• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI PERBEDAAN LEBIH DARI DUA SAMPEL

N/A
N/A
21 088@Naafi Rizki

Academic year: 2023

Membagikan "UJI PERBEDAAN LEBIH DARI DUA SAMPEL"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Manajemen Data 12 Materi 6

Dr. Ratih Sari Wardani, S.Si, M.Kes

UJI PERBEDAAN LEBIH DARI DUA SAMPEL

I. Pendahuluan 1. Deskripsi singkat

Sub pokok bahasan ini berisi tentang praktikum uji hipotesis (uji parametrik) perbedaan antara lebih dari 2 sampel baik one way anova dan two way anova menggunakan aplikasi komputer.

2. Relevansi

Setelah semua data siap maka perlu dilakukan analisis analitis salah satu diantaranya adalah uji perbedaan antara lebih dari 2 sampel 3. Kompetensi

a. Standar Kompetensi :

Mahasiswa mampu melakukan uji perbedaan lebih dari 2 sampel menggunakan aplikasi komputer

b. Kompetensi Dasar :

Setelah memperoleh praktikum mahasiswa mampu : 1) Melakukan uji one way anova 2) Melakukan uji two way anova II. PenyajianPenyajian 1. Anova Satu Faktor /One Way Anova

Tujuan : untuk uji perbedaan mean lebih dari dua kelompok data yang independent/dependent

Syarat atau asumsi yang harus dipenuhi a. Data berdistribusi normal/simetris

b. Sampel diambil secara acak dari masing-masing populasi c. Varians semua populasi sama (varians homogen)

d. Variabel yang dihubungkan numerik untuk variabel terikat dan kategorik dengan lebih dari 2 kelompok untuk variabel bebas

Manajemen Data 13

Contoh

Seorang mahasiswa mengumpulkan data shift kerja, beban kerja, toleransi stress dan kelelahan pada 33 pekerja industry benang sebagai berikut :

beban kerja shift kerja Toleransi stress kelelahan

1 1 31 209.45

2 1 41 215.89

1 1 39 234.99

2 1 41 247.11

1 1 37 292.68

1 1 38 247.00

2 1 41 326.42

1 1 37 329.25

1 1 33 349.25

1 1 39 359.24

1 1 41 443.65

1 2 42 224.47

2 2 47 234.99

2 2 45 238.89

1 2 41 239.36

2 2 43 329.25

2 2 46 349.25

2 2 45 250.47

1 2 41 255.53

2 2 44 267.99

2 2 45 272.50

2 2 45 318.18

3 3 59 189.74

3 3 48 231.73

3 3 54 359.24

2 3 50 355.48

2 3 58 256.83

3 3 48 370.81

3 3 48 392.67

2 3 49 290.40

3 3 50 318.30

3 3 51 300.00

3 3 53 381.20

Data diatas akan dilakukan pengolahan data dengan tujuan : menganalisis perbedaan stress berdasarkan shift kerja.

Ket Beban kerja

1. Ringan 2. Sedang 3. Berat Shift kerja

1. Pagi 2. Siang 3. malam

Manajemen Data 14

Kerangka konsep :

Shift kerja toleransi stress

Variabel Independen :

Shift kerja : Skala kategorik (1= pagi, 2 = siang, 3 = malam) Variabel Dependen :

Toleransi Stress kerja :Skala numerik

Langkah-langkah :

 Lakukan uji asumsi terlebih dahulu yaitu uji normalitas dan uji homogenitas 1. Uji Normalitas

 Buat file baru dengan data di atas dan simpan dengan nama file”kelelahan.sav”

 Lakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk Analyze Descriptive statistics explore pindahkan variabel toleransi stress ke

depedent list pilih plots centang normality plots with testcontinue ok

 Hasil output yang digunakan tabel test of normality

 Diperoleh p value uji Shapiro wilk =0,861 (>0,05) artinya toleransi stress berdistribusi normal

2. uji homogenitas ada di uji one way anova 3. Uji One Way Anova

 Klik Analyze,

 Pilih Compare Mean, Pilih One – Way Anova.

Manajemen Data 15

 Pindahkan variabel toleransi stress ke dependent list dan shift kerja ke factor, tampak pada layar :

Gambar 1 : Kotak dialog One Way anova

 Klik kotak Option

 Aktifkan pilihan Descriptive.

Tampak pada layar :

Gambar 2 : Kotak dialog One Way : Options

 Klik Continue

 Klik kotak Post Hoc

Manajemen Data 16

 Aktifkan pilihan Bonferoni (bisa memilih yang lain) Tampak pada layar :

Gambar 3 : Kotak dialog One Way : Post Hoc Multiple Comparisons

 Klik Continue

 Klik OK, untuk melaksanakan prosedur perintah Hasilnya :

Dari hasil test homogenitas (levene test) diketahui bahwa varian antar kelompok toleransi stress homogen dengan nilai p value = 0,149 atau lebih besar dari nilai alpha 0,05 .

Jadi syarat /asumsi one way anove terpenuhi yaitu normal dan homogen.

Manajemen Data 17

Sementara pada tabel descriptive, terlihat rata-rata toleransi stress dari ketiga shift kerja yaitu rata-rata toleransi stress paling tinggi pada pekerja shift malam yaitu 51,64 ± 3,931 dibanding pekerja shift siang (44,00±2,000), dan shift pagi (38.00 ± 3,376).

Hasil uji statistic dengan pada tabel di atas, terlihat nilai p value sebesar 0,000 (< alpha 0,05). Hal ini berarti pada alpha 5 % dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan toleransi stress berdasarkan shift kerja.

Untuk melihat pasangan mana yang berbeda, maka digunakan uji lanjut sesudah anova, yaitu post hoc test pada latihan ini digunakan Bonferroni

(2)

Manajemen Data 18 Hasil analisis lebih lanjut membuktikan bahwa ketiga kelompok shift kerja berbeda signifikan yaitu antara shift kerja pagi dengan siang dengan p value 0,000 (< alpha 0,05), dan shift kerja pagi dengan malam dengan p value 0,000 (< alpha 0,05) dan antara shift kerja siang dengan malam dengan p value 0,000 (< alpha 0,05).

1. Penyajian dan Interpretasi Dalam Laporan Penelitian

a. uji asumsi

1. uji normalitas dan homogenitas

Tabel 1. Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro Wilk dan uji homogenitas Toleransi stress p value Kesimpulan normalitas 0,861 (p>0,05) Distribusi normal homogenitas 0,149(p>0,05) varians homogen Hasil uji normalitas dengan uji Shapiro Wilk diperoleh variabel toleransi stress berdistribusi normal dan Uji homogenitas varians menggunakan uji Lavene diperoleh variabel toleransi stress mempunyai varians homogen.

Karena memenuhi kedua asumsi di atas maka uji yang digunakan adalah uji one way anova

2. Perbedaan rata-rata toleransi stress berdasarkan shift kerja Tabel 2 Perbedaan toleransi stress berdasarkan shift kerja Toleransi Stress Rata-rata Simpangan

baku

p value N

Shift kerja

Pagi 38,00 3,376 0,000 11

Siang 44,00 2,000 11

Malam 51,64 3,391 11

Rata-rata toleransi stress dari ketiga shift kerja yaitu rata-rata toleransi stress paling tinggi pada pekerja shift malam yaitu 51,64 ± 3,931 dibanding pekerja shift siang (44,00±2,000), dan shift pagi (38.00 ± 3,376).

Hasil uji statistik menggunakan uji one way anova diperoleh nilai p value sebesar

Manajemen Data 19

0,000 (< alpha 0,05). Hal ini berarti pada alpha 5 % ada perbedaan toleransi stress berdasarkan shift kerja.

Analisis lebih lanjut (post hoc analysis) menggunakan uji Bonferonni hasilnya sebagai berikut :

Tabel 3 Post Hoc Perbedaan toleransi stress berdasarkan shift kerja Shift kerja p value Keterangan

pagi-siang 0.000<0,05 Ada perbedaan pagi-malam 0.000<0,05 Ada perbedaan siang- malam 0.000<0,05 Ada perbedaan

Ketiga kelompok shift kerja berbeda signifikan yaitu antara shift kerja pagi dengan siang dengan p value 0,000 (< alpha 0,05), dan shift kerja pagi dengan malam dengan p value 0,000 (< alpha 0,05) dan antara shift kerja siang dengan malam dengan p value 0,000 (< alpha 0,05).

Lampiran 1. Uji normalitas

2. Uji homogenitas

3. Uji perbedaan toleransi stress berdasarkan shift kerja

Manajemen Data 20

Tugas (uraian lengkap di ifk.unimus.ac.id) Kerjakan dengan cara sama untuk tujuan penelitian :

 menganalisis perbedaan toleransi stress berdasarkan beban kerja

 menganalisis perbedaan kelelahan berdasarkan shift kerja

 menganalisis perbedaan kelelahan berdasarkan beban kerja

2. Anova Dua Faktor/ Two Way Anova

Manajemen Data 21

Contoh :

Seorang mahasiswa ingin meneliti perbedaan toleransi stress berdasarkan shift kerja dan berdasarkan beban kerja serta interaksi variabel shift kerja dengan beban kerja. Besar sampel yang diambil dengan rumus didapatkan n = 33 orang.

