah sebagian akan membentuk limpasan (runoff) dan sebagian lagi akan menyerap ke bawah tanah (infiltrasi) yang akan mengalir terus ke dalam (perkolasi) ke area yang jenuh di bawah permukaan air tanah. Air dalam tanah tersebut perlahan mengalir melewati akuifer menuju sungai atau langsung ke laut. Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan tanah kemudian menuju ke sungai, danau dan laut. Selain itu kondisi tanah juga sangat berpengaruh terhadap laju limpasan seperti perbedaan kemiringan tanah. Semakin rendah kemiringan maka semakin kecil debit limpasan, sebaliknya semakin tinggi kemiringan maka semakin besar pula debit limpasan permukaan.
Pengaruh intensitas curah hujan terhadap limpasan bergantung pada infiltrasi,oleh karena itu limpasan permukaan terjadi selaras dengan kenaikan intensitas curah hujan. Semakin besar curah hujan, maka semakin besar juga aliran yang ditimbulkan. Aliran air ini mampu membawa butir- butir tanah yang terdapat di permukaan tanah.
2
Banyaknya pengurangan energi hujan diakibatkan oleh kerapatan dan tinggi tajuk diatas permukaan tanah. Semakin rapat dan rendah tajuk, maka energi hujan ketika sampai pada permukaan tanah semakin kecil. Hal tersebut tidak berpengaruh pada permukaan tanah yang bervegetasi.
Tanaman yang merambat di permukaan tanah dapat menghambat aliran permukaan, sedangkan tumbuhan dengan tegakan jarang mempunyai pengaruh sangat kecil pada aliran permukaan. Evans (dalam Arsyad, 1989).
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa suatu kejadian intensitas hujan tinggi yang jatuh pada lahan tertutup tumbuhan, walaupun hanya rumput menghasilkan limpasan yang jernih. Kemudian jika kita mengadakan pemantauan di tempat lain di lahan yang terbuka, kejadian intensitas hujan yang lebih rendah menyebabkan aliran air yang keruh.
Mengatasi masalah tersebut, maka perlu upaya penggunaan tutupan lahan yang tepat guna. Tutupan lahan yang digunakan sangat berpengaruh terhadap banyaknya limpasan aliran permukaan dan air yang tertahan pada permukaan.
Salah satu jenis tutupan lahan vegetasi yang umum digunakan berupa rumput swiss dan gajah mini. Kedua jenis rumput tersebut telah dikembangkan karena kuat terhadap tekanan dan perubahan kondisi tanah.
Dengan menggunakan alat rainfall simulator hujan menjadi alternatif permodelan untuk menunjukkan proses hujan terhadap limpasan. rainfall simulator adalah alat pembuat hujan buatan yang mengeluarkan air dari
nozzle dengan intensitas curah hujan dan kemiringan lahan yang dapat diatur sesuai dengan kebutuhan. Sehungan dengan hal tersebut, maka penulis melakukan studi dengan metode penelitian laboratorium yang berjudul “Studi Eksperimental Pengaruh Variasi Kemiringan Terhadap Laju Limpasan Dengan Menggunakan Vegetasi Rumput Swiss dan Gajah Mini”
B. Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan antara lain:
1. Bagaimana pengaruh variasi kemiringan terhadap laju limpasan permukaan yang bervegetasi rumput swiss dan gajah mini?
2. Seberapa besar laju limpasan permukaan tanah yang bervegatasi rumput swiss dan gajah mini?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka, adapun tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam hal ini antara lain:
1. Untuk Menganalisis pengaruh variasi kemiringan terhadap laju limpasan permukaan yang bervegetasi rumput swiss dan gajah mini.
2. Untuk mendapatkan besaran laju limpasan permukaan yang bervegetasi rumput swiss dan gajah mini.
4
D. Manfaat penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Dapat memperlihatkan peran vegetasi untuk mengurangi laju limpasan pada kemiringan.
2. Dapat mendeskripsikan vegetasi yang lebih efektif dalam mengurangi laju limpasan permukaan pada kemiringan.
E. Batasan Masalah
Berdasarkan pada sumber daya dan fasilitas yang ada, agar tujuan peneliti dapat mencapai sasaran yang diinginkan dan lebih terarah, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian, diantaranya sebagai beriku:
1. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Hidrologi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Intensitas curah hujan yang akan diamati bersumber dari hujan buatan dari alat rainfall simulator.
3. Menggunakan variasi intensitas curah hujan yaitu 290,26 mm/jam, 392.12 mm/jam dan 449,36 mm/jam
4. Menggunakan dua variasi kemiringan yang berbeda yaitu, 8⁰, 15⁰ dan 21⁰.
5. Tutupan tanah menggunakan vegetasi rumput swiss dan gajah mini.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan tugas akhir dapat dijabarkan antara lain:
BAB I PENDAHULUAN, adalah bagian yang berisi uraian umum terkait dengan materi pembahasan yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, dalam bab ini membahas tentang studi literature-literatur yang berkaitan terhadap permasalahan yang akan dikaji peneliti.
BAB III METODE PENELITIAN, pada bagian ini peneliti menguraikan secara lengkap tentang lokasi penelitian, waktu penelitian, langkah-langkah atau prosedur pengambilan, pengelolaan data hasil dari penelitian dan flow chart peneliti.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN, merupakan bab yang menampilkan data-data hasil dari penelitian, analisa data, hasil analisa data dan pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN, pada bab ini berisi data penelitian dan kesimpulan penulisan disertai dengan saran-saran.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Limpasan permukaan
Limpasan permukaan merupakan pergerakan air hujan yang jatuh diatas permukaan tanah kemudian mengalir menuju ke sungai, danau dan laut.
Limpasan permukaan pada umumnya terjadi pada waktu hujan dan menjadi penyebab utama terjadinya limpasan permukaan. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya aliran permukaan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan. Bambang (dalam Zulvyah, 2010:111).
