• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tunnel Outlet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Tunnel Outlet"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

Kestabilan lereng hilir dan hilir bendungan mempunyai nilai aman pada kondisi air banjir lebih besar dibandingkan dengan nilai aman pada kondisi kosong. Stabilitas bendungan terhadap rembesan dan stabilitas lereng terhadap longsoran dinyatakan aman dan memenuhi persyaratan. Judul makalah akhir kami adalah “Studi Perancangan Dimensi Tubuh Bendungan Ponre-Ponre Kabupaten Bone”.

Tugas akhir ini merupakan salah satu syarat akademik yang harus dipenuhi untuk dapat lulus dari Fakultas Teknik Program Studi Teknik Pengairan Universitas Muhammadiyah Makassar. Tugas akhir ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya bantuan, bimbingan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Rakhim Nanda, MT, IPM selaku Pembimbing II yang selalu meluangkan waktu membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Teknik Pengairan.

Tabel 15  Perhitungan stabilitas Lereng Hulu dalam kondisi
Tabel 15 Perhitungan stabilitas Lereng Hulu dalam kondisi

Latar Belakang

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

  • Pengerian Bendungan
  • Klasifikasi Bendungan
    • Bendungan berdasarkan ukuran
    • Bendungan berdasarkan tujuan pembangunan
    • Bendungan berdasarkan penggunaannya
    • Bendungan berdasarkan jalannya air
    • Pembagian tipe bendungan berdasarkan konstruksinya .1 Bendungan tipe urugan
  • Fungsi dan Manfaat Bendungan
  • Analisis Hidrologi
  • Analisis Curah Hujan Wilayah
  • Uji Keselarasan

Curah hujan regional atau curah hujan regional adalah jumlah curah hujan yang diperlukan untuk menyusun rencana pengendalian banjir yang merupakan rata-rata curah hujan di wilayah yang bersangkutan. Dalam analisis hidrologi, curah hujan rata-rata wilayah dapat ditentukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatika (aljabar), metode poligon Thiessen, dan metode isohyet (Bambang Triatmodjo, 2006). R : Curah hujan rata-rata regional (mm) Rn : Curah hujan di stasiun n (mm) n : Jumlah stasiun alat pengukur hujan 4.

Penentuan curah hujan maksimum harian digunakan pada saat menghitung curah hujan rencana dengan analisis frekuensi untuk menghitung debit banjir dengan periode ulang. Curah hujan harian maksimum rata-rata regional mengacu pada curah hujan harian maksimum di stasiun-stasiun terpilih atau yang mewakili daerah tangkapan air. Untuk menganalisis proyeksi curah hujan data hidrologi yang ada dari suatu kejadian digunakan Distribusi Log Pearson Tipe III.

Untuk menentukan pola distribusi data curah hujan rata-rata yang paling tepat dari beberapa metode distribusi statistik yang telah dilakukan, dilakukan uji konkordansi.

Gambar 1. Bendungan Ponre – Ponre Kab. Bone  (Sumber : Ditjen SDA Kementrian PUPR,2016)
Gambar 1. Bendungan Ponre – Ponre Kab. Bone (Sumber : Ditjen SDA Kementrian PUPR,2016)

Analisis Debit Banjir

Analisis Debit Banjir Rencana

Hidrograf satuan DAS adalah limpasan langsung yang dihasilkan dari satuan volume hujan efektif yang tersebar merata dalam ruang dan waktu (CD. Soemarto. Perhitungan debit banjir rencana Bendungan Ponre – Ponre ditentukan berdasarkan hasil perhitungan curah hujan yang direncanakan dan pendekatan teoritis dengan menggunakan persamaan dan besaran – besaran yang biasa digunakan dalam perhitungan hidrologi, oleh karena itu data yang tersedia merupakan data curah hujan historis, sehingga perhitungan debit banjir didasarkan pada data yang tersedia.

