• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJIAN AKHIR SEMESTER Filsafat Ilmu

N/A
N/A
SYIFA NAUVAL MUFTIA

Academic year: 2023

Membagikan "UJIAN AKHIR SEMESTER Filsafat Ilmu"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI MAGISTER BIPA

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Dosen : Prof. Dr. Cece Rakhmat, M.Pd.

Dr. Ipah Saripah, M.Pd.

Sifat : Take Home Exam

PETUNJUK PENGERJAAN

1. Kerjakan soal di bawah ini secara jelas dan komprehensif.

2. Jawaban Anda hendaknya dilengkapi dengan rujukan dari literatur yang terpercaya.

3. Jawaban dikumpulkan pada hari Senin, 10 Januari 2022 melalui email ipah_bk@upi.edu paling lambat pada pukul 24.00.

Anda telah mengkaji dan memaparkan filsafat pada topik tertentu yang telah Anda presentasikan. Berdasarkan hasil kajian tersebut, lakukanlah analisis pada persoalan-persoalan berikut.

1. Bagaimana tinjauan ontologis (hakikat keilmuan), epistemologis (metodologi keilmuan) dan aksiologis (hakikat nilai) keilmuan BIPA?

2. Kemukakan dinamika permasalahan yang terjadi dalam BIPA dilihat dari konteks perkembangan sosial budaya masyarakat Indonesia!

3. Upaya strategis apa yang perlu dilakukan oleh Anda sebagai seorang ilmuwan untuk mengembangkan keilmuan BIPA?

4. Sebagai seorang ilmuwan, bagaimana pandangan Anda terhadap kinerja pengajar BIPA selama ini di lapangan?

5. Elaborasi manfaat yang Anda peroleh dalam mempelajari Filsafat Ilmu terkait dengan tugas Anda sebagai pengajar BIPA!

Jawaban

1. Merujuk pada filsafat ilmu, tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah: ontologi, epistemologi, dan aksiologi (Suriasumantri, 1987:2). Ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstrak (Bahtiar, 2012:134). Adapun menurut Dasuki (2019) ontologi merupakan pembahasan dalam rangka untuk mencari atau mendapatkan hakikat dari sesuatu.

Lalu, apa itu (ilmu) BIPA? Melalui pendekatan ontologis, yang prinsipnya adalah usaha untuk mengetahui apa yang ingin diketahui, yang ada, dan yang merupakan kebenaran.

Sehingga jawaban dari pertanyaan tadi adalah BIPA harus diakui sebagai sebuah program bahasa Indonesia yang dirancang untuk penutur asing sebagai pemerolehan bahasa kedua yang mengintegrasikan budaya Indonesia.

(2)

Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana mendapatkan pengetahuan atau lebih menitikberatkan pada sebuah proses pencarian ilmu (William, 1965, dalam Suriasumantri, 2005). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, epistemologi merupakan cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar dan batas-batas pengetahuan.

Pendekatan epistemologi pada dasarnya membahas bagaimana sebuah ilmu dapat dicapai, dengan cara apa, dan sarana apa ilmu itu diperoleh. Hal ini membuat penulis cendrung memilih metode contextual teaching and learning yang merupakan sebuah metode yang menghubungkan materi belajar dengan kondisi dan lingkungan pemelajar sebagai metode yang cocok untuk pembelajaran BIPA. Pengetahuan yang dimiliki Pemelajar dihubungkan dengan penerapan dalam kehidupan mereka sesuai konteks personal, sosial dan budaya setiap Pemelajar. Metode contextual teaching and learning bukanlah satu-satunya metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran BIPA. Masih ada metode translanguaging, pendekatan komunikatif, pembelajaran berbasis teks, dan lainnya atau bahkan dapat melakukan beberapa pendekatan sekaligus, namun perlu diingat agar tetap sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.

Aksiologi dalam filsafat ilmu merupakan teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dan pengetahuan yang diperoleh (Sumantri, 1996). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia serta kajian tentang nilai-nilai khususnya etiket.

Pendekatan aksiologi membahas manfaat dan bagaimana penerapan asebuah ilmu yang dalam konteks tulisan ini adalah BIPA, dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku manusia. Aksiologi juga dapat dimaknai sebagai pikiran, pengetahuan, ilmu tentang kepantasan yang bersifat etis dan memiliki nilai baik dan kebaikan sebagai tanda keluhuran hidup.

BIPA dalam prespektif aksiologi harus menjadi ilmu yang berdampak positif terhadap manusia dan masyarakatnya, tidak hanya masyarakat Indonesia namun juga masyarakat dunia. Pada dasarnya manusia mustahil untuk tidak berkomunikasi untuk saling melengkapi, memahami perbedaan budaya, untuk belajar dan memperoleh informasi juga memaknai kehidupan ini.