Besarnya limpasan permukaan bergantung terhadap jumlah air hujan yang jatuh ke permukaan tanah pada satuan waktu (intensity), keadaan penutup permukaan, kondisi topografi ( terutama kemiringan tanah), jenis tanah dan kadar air tanah sebelum terjadinnya hujan. Sedangkan kecepatan limpasan bergantung pada luas area tangkapan hujan, koefisien run off intensitas hujan maksimum dan kecuraman tebing.
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Limpasan Permukaan
Menurut Hardjoamidjojo (dalam Audrey,2017:3) faktor yang mempengaruhi aliran permukaan secara garis besar memiliki dua faktor yaitu hujan dan daerah pengaliran (watershed). Terlepas dari sifat-sifat
hujan seperti intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan. Sifat- sifat tersebut mempengaruhi debit dan volume aliran permukaan. Adapun sifat dari daerah pengaliran yang mempengaruhi aliran permukaan meliputi kemiringan dan ukuran daerah tangkapan, jenis tanah, kondisi topografi dan vegetasi. Sifat dari daerah pengaliran dapat dikategorikan sebagai aspek statis sedangkan sifat hujan merupakan aspek dinamis yang dapat berubah terhadap waktu.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi limpasan permukaan sebagai berikut :
a. Intensitas hujan
Pengaruh intensitas hujan pada limpasan permukaan tergantung dari kapasitas infiltrasi. Pada intensitas hujan yang tinggi maka kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan perbedaan yang cukup besar dibandingkan dengan intensitas hujan yang rendah. Dengan demikian, hujan dengan intensitas tinggi dapat menurunkan kapasitas infiltrasi akibat kerusakan pada struktur tanah yang disebabkan oleh tenaga kinetis hujan dan aliran permukaan yang dihasilkan. Intensitas hujan berpengaruh pada laju dan volume limpasan permukaan.
b. Durasi hujan
Lamanya hujan dalam suatu periode, ada kemungkinan tidak terjadi aliran permukaan jika intensitas hujannya rendah. Demikian halnya Durasi hujan sedikit aliran permukaan. Aliran permukaan baru akan
8
terjadi bilamana curah hujan berlangsung lama dengan intensitas yang tinggi. Wilson (dalam Zulvyah, 2010:111) .
c. Distirbusi hujan
Sebaran hujan dalam suatu periode memiliki penyebaran yang berbeda-beda. Distribusi hujan dengan intensitas tinggi ada kemungkinan tidak terjadi aliran permukaan diakibatkan oleh penyebaran hujan tidak merata pada suatu wiayah. Sebaliknya jika curah hujan dengan intensitas yang rendah dengan distribusi yang merata memungkinkan terjadi aliran permukaan karena curah hujan yang merata akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi disebabkan oleh peningkatan debit aliran yang besar.
d. Kemiringan dan ukuran daerah tangkapan
Pemantauan pada wilayah daerah tangkapan menunjukkan bahwa daerah yang memiliki kemiringan yang curam menghasilkan aliran permukaan lebih banyak dibandingkan dengan kemiringan lereng yang landai. Selain itu, jumlah limpasan permukaan menurun sejalan dengan meningkatnya panjang lereng.
Hal tersebut terjadi karena aliran air permukaan mengalami perlambatan dan waktu konsentrasinya lebih panjang (yaitu waktu yang diperlukan oleh tetesan air hujan untuk mencapai outlet daerah tangkapan air). Dalam hal ini berarti air mempunyai lebih banyak kesempatan untuk infiltrasi dan evaporasi sebelum ia mencapai titik
pengukuran di outlet. Hal sama juga berlaku jika kita membandingkan dengan daerah-daerah tangkapan yang ukurannya berbeda.
e. Jenis tanah
Menurut supriadi (dalam Audrey, 2007:4) teksur tanah adalah tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang tergantung pada tanah.
Dalam suatu intensitas hujan yang tinggi, energi kinetik tetesan air hujan sangat besar ketika memukul permukaan tanah. Hal tersebut dapat menghancurkan agregat tanah dan dispersi tanah, dan mendorong partikel-partikel halus tanah memasuki pori tanah. Pori tanah dapat tersubat sehingga terbentuklah lapisan tipis yang padat di permukaan tanah sehingga mereduksi kapasitas infiltrasi.
Tanah-tanah dengan kandungan liat tinggi ( misalnya tanah-tanah abu volkan dengan kandungan liat 20% ) sangat peka untuk membentuk kerak permukaan dan selanjutnya kapasitas infiltrasi menjadi menurun.
Pada tanah-tanah berpasir, fenomena kerak permukaan ini relative kecil.
f. Kondisi topografi
Kondisi topografi juga mempengaruhi limpasan permukaan. Pada lahan dengan kemiringan besar, aliran memiliki kecepatan yang besar sehingga air kekurangan waktu untuk infiltrasi. Hal ini mengakibatkan sebagian besar air hujan menjadi aliran permukaan. Sebaliknya pada
10
lahan yang datar air menggenang mempunyai waktu yang cukup untuk infiltrasi. Ziliwu (dalam Zulvyah, 2013:111).
Disamping itu keadaan topografi seperti kemiringan lahan, kerapatan tanah, kondisi tajuk dan bentuk-bentuk cekungan juga mempunyai pengaruh pada laju dan volume aliran permukaan.
g. Vegetasi
Besarnya simpanan intersepsi terhadap tajuk vegetasi tergantung pada macam vegetasi dan fase pertumbuhannya. Nilai intersepsi yang lazim adalah 1-4 mm. Hal yang lebih penting adalah efek vegetasi terhadap kapasitas infiltrasi tanah. Vegetasi rapat yang menutupi tanah dari tetesan air hujan dan mengurangi efek kerak pada permukaan tanah.
Selain itu, perakaran tanaman dan bahan organik dalam tanah dapat meningkatka porositas tanah sehingga memungkinkan lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah.