Kerangka konsep : Shift kerja

Toleransi stress Beban kerja

Variabel Independen :

Shift kerja : Skala kategorik (1= pagi, 2 = siang, 3 = malam) Beban kerja : Skala kategorik (1=ringan, 2. Sedang, 3 berat) Variabel Dependen :

Toleransi stress : Skala numerik

Langkah-langkah : 1. Uji Kenormalan data

 Buat file baru dengan data di atas dan simpan dengan nama file”kelelahan.sav”

 Lakukan uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk Analyze Descriptive statistics explore pindahkan variabel toleransi stress ke

depedent list pilih plots centang normality plots with testcontinue ok

 Hasil output yang digunakan tabel test of normality

Manajemen Data 22

 Diperoleh p value uji Shapiro wilk =0,861 (>0,05) artinya toleransi stress berdistribusi normal

2. Uji Two Way Anova

 Dari menu utama SPSS, klik Analyze, kemudian pilih sub menu General Linier Model dan pilih Univariat.

 Masukan variabel toleransi stress (numerik) ke kotak Dependent Variable

 Masukkan variabel shift kerja (kategorik) dan beban kerja ke kotak Fixed Factor(s).

Tampak pada layar :

Gambar 4. Kotak dialog Univariate

 Abaikan yang lain

 Dan terakhir klik OK, untuk melaksanakan prosedur perintah Hasilnya :

Manajemen Data 23

Pada tabel di atas, menunjukkan data yang diikutsertakan dalam uji, untuk variabel beban kerja terdiri atas 3 kategori yaitu ringan (11 orang), sedang (14 orang), dan berat (8 orang) sedangkan untuk variabel shift kerja terdiri 3 kategori yaitu pagi (11 orang), siang (11 oang) dan malam (11 orang). Jadi jumlah seluruh data 33 data yang diikutkan dalam proses uji.

Pada tabel di atas dapat dilihat :

a. Perbedaan rata-rata toleransi stress berdasarkan beben kerja Dari tabel terlihat bahwa dengan p value sebesar 0,034 (< alpha 0,05) yang berarti ada perbedaan signifikan rata-rata toleransi stress berdasarkan beban kerja.

b. Perbedaan rata-rata toleransi stress berdasarkan shift kerja Dari tabel terlihat bahwa p value sebesar 0,000 (< alpha 0,05) yang berarti ada perbedaan signifikan rata-rata toleransi stress berdasarkan shift kerja.

(3)

Manajemen Data 24 c. Interaksi dua faktor yaitu beban kerja dengan shift kerja diperoleh p value sebesar 0,874 (> alpha 0,05) yang berarti tidak ada interaksi antara faktor beban kerja dengan shift kerja

III. Penutup 1. Tes Formatif

Lakukan uji perbedaan lebih dari 2 sampel dengan menggunakan variable yang ada pada latihan 3

2. Umpan balik

a. Mahasiswa mempraktekkan sesuai dengan perintah

b. Dosen memastikan semua mahasiswa dapat melaksanakan semua perintah c. Mahasiswa diminta memastikan bahwa semua data dan struktur sudah

terekam 3. Tindak lanjut

a. dosen menjelaskan kalau ada mahasiswa yang tidak jelas b. dosen member contoh dengan mempraktekkan, mahasiswa menirukan c. dosen memberi penjelasan kalau ada mahasiswa yang kesulitan.

Referensi

Kurniawan, A, “SPSS 20 Analisis Deskriptif dan Multivariate”, Bisnis2030, Jakarta, 2012

Leech, Nancy L.; Barret, Karen C.; Morgan, George A. SPSS for Intermediate Statistics. Use and interpretation. Second Edition. Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, London. 2005

Martin, W.E., Bridgmon, K.D. “Quantitative and Statistical Research Methode from hypothesis for result”, John Wiley and Sons, San Francisco, 2012

1 Materi 7

Ratih SW

UJI CHI SQUARE A. Capaian Pembelajaran :

1. Umum : Setelah menyelesaikan matakuliah ini mahasiswa akan dapat memahami tentang program SPSS sebagai program dalam mengolah dan menganalisis data. Mahasiswa juga dapat melakukan cara memasukkan data ke dalam program, mengolah dan menganalisis data serta mampu melakukan interpretasi hasil analisis data.

2. Khusus

Mahasiswa mampu melakukan uji hubungan/perbedaan non parametric yaitu uji Chi Square menggunakan aplikasi komputer

B. Pokok Bahasan:

1. Uji Chi Square C. Sub pokok bahasan :

1. Tujuan 2. Contoh Kasus

3. Interpretasi dalam laporan penelitian

D. Penyajian

Materi yang dibahas pada uji non parametric meliputi uji hubungan dan uji perbedaan yang non parametrik. Data yang akan digunakan untuk uji non parametrik sebagai berikut : 1. Buat variabel sesuai soal di bawah ini dan input menggunakan SPSS

nama Jenis kelamin pendidikan Frek gosok gigi Plaks_pre Plaks_post Kejadian Karies

sumiyati 2 3 3 1.1 1.1 2

ratu 2 1 1 4.5 3 1

raja 1 1 2 2.3 2 2

juminten 2 2 3 1.2 1.1 2

bani 1 1 1 5.4 4 1

boni 1 3 2 3.1 2.5 2

vendy 2 3 2 2 1.5 2

siti 2 2 2 1.5 1.1 2

noer 1 2 2 4.1 4 1

sesil 2 1 3 5.2 4.2 1

agus 1 2 2 4.6 3 1

joko 1 3 2 2.3 2 2

nunung 2 2 2 3.4 3.1 2

2

doyok 1 2 1 6 4 1

judit 1 1 2 3.7 3.1 2

imran 1 1 1 5.8 4 1

lukas 1 2 3 1.2 1.1 2

zen 2 2 3 1.6 1.3 2

lala 2 3 2 1.8 1.5 2

lia 2 1 1 5.3 3 1

ayla 2 1 2 3.2 2.1 2

susi 2 2 1 5.2 4 1

koko 1 2 3 2 1.2 2

Kim 2 3 2 3.4 3 2

jeros 1 3 1 5.7 4.2 1

adrian 1 3 2 2.1 1.3 2

clara 2 1 3 2 1.1 2

austin 1 1 1 6 5 1

helena 2 2 2 2.6 2.3 2

Keterangan : Jenis Kelamin (1=L dan 2=P) Pendidikan (1. SD, 2. SMP, 3. SMA) Kejadian Karies : (1. Karies dan 2. tidak Karies) Pendahuluan

Dalam penelitian kesehatan seringkali peneliti perlu melakukan analisis hubungan variable katagorik dengan variable katagorik, uji yang digunakan adalah uji Kai Kuadrat (Uji Chi Square). Variabel kategorik adalah variable yang diperoleh dari hasil klasifikasi/penggolongan, misalnya : variable jenis kelamin, jenis pekerjaan, golongan darah, pendidikan dan lain-lain. Dilain pihak variable numerik (misalnya pendapatan, umur, berat badan dan lain-lain) dapat menjadi variable kategorik bila variabel tersebut sudah mengalami pengelompokan.misalnya pendapatan ( Rp. 500.000, Rp. 750.000, dll)

Termasuk variable numeric, namun jika sudah diadakan pengelompokkan menjadi (<500.000 (rendah), 500.000 s/d 1.000.000 (sedang) dan > 1000.000 (tinggi) maka variable ini sudah berjenis kategorik.

1. Tujuan uji Kai kuadrat

Tujuan dari digunakannya kai kuadrat untuk menguji perbedaan proporsi /persentase antara beberapa kelompok data., dilihat dari segi datanya uji kai kuadrat dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable kategorik dengan kategorik.

Contoh pertanyaan penelitian yang dapat dipecahkan dengan uji kategorik :

3 Apakah ada perbedaan kejadian kecacingan ( kategori dengan klasifikasi ya dan tidak) antara anak yang berasal dari keluarga dengan kondisi social ekonomi ( kategori klasifikasi tinggi sedang dan rendah).

2. Prinsip Dasar Uji kai kuadrat.

Proses pengujian Kai Kuadrat (Chi Square) adalah membandingkan frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan (ekspektasi). Bila nilai frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan sama, maka tidak ada perbedaan yang bermakna (signifikan). Sebaliknya bila nilai frekuensi observasi dan nilai frekuensi harapan berbeda, maka dikatakan ada perbedaan yang bermakna.

Pembuktian uji Kai Kuadrat dengan menggunakan formula :

( )

= E

E X O

2 2

DF=(k-1)(b-1) Ket : O= nilai observasi E =nilai expectasi (harapan) k=jumlah kolom b=jumlah baris

Untuk mempermudah analisis kai kuadrat, nilai data kedua variabel disajikan dalam tabel tabel silang.