BIPA sebagai ilmu dan bahasa kedua diharapakan mampu memberikan manfaat lebih kepada umat manusia untuk saling mengenal lebih baik meskipun terdapat banyak perbedaan. Dua sisi mata uang tentu akan kita temukan juga dalam ilmu BIPA dan menganggapnya sebagai sebuah ancaman. Peran pengajar BIPA sangat besar untuk menjawab ketakutan-ketakutan tersebut. Melalui pengajar BIPA, kebermanfaatan BIPA sebagai ilmu bisa disebarluaskan. Sehingga salah satu kebutuhan manusia untuk saling mengenal dan berkomunikasi bisa dilakukan melalui BIPA. Dengan demikian, tujuan pembelajaran BIPA sebagai sarana untuk memperkuat eksistensi bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat penghubung antarwarga dan antarbudaya;

memperkenalkan tradisi dan budaya Indonesia; dan kekayaan khazanah bahasa dan sastra Indonesia akan tercapai melalui pengembangan materi pendidikan tersebut.

Dengan demikian, bahasa Indonesia menjadi bahasa penting di dunia internasional.

2. Semakin meningkatnya konektivitas dunia melalui globalisasi, ekonomi, perusahaan multinasional, politik, olahraga dan segala aktivitas manusia saat ini, peluang orang asing untuk belajar bahasa Indonesia semakin besar. Saat ini semakin banyak orang asing yang tertarik untuk mempelajari bahasa Indonesia yang terintergrasi dengan budaya Indonesia. Keanekaragaman budaya Indonesia dan keterwakilan daerah Indonesia juga mendorong orang asing untuk mempelajari budaya Indonesia.

Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Orang Asing (BIPA) memiliki karakteristik yang

(3)

berbeda dengan pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur jati. Perbedaan tersebut dapat berasal dari bahasa ibu pemelajar, usia, pendidikan, pekerjaan dan budaya Pemelajar.

BIPA dan bahasa Indonesia untuk penutur jati memiliki kesamaan, yaitu empat keterampilan utama, yaitu membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Empat keterampilan berbahasa tersebut pada dasarnya adalah kebutuhan manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi bisa dimaknai sebagai sebuah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang kepada orang lain (Effendy, 1999), yang menggunakan media tertentu untuk merubah sikap, pengetahuan dan perilaku. Penggunaan bahasa tidak dapat dihindari dalam komunikasi, karena bahasa adalah alat utama dalam proses komunikasi. Keberagaman latar belakang pemelajar BIPA ini menggambarkan perbedaan tujuan pembelajaran. Secara umum tujuan pembelajaran BIPA adalah agar pemelajar dapat menggunakan bahasa Indonesia secara komunikatif dan pragmatis.

Ferdinand De Saussure berpendapat bahwa, bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok lain. Perbedaan bahasa atau budaya inilah yang mendorong kenapa bahasa kedua khususnya BIPA menarik untuk dipelajari, karena manusia selalu ingin memahami perbedaan yang ada dengan mempelajari bahasa- bahasa selain bahasa ibu. Bahasa kedua sendiri dapat didefenisikan sebagai bahasa yang diperoleh atau dipelajari setelah penguasaan bahasa pertama atau bahasa ibu. Bahasa kedua umumnya diperoleh dari proses secara sadar melalui pembelajaran. Kedudukan BIPA bagi pemelajar adalah sebagai bahasa kedua, sehingga pemerolehannya juga dilakukan setelah menguasai bahasa pertamanya, sementara para pakar juga percaya bahwa bahasa pertama atau bahasa ibu memiliki pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pemelajar (Ellis, 1986).

3. BIPA dapat diibaratkan seperti bayi yang baru lahir dan perlu didewasakan secara profesional dengan tanggungjawab keilmuan semua pihak. Karena itulah untuk memastikan bahwa BIPA dapat dikembangkan tidak hanya sistematis tapi sekaligus responsif terhadap keperluan pembelajar maka diperlukan telaah dan penataan yang seksama terhadap pola tutur esensial yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai pegiat BIPA dalam mengembangkan keilmuan BIPA. Misalnya, dengan mengembangkan program, kurikulum dan bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan pemelajar BIPA secara kontekstual, mempromosikan BIPA agar dapat menarik lebih banyak peminat, dan lain-lain.

4. Terlepas dari potensi BIPA yang berpeluang besar menjadi bahasa internasional, saat ini paradigma industri BIPA yang berkembang di lapangan seolah-olah masih hanya di tingkat ‘menunggu bola’, dalam artian, masih bergerak jika ada pemelajar asing yang datang. Mengapa bisa disimpulkan seperti itu? Hal ini bisa dilihat dari beberapa fakta yang ada.