Metode penghitungan debit banjir rencana dengan metode Nakayasu Synthetic Unit Hydrograph (HSS) merupakan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf banjir rencana pada suatu daerah aliran sungai. Untuk membuat hidrograf banjir suatu sungai perlu dicari karakteristik atau parameter daerah aliran sungai. T0.3 : Waktu dari puncak banjir sampai 0,30 kali debit puncak (jam) Persamaan hidrograf satuannya adalah sebagai berikut.

Rumus di atas merupakan rumus empiris, sehingga sebelum diterapkan pada daerah aliran perlu dipilih parameter yang sesuai yaitu Tp dan α, serta pola sebaran hujan sehingga diperoleh pola hidrograf yang sesuai dengan hidrograf banjir yang diamati.

Gambar 5. HSS Nakayasu  (Sumber: Bambang Triatmodjo, 2006)
Gambar 5. HSS Nakayasu (Sumber: Bambang Triatmodjo, 2006)

Analisis Perencanaan Bendungan 1. Perencanaan Hidrolis Bendungan 1.1 Tinggi muka air

Analisis Stabilitas Tubuh Bendungan

Melakukan analisis dan perhitungan kestabilan lereng badan bendungan yang dituju. C. Melakukan analisa dan perhitungan kestabilan badan bendungan yang dimaksud terhadap gaya-gaya yang timbul akibat adanya aliran filtrasi di dalam badan bendungan. Berat badan bendungan itu sendiri, yang memberikan tekanan pada lapisan bawah badan bendungan dan membebani bendungan. Tekanan hidrostatis akan memberikan tekanan pada tubuh bendungan dan pondasinya, baik dari air yang ada di waduk di desa bendungan maupun dari air di hilir sungai.

Dari gaya pesimistis yang menimbulkan beban dinamis yang bekerja baik pada tubuh bendungan maupun pondasi. Dalam keadaan di mana garis depresi tampak dekat dengan garis horizontal, biasanya dalam perhitungannya dapat dianggap horizontal dan berat bagian tubuh bendungan di bawah garis depresi diperhitungkan sebagai berat materialnya. di dalam air. Kondisi yang paling tidak menguntungkan bagi gaya-gaya tersebut yang harus diperhitungkan ketika menghitung stabilitas badan bendungan adalah:

Gaya-gaya yang timbul dari tekanan air pori pada saat terjadi penurunan muka air waduk secara tiba-tiba hingga mencapai ketinggian yang rendah, sehingga tekanan air pori pada tubuh bendungan masih dalam keadaan seperti waduk terisi penuh. Oleh karena itu, dalam pembangunan bendungan tanggul, kestabilan lereng menjadi kunci kestabilan badan bendungan secara keseluruhan (Sosrodarsono & Kensaku Takeda, 2002). Biasanya pembangunan badan bendungan tanggul direncanakan pada tingkat stabilitas dengan faktor keamanan 1,2 atau lebih, sebagai syarat diperbolehkannya pembangunan (Sosrodarsono & Kensaku Takeda, 2002).

Metode irisan pada permukaan geser melingkar digunakan untuk menghitung kestabilan tubuh bendungan pada penelitian. Cara ini dapat dilakukan dengan mengambil bidang luncur berbentuk lingkaran dengan titik pusat P di atas bendungan. Direkomendasikan agar setiap bagian bidang geser dapat melewati batas dua zona penyimpanan atau sedemikian rupa sehingga memotong garis pertahanan aliran filtrasi. Baik badan bendungan maupun pondasinya harus mampu mempertahankan diri terhadap gaya-gaya yang ditimbulkan oleh arus filter yang mengalir pada celah antara partikel tanah pembentuk badan bendungan dan pondasi.

Jalur aliran filtrasi dengan garis ekuipotensial berpotongan tegak lurus, sehingga akan membentuk bidang-bidang mendekati bentuk persegi atau persegi panjang. Data teknik merupakan data yang diperlukan untuk perencanaan bendungan yang meliputi dimensi hidrolik Bendungan Ponre – Ponre.