Variabel I Variabel II Jumlah

Tinggi Rendah

Ya a b a+b

Tidak b d c+d

Jumlah a+c b+d N

a, b, c dan d merupakan nilai observasi, sedangkan nilai expectasi (harapan) masing- masing sel dicari dengan rumus :

n data keseluruha jumlah

kolomnya total x barisnya total X2=

Misalkan mencari nilai expectasi untuk sel a adalah :

( )( )

( )

N c a b Ea a

+

= +

Untuk Ea, Ec dan Ed dapat dicari dengan cara yang sama :

4 Khusus untuk tabel 2x2 dapat dicari nilai X2 dengan menggunakan rumus :

) )(

)(

)(

( )

( 2

2

d c b a d b c a

bc ad

X + N+ + +

= −

Uji kai kuadrat sangat baik digunakan untuk tabel dengan derajat kebebasan (DF) yang besar. Sedangkan khusus untuk tabel 2x2 (DF nya adalah 1) sebaiknya digunakan uji kai kuadrat yang sudah dikoreksi (Yate corrected atau Yate’s correction). Formula Kai Kuadrat Yate’s correction adalah sebagai berikut :

( )

= E

E X O

2

2 0,5

Atau

) )(

)(

)(

( 2

2

2

d c b a d b c a

bc N ad N

X + + + +



 

 

 

−

=

3. Keterbatasan Kai Kuadrat

Uji kai kuadrat menuntut frekuensi harapan/expected (E) dalam masing-masing sel tidak boleh terlalu kecil. Jika frekuensi sangat kecil, penggunaan uji ini mungkin menjadi tidak tepat. Oleh karena itu dalam penggunaan uji kai kuadrat harus memperhatikan keterbatasan-keterbatasan uji ini.

Adapun keterbatasan uji ini adalah :

a. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 1 b. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5 , lebih dari

20% dari keseluruhan sel.

Jika keterbatasan tersebut ternyata pada saat uji kai kuadrat peneliti harus menggabungkan kategori-kategori yang berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi harapan dari sel-sel tersebut (penggabungan ini dapat dilakukan untuk analisis tabel silang lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x4, dll). Penggabungan ini diharapkan datanya tidak sampai kehilangan makna.

Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2x2 (ini berarti kita tidak bisa menggabung kategori-kategori lagi), dianjurkan menggunakan uji Fisher exact.

4. Prosedur Penggunaan Kai Kuadrat a. formulasikan hipotesis (Ho dan Ha) b. Masukkan frekuensi observasi (O) dalam tabel silang.

c. Hitung frekuensi harapan (E) masing-masing sel.

d. Hitung X2 sesuai aturan yang berlaku :

5

• Bila tabelnya lebih dari 2x2, gunakan uji kai kuadrat tanpa koreksi (Uncorrected).

• Bila tabelnya 2x2, tidak ada E<5, gunakan Kai Kuadrat Yate’s Correction.

• Bila tabelnya 2x2, ada sel yang E-nya<5, gunakan Fisher Exact e. Hitung p value dengan membandingkan nilai X2 dengan tabel Kai Kuadrat f. Keputusan :

• Bila p value , Ho ditolak, berarti data sampel mendukung adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).

• Bila p value >, Ho gagal ditolak, berarti data sampel tidak mendukung adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).

ODD Rasio (OR) dan risiko Relatif (RR)

Hasil uji chi square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain kita hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya hubungan dua variabel kategorik. Dengan demikian Uji chi Square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uji square tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki risiko lebih besar dibanding kelompok yang lain.

Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran Risiko Relatif (RR) dan Odds rasio (OR).

➢ Risiko relative (RR) membandingkan risiko pada kelompok terekspose dengan kelompok tidak terekspose

➢ Odds rasio (OR) membandingkan odds pada kelompok terekspose dengan odds kelompok tidak terekspose

➢ Ukuran RR umumnya digunakan pada desain cohort.

➢ Ukuran OR digunakan pada disain kasus control atau potong lintang (cross sectional).

➢ Interpretasi kedua ukuran ini akan sangat tergantung dari cara memberi kode variabel baris dan kolom pada table silang.

➢ Sebaiknya memberi kode rendah untuk kelompok berisiko/ter-ekspose dan kode lebih tinggi untuk kelompok tak/kurang berisiko.

Kode rendah jika kejadian/penyakit yang diteliti ada dan kode tinggi jika kejadian/penyakit tidak ada.

Misalnya kita ingin melakukan hubungan jenis pekerjaan (bekerja/tidak bekerja) dengan perilaku menyusui (eksklusive/non eksklusive). Agar interpretasi tidak keliru, maka sebaiknya anda melalukan melakukan pengkodean sesuai dengan ketentuan diatas, yaitu :

(4)

6 variabel pekerjaan (kode 0 : untuk yang tidak bekerja dan kode 1: untuk yang bekerja) variabel menyusui (kode 0:untuk yang eksklusive dan kode 1 : untuk yang tidak eksklusive).

➢ Pembuatan presentase pada tabel silang harus diperhatikan agar supaya tidak salah dalam menginterpretasi.

➢ Pada jenis penelitian survei /cros sectional atau cohort, pembuatan presentasenya berdasarkan nilai dari variabel independen.

Contoh :

Pendidikan Pengetahuan

Total

Rendah Tinggi

n % n % n %

SD SMP SMU PT

25 16 10 5

50 40 33.3 20

25 24 20 20

50 60 66,7 80

50 40 30 25

100 100 100 100

Jumlah 56 38,7 89 61.3 145 100

Interpretasi sebagai berikut :

Dari 50 pasien yang berpendidikan SD ada sebanyak 25 (50%) pasien mempunyai pengetahuan tinggi. Dari 40 pasien yang berpendidikan SMP ada sebanyak 24 (60%) yang berpengetahuan tinggi. Dari 30 pasien yang berpendidikan SMU ada 20 (66,7%) yang berpengetahuan tinggi. Dan dari 25 pasien yang tingkat pendidikannya PT ada sebanyak 20 (80%) yang berpengetahuan tinggi. Dari data terlihat ada kecenderungan bahwa semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pengetahuannya.

➢ Pada jenis penelitian kasus kontrol pembuatan presentasenya berdasarkan nilai dari variabel dependen.

Contoh :

Jenis Kelamin

Kanker Rongga Mulut

Total

Ya Tidak

n % n % n %

Laki-laki Perempuan

75 25

75 25

30 70

30 70

105 95

52.5 47,5

Jumlah 100 50 100 50 200

Interpretasi sebagai berikut :

7 Dari 100 pasien yang menderita kanker rongga mulut ada sebanyak 75 (75%) responden berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan pada kelompok yang tidak menderita rongga mulut, ada sebanyak 30 (30%) responden berjenis kelamin laki-laki.

Contoh Kasus

Suatu penelitian cross sectional ingin mengetahui hubungan jenis kelamin (L/P) dengan kejadian Karies (Y/T).

Variabel bebas : Jenis Kelamin ( L/P) Variabel Terikat : Kejadian Karies (y/t) Tabel ukuran 2x 2

Hipotesis :

Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian Karies

Langkah-langkahnya sebagai berikut :

➢ Aktifkan “indeks plaks”

➢ Dari menu utama klik analyze, pilih descriptive, pilih crosstab

➢ Masukkan variabel jenis kelamin sebagai variabel independent pada box ROWS.

➢ Pada box column diisi variabel dependennya, yaitu kejadian karies pada box COLUMN

Gambar 11 Tampilan Crosstabs Jenis Kelamin Kejadian Karies

8

➢ Klik Options : klik pilihan Chi Square dan klik pilihan Risk

Gambar 12 Tampilan Crosstabs:statistics

➢ Klik Continue

➢ Klik Cells : klik bagian Count, pilih observed dan percentage, klik row

Gambar 13 Tampilan Crosstabs: cell display

➢ Klik Continue

➢ Klik OK

9 Pada tabel di atas tampak tabel silang antara jenis kelamin dengan kejadian karies dengan dijumpai angka pada masing-masing selnya. Angka yang paling atas adalah jumlah kasus masing-masing sel, angka yang kedua adalah persentase menurut baris (karena berasal dari penelitian cross sectional) sedang untuk penelitian kasus kontrol menggunakan persentase kolom.

Sebagian besar responden yang berjenis kelamin Laki-laki sebanyak 7 dari 14 (50%) mengalami Karies. Sedangkan responden yang berjenis kelamin Perempuan 4 dari 15 (26,7% ) megalami Karies Gigi.

Hasil uji Chi Square dapat dilihat dari kotak chi square test. Dari print out muncul dengan beberapa bentuk/angka sehingga menimbulkan pertanyaan “ angka mana yang kita pakai ?”, apakah Pearson, Continuity Corection, Likelihood atau fisher ? Aturan yang dipakai pada uji Chi Square adalah sebagai berikut :

1. Pada table 2x2 dijumpai nilai E(harapan) kurang dari 5, maka uji yang digunakan adalah : Fisher Exact.

2. Pada table 2x2 dan tidak ada nilai E (harapan) kurang dari 5 maka uji yang dipakai sebaiknya Continuity Corection.

3. Bila lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3, dll, maka digunakan uji Pearson Chi Square, jika E kurang dari 5 <= 20%.

10 4. Uji Likelihood Ratio dan Linear-by-linear Assosiation, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik misalnya untuk analisis stratifikasi pada bidang epidemiologi dan juga mengetahui hubungan linier antar dua variabel katagorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan.

Hasil di atas, berarti menggunakan uji chi square yang sudah dilakukan koreksi (Continuity Corection) dengan p value dapat dilihat di kolom asymp. Sig dan terlihat p- valuenya sebesar 0,362 (>0.05) berarti tidak ada perbedaan indeks plaks berdasarkan pendidikan

➢ Uji chi Square hanya dapat digunakan untuk mengetahui ada/tidaknya hubungan dua variabel, sehingga uji ini tidak dapat digunakan untuk derajat/kekuatan hubungan dua variabel.

