• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unduh - Perpustakaan Poltekkes Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Unduh - Perpustakaan Poltekkes Malang"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

PENELITIAN HIBAH BERSAING PERGURUAN TINGGI POLTEKKES KEMENKES MALANG TAHUN 2018

POTENSI GEL EKSTRAK LIDAH BUAYA (ALOE VERA)

SEBAGAI ALTERNATIF PENYEMBUHAN LUKA BAKAR DERAJAT II PADA TIKUS WISTAR

PENELITI

Dr. Ni Luh Putu Eka Sudiwati, SKp, MKes

KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN MALANG

TAHUN 2018

JURUSAN KEPERAWATAN

JU

RUSA

N

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Potensi Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Sebagai Alternatif Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Pada Tikus Wistar

Peneliti

Nama : Dr. Ni Luh Putu Eka Sudiwati, SKp, MKes

NIP : 196505041988032001

Jabatan fungsional : Lektor Kepala Program studi : Keperawatan

Poltekkes : Malang

Nomor HP : 08123381185

Alamat e-mail : [email protected] Institusi Mitra

Nama Alamat

Penanggung Jawab :

Tahun Pelaksanaan : 1 tahun Sumber Dana

Penelitian

: Departemen Kesehatan RI Jumlah Dana

Penelitian

: Rp. 34.292.000

Malang, 14 Nop 2018 Mengetahui

Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Malang

Peneliti

Imam Subekti, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom NIP. 196512051989121001

Dr. Ni Luh Putu Eka S., S.Kp, M.Kes NIP. 196505041988032001

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang Hyang Widi Wasa atas segala rahmat dan karunianyaNya kami dapat menyelesaikan penelitian yang

2

JURUSAN KEPERAWATAN

JU

RUSA

N

(3)

berjudul: Potensi Gel Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) Sebagai Alternatif Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Pada Tikus Wistar

Dengan selesainya proposal ini, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur Politeknik Kesehatan Malang Bapak Budi Susatia, SKp, MKes yang telah mendorong setiap dosen dan menyediakan anggaran untuk melakukan penelitian.

2. Ketua Jurusan Keperawatan Bapak Imam Subekti, SKp, MKep, Sp.Kom yang telah memfasilitasi pelaksanaan kegiatan penelitian

3. Tim Pakar Riset Poltekkes Malang yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan proposal

4. Dosen Jurusan Keperawatan dan Dosen Poltekkes Malang yang telah bersedia memberikan masukan

5. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang terlibat dalam penyelesaian proposal ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kami menyadari dalam penulisan laporan kemajuan penelitian ini terdapat kekurangan dan keterbatasan, sehingga kami mengharapkan saran dan masukan demi perbaikan proposal ini.

Malang, 14 November 2018

Penulis

DAFTAR ISI JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

DAFTAR TABEL 4

DAFTAR GAMBAR 5

BAB I. PENDAHULUAN 8

1.1 Latar Belakang Masalah 8

1.2 Perumusan Masalah 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 10

2.1 Tinjauan Umum Luka Bakar 10

2.1.1 Definisi 10

2.1.2 Etiologi 10

2.1.3 Klasifikasi 11

2.1.4 Proses Penyembuhan Luka 14

3

JURUSAN KEPERAWATAN

JU

RUSA

N

(4)

2.2. Lidah Buaya (Aloe vera) 16 2.2.1 Taksonomi Morfologi Lidah Buaya 16 2.2.2 Kandingan Senyawa Aktif Lidah Buaya 17

2.2.3 Manfaat Lidah buaya 20

2.3. Tikus Wistar 21

2.2.1 Karakteristik Umum 21

2.2.2 Data Biologis 22

2.2.3 Makanan Tikus 22

2.2.4 Minuman Tikus 23

2.2.5 Kandang Tikus 23

2.2. Hipotesis Penelitian 23

2.2. Kerangka Konsep Penelitian 24

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 25

3.1. Tujuan Umum 25

3.2. Tujuan Khusus 25

3.3. Manfaat Penelitian 25

BAB IV. METODE PENELITIAN 26

4.1. Desain Penelitian 26

4.2. Teknik Sampling 27

4.3. Variabel Penelitian 28

4.4. Definisi Operasional Variabel Penelitian 29

4.5 Alat, Bahan dan InstrumenPenelitian 31

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian 32

4.7 Prosedur Penelitian 32

4.8 Analisis Data 35

4.9 Etika Penelitian 36

BAB V. HASIL YANG DICAPAI 37

BAB VI. PEMBAHASAN 38

BAB. VII KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA 40

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

2.1 Karakteristik Luka Bakar menurut Kedalamannya 14

2.2 Fase Penyembuhan Luka 17

2.3 Kandungan senyawa lidah buaya 19

4

JURUSAN KEPERAWATAN

JU

RUSA

N

(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 Gambaran Mikroskopis dan Makroskopis Luka Bakar

Berdasarkan Klasifikasi Luka Bakar 14

2.2 Fase Penyembuhan Luka secara Primer 17

2.3 Lidah Buaya (Aloe vera) 18

JURUSAN KEPERAWATAN

JU

RUSA

N

(6)

ABSTRAK

Rohmah, Riza Maulida. 2018. Pengaruh Pendampingan SMS Reminder terhadap Kepatuhan Konsumsi Tablet FeSO4 Dan Vitamin C serta Outcome Kadar Hemoglobin Ibu Hamil Trimester III di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungkandang Malang. Skripsi, Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Malang, Jurusan Kebidanan Malang, Poltekkes Kemenkes Malang. Pembimbing Utama: Wahyu Setyaningsih, SST., M.Kes.