2. Proses Terdinya Limpasan Permukaan
Menurut Arsyad (1982) menjelaskan bahwa limpasan permukaan adalah curah hujan yang jatuh diatas permukaan tanah pada suatu wilyah pertama- tama akan ke tanah sebagai air infiltrasi setelah ditahan oleh tajuk pohon sebagai air intersepsi. Kelebihan air hujan terjebut akan terinfiltrasi yang selajutnya menjadi air perkolasi, sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah sebagai simpanan permukaan (depression storage). setelah laju infiltrasi terpenuhi dan pengisian
cekungan atau depresi maka air akan (melimpas) diatas permukaan tanah.
Selajutnya aliran permukaan akan menuju saluran-saluran dan akhirnya akan menuju sungai sebelum mencapai danau atau laut.
Gambar 1. Siklus Hidrologi Sumber : Soemarto, 1987
3. Pendugaan Limpasan Permukaan
Pendugaan limpasan permukaan terdiri dari tiga hal. Pertama, bergantung terhadap berapa jumlah curah hujan maksimum per satuan waktu (intensitas maksimum). Kedua, bergantung terhadap berapa jumlah curah hujan tersebut menjadi limpasan permukaan (nilai faktor limpasan).
Ketiga, bergantung terhadap tipe penutup tanah serta pengelolaannya.
Limpasan permukaan memiliki sifat yang dinyatakan dalam jumlah, kecepatan, laju, dan gejolak permukaan. Jumlah aliran permukaan menyatakan jumlah air yang mengalir diatas permukaan tanah untuk suatu
12
masa hujan atau masa tertentu, dinyatakan dalam tinggi konstanta air (mm atau cm) atau dalam volume air (m3).
Laju aliran permukaan yaitu banyaknya volume air yang mengalir melalui suatu tutuk persatuan waktu, yang dinyatakan dalam m3/menit atau m3/jam. Laju aliran permukaan dikenal juga dengan istilah debit air.
Pendugaan limpasan permukaan bergantung terhadap tiga faktor yaitu : a. Jumlah maksimum curah hujan persatuan waktu (intensitas
maksimum).
b. Curah hujan yang menjadi limpasan permukaan (nilai faktor limpasan permukaan). Besarnya niali faktor limpasan tergantung pada topografi, kemiringan, jenis tanah, dan juga tipe penutup lahan.
c. Luas area tangkapan (catchment area) merupakan daerah tempat hujan mengalir menuju saluran. Biasanya ditentukan berlandaskan pada perkiraan dengan pedoman garis kontur.
Menurut suripin 2004, dalam pendugaan laju puncak limpasan permukaan ada empat metode umum yang digunakan yaitu metode rasional, metode cook, metode US-SCS, dan metode pengukuran langsung. Namun, kali ini kita hanya menggunakan metode rasional dan metode pangukuran langsung.
Metode rasional merupakan metode lama yang masih digunakan hingga saat ini untuk memperkirakan debit puncak. Hal yang melatarbelakangi metode rasional yaitu bila intensitas curah hujan terjadi secara terus- menerus, maka laju limpasan akan mengalami peningkatan sampai mencapai waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi tercapai ketika seluruh bagian DAS telah melakukan pemberian aliran ke outlet. Laju masukan pada sistem adalah intensitas curah hujan dengan luas A pada DAS. Nilai perbandingan antara laju masukan dengan debit puncak (QP) dinyatakan sebagai koefisien aliran (C) dengan nilai 0 (Chow, 1988).
Adapun asumsi mendasar untuk menggunakan metode rasional yaitu:
a. Intensitas curah hujan yang tetap dalam jangka waktu tertentu.
b. Limpasan mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas tetap sama dengan waktu konsentrasi.
c. Luas DAS tidak berubah selama durasi hujan. Wanielista (dalam Fuad Hasan, 2018:5).
Rumus ini merupakan rumus tertua dan terkenal diantara rumus-rumus empiris lainnya yang digunakan untuk sungai-sungai biasa dengan daerah pengaliran luas dan pengaliran yang kecil.
Q = C.I.A ... (1) Dengan:
14
Q = debit puncak (m³/det) I = Intensitas hujan (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (km²) C = koefisien pengaliran
Metode pengukuran langsung dilakukan dengan menggunakan alat Rainfall Simulator. Prinsip dasar dari alat ini yaitu pembuat hujan buatan dengan berbagai macam intensitas hujan sesuai dengan yang dikehendaki.
Hasil yang diperoleh dari alat tersebut merupakan akibat adanya perlakuan.
Alat simulasi hujan ini bias mendemonstrasikan dalam skala yang kecil beberapa proses fisik yang ada dalam hidrologi. Alat ini telah diperhitungkan bias melakukan pengukuran level muka air pada tempat sesuai dengan model, pengaturan intensitas hujan memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang realistis.
B. Intensitas curah hujan
Intensitas curah hujan adalah besarnya jumlah hujan yang turun yang dinyatakan dalam tinggi curah hujan atau volume hujan tiap satuan waktu.Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya (Arsyuni Ali Mustari, 2019).
Intensitas hujan adalah jumlah hujan persatuan waktu (mm/jam, mm/min, mm/det). Lama waktu hujan adalah lama waktu berlangsungnya
hujan. Durasi hujan adalah lamanya curah hujan dalam menit atau jam.
Dalam hal ini dapat mewakili total curah hujan atau periode hujan yang disingkat dengan curah hujan yang relative seragam (Asdak, 1995).