➢ Untuk mengetahui besar kekuatan hubungan banyak metodenya tergantung latar belakang disiplin keilmuannya.

➢ Untuk ilmu sosial dengan melihat nilai koefisien Phi, Koefisien Kontingensi dan Cramer’s V.

➢ Sedang bidang kesehatan terutama kesehatan masyarakat digunakan nilai OR(cros sectional dan Case control) atau RR(Cohort).

Pada hasil di atas nilai OR terdapat pada baris Odds Ratio yaitu 2,750 (95% CI:0,583- 12,976). Sedangkan nilai RR terdapat pada baris for cohort 1,875 (95% CI:0,697-5,042).

Pada data ini berasal dari penelitian coss sectional maka kita dapat menginterpretasi nilai OR

=2,75>1 tetapi CI melewati 1 berarti bukan faktor risiko kejadian Karies.

Pada crosstab nilai OR akan keluar bila tabel silang 2x2 , bila tabel silang lebih dari 2x2 nilai OR dapat diperoleh dari regresi logistik sederhana dengan cara membuat dummy variabel.

Catatan :

11 Perlu diketahui bahwa dalam mengeluarkan nilai OR atau RR harus hati-hati, jangan sampai terjadi kesalahan pengkodean. Pemberian kode harus ada konsistensi antara variabel independen dan variabel dependen. Untuk variabel independen kelompok yang berisiko diberi kode rendah dan kode tinggi untuk kelompok yang tidak berisiko. Pada variabel dependen kode rendah jika kejadian yang menjadi fokus penelitian adadan kode tinggi jika kejadian yang menjadi fokus penelitian tidak ada.

Sebagai contoh data di atas pegkodean adalah sebagai berikut : 0 untuk ibu tidak bekerja dan 1 untuk ibu bekerja, dan ibu yang menyusui eksklusive 0 dan non eksklusive 1.

Penyajian Dan Interpretasi Di Laporan Penelitian

Tabel 1.Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin dan Kejadian Karies

Jenis kelamin Kejadian Karies

OR 95% CI p value Karies Tidak karies Total

n % n % n %

L 7 50 7 50 14 100 2,750 (0,583-12,976) 0.362

P 4 26,7 11 73,3 15 100

Jumlah 11 37,9 18 62,1 29 100

Sebagian besar responden yang berjenis kelamin Laki-laki sebanyak 7 dari 14 (50%) mengalami Karies. Sedangkan responden yang berjenis kelamin Perempuan 4 dari 15 (26,7%) megalami Karies Gigi. Hasil uji chi square yang sudah dilakukan koreksi (Continuity Corection) dengan p value = 0,362 (>0.05) berarti tidak ada perbedaan indeks plaks berdasarkan pendidikan. OR=2,750 (>1) (95% CI:0,583-12,976), karena melewati angka 1 maka jenis kelamin bukan faktor risiko kejadian Karies

Contoh 2. tabel tidak sama 2x2

Suatu penelitian cross sectional ingin mengetahui hubungan jenis kelamin (L/P) dengan kejadian Karies (Y/T).

Variabel bebas : Pendidikan (SD, SMP, SMA) Variabel Terikat : Kejadian Karies (y/t)

➢Aktifkan “indeks plaks”

➢Dari menu utama klik analyze, pilih descriptive, pilih crosstab

➢Masukkan variabel pendidikan sebagai variabel independent pada box ROWS.

Pendidikan Kejadian Karies

(5)

12

➢ Pada box column diisi variabel dependennya, yaitu kejadian karies pada box COLUMN

Gambar 14 Tampilan Crosstabs

➢ Klik Options : klik pilihan Chi Square dan klik pilihan Risk

Gambar 15 Tampilan Crosstabs:statistics

➢ Klik Continue

➢ Klik Cells : klik bagian Count, pilih observed dan percentage, klik row

13

Gambar 16 Tampilan Crosstabs: cell display

➢ Klik Continue

➢ Klik OK

Sebagian besar responden yang berpendidikan SD (50%) mengalami Karies, sedangkan yang berpendidikan SMP (18,2% ) mengalami Karies Gigi dan yang berpendidikan SMA (12,5%) mengalami Karies Gigi.

14 Hasil uji Chi Square dapat dilihat dari kotak chi square tes, ditemukan ada 88,9% E<5 berarti tidak memenuhi syarat untuk uji Chi Square. Jadi dapat dilakukan penggabungan kategori menjadi 2x2 atau dikeluarkan Fisher Exact.

1. Penggabungan kategori

➢ Rencanakan dulu kelompok yang akan digabung misalnya untuk pendidikan Coding

SD dan SMP (kode 1) SMA (kode 2)

➢ Lakukan transform recode dulu

➢ Analyze, recode into difference variable

➢ Pindahkan pendidikan ke numeric variable dan output diberi nama kat_didik keudian klik change.

Gambar 17 Tampilan recode into difference variabel

➢ Klik old and new value

➢ Klik range pada old value, ketik 1 through 2, value pada new value ketik 1, kemudial klik add

➢ Klik pada old value , all other value dan pada new value ketik 2

Gambar 18 Tampilan recode into difference variables: old and new value

15

➢ Klik continue

➢ Klik OK

➢ Pindah ke variabel view, value label diisi 1 SD-SMP dan 2 SMA

➢ Klik Analyze, descriptive, crosstab ganti veriabel bebas (row) dengan kat didik, pastikan pada cell percentage disi row dan statistics di centang chi square dan risk

➢ Continue

➢ OK

16 Hasil tabel silang resonden yang berpendidikan SD-SMP 47,5% mengalami Karies dan yang berpendidikan SMA 12,5% mengalami Karies. Hasil uji Fisher exact diperoleh p value=0,110 (>0,05) artinya tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian Karies

2. Fisher Exact

➢ Ulangi analyze, descriptive, crosstab, klik exact test dan centang Exact

Gambar 19 Tampilan Crosstabs: exact test

➢ Klik Continue

➢ Klik OK

Yang dibaca Fisher exact p=0,218(>0,05) artinya tidak ada perbedaan indeks plaks berdasarkan pendidikan

Catatan : penyajian sama dengan uji hubungan jenis kelamin dengan kejadian Karies Gigi

17 III. Penutup

1. Tes Formatif

Lakukan uji perbedaan dengan menggunakan variable yang ada pada latihan 1 2.Umpan balik

a. Mahasiswa mempraktekkan sesuai dengan perintah

b. Dosen memastikan semua mahasiswa dapat melaksanakan semua perintah c. Mahasiswa diminta memastikan bahwa semua data sudah terekam 3.Tindak lanjut

a. dosen menjelaskan kalau ada mahasiswa yang tidak jelas b. dosen memberi contoh dengan mempraktekkan, mahasiswa menirukan c. dosen memberi penjelasan kalau ada mahasiswa yang kesulitan.

(6)

Manajemen Data 1 Materi 7

Dr. Ratih Sari Wardani, S.Si, M.Kes

UJI KORELASI DAN REGRESI

I. Pendahuluan 1. Deskripsi singkat

Sub pokok bahasan ini berisi tentang praktikum uji hipotesis (uji parametrik) yaitu uji korelasi dan regresi menggunakan aplikasi komputer.

2. Relevansi

Setelah semua data siap maka perlu dilakukan analisis analitis salah sattu diantaranya adalah uji korelasi dan regresil

3. Kompetensi a. Standar Kompetensi :

Mahasiswa mampu melakukan uji korelasi dan regresi menggunakan aplikasi komputer

b. Kompetensi Dasar :

Setelah memperoleh praktikum mahasiswa mampu : 1) Melakukan uji korelasi

2) Melakukan uji regresi II. Penyajian 1. Uji Korelasi Pearson

Korelasi Pearson digunakan untuk menguji hubungan dua variabel kuantitatif (interval, rasio) dan berdistribusi normal. Korelasi Pearson disamping dapat mengetahui kekuatan hubungan juga dapat mengetahui arah hubungan dua variable numerik. Misalnya apakah hubungan antara berat badan ibu dengan berat lahir bayi mempunyai hubungan yang kuat atau lemah, juga apakah hubungan itu berpola positif atau negatif.

Secara sederhana atau secara visual hubungan dua variable dapat dilihatdari diagram tebar/pencar (scatter plot). Diagram tebar adalah grafik yang menunjukkan titik-titik perpotongan nilai data dari dua variable (x dan

Manajemen Data 2

y). Pada umumnya dalam grafik variable independent y) diletakkan pada garis horizontal sedangkan variable dependen (y) pada garis vertical.

Dari diagram tabar dapat diperoleh informasi tentang pola hubungan antara dua variable x dan y. Selain member informasi pola hubungan dari kedua variable diagram tebar juga dapat menggambarkan keeratan hubungan dari kedua variable tersebut.

Untuk mengetahui lebih tepat kekuatan hubungan digunakan koefisien korelasi Pearson. Koefisien korelasi disimpulkan dengan huruf r (huruf r kecil).