Gambar 6. Berat bahan yang terletak di bawah garis depresi  (Sumber:Sosrodarsono & Kensaku Takeda, 2002)  2
Gambar 6. Berat bahan yang terletak di bawah garis depresi (Sumber:Sosrodarsono & Kensaku Takeda, 2002) 2

Metode Analisis Studi Perencanaan 1. Analisis Hidrologi

Dimensi Tubuh Bendungan a. Tinggi Bendungan

Analisis Stabilitas tubuh bendungan

Kestabilan aliran filtrasi 1) Terbentuknya garis depresi.. 2) Kapasitas aliran filtrasi yang mengalir melalui badan bendungan.

Gambar 14. Bagan Alir Penelitian Data Sekunder
Gambar 14. Bagan Alir Penelitian Data Sekunder

Analisa Curah Hujan Wilayah

Perhitungan Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Rangkuman analisis curah hujan rencana periode ulang tahun (t) dengan sebaran Log Pearson Tipe III. Catatan: Nilai G diambil dari Tabel 3 frekuensi laju G dengan metode Log Pearson Type III).

Uji Kesesuaian Distribusi Chi Square a. Metode Log Person Type III

Karena X² hitung < standar X² maka uji Chi Square pada distribusi Log Person Type III diterima. Untuk menganalisis debit banjir rencana, terlebih dahulu harus dibuat hidrograf banjir pada aliran yang bersangkutan. Dari tabel Ordinat Hidrograf Satuan Sintetis dengan metode Nakayasu diatas diperoleh rancangan grafik hidrograf dengan menggunakan metode Nakayasu HSS.

Dari Gambar 15 dapat dikatakan bahwa debit puncak pada perhitungan hidrograf banjir dengan metode HSS Nakayasu Qpeak adalah sebesar 1,727 m3/detik dan berada pada angka 5,432 jam. Rekapitulasi hasil perhitungan debit banjir rencana dengan metode Nakayasu HSS dapat dilihat pada Tabel 11. Pemilihan jenis bendungan didasarkan pada pertimbangan topografi, geologi, kondisi material, serta pertimbangan teknik pelaksanaan.

Pada penelitian ini digunakan bendungan tipe timbunan dengan lapisan atas beton, sesuai dengan perencanaan tipe bendungan yang ada. Rekapitulasi hasil perhitungan antara studi perencanaan bendungan baru dengan perencanaan bendungan eksisting dapat dilihat pada Tabel 11 sebagai berikut; Dari Tabel 11 diatas terlihat bahwa desain badan bendungan ini menggunakan tipe Concrete Surface Filled Dam (CFRD), dengan tinggi bendungan 52,94 m, lebar puncak 7,80 m, panjang bendungan 219,50 m dan tinggi pelindung 2,00 m .

Tabel 7.  Uji Chi – Square untuk Log Person Type III
Tabel 7. Uji Chi – Square untuk Log Person Type III

Perhitungan Stabilitas Tubuh Bendungan

Kestabilan lereng hulu dalam keadaan kosong di titik 1. Terlihat pada Gambar 22 bahwa pada titik 1 potongan dibagi menjadi 8 bagian dengan lebar setiap pemotongan sama yaitu 10,26 m. Kestabilan lereng hulu dalam keadaan kosong di titik 2. Terlihat pada Gambar 23 bahwa pada titik 2 pemotongan dibagi menjadi 8 bagian dengan lebar setiap pemotongan sama yaitu 10,26 m. Kestabilan lereng hulu dalam keadaan kosong di titik 3. Terlihat pada Gambar 24 bahwa pada titik 3 pemotongan dibagi menjadi 8 bagian dengan lebar setiap pemotongan sama yaitu 10,26 m.

Dari gambar 25 terlihat bahwa pada titik 4 irisan dibagi menjadi 8 dengan lebar tiap irisan sama yaitu 10,26 m. Stabilitas lereng hilir dalam kondisi kosong di titik 1. Dari gambar 26 terlihat bahwa di titik 1 irisan dibagi menjadi 8 bagian dengan lebar masing-masing irisan sama yaitu 10,26 m Stabilitas lereng hilir dalam kondisi kosong di titik 2. Dari Gambar 27 terlihat bahwa pada titik 2 irisan dibagi menjadi 8 bagian dengan untuk setiap irisan lebarnya sama yaitu 10,26 m.