Untuk perhtiungan curah hujan dapat dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe (Suripin, 2010) sebagai berikut:
... (2)
Dengan :
I = Intensitas cutah hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24jam) (mm) t = Lamanya hujan ( 24 jam)
16
Tabel 1 : Intensitas Hujan
Run condition Rain full Rate Flow Rates
Extreme
More than 14 mm/min 840 mm/hour 33,1 inchi/hour
More than 16,8 L/min
High
8 mm/min-14 mm/min 480 mm/hour-840 mm/hour 18,9 inchi/hour – 33,1 inchi/hour
9,6 L/mm – 16,8 L/min
Medium
1,7 mm/min – 8 mm/min 102 mm/hour – 480 mm/hour 2,5 inchi/hour – 18,9 inchi/hour
2,04 L/min – 9,6 L/min
Low
1,07 mm/min – 1,7 mm/min 64,2 mm/hour – 102 mm/hour 2,5 inchi/hour – 4,0 inchi/hour
1,28 L/min – 2,04 L/min
Very low
0 mm/min – 1,07 mm/min 0 mm/hour – 64,2 mm/hour 0 inchi/hour – 2,5 inchi/hour
0 l/min – 1,28 L/min
Sumber : Laboratorium Teknik Sipil Pengairan Unismnuh Makassar C. Koefisien Aliran Permukaan
Koefisien aliran permukaan atau sering disebut “C” adalah bilangan yang menunjukan perbandingan antara besarnya laju aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Misalnya (C) untuk hutan adalah 0,10, artinya 10
persen dari total curah hujan akan menjadi air larian. Secara sistematis, koefisien aliran permukaan (C) dapat dijabarkan sebagai berikut :
Koefisien aliran permukaan (C) = aliran permukaan (mm)/curah hujan (mm)
Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatau Daerah Aliran Sungai (DAS). Nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai (C) = 0 menunjukan bahwa semua air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya nilai (C) = 1 menunjukan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada DAS yang masih baik, nilai koefisien aliran permukaan (C) mendekati nol dan semakin rusak suatu DAS maka nilai koefisien aliran permukaan (C) semakin mendekati satu.(Kodoatie dan Syarief,2005).
Menurut suripin (2004) faktor utama yang mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah dan intensitas hujan. Kapasitas infiltrasi akan turun pada hujan yang berlangsung terus-menerus dan juga dipengaruhi oleh kejenuhan air sebelumnya. Adapun faktor lain yang mempengaruhi nilai C yaitu air tanah, derajat kepadatan tanah, porositas tanah dan simpanan depresi.
18
Tabel 2. Nilai koefisien air larian, C, untuk persamaan rasional (U.S.
Forest Service 1980)
Tataguna lahan C Tataguna lahan C
Perkantoran Tanah lapang
Daerah pusat kota 0.70-0.95 Berpasir,datar,2% 0.05-0.10 Daerah sekitar kota 0.50-0.70 Berpasir,agak rata,2-
7%
0.10-0.15
Perumahan Berpasir,miring,7% 0.15-0.20
Rumah tunggal 0.30-0.50 Tanah berat,datar,2% 0.13-0.17
Rumah susun 0.40-0.60 Tanah berat,agak
rata,2-7%
0.18-0.22 Rumah susun bersambung 0.60-0.75 Tanah berat,miring,7% 0.25-0.35 Pinggiran kota 0.25-0.40 Tanah Pertanian,0-30
Daerah Industri Tanah kosong
Kurang padat industry 0.50-0.80 Rata 0.30-0.60
Padat industry 0.60-0.90 Kasar 0.20-0.50
Taman, kuburan 0.10-0.25 Ladang garapan
Tempat bermain 0.20-0.35 Tanah berat, dengan vegetasi
0.30-0.60 Daerah stasiun KA 0.20-0.40 Tanah berat, dengan
vegetasi
0.20-0.50 Daerah tak berkembang 0.10-0.30 Berpasir,tanpa vegetasi 0.20-0.25
Jalan Raya Padang rumput
Beraspal 0.70-0.95 Tanah berat 0.15-0.45
Berbeton 0.80-0.95 Berpasir 0.05-0.25
Berbatu bata 0.70-0.85 Hutan/vegetasi 0.05-0.25
Trotoar 0.75-0.85 Tanah tidak
produktif>30%
Rata kedap air 0.70-0.90
Daerah beratap 0.85-0.95 Kasar 0.50-0.70
Sumber : asdak, chay, 2010
D. Kemiringan
Kemiringan lereng terjadi akibat perubahan permukaan bumi disebabkan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen yang terjadi sehingga menimbulkan perbedaan ketinggian titik diatas permukaan bumi.
Kemiringan lereng merupakan kemiringan lahan relative terhadap bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam satuan persen atau derajat (Satriawan dan Fuadi, 2014).
Kemiringan, panjang dan bentuk lereng akan mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan. Semakin curam suatu lereng, maka laju dan jumlah aliran permukaan dan semakin besar erosi yang terjadi. Selain itu partikel tanah yang terpercik akibat tumbukan butir hujan makin banyak (Arsyad, 2000). Menurut (Muhdi, 2001) salah satu faktor dominan untuk klasifikasi lapangan adalah kemiringan lereng, yang dibedakan atas klasifikasi kemiringan lereng.
Tabel 3. Klasifikasi kemiringan lereng yang berlaku di Indonesia
KELAS KEMIRINGAN% KLASIFIKASI
I 0 – 8 Datar
II 8 – 15 Landai
III 15 – 25 Sedang
IV 25 – 40 Curam
V ≥ 40 Sangat Curam
Sumber : Muhdi 2001
Adapun cara untuk Menghitung Kemiringan Lereng dalam Satuan Derajat (0) dan Persen (%) yaitu :
20
C
A B
1. Kemiringan Derajat (⁰ ) dapat diperoleh dengan cara :
... (3)
dimana :
∆H = Beda tinggi (m)
a = jarak A ke B (m)
2. Kelerengan (%) dapat diperoleh dengan cara :
... (4)
Dimana:
S = Kemiringan Lereng (%)
∆H = Beda Tinggi (m)
a = Jarak A ke B (m) Sumber: (Lorens,2014).
S
a
E. Vegetasi
Vegetasi adalah kumpulan beberapa tumbuhan yang biasanya terdiri dari beberapa jenis dan hidup bersamaan pada suatu tempat. Diantara kelompok-kelompok tersebut terdapat interaksi yang erat antara tumbuh- tumbuhan itu sendiri maupun dengan binatang-binatang yang berada dalam vegetasi itu dan faktor-faktor lingkungan.(Marsono, 1977).