Dari nilai r kita dapat menentukan : a. Kekuatan hubungan ( nilai 0 dan 1) b. Arah hubungan (+ dan -) Kisaran nilai r antara 0 sampai dengan ± 1

0 : tidak ada hubungan linier +1 : ada hubungan linier positif sempurna -1 : ada hubungan linier negatif sempurna Interpretasi r

0 ≤ r ≤ 0,199 : hubungan sangat lemah 0,2 ≤ r ≤ 0,399 : hubungan lemah 0,4 ≤ r ≤ 0,599 : hubungan cukup kuat 0,6 ≤ r ≤ 0,799 : hubungan kuat 0,8 ≤ r ≤ 1,00 : hubungan sangat kuat Arah hubungan

+ : hubungan positip : semakin besar x semakin besar y - : hubungan negatif

Hubungan dua variable dapat berpola positif atau negative ,hubungan positif terjadi bila kenaikan satu variable diikuti kenaikan variable lain, missal semakin bertambah indeks massa tubuh (semakin gemuk) semakin tinggi tekanan darahnya.

Manajemen Data 3

Sedangkan hubungan negatif dapat terjadi bila kenaikan satu variable diikuti penurunan variable yang lain, misalnya semakin banyak jumlah anaknya semakin rendah gizi balitanya.

2. Contoh

Suatu penelitian dilakukan dengan tujuan : a. Menganalisis hubungan umur dengan pengetahuan b. Menganalisis hubungan umur dengan praktik c. Menganalisis hubungan antara pengetahuan dengan praktik d. Menganalisis hubungan antara sikap dengan praktik Kerangka konsep

Variable bebas variable terikat

Variabel independen : umur, pengetahuan dan sikap (numerik) Variabel dependen : praktik (numerik)

Langkah-langkah : 1. Buka tugas01.sav 2. Lakukan uji normalitas

Uji kenormalan datanya untuk variable umur, pengetahuan, sikap dan praktik menggunakan dengan cara:

 klik analyze, descriptive statistics, pilih explore

 Pindahkan pengetahuan, sikap dan praktik ke dependent list

 pilih plots, centang normality plots with test

pengetahuan praktik

sikap umur

Manajemen Data 4

Gambar 1. Tampilan explore: plots

 klik continue

 Klik OK

Hasil uji Shapiro wilk untuk variable umur p value=0,083 (>0,05), variable pengetahuan p value=0,420 (>0,05), variable sikap p value =0,104 (>0,05) dan praktik p value =0,072(>0,05), artinya semua variabel berdistribusi normal sehingga ujinya adalah korelasi Pearson Product Moment.

3. Buat diagram tebar dengan cara :

 klik graph, pilih scatter

 klik simple, klik define

 pada kotak y axis, isikan variable dependennya : pengetahuan

 pada kotak x axis, isikan variable independennya : umur

 klik OK

 terlihat di layar grafik scatter plotnya ( garis regresi belum ada? )

 Untuk mengeluarkan garisnya, klik grafiknya dua kali

Manajemen Data 5

 Klik chart, pilih icon add fit line at total, pastikan pada posisi linier klik close

 Klik close, maka muncul garis regresinya.

Cara membaca r2=0,276 berarti r(koefisien korelasi)=0,53 berarti hubungan cukup kuat dan sebaran data membentuk pola atau arah positif (searah) artinya semakin tinggi umur semakin tinggi pengetahuan. (Jika hubungan sangat lemah atau lemah, maka arah hubungan tidak perlu dijelaskan tetapi sebaran data yang dijelaskan). Namun untuk lebih tepatnya dilakukan analisis korelasi untuk mengetahui koefisien korelasinya.

4. Melakukan analisis korelasi dengan cara :

 klik analyze, pilih correlate, pilih bivariate

 masukkan kekotak ‘variable: variable umur dan pengetahuan

 pada ‘correlation coefficients’ pilih ‘Pearson’ (jika variabel yang dihubungkan semua distribusinya normal, jika salah satu tidak normal, pilih Rank Spearman)

 pada test of significance pilih : two tailed

 klik OK

Manajemen Data 6

Gambar 2. Tampilan korelasi bivariate Hasil uji Korelasi

Gambar 3 Hasil Uji Korelasi

Koefisien korelasi(r) didapat : 0,525 artinya kekuatan/keeratan hubungan termasuk cukup kuat, dan berpola linier positif yaitu semakin bertambah besar umur maka semakin tinggi skor pengetahuan. Hasil uji korelasi Pearson Product Moment didapatkan nilai p value = 0,017 (< 0,05 ) artinya ada hubungan yang signifikan antara umur dengan pengetahuan.

Koefisien Determinasi(r2) didapatkan (0,525)2 = 0,276, Artinya besarnya variasi variable y (pengetahuan) dapat dijelaskan oleh variable x. (umur) sebesar 27,6 %. Dengan kata lain umur mengkontribusi pengetahuan tentang Diare sebesar 26,7%.

(7)

Manajemen Data 7 3. Penulisan dalam laporan penelitian

1. Uji Normalitas

Tabel 1 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Shapiro Wilk

Variabel p Keterangan

Umur 0.083(>0,05) Normal

Pengetahuan 0.420(>0,05) Normal

Sikap 0.104(>0,05) Normal

Praktik 0,072(>0,05) Normal

Berdasarkan tabel 1 hasil uji normalitas menggunakan uji Shapiro wilk untuk semua variabel diperoleh distribusinya normal, sehingga uji Korelasi yang digunakan adalah uji korelasi Pearson Product Moment

2. Hubungan antara umur dengan pengetahuan tentang Diare Koefisien korelasi ( r ) antara umur dengan pengetahuan tentang Diare di peroleh r=0,525 artinya kekuatan/keeratan hubungan termasuk cukup kuat, dan berpola linier positif yaitu semakin bertambah besar umur maka semakin tinggi skor pengetahuan, ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1 Diagram scatter hubungan umur dengan pengetahuan Hasil uji korelasi Pearson Product Moment didapatkan nilai p value = 0,017 (

< 0,05) artinya ada hubungan yang signifikan antara umur dengan pengetahuan.

Manajemen Data 8

Lampiran 1. Uji normalitas

2. Hubungan antara umur dengan pengetahuan

Gambar 1 Diagram scatter hubungan antara umur dengan pengetahuan

Manajemen Data 9

3. Regresi Linier Sederhana

Analisis regresi dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan linier antara dua variable numeric. tujuan analisis regresi adalah untuk membuat perkiraan / memprediksi nilai suatu variable (variable dependen) melalui variable yang lain (independent) sebagai contoh dalam hubungan antara pengetahuan dengan sikap ingin diprediksi berapa besarnya skor sikapnya bila diketahui skor pengetahuannya.

1. Persamaan Garis

Secara matematik model persamaan garis regresi sebagai berikut : ˆ

y a bx  dimana :

ˆ: nilai yang diprediksi ˆ

y y

x : variable independen = variable bebas = predictor a : intercept = nilai y bila x =0 ˆ

atau intercept/perpotongan garis regresi dengan sumbu y b : slope = kemiringan garis regresi = koefisien regresi

= nilai y meningkat sebesar b unit untuk setiap kenaikan nilai x sebesar satu unit..

Sedangkan nilai a dan b diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :

    

 

ii i i

2 2

i i

n X .Y - X Y

b =

n X - X

dimana Y= mean Y dan X= mean X a Y bX 

  

 

Asumsi pada regresi linier:

1. Nilai mean dari Y adalah fungsi garis lurus (linierity) dari X Yi = a + biXi +e 2. Nilai Y terdistribusi sec. Normal untuk setiap nilai X (normality) 3. Varian Y adalah sama untuk setiap nilai X (homoscedasticity) 4. Nilai X dan Y adalah tidak saling berkaitan(independency)

Manajemen Data 10

Contoh kasus:

Menggunakan contoh diatas Pertanyaan:

Apakah ada hubungan yang signifikan antara umur dengan pengetahuan ? Bagaimana persamaan garis regresinya?

Perkirakan skor pengetahuan, jika diketahui umurnya=10 tahun

Langkah-langkah:

1. Buka SPSS, lalu buka data dengan nama file tugas01 2. Melakukan Uji kenormalan seperti hasil pada tabel 1

3. Melakukan analisis korelasi bivariate seperti gambar 3 (jika ada korelasi bisa dilanjutkan ke regresi, jika tidak ada berarti hanya bisa sampai korelasi saja) 4. Melakukan analisis regresi linier dengan cara:

 Klik analyze, pilih regression, pilih linear

 Masukkan variabel pengetahuan kekotak dependent

 Masukkan variabel umur kekotak independent

 Method : pilih enter

 Klik : OK

Gambar 5. Tampilan uji regresi

Manajemen Data 11

1. Nilai koefisien korelasi r = 0,525

2. Koefisien determinasi R2=0,276 (variasi pengetahuan sebesar 27,6 % dijelaskan oleh umur).

3. Nilai p anova = 0,017 (<0,05) maka (asumsi linier sudah terpenuhi)

4 Nilai p-value variabel umur = 0,017 sehingga signifikan ada hubungan umur dengan pengetahuan.

Diperoleh nilai a = 39,861 dan nilai b = 4,087

sehingga persamaan garis regresinya adalah: Ŷ = 39,861 + 4,087X artinya jika umur bertambah 1 tahun maka skor pengetahuan bertambah 4,087

5. Jadi jika diketahui umur 10 tahun maka pengetahuannnya : Ŷ = 39,861 + 4,087 X

= 39,861 + 4,087 (10)=80,731

Manajemen Data 12

3. Uji Korelasi Parsial

Variabel bebas variabel terikat

Variable independen : pengetahuan Variabel dependen : praktek Variabel control : sikap Pertanyaan :

Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik setelah dikontrol dengan variabel sikap?