Selama ini, perguruan tinggi atau afiliasi pegiat atau pengajar BIPA belum secara optimal memanfaatkan peluang ini. Hal ini bisa dilihat dari belum disiapkannya program BIPA secara matang untuk berbagai kebutuhan. Sebagai perbandingan, di negara-negara yang tinggi dengan jumlah pemelajar bahasa asing seperti bahasa Inggris di UK dan AS, lumrahnya wisatawan akan ditanya mengenai tujuan kedatangan. Berapa lama rencana tinggal, dan untuk kepentingan apa datang ke negara tersebut. Dari kebutuhan itulah biasanya wisatawan akan ditawarkan program yang menunjang tujuan.

(4)

Semestinya, para pegiat BIPA meniru hal yang sudah dilakukan negara-negara besar tersebut. Seperti halnya bahasa Inggris yang dipelajari sebagai bahasa asing yang disesuaikan dengan tujuan kedatangan wisatawan, hal ini yang belum ditemukan dalam program BIPA. Kita perlu menyiapkan program program pembelajaran BIPA yang berfokus pada bahasa, budaya, bisnis atau hal lainnya, lalu kemudian ‘menjualnya’. Hal ini sebetulnya telah lama diusulkan oleh tokoh pegiat BIPA, I Made Sujana pada makalahnya di Seminar Internasional “Menimang Bahasa Membangun Bangsa” tahun 2012. Tugas selanjutnya tinggal merealisasikan gagasan yang sangat baik ini, sehingga industri BIPA siap ‘menjemput bola’ dan berkembang maksimal.

5. Setelah selama satu semester ini mempelajari Filsafat Ilmu terkait dengan tugas Anda sebagai pengajar BIPA, ada banyak manfaat yang dirasakan. Selain dapat memahami sisi filosofis dari bidang keilmuan BIPA yang sedang didalami, mata kuliah ini juga memberikan perspektif baru yang selama ini belum disadari. Bahwa melalui pengajar BIPA, kebermanfaatan BIPA sebagai ilmu bisa disebarluaskan. Sehingga salah satu kebutuhan manusia untuk saling mengenal dan berkomunikasi bisa dilakukan melalui BIPA. Dengan demikian, tujuan pembelajaran BIPA sebagai sarana untuk memperkuat eksistensi bahasa Indonesia dalam fungsinya sebagai alat penghubung antarwarga dan antarbudaya; memperkenalkan tradisi dan budaya Indonesia; dan kekayaan khazanah bahasa dan sastra Indonesia akan tercapai melalui pengembangan materi pendidikan tersebut. Dengan demikian, bahasa Indonesia menjadi bahasa penting di dunia internasional.

Referensi

Bahtiar, A. (2012). Filsafat ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hal. 134

Dasuki, M.R. (2019). Tiga aspek utama dalam kajian filsafat ilmu; ontologi, epistemologi,

Krashen, Stephen D. (1981). Second Acquisition And Second Language Learning, Pergamon Press Inc, University of Southern California.

Maharani, Tisa. (2018). Pemerolehan Bahasa Kedua Dan Pengajaran Bahasa Dalam Pembelajaran BIPA. Jurnal Bahasa Lingua Scientia. Tulungagung.

Sujana, I Made. (2012). Program Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA):

Peluang, Tantangan dan Solusi. Makalah disampaikan pada “Seminar Internasional

“Menimang Bahasa Membangun Bangsa” Diselenggarakan oleh FKIP Universitas Mataram di Hotel Grand Legi Mataram, Lombok, NTB, 5-6 September 2012.

Suriasumantri, J.S. (1987). Filsafat ilmu: sebuah pengantar popular. Jakarta: Sinar Harapan.

Suriasumantri, J.S. (1996). Filsafat ilmu: sebuah pengantar popular. Jakarta: Sinar Harapan.

Suriasumantri, J.S. (2005). Filsafat ilmu; sebuah pengantar populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

(5)

Syahid, Ahmad Habibi (2015). Bahasa Arab Sebagai Bahasa Kedua (Kajian Teoretis

Pemerolehan Bahasa Arab Pada Siswa Non-Native).

http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/arabiyat.

Syamsiyah, Dailatus. (2017). Analisis Deskriptif Teori Pemerolehan Bahasa Kedua.

Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 6, Nomor 2.

Warami, Hugo. (2016). Bahasa Dalam Gerbang Filsafat Pendidikan: Perspektif Ontologi Bahasa Dan Budaya. Jurnal Triton Pendidikan Vol. 01, No.01.

Referensi

Dokumen terkait

Pemerolehan BAHASA KEDUA Bahasa kedua/asing B2 adalah bahasa anak yang diperoleh setelah bahasa pertama B2 anak di Indonesia pada umumnya bahasa Indonesia dan bahasa asing..

Table 5 shows no significant differences on the weight of 200 seeds of garden pea as affected by inoculation although the inoculated plants produced numerically heavier weight of