Menurut Marsono, (1977) ada beberapa faktor yang mempengaruhi vegetasi yaitu flora, iklim, tanah, dan lain-lain, waktu dan kesempatan sehingga vegetasi pada suatu tempat adalah hasil dari banyak faktor baik yang terjadi sekarang maupun pada masa lampau.
Adanya hutan dan vegetasi yang menutup tanah selain dapat mencegah terjadinya pengikisan tanah juga dapat menjaga ketersediaan air dimusim kemarau. Vegetasi penutup tanah mempunyai struktur tajuk yang berlapis sehingga dapat menurunkan energi kinetik air hujan dan memperkecil tetesan air hujan (Nurpilihan et al, 2011). Tanah dengan tanaman seperti rumput, jenis-jenis leguminose, semak belukar dan pepohonan dapat resisten terhadap erosi serta mampu menyerap air hujan (Bennet, 1955).
Berdasarkan habitat pertumbuhannya, oche ect, 1961 (dalam Suripin 2001:104) mengelompokkan tanaman penutup menjadi lima golongan, antara lain :
1) Tanaman penutup tanah rendah, jenis rumput dan tumbuhan yang merambat atau menjalar.
22
2) Tanaman penutup tanah sedang, berupa semak.
3) Tanaman penutup tanah tinggi.
4) Tumbuhan rendah alami (semak belukar).
5) Tumbuhan yang tidak disukai (rumput pengganggu).
Menurut Jaelani (2012) rumput merupakan tumbuhan yang memiliki perakaran yang merambat dan juga merumpun. Rumput termasuk dalam jenis tumbuhan monokotil. Rumput biasanya dimamfaatkan sebagai tanaman herbal, tanaman hias dan pakan ternak. Adapun beberapa jenis rumput antara lain sebagai berikut :
1. Rumput swiss
Rumput swiss merupakan rumput yang bertekstur paling halus diantara spesies rumput lainnya. Jenis rumput ini dengan kenampakan yang rapi sehingga tepat untuk sebagai penghias taman. Walaupun, taman hanya ditanami dengan rumput swiss dapat memberikan mamfaat terutama untuk keindahan dan juga sebagai tutupan lahan.
Rumput swiss ini tumbuh maksimal dengan kebutuhan cahaya berkisar 80%. Oleh karena itu, jenis rumput ini tidak cocok dengan iklim yang lembab jenis rumput ini akan mudah membusuk. Supaya dapat mempertahankan kualitas rumput ini maka perlu dilakukan pemangkasa minimal satu kali dalam sebulan dan pemupukan dilakukan secara teratur.
Gambar 2 : Rumput swiss
2. Rumput gajah mini (pennisetum purperium schamach)
Rumput gajah mini merupakan tanaman rendah dengan kerapatan dan perkaran yang besar. Selain itu rumput swiss mempunyai ciri-ciri yaitu daun hijau pekat dan tebal. Mempunyai tepi daun yang keriting merupakan ciri khas dari rumput ini. Panjang daun gajah mini sekitar 5 cm bahkan bias mencapai 10 cm, dengan akar sepanjang 5-8 cm. rumput gajah mini bias tumbuh di Indonesia dengan sangat baik, terutama dengan sinar matahari yang cukup.
Rumput gajah mini digunakan sebagai penutup tanah yang kosong tanpa tumbuhan. Rumput ini tumbuh merumpun dan terus menghasilkan anakan apabilah dipangkas secara teratur. Selain itu rumput gajah mini dapat membuat tutupan tanah menjadi rapi dan juga rumput ini sangat baik untuk
24
menyerap genangan air. Bentuk rumput gajah mini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3: Rumput gajah mini (pennisetum purperium schamach)
F. Simulator Hujan (Rainfall Simulator)
Rainfall Simulator merupakan alat simulasi hujan yang memungkinkan kita untuk melihat siklus hidrologi dalam skala kecil, tetapi ada faktor yang tidak dimasukkan dalam alat ini yaitu faktor evaprontranspirasi dan evaporasi dimana kedua faktor tersebut disebabkan oleh matahari dan tanaman.
Prinsip dasar alat ini adalah pembuat hujan buatan dengan berbagai macam intensitas sesuai dengan yang dikehendaki. Rainfall simulator didesain untuk mengalirkan air dengan mengontrol menggunakan ukuran volume hujan, intensitas dan durasi hujan. Hujan buatan ini akan menyirami suatu petak tanah dengan luasan tertentu yang sebanding
terhadap ukuran dari perangkat alat ini (Oktarani, 2015). Hujan buatan dioperasikan dengan intensitas sesuai pada apa yang telah ditetapkan sebelumnya, pada saat yang bersamaan semua air yang keluar dari petak tanah dicatat. Pencatatan terus dilakukan sampai suatu debit yang keluar dari petak tanah tersebut telah mencapai nilai tetap. Bila keadaan ini telah tercapai, maka hujan buatan dapat dihentikan.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Untuk pelaksanaan penelitian dilakukan di laboratorium. Permodelan dan simulasi, alat yang digunakan adalah Rainfall Simulator yang bertempat di laboratorium Hidrologi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Muhammadiyah Makassar jalan Sultan Alauddin No. 259 Makassar, Sulawesi Selatan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam waktu kurang lebih 3 bulan penelitian, yang dilakukan dari bulan Juli 2020 sampai dengan awal bulan September 2020.
B. Jenis Penelitian dan Sumber Data 1. Jenis penelitian
penelitian ini adalah penelitian ekperimental laboratorium, menggunakan alat simulasi hujan (Rainfall Simulator) dengan variasi kemiringan yang berbeda dengan tujuan untuk mengetahui besar laju limpasan pada tanah bervegetasi dan yang tidak bervegetasi serta hubungan antara debit limpasan dengan jenis permukaan tanah bervegetasi
dan yang tidak bervegetasi. Metode pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah jumlah besarnya limpasan permukaan yang bervegetasi dan yang tidak bervegetasi tebing dengan pengujian sampel di laboratorium.