Langkah-langkah : 1. buka data “tugas 1.sav”

2. Uji kenormalan datanya untuk variable pengetahuan, sikap dan praktek menggunakan uji Shapiro Wilk, hasilnya semua normal

3. Melakukan analisa korelasi partial dengan cara :

 klik analyze, pilih correlate, pilih partial

 masukkan kekotak ‘variable’: variabel pengetahuan, sikap dan praktek

 masukkan kekotak ‘controlling for…’: variabel sikap

 pada test of significance pilih : two tailed

 dan klik pada display actual significance level, lalu klik OK

Gambar 6. Tampilan analisis korelasi parsial

pengetahuan praktek

sikap

(8)

Manajemen Data 13 4. Interpretasi hasil

Hasil :

Hasil ada di tabel 1 semua variabel normal

Korelasi parsial Hubungan pengetahuan –praktek dengan mengontrol sikap

Hubungan pengetahuan dengan praktek setelah dikontrol sikap diperoleh p-value sebesar 0, 813 (> 0,05) artinya tidak ada hubungan pengetahuan dengan praktek setelah dikontrol sikap

Referensi

Kurniawan, A, “SPSS 20 Analisis Deskriptif dan Multivariate”, Bisnis2030, Jakarta, 2012

Leech, Nancy L.; Barret, Karen C.; Morgan, George A. SPSS for Intermediate Statistics. Use and interpretation. Second Edition. Lawrence Erlbaum Associates, Publishers, London. 2005

Martin, W.E., Bridgmon, K.D. “Quantitative and Statistical Research Methode from hypothesis for result”, John Wiley and Sons, San Francisco, 2012

1 Materi 8

Ratih SW

UJI RANK SPEARMAN A. Capaian Pembelajaran :

1. Umum : Setelah menyelesaikan matakuliah ini mahasiswa akan dapat memahami tentang program SPSS sebagai program dalam mengolah dan menganalisis data. Mahasiswa juga dapat melakukan cara memasukkan data ke dalam program, mengolah dan menganalisis data serta mampu melakukan interpretasi hasil analisis data.

2. Khusus

Mahasiswa mampu melakukan uji hubungan non parametric yaitu uji Rank Spearman menggunakan aplikasi komputer

B. Pokok Bahasan:

1. Uji Rank Spearman C. Sub pokok bahasan :

1. Tujuan 2. Contoh Kasus

3. Interpretasi dalam laporan penelitian

D. Penyajian

Materi yang dibahas pada uji non parametric meliputi uji hubungan dan uji perbedaan yang non parametrik. Data yang akan digunakan untuk uji non parametrik sebagai berikut : 1. Buat variabel sesuai soal di bawah ini dan input menggunakan SPSS

nama Jenis kelamin pendidikan Frek gosok gigi Plaks_pre Plaks_post Kejadian Karies

sumiyati 2 3 3 1.1 1.1 2

ratu 2 1 1 4.5 3 1

raja 1 1 2 2.3 2 2

juminten 2 2 3 1.2 1.1 2

bani 1 1 1 5.4 4 1

boni 1 3 2 3.1 2.5 2

vendy 2 3 2 2 1.5 2

siti 2 2 2 1.5 1.1 2

noer 1 2 2 4.1 4 1

sesil 2 1 3 5.2 4.2 1

agus 1 2 2 4.6 3 1

joko 1 3 2 2.3 2 2

nunung 2 2 2 3.4 3.1 2

2

doyok 1 2 1 6 4 1

judit 1 1 2 3.7 3.1 2

imran 1 1 1 5.8 4 1

lukas 1 2 3 1.2 1.1 2

zen 2 2 3 1.6 1.3 2

lala 2 3 2 1.8 1.5 2

lia 2 1 1 5.3 3 1

ayla 2 1 2 3.2 2.1 2

susi 2 2 1 5.2 4 1

koko 1 2 3 2 1.2 2

Kim 2 3 2 3.4 3 2

jeros 1 3 1 5.7 4.2 1

adrian 1 3 2 2.1 1.3 2

clara 2 1 3 2 1.1 2

austin 1 1 1 6 5 1

helena 2 2 2 2.6 2.3 2

Keterangan : Jenis Kelamin (1=L dan 2=P) Pendidikan (1. SD, 2. SMP, 3. SMA) Kejadian Karies : (1. Karies dan 2. tidak Karies) 1. Uji Rank Spearman

a. Pendahuluan

• Uji Rank Spearman digunakan untuk menguji hipotesis korelasi dengan skala pengukuran variabel minimal ordinal.

• Uji Rank Spearman diperkenalkan oleh Spearman pada tahun 1904. dalam Uji Rank Spearman, skala data untuk kedua variabel yang akan dikorelasikan dapat berasal dari skala yang berbeda (skala data ordinal dikorelasikan dengan skala data numerik) atau sama (skala data ordinal dikorelasikan dengan skala data ordinal) atau keduanya numerik tetapi salah satu variabel berdistribusi tidak normal.

b. Tujuan

Untuk menganalisis korelasi atau hubungan antara variabel x dan variabel y c. Prosedur Uji Rank Spearman

1. Formulasikan hipotesis (Ho dan Ha) 2. Menentukan Tingkat Kemaknaan 3. Perhitungan

a. Berikan peringkat pada nilai-nilai x dari 1 sampai n. Jika terdapat angka-angka sama, peringkat yang diberikan adalah peringkat rata-rata dari angka-angka yang sama.

3 b. Berikan peringkat pada nilai-nilai y dari 1 sampai n. Jika terdapat angka-angka sama,

peringkat yang diberikan adalah peringkat rata-rata dari angka-angka yang sama.

c. Hitung di untuk tiap-tiap sampel (di=peringkat xi – peringkat yi) d. Kuadratkan masing-masing di dan jumlahkan semua di2 e. Hitung Koefisien Korelasi Rank Spearman (ρ)→ baca rho:

4. Keputusan

No Parameter Nilai Interpretasi

1. Pengambilan keputusan p value <= 0,05 Ho ditolak Ha diterima p value > 0,05 Ho diterima Ha ditolak 2 Kekuatan korelasi ρhitung 0.000-0.199 Sangat Lemah

0.200-0.399 Lemah

0.400-0.599 Sedang

0.600-0.799 Kuat

0.800-1.000 Sangat kuat

3. Arah Korelasi ρhitung + (positif) Searah, semakin besar nilai x semakin besar pula nilai y - (negatif) Berlawanan arah, semakin besar nilai x

semakin kecil nilai y, dan sebaliknya 5. Kesimpulan

a. Ada tidaknya hubungan b. Arah/bentuk hubungan c. Kekuatan hubungan

d. Kontribusi X terhadap Y (*) atau koefisien determinasi Kekuatan dan arah hipotesis digambarkan juga dalam grafik scatter d. Contoh

Suatu penelitian dilakukan dengan tujuan menganalisis hubungan frekuensi gosok gigi dengan indeks plaks

Kerangka konsep

Variable bebas variable terikat Indeks plaks pre Frekuensi gosok gigi

4 Variabel independen : frekuensi gosok gigi (numerik)

Variabel dependen : indeks plaks (numerik) Langkah-langkah :

1. Buat file dengan nama “indeks plaks”

2. Lakukan uji normalitas

Uji kenormalan datanya untuk variable frekuensi gosok gigi dengan indeks plaks pre menggunakan dengan cara:

➢ klik analyze, descriptive statistics, pilih explore

➢ Pindahkan frekuensi gosok gigi dengan indeks plaks pre ke dependent list

➢ pilih plots, centang normality plots with test

➢ klik continue

➢ Klik OK

Hasil uji Shapiro wilk untuk variable indeks plaks pre p value=0,018 (<0,05), dan variable frekuensi gosok gigi p value=0,000 (<0,05) artinya kedua variabel berdistribusi tidak normal sehingga ujinya adalah korelasi Rank Spearman.

3. Buat diagram tebar dengan cara :

➢ klik graph, pilih scatter

➢ klik simple, klik define

➢ pada kotak y axis, isikan variable dependennya : indeks plaks pre

➢ pada kotak x axis, isikan variable independennya : frekuensi gosok gigi

➢ klik OK

➢ terlihat di layar grafik scatter plotnya ( garis regresi belum ada? )

➢ Untuk mengeluarkan garisnya, klik grafiknya dua kali

➢ Klik chart, pilih icon add fit line at total, pastikan pada posisi linier klik close

➢ Klik close, maka muncul garis regresinya.