Kestabilan lereng hilir dalam keadaan kosong di titik 4. Terlihat pada Gambar 29 bahwa pada titik 4 pemotongan dibagi menjadi 8 bagian dengan lebar setiap pemotongan sama yaitu 10,26 m. Kestabilan lereng bagian hulu pada kondisi MAB titik 1 Dari Gambar 30 terlihat bahwa pada titik 1 potongan dibagi menjadi 10 dengan lebar setiap potongan sama yaitu 10,26 m. Kestabilan lereng hulu pada kondisi MAB titik 2 Terlihat pada Gambar 31 bahwa pada titik 2 pemotongan dibagi menjadi 8 bagian dengan lebar setiap pemotongan sama yaitu 10,26 m.

Kestabilan lereng hulu pada kondisi MAB titik 3 Dari gambar 32 terlihat bahwa pada titik 3 irisan tersebut terbagi menjadi 8 bagian dengan lebar yang sama untuk setiap irisan yaitu 10,26 m.Kestabilan lereng hilir kondisi MAB titik 1 Dari gambar 34 terlihat bahwa pada titik 1 irisan permukaan geser tersebut terbagi menjadi 8 bagian yang masing-masing irisannya mempunyai lebar yang sama yaitu 10,26 m.Kestabilan lereng hilir pada kondisi MAB titik 2 Dari gambar 35 terlihat bahwa pada titik 2 irisan tersebut dibagi menjadi 8 bagian dengan lebar tiap irisan sama yaitu 10,26 m.

Dari gambar 36 terlihat bahwa pada titik 3 irisan tersebut dibagi menjadi 8 dengan lebar setiap irisan sama yaitu masing-masing 10,26 m. Kestabilan lereng bagian hilir pada kondisi MAB titik 4 Dari gambar 37 terlihat bahwa pada titik 4 irisan terbagi menjadi 8 bagian dengan lebar setiap irisan sama yaitu masing-masing 10,26 m.

Tabel 12. Perhitungan Garis Parabola
Tabel 12. Perhitungan Garis Parabola

Pembahasan

Dari Tabel 17 hasil perhitungan kestabilan lereng bendungan dengan metode Circular Slice Plane Slice pada kondisi kosong dan kondisi air banjir dilihat dari empat titik diperoleh nilai keamanan yang lebih besar dari nilai persyaratan keselamatan yaitu 1.2. Dari tabel 18 di atas terlihat adanya perbedaan besar dimensi bendungan antara studi perencanaan baru dengan perencanaan eksisting, karena debit banjir pada studi perencanaan baru lebih rendah dibandingkan debit banjir eksisting. Dari hasil perhitungan dan deskripsi yang dilakukan sehubungan dengan studi desain teknis Bendungan Ponre – Ponre Kabupaten Bone.

Perancangan badan bendungan ini menggunakan tipe Bendungan Tanggul dengan lapisan permukaan beton, terdapat perbedaan dimensi yang signifikan antara denah baru dan denah lama.

Tabel 18. Rekapitulasi Perencanaan Tubuh Bendungan Yang Ada dan    Studi Perencanaan Tubuh Bendungan Baru
Tabel 18. Rekapitulasi Perencanaan Tubuh Bendungan Yang Ada dan Studi Perencanaan Tubuh Bendungan Baru

Saran

Kajian Perencanaan Pembangunan Badan Bendungan di Waduk Konto Wiyu Suplesi di Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur.

CFRD

KETERANGAN

Gambar

Gambar 1. Bendungan Ponre – Ponre Kab. Bone  (Sumber : Ditjen SDA Kementrian PUPR,2016)
Tabel 1. Klasifikasi Umum Bendungan
Gambar 3. Siklus Hidrologi  (Sumber: Suripin, PSD Tanah,2002)
Tabel 2. Nilai delta kritis untuk uji Keselarasan Smirnov- Smirnov-Kolmogrove
+7

Referensi

Dokumen terkait