Pada penelitian ini telah dtentukan 2 (dua) variabel, yaitu variable bebas (independent variabel) dan variabel terikat (dependent variabel).
a. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahanya atau timbulnya variabel terikat diantaranya adalah vegatasi, waktu, intensitas hujan, dan kemiringan.
b. Variabel terikat merupakan variabel yang menjadi akibat atau yang dipengaruhi, karena adanya variabel bebas yaitu besarnya limpasan (Q)
28
Tabel 4 : Format pengamatan Data Laboratorium
No
Variabel Bebas Variabel Terikat
Jenis Tutupan Intensitas Curah Hujan Kemiringan Debit Limpasan
CH S Mm3/dtk
1
Tanah Tanpa vegetasi
(TTV)
CH1
S1 S2 S3
CH2
S1 S2 S3
CH3
S1 S2 S3
2
Tanah Bervegetasi Rumput Swiss
(TBS)
CH1
S1 S2 S3
CH2
S1 S2 S3
CH3
S1 S2 S3
3
Tanah Bervegetasi Rumput Gajah
Minih (TBGM)
CH1
S1 S2 S3
CH2
S1 S2 S3
CH3
S1 S2 S3
2. Sumber Data
Penelitian ini memakai dua sumber data, yang terdiri dari data primer dan sekunder :
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dengan cara pengamatan langsung pada saat melakukan simulasi experimental dilaboratorium Hidrologi.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari literatur, baik dalam bentuk buku karya ilmiah dan website yang tentunya memiliki keterkaitan dengan penelitian yang kami lakukan dan diantaranya karya hasil penelitian yang telah disetujui oleh pakar ataupun pembimbing penelitian.
C. Rancangan Penelitian
Agar mempermudah penelitian maka dilakukan rancangan penelitian diantaranya; persiapan alat dan bahan yang digunakan, prosedur penelitian, serta data dan variabel penelitian.
1. Persiapan Alat dan Bahan a. Alat
Adapun alat yang digunakan sebagai penunjang dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:
1). Rainfall Simulator
2). Sand Cone untuk menentukan kepadatan lapisan tanah.
3). Klinometer untuk mengukur besarnya sudut elevasi
30
4). Tabel dan alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan.
5). Stopwatch untuk menghitung durasi hujan.
6). Kamera untuk perekaman dan dokumentasi pada pengamatan.
7). Komputer untuk pengolahan data.
b. Bahan 1). Tanah
2). Vegetasi Rumput swiss 3). Vegetasi Rumput Gajah mini 4). Air
2. Persiapan Benda Uji
a. Tutupan tanpa vegetasi (TTV)
Benda uji ini menggunakan tanah asli tanpa vegetasi dengan menggunakan variasi kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ .
Tampak depan (TTV) Tampak samping (TTV)
Kemiringan 8⁰ Kemiringan 8⁰
Gambar 4: Sketsa tampak depan dan tampak samping kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ benda uji (Tanah tanpa vegetasi).
b. Tanah bervegetasi rumput swiss (TBS)
Benda uji ini menggunakan tanah bervegetasi rumput swiss dengan kemiringan 8⁰ ,15⁰ dan 21º.
Kemiringan 21⁰ Kemiringan 21⁰
Kemiringan 15⁰ Kemiringan 15⁰
32
Tampak depan (TBS) (Tampak samping TBS)
Gambar 5: Sketsa tampak depan dan tampak samping kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ benda uji (Tanah bervegetasi rumput swiss)
c. Tanah bervegetasi rumput gajah mini (TBGM)
Kemiringan 8⁰ Kemiringan 8⁰
Kemiringan 15⁰ Kemiringan 15⁰
Kemiringan 21⁰ Kemiringan 21⁰
Benda uji ini menggunakan tanah bervegetasi rumput gajah mini dengan kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ .
Tampak Depan (TBGM) Tampas Samping (TBGM)
Gambar 6: Sketsa tampak depan dan tampak samping kemiringan 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ (Tanah bervegetasi rumput gajah mini)
D. Prosedur Penelitian
Kemiringan 8⁰ Kemiringan 8⁰
Kemiringan 15⁰ Kemiringan 15⁰
Kemiringan 21⁰ Kemiringan 21⁰
34
Adapun prosedur penelitian yang dilakukan antara lain : 1. Tahap Persiapan
a. Pembersihan
b. Pengecekan alat dan bahan yang akan diuji
c. Dalam suatu penelitian atau penulisan laporan penelitian diperlukan studi literatur atau bahan dasar untuk mengerjakan suatu laporan seperti buku-buku, website atau jurnal-jurnal terkait judul penelitian agar memudahkan kita dalam pengerjaan laporan penelitian.
d. Untuk memulai penelitian alangkah baiknya segala yang dibutuhkan seperti alat dan bahan terlebih dahulu di persiapkan.
e. Dalam penelitian ini telah ditentukan kemiringan yang digunakan yaitu, 8˚,15˚ dan 21˚
f. Penelitian ini menggunakan intensitas curah hujan yaitu 290,26 mm/jam, 392,12 mm/jam dan 449,36 mm/jam.
2. Persiapan Sampel Tanah
a. Pemeriksaan sampel tanah untuk menentukan klasifikasi tanah yang akan digunakan.
b. Sampel tanah dimasukkan ke dalam bak uji disesuaikan dengan ketinggian yang diinginkan.
c. Sand cone test digunakan untuk pengecekan kepadatan tanah.
d. Melakukan pemadatan sampel tanah pada bak percobaan.
3. Tahapan Percobaan
a. Percobaan tahap pertama. Pengukura limpasan dengan tutupan tanah kosong.