5

Cara membaca r2=0,596 berarti r(koefisien korelasi)=0,77 berarti hubungan kuat dan sebaran data membentuk pola atau arah negatif (berlawanan arah) artinya semakin tinggi frekuensi menggosok gigi semakin rendah indeks plaknya

4. Melakukan analisis korelasi dengan cara :

➢ klik analyze, pilih correlate, pilih bivariate

➢ masukkan kekotak ‘variable: variable frekuensi menggosok gigi dan indeks plaks

➢ pada ‘correlation coefficients’ pilih ‘Rank Spearman’pada test of significance pilih : two tailed

➢ klik OK

Gambar 1. Tampilan korelasi bivariate Hasil uji Korelasi

Gambar 2 Hasil Uji Korelasi

(9)

6 Koefisien korelasi(r) didapat r=-0,790 artinya kekuatan/keeratan hubungan termasuk kuat, dan berpola linier negatif yaitu semakin tinggi frekuensi gosok gigi maka semakin rendah indeks plaks. Hasil uji korelasi Rank Spearman didapatkan nilai p value = 0,000(<

0,05 ) artinya ada hubungan yang signifikan antara frekuensi gosok gigi dengan indeks plaks.

Koefisien Determinasi(r2) didapatkan (-0,79)2 = 0,6241, Artinya besarnya variasi variable y (indeks plaks) dapat dijelaskan oleh variable x. (frekuensi gosok gigi) sebesar 62,41 %. Dengan kata lain frekuensi gososk gigi mengkontribusi penurunan indeks plaks sebesar 62,41%.

e. Penulisan dalam laporan penelitian 1. Uji Normalitas

Tabel 1 Hasil Uji Normalitas dengan Uji Shapiro Wilk

Variabel p Keterangan

Frekuensi gosok gigi 0.000(<0,05) Normal Indeks plaks 0.018(<0,05) Normal

Hasil uji Shapiro wilk untuk variable indeks plaks pre p value=0,018 (<0,05), dan variable frekuensi gosok gigi p value=0,000 (<0,05) artinya kedua variabel berdistribusi tidak normal sehingga ujinya adalah korelasi Rank Spearman.

2. Hubungan antara frekuensi gosok gigi dengan indeks plaks

Koefisien korelasi sebesar -0,79 berarti hubungan kuat dan sebaran data membentuk pola atau arah negatif (berlawanan arah) artinya semakin tinggi frekuensi menggosok gigi semakin rendah indeks plaknya, ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1 Diagram scatter hubungan umur dengan pengetahuan

Hasil uji korelasi Rank Spearman didapatkan nilai p value = 0,000(< 0,05 ) artinya ada hubungan yang signifikan antara frekuensi gosok gigi dengan indeks plaks.

7 Lampiran

1. Uji normalitas

2. Hubungan antara frekuensi gosok gigi dengan indeks plaks

III. Penutup 1. Tes Formatif

Lakukan uji perbedaan dengan menggunakan variable yang ada pada latihan 1 2.Umpan balik

a. Mahasiswa mempraktekkan sesuai dengan perintah

b. Dosen memastikan semua mahasiswa dapat melaksanakan semua perintah c. Mahasiswa diminta memastikan bahwa semua data sudah terekam 3.Tindak lanjut

a. dosen menjelaskan kalau ada mahasiswa yang tidak jelas b. dosen memberi contoh dengan mempraktekkan, mahasiswa menirukan c. dosen memberi penjelasan kalau ada mahasiswa yang kesulitan.

1 Materi 9

Ratih SW

UJI PERBEDAAN NON PARAMETRIK A. Capaian Pembelajaran :

1. Umum : Setelah menyelesaikan matakuliah ini mahasiswa akan dapat memahami tentang program SPSS sebagai program dalam mengolah dan menganalisis data. Mahasiswa juga dapat melakukan cara memasukkan data ke dalam program, mengolah dan menganalisis data serta mampu melakukan interpretasi hasil analisis data.

2. Khusus

Mahasiswa mampu melakukan uji perbedaan non parametric menggunakan aplikasi komputer

B. Pokok Bahasan:

1. Uji Wilcoxon 2. Uji Mann Whitney 3. Uji Kruskall Wallis C. Sub pokok bahasan :

1. Tujuan 2. Contoh Kasus

3. Interpretasi dalam laporan penelitian

D. Penyajian

Materi yang dibahas pada uji non parametric meliputi uji hubungan dan uji perbedaan yang non parametrik. Data yang akan digunakan untuk uji non parametrik sebagai berikut : 1. Buat variabel sesuai soal di bawah ini dan input menggunakan SPSS

Lama simpan Frek pencucian Vit C pre Vit C post

2 3 1.1 1.1

2 1 4.5 3

1 2 2.3 2

2 3 1.2 1.1

1 1 5.4 4

1 2 3.1 2.5

2 2 2 1.5

2 2 1.5 1.1

1 2 4.1 4

2 3 5.2 4.2

2

1 2 4.6 3

1 2 2.3 2

2 2 3.4 3.1

1 1 6 4

1 2 3.7 3.1

1 1 5.8 4

1 3 1.2 1.1

2 3 1.6 1.3

2 2 1.8 1.5

2 1 5.3 3

2 2 3.2 2.1

2 1 5.2 4

1 3 2 1.2

2 2 3.4 3

1 1 5.7 4.2

1 2 2.1 1.3

2 3 2 1.1

1 1 6 5

2 2 2.6 2.3

Keterangan :

Lama simpan (1. satu hari dan 2. Dua hari) Frekuensi pencucian (1. Satu kali, 2. Dua kali, 3. Tiga kali)

1. Uji Tanda Dan Uji Wilcoxon

Uji tanda dan uji Wilcoxon digunakan untuk menganalisis perbedaan dua sampel yang berpasangan/berhubungan (dependence sample) antara dua variabel kategorik (statistik non parametrik). Uji tanda adalah uji yang dilakukan dengan memberi tanda pada perbedaan antara pasangan nilai – nilai pengamatan dari satu atau dua sampel yang berhubungan atau sebelum dan sesudah suatu perlakuan.Uji tanda berisi informasi tentang apakah satu pengamatan “lebih besar” (positif) atau “lebih kecil” (negatif) dari pengamatan lainnya, tanpa mengetahui seberapa besar perbedaan tersebut. Sedangkan Uji wilcoxon merupakan perluasan dari uji tanda, dimana tidak hanya memberikan informasi tentang arah perbedaan tetapi juga besarnya perbedaan pasangan nilai tersebut.

Asumsi yang digunakan :

a. Kedua sampel yang dibandingkan harus dependen dan dicuplik secara acak dari populasi b. Variabel diukur minimal dalam skala ordinal atau numeric tetapi tidak normal Contoh kasus :

Peneliti ingin membandingkan rata-rata vitamin C sebelum dan sesudah dipanaskan

3 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel terikat

Langkah – langkah :

➢ Aktifkan file vit C.sav 1. Uji normalitas

➢ Lakukan uji normalitas dengan menggunakan explore untuk variabel kadar vit C pre dan post.

Analyze Descriptive StatisticExplore→pindahkan kadar vit C pre dan post ke dependent list, sebagai berikut :

Gambar 3 Tampilan Uji Normalitas

➢ Klik plots , centang normality plots with test

➢ Klik Continue → klik OK→ pindahkan hasil output di bawah ini ke lampiran yang dibuat.

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

kadar vit C sebelum .158 29 .062 .911 29 .018

kadar vit C sesudah .156 29 .069 .900 29 .010

Dipanaskan 1. Sebelum 2. sesudah

Kadar vitamin C

4 a. Lilliefors Significance Correction

Hasil uji normalitas menggunakan Shapiro Wilk, diperoleh kedua variabel berdistribusi tidak normal (p<0,05), sehingga uji yang digunakan adalah Wilcoxon.

2. Uji perbedaan kadar vit C sebelum dan sesudah dipanaskan

➢ Dari menu Analyze pilih Nonparametrik Test

➢ Pilih legacy dialog

➢ Pilih 2-Related Samples

➢ Pada Test Pair(s)list masukkan variabel Sebelum dan Sesudah

➢ Pada Test Type pilih wilcoxon

Gambar 4 Tampilan Uji wilcoxon

➢ Klik options

➢ Centang Descriptive

➢ Klik continue

➢ Klik OK

Rata-rata kadar vit C sebelum dipanaskan 3,390 dan simpangan baku 1,6586 dan sesudah dipanaskan 2,579 dengan simpangan baku 1,2231

(10)

5 Hasil uji Wilcoxon diperoleh p valuae=0,000(<0,05) artinya ada perbedaan kadar vit C sebelum dan sesudah dipanaskan

2 Penyajian dan Interpretasi Dalam Laporan Penelitian Bentuk penyajian interpretasi dalam laporan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Tabel 1 Hasil Uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk

Pengetahuan p Keterangan

i. Sebelum

Sesudah 0,018(<0,05)

0,010(<0,05) Tidak Normal Tidak Normal Hasil uji Shapiro wilk menunjukkan kedua variabel berdistribusi tidak normal, sehingga uji statistic yang digunakan adalah uji Wilcoxon..