Tanah yang telah dipersiapkan, kemudian dimasukkan ke dalam bak uji dengan kemiringan tanah masing-masing 8⁰ , 15⁰ dan 21˚, selanjutnya dipadatkan dengan tumbukan. Air yang keluar dari nozzle tidak boleh menyentuh permukaan tanah yang berada pada bak uji dengan mengguakan media tangkapan air yang diatur pada flownometer. Sesudah air telah diyatakan konstan sesuai dengan intesitas yang digunakan, alat tangkapan air dilepas dan menghidupkan stopwatch secara bersamaan. Setiap 10 menit limpasan yang tertampung kemudian dicatat pada tabel pengamatan, hujan buatan berhenti diberikan apabilah volume limpasan telah konstan dan tanah yang diamati sudah jenuh. Untuk setiap percobaan tanah yang telah digunakan dibuang dan diganti dengan tanah yang baru.
b. Percobaan tahap ke dua. Pengukuran limpasan menggunakan vegetasi rumput swiss.
Tanah yang sudah dipersiapkan, selanjutnya dimasukkan dalam bak uji pada kemiringan tanah masing-masing 8⁰ , 15⁰ , dan 21⁰ dan dipadatkan, kemudian rumput swiss dimasukkan dengan formasi rumput sesuai dengan luas bak uji. Sebelum diberi hujan, tahan terlebih dahulu air yang keluar dari nozzle dengan menggunakan tangkapan air lalu atur flownometer sampai intesitas yang akan digunakan telah didapatkan.
36
Lalu lepas alat tangkapan air dan menghidupkan stopwatch secara bersamaan. catat setiap 10 menit limpasan yang tertampung pada drain pengukuran utama pada tabel pegamatan. Hujan berhenti diberikan ketikah tanah telah jenuh dan limpasan sudah konstan. Untuk setiap running tanah yang digunakan dibuang dan diganti dengan tanah yang baru.
c. Percobaan tahap ke tiga. Pengukuran limpasan permukaan menggunakan rumput gajah mini.
Setelah tanah dipersiapkan, kemudian dimasukkan dalam bak uji pada kemiringan tanah masing-masing 8⁰ , 15⁰ dan 21⁰ dan dipadatkan, kemudian rumput gajah mini dimasukkan dengan formasi rumput sesuai dengan luas bak uji. Sebelum diberi hujan, tahan terlebih dahulu air yang keluar dari nozzle dengan menggunakan tangkapan air lalu atur flownometer sampai intesitas yang akan digunakan telah didapatkan. Lalu lepas alat tangkapan air dan menghidupkan stopwatch secara bersamaan. catat setiap 10 menit limpasan yang tertampung pada drain pengukuran utama pada tabel pegamatan. Hujan berhenti diberikan ketikah tanah telah jenuh dan limpasan sudah konstan. Untuk setiap running tanah yang digunakan dibuang dan diganti dengan tanah yang baru.
E. Kalibrasi Alat Rainfall Simulator
Kalibrasi alat adalah proses pengecekan dan pengaturan akurasi dari alat ukur dengan cara membandingkannya dengan standar/tolak ukur.
Kalibrasi dilakukan untuk memastikan bahwa hasil pengukuran yang dilakukan akurat. Pada penelitian ini kalibrasi alat dilakukan setiap kali running dengan mengacu pada pengoperasian alat simulasi hujan (rainfall simulator) dibawah ini:
1. Mengisi air pada bak8Reservoir
2. Simulasi hujan group 1, terdapat 4 nozzle yang dibagi menjadi 2 group hujan, dimana terdapat katup untuk mengatur pembagiannya yang berada di Gantry, pengoperasian hujan group 1 disesuaikan kebutuhan, semua nozzle yang akan diaktifkan atau hanya sebagian.
Dalam mengatur hujan group harus memastikan antara lain:
a. Katup pengatur suplai air hujan pada kondisi maksimal.
b. Katup untuk menjalankan hujan pada kondisi maksimal.
c. Katup untuk menjalankan air tanah pada keadaan maksimal.
d. Katup untuk menjalankan intesitas hujan group 2 pada kondisi minimal.
e. Letak pintu keluar bak uji dapat disesuaikan dengan keinginan.
3. Simulasi hujan group 2, terdapat 1 nozzle yang dipersiapkan untuk menghasilkan hujan pada intensitas redah, sedang dan sangat lebat.
Dalam menjalankan simulasi ini pastikan:
a. Katup pengatur suplai air hujan pada kondisi maksimal.
38
b. Katup untuk menjalankan hujan pada kondisi maksimal.
c. Katup untuk menjalankan air tanah pada keadaan manimal.
d. Katup untuk menjalankan intesitas hujan group 1 pada kondisi minimal.
e. Letak pintu keluar bak uji dapat disesuaikan dengan keinginan.
4. Simulasi air tanah. Pada simulasi sungai pastikan terlebih dahulu:
a. Katup pengatur suplai air dalam posisi maksimal.
b. Katup pengoperasian sungai/air tanah dalam posisi maksimal.
c. Katup pengoperasian air hujan dalam posisi minimal.
d. Katup pengaturan debit sungai dalam posisi minimal.
e. Pintu keluaran air bak percobaan diatur sesuai posisi yang diinginkan.
Sesudah melaksanakan kalibrasi alat dengan beberapa simulasi tersebut, kemudian menekan tombol “ON” untuk pengaturan tekanan air pada nozzle bisa melihat tabel intesitas hujan (Lihat pada tabel 1).
F. Proses Running Test
1. Membuka serta menutup drain pada waktu yang telah ditentukan dan menghitung limpasan dan infiltrasi yang terjadi.
2. Mengukur ketinggian air tanah pada manometer.
3. Menekan tombol “STOP” ketika limpasan dan infiltrasi telah dinyatakan konstan.
G. Analisis Data
Analisis data dilakukan setelah pengambilan data yang diperoleh dari semua parameter dari hasil laboratorium.
1) Perhitungan Debit Limpasan Permukaan.
Q = C.I.A... (1)
40
Tabel 5: Skema Running Test untuk tiga variasi intensitas curah hujan dan tiga variasi kemiringan tanah, serta tiga variasi tutupan tanah yang digunakan.