2. Perbedaan kadar vit C sebelum dan sesudah dipanaskan Tabel 2 Distribusi rata-rata kadar vit C sebelum dan sesudah dipanaskan

Kadar vit C Rata-rata Simpangan

baku p value N

ii. Sebelum Sesudah

3,390 2,579

1,6586 1,2231

0,000 29 29

6 Rata-rata kadar vit C sebelum dipanaskan 3,390 dan simpangan baku 1,6586 dan sesudah dipanaskan 2,579 dengan simpangan baku 1,2231

Hasil uji Wilcoxon diperoleh p valuae=0,000(<0,05) artinya ada perbedaan kadar vit C sebelum dan sesudah dipanaskan

Lampiran 1. Uji normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kadar vit C sebelum .158 29 .062 .911 29 .018

kadar vit C sesudah .156 29 .069 .900 29 .010

a. Lilliefors Significance Correction

2. Perbedaan kadar vit C sebelum dan sesudah dipanaskan

7 2. Uji Mann-Whitney

Uji dua sampel bebas (independent) pada statistik non-parametrik dapat digunakan uji Mann-Whitney.Uji Mann-Whitney bertujuan membandingkan median peringkat dari sampel pertama dengan median peringkat dari sampel kedua.

Dalam penerapannya, uji Mann-Whitney analog dengan metode parametrik yang disebut uji t independent (independent t test), dengan obyek perbandingan ialah pengamatan- pengamatan dari dua buah sampel yang tidak berhubungan (sampel bebas).

Asumsi yang digunakan :

a. Kedua sampel yang dibandingkan harus independen dan dicuplik secara acak dari populasi

b. Variabel diukur minimal dalam skala ordinal

c. Jika skala data rasio atau interval tetapi distribusi datanya tidak normal Contoh kasus :

Peneliti ingin membandingkan rata-rata kadar vit C berdasarkan lama simpan Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel terikat

Variabel bebas : kategori 2 kelompok Variabel terikat : numerik Langkah – langkah :

➢ Aktifkan file Kadar vit C.sav 1. Uji normalitas

➢ Lakukan uji normalitas dengan menggunakan explore untuk variabel kadar vit C pre

Analyze Descriptive StatisticExplore→pindahkan kadar vit C pre ke dependent list, sebagai berikut :

Lama simpan 1. Satu hari 2. Dua hari

Kadar vit C

8

Gambar 5 Tampilan Uji Normalitas

➢ Klik plots, centang normality plots with test

➢ Klik Continue → klik OK→ pindahkan hasil output di bawah ini ke lampiran yang dibuat.

Hasil uji normalitas menggunakan Shapiro Wilk diperoleh p value=0,018 (p<0,05), sehingga distribusinya tidak normal, sehingga uji yang digunakan adalah uji Mann Whitney.

2. Uji perbedaan kadar vit C antara lama simpan satu hari dan 2 hari

➢ Dari menu Analyze pilih Nonparametrik Test

➢ Pilih legacy dialog

➢ Pilih 2-independent sample

➢ Pada Test Pair(s)list masukkan variabel kadar vit C pre

➢ Lama simpan masukkan ke grouping variable

➢ Isikan group 1, isikan 1

➢ Isikan group 2, isikan 2

9

Gambar 6 Tampilan Define

➢ Klik Continue

➢ Klik OK

Gambar 7 Tampilan Two Independent – samples test

10 Hasil uji Mann whitney diperoleh p value=0,077(>0,05) artinya tidak ada perbedaan kadar vit C berdasarkan Lama simpan

Catatan:

Untuk menghitung rata-rata dan standar deviasi dapat menggunakan compare means

➢ Analyze compare means

➢ Pilih Means

➢ Pindahkan kadar vit C pada dependent list

➢ Lama simpan pada independent list

Gambar 8 Tampilan compare means

➢ Klik OK

Rata-rata kadar vit C pada buah dengan lama simpan satu hari adalah 3,879 dengan simpangan baku 1,7183, dan rata-rata kadar vit C pada buah dengan lama simpan dua hari 2,933 dengan simpangan baku 1,5159.

3 Penyajian dan Interpretasi Dalam Laporan Penelitian Bentuk penyajian interpretasi dalam laporan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Hasil uji Shapiro wilk menunjukkan variabel kadar vit C diperoleh p=0,018 (<0,05), artinya berdistribusi tidak normal, sehingga uji statistik yang digunakan adalah uji Mann Whitney.

(11)

11 2. Perbedaan kadar vit C antara Laki-Laki dan Perempuan

Tabel 1 Distribusi rata-rata kadar vit C berdasarkan lama simpan Kadar vit C Rata-rata Simpangan

baku p value n

i. Satu hari

Dua hari 3,879

2,933 1,7183

1,5159 0,077 14 15

Rata-rata kadar vit C pada buah yang disimpan satu hari 3,879 dengan simpangan baku 1,7183, dan rata-rata kadar vit C pada buah yang disimpan dua hari 2,933 dengan simpangan baku 1,5159. Hasil uji Mann whitney diperoleh p value=0,077(>0,05) artinya tidak ada perbedaan kadar vit C berdasarkan Lama simpan

Lampiran 1. Uji normalitas

2. Perbedaan kadar vit C berdasarkan lama simpan

12 4. Uji Kruskal-Wallis

Uji Kruskal-Walis digunakan untuk menguji kemaknaan perbedaan beberapa (k) sampel independen dengan data berskala ordinal. Prinsip dari uji kruskal-walis sama dengan uji anova yaitu memperhitungkan variasi – variasi antar kelompok (between group) dan variasi dalam kelompok (within group). Makin besar deviasi variasi antar kelompok relatif terhadap variasi dalam kelompok, makin kecil kemungkinan bahwa perbedaan antar sampel yang teramati disebabkan kebetulan.

Asumsi yang diperlukan :

a. Sampel – sampel berasal dari populasi independen. Pengamatan satu dan lainnya independen.

b. Sampel dicuplik secara acak dari populasi masing – masing c. Data diukur minimal dalam skala ordinal Contoh kasus :

Peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan kadar vit C berdasarkan frekuensi pencucian Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel terikat

Kadar vit C → skala pengukuran : rasio Frekuensi pencucian : 1. Satu kali

2. dua kali Frekuensi pencucian

1. Satu kali 2. Dua kali 3. Tiga kali

Kadar vit C

13 3. tiga kali

Langkah – langkah :

➢ Aktifkan file Kadar vit C.sav 1. Uji normalitas

➢ Lakukan uji normalitas dengan menggunakan explore untuk variabel kadar vit C pre

Analyze Descriptive StatisticExplore→pindahkan kadar vit C pre ke dependent list, seperti gambar 3

➢ Klik plots, centang normality plots with test

➢ Klik Continue → klik OK→ pindahkan hasil output di bawah ini ke lampiran yang dibuat.

Hasil uji normalitas menggunakan Shapiroi Wilk diperoleh p value=0,018 (p<0,05), sehingga distribusinya tidak normal, sehingga uji yang digunakan adalah uji Kruskall Wallis.

2 Uji Homogenitas

➢ Analysis compare means one way anova

➢ Pindahkan kadar vit C ke dependent list

➢ Pindahkan frekuensi pencucian ke factor

➢ Hasil tampilan

Gambar 9. Tampilan one way anova

14

➢ Klik options

➢ Centang descriptive dan homogeneity of varians test

Gambar 10. Tampilan options

➢ Klik continue

➢ Klik OK

➢ Yang digunakan hanya descriptif dan homogenity of varians

Hasilnya p=0,238 jadi variansnya homogen Hasil analisis Deskriptif :

Rata-rata kadar vit C pada buah dengan frekuensi pencucian satu kali sebesar

15 5,488±0,5027, sedangkan pada buah yang dicuci dua kali sebesar 2,864 ±0,9204 dan pada buah yang dicuci tiga kali sebesar 2,043 ± 1,4421

3 Uji perbedaan kadar vit C berdasarkan frekuensi pencucian Langkah-langkah :

➢ Pada Analyze pilih Nonparametric Test,

➢ Pilih Legacy dialog

➢ Pilih k-Independent Samples

➢ Pada Test Variable isi variabel kadar vit C

➢ Pada grouping variabel isi dengan variabel frekuensi pencucian

➢ Klik define group, isi minimum dengan 1 dan maksimum dengan 3 → continue

➢ Pada Test Type, pilih Kruskal-Wallis H

➢ Klik : OK

16 Gambar 11 Tampilan test for several independent samples Keputusan :

Dari hasil asymp.Sig (p-value) didapat nilai 0.000 berarti < 0.05, sehingga ada perbedaan yang nyata kadar vit C berdasarkan frekuensi pencucian.

Posh hoc analysis tidak bisa dikeluarkan dari Kruskall Wallis, jadi harus dikeluarkan satu-satu menggunakan uji Mann Whitney

1. Perbedaan kadar vitamin C antara yang dicuci satu kali dan dua kali

➢ Dari menu Analyze pilih Nonparametrik Test

➢ Pilih legacy dialog

➢ Pilih 2-independent sample

➢ Pada Test variabel list masukkan variabel kadar vit C pre

➢ Frekuensi pencucian masukkan ke grouping variable

➢ Isikan group 1, isikan 1

➢ Isikan group 2, isikan 2

➢ Klik Continue

➢ Klik OK

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 6 18 Data hasil pemenksaan kuat tekan beton K400 pada umur 28 hari dengan mengurangi satu sampel yang menyimpang (benda up No... 6.1.3 Perhitungan Kuat Tekan Reton

570 https://doi.org/10.29407/js_unpgri.v6i3.14626 6 3 2020 | 561-574 Temuan penting lainnya dalam penelitian ini adalah subjek penelitian pada kelompok operatif dan non-operatif yang