N o
Intensitas Curah Hujan
Kemiringan
Tutupan Tanah
Limpasan Ukur
mm/jam (˚) mm³/dtk
1 290,26
8⁰
Tanah tanpa vegetasi Tanah bevegetasi Rumput Swiss Tanah bevegetasi Rumput Gajah Mini 15⁰
Tanah tanpa vegetasi Tanah bevegetasi Rumput Swiss Tanah bevegetasi Rumput Gajah Mini 21⁰
Tanah tanpa vegetasi Tanah bevegetasi Rumput Swiss Tanah bevegetasi Rumput Gajah Mini
2 392,12
8⁰
Tanah tanpa vegetasi
Tanah bevegetasi Rumput Swiss Tanah bevegetasi Rumput Gajah Mini
15⁰ Tanah tanpa vegetasi
Tanah bevegetasi Rumput Swiss Tanah bevegetasi Rumput Gajah Mini 21⁰
Tanah tanpa vegetasi Tanah bevegetasi Rumput Swiss Tanah bevegetasi Rumput Gajah Mini
449,36
8⁰
Tanah tanpa vegetasi Tanah bevegetasi Rumput Swiss
3
Tanah bevegetasi Rumput Gajah Mini 15⁰
Tanah tanpa vegetasi Tanah bevegetasi Rumput Swiss Tanah bevegetasi Rumput Gajah Mini 21⁰
Tanah tanpa vegetasi Tanah bevegetasi Rumput Swiss Tanah bevegetasi Rumput Gajah Mini
H. Bagan Alir Penelitian
Gambar 7 : Diagram Alur Penelitian Mulai
Studi Literatur Rancangan Penelitian
Persiapan Benda Uji Persiapan Alat dan Bahan Kalibrasi Alat
Validasi Data
Selesai Analisis Data
Kesimpulan
Ya
Tidak
Variabel Bebas 1. Kemiringan 2. Vegetasi
3. Intensitas Curah Hujan 4. Waktu
Variabel Terikat Debit Limpasan
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Kemiringan 1. Kemiringan lereng (S)
Dalam menentukan klasifikasi kemiringan tanah dengan tiga klasifikasi kemiringan yang digunakan antara lain Landai, Curam dan Curam.
Mengacuh pada klasifikasi kemiringan menurut kelas- kelas kemiringan lereng yang berlaku di Indonesia dalam derajat dan persen yang dihitung menggunakan rumus trigonometri sebagai berikut:
a. Kemiringan landai (S1)
B C
∆H = 170 mm
A a = 1200 mm S
Berdasarkah hasil perhitungan nilai kemiringan derajat (⁰ ) yang diperoleh adalah 8⁰ termasuk kedalam klasifikasi kemiringan landai.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai kelerengan (%) yang diperoleh adalah 14% termasuk dalam klasifikasi kemiringan landai
b. Kemiringan Agak Curam (S2)
B C
∆H = 330 mm
A a = 1200 mm S
44
Berdasarkah hasil perhitungan nilai kemiringan derajat (⁰ ) yang diperoleh adalah 15⁰ termasuk kedalam klasifikasi kemiringan curam.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai kelerengan (%) yang diperoleh adalah 27% termasuk dalam klasifikasi kemiringan curam.
c. Kemiringan Curam (S3)
B C
∆H = 460 mm
A a = 1200 mm S
Berdasarkah hasil perhitungan nilai kemiringan derajat (⁰ ) yang diperoleh adalah 15⁰ termasuk kedalam klasifikasi kemiringan curam.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai kelerengan (%) yang diperoleh adalah 38% termasuk dalam klasifikasi kemiringan curam.
Tabel 6. Hasil Analisa Kemiringan Tanah
NO Kemiringan (⁰ ) Kelerengan (%) Keterangan
1 8⁰ 14 Landai
2 15⁰ 27 Curam
3 21⁰ 38 Curam
Sumber : Hasil Perhitungan 2. Luas Bidang
46
Untuk mencari luas bidang permukaan tanah dapat dihitung menggunakan rumus phytagoras sebagai berikut:
Dik :
Panjang Bak (P) = 1200 mm Lebar Bak (L) = 1000 mm
a. Analisis panjang sisi miring kemiringan (A1)
mm2
Setelah panjang sisi miring diperoleh kemudian dikalikan dengan lebar bak uji, sehingga diperoleh hasil analisa luas bidang miring pada kemiringaan 8º = 1211982 mm2
A
b. Analisa panjang sisi miring kemiringan (A2)
mm2
Setelah panjang sisi miring diperoleh kemudian dikalikan dengan lebar bak uji, sehingga diperoleh hasil analisa luas bidang miring pada kemiringaan 15º = mm2
c. Analisa panjang sisi miring kemiringan (A3)
48
mm2 Setelah panjang sisi miring diperoleh kemudian dikalikan dengan lebar bak uji, sehingga diperoleh hasil analisa luas bidang miring pada kemiringaan 21º = mm2
Tabel 7. Hasil Analisa Luas Bidang permukaan miring
N o.
Kemiringan Tanah (⁰ )
Panjang Bak (p)
mm
Lebar Bak (L)
mm
Tinggi Sisi (∆H)
mm
Panjang Sisi Miring (S)
mm
Luas Bidang miring (A)
mm2
1 8⁰ 1200 1000 190 1211,982 1211982
2 15⁰ 1200 1000 330 1244,548 1244548
3 21⁰ 1200 1000 460 1285,146 1285146
Sumber: Hasil Perhitungan
B. Hasil Analisa Intensitas Curah Hujan
Hasil analisa intensitas curah hujan rumus yang digunakan yaitu Monobone dengan data curah hujan periode ulang yang didapat dari perhitungan berturut-turut : 290,26 mm/jam, 392.12mm/jam dan 449,36 mm/jam.
2/3 = 290,26
2/3 = 392.12
2/3 = 449,36