Pembimbing Pendamping: Ika Yudianti, SST., M.Keb

Tingginya prevalensi anemia terutama anemia defisiensi besi (ADB) pada ibu hamil masih menjadi masalah di Indonesia. Anemia seringkali dihubungkan dengan resiko tingginya mortalitas ibu hamil. Rendahnya kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet besi (FeSO4) selama kehamilan menjadi salah satu faktor pemicu.

Ketidakpatuhan terjadi karena ibu seringkali merasa malas dan lupa mengkonsumsinya. Diperlukan cara untuk meningkatkan dan memonitor konsumsi tablet FeSO4 dan vitamin C menggunakan SMS reminder sebagai pengingat ibu dalam mengkonsumsi obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pendampingan SMS reminder terhadap kepatuhan konsumsi tablet FeSO4

dan vitamin C serta outcome kadar hemoglobin ibu hamil. Desain yang digunakan adalah quasy eksperiment dengan rancangan pretest posttest control grup design.

Populasi 40 ibu hamil trimester III dengan anemia dan besar sampel 18 responden pada masing-masing kelompok perlakuan dan kontrol, diambil dengan teknik simple random sampling berdasarkan kriteria yang ditentukan. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kedungkandang pada bulan Mei-Juni 2018. Data dikumpulkan menggunakan instrumen lembar observasi dan alat pengukuran Hb EasyTouch. Analisa data menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann Whitney. Hasil uji

(7)

statistik menunjukkan terdapat peningkatan kepatuhan dan kadar hemoglobin yang bermakna pada kelompok perlakuan setelah diberikan SMS reminder dibandingkan kelompok kontrol dengan p value <0,05. Oleh karena p value < α maka hipotesis diterima atau ada pengaruh. Diharapkan SMS reminder yang diberikan kepada ibu hamil dapat meningkatkan kepatuhan konsumsi tablet FeSO4 dan vitamin C sehingga kejadian anemia dapat ditekan dan cara ini dapat digunakan sebagai upaya promotif, preventif, dan pengembangan teknologi tepat guna.

Kata kunci: Anemia, Kadar hemoglobin, Kepatuhan, SMS reminder, Tablet FeSO4, Vitamin C.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luka bakar adalah respon kulit dan jaringan subkutan terhadap trauma suhu atau termal yang dapat merusak mulai lapisan kulit sampai dengan lapisan tulang dikarenakan trauma panas, elektrik, kimiawi, dan radiasi (Grace dan Borley, 2007).

Luka bakar terdiri dari tiga derajat, derajat satu (Superficial) epidermis,derajat dua (partial thickness) epidermis dan dermis, derajat dua dalam (deep partial thickness) dermis dan sebagian jaringan subkutan dan derajat tiga (Full thickness) mengenai seluruh kulit epidermis, dermis dan jaringan subkutan. Secara makroskopis luka bakar derajat dua dapat menyebabkan bula atau gelembung-gelembung berisi air akibat terpapar trauma panas, elektrik, kimiawi, dan radiasi (Sjamsuhidayat, 2010).

Prevalensi luka bakar di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 0,7%, sedangkan di Jawa Timur sekitar 0,7% (Riskesdes, 2013). Menurut Hidayat (2014) di RS Dr. Soetomo pada tahun 2007- 2011 kejadian luka bakar adalah 665 pasien dengan 408 orang (61,4%) berasal dari Surabaya dan 257 orang (38,6%) dari luar Surabaya. Penyebab utama dari luka ini adalah percikan api yaitu sebesar 48.3%, diikuti dengan trauma listrik 26,2%, air mendidih sebesar 24,6% dan bahan kimia sebesar 0,9%.

(8)

Respon tubuh yang mengalami luka bakar pada fase awal adalah penderita mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cidera karena panas yang berdampak sistemik dan menyebabkan penderita mengalami dehidrasi. Luka bakar juga mengakibatkan kerusakan jaringan kulit. Komplikasi yang sering adalah infeksi. Untuk mencegah infeksi pada luka bakar maka perlu dilakukan perawatan yang tepat. Obat untuk luka bakar yang sering digunakan adalah Silver sulfadiazine (SSD) atau Bioplacenton (Majid & Prayogi 2013), sedangkan pada penelitian ini akan dilakukan penggunaan Aloe vera (lidah buaya). Selama ini masyarakat lebih mengenal lidah buaya sebagai tanaman hias, bahan untuk shampo atau sabun mandi, dan minuman. Tanaman ini mudah didapatkan, sering di jumpai di pekarangan rumah dan mudah tumbuh pada berbagai musim dan mudah dibudi dayakan. Aloevera memiliki beberapa kandungan senyawa yang dapat dapat menangani luka bakar seperti Saponin yang mempunyai efek sebagai pembersih sehingga efektif untuk menyembuhkan luka terbuka, sedangkan Tanin dapat digunakan sebagai pencegahan terhadap infeksi luka karena mempunyai daya antiseptic. Flavonoid dan polifenol pada lidah buaya mempunyai aktivitas sebagai antiseptik (Jatnika dan Saptoningsih:

2009), anti inflamasi, antioksidan (Acar et.al.,2002), sehingga secara keseluruhan efek ini mempunyai manfaat dalam proses penyembuhan luka.

Pada tahun 2017 telah dilakukan penelitian pendahuluan tentang pengaruh pemberian ektrak kasar lidah buaya terhadap penyembuhan luka bakar derajat 2 pada tikus. Lidah Buaya yang digunakan berasal dari Batu Malang. Pada penelitian ini lidah buaya diblender dan langsung ditempelkan pada luka bakar. Luka diamati pada hari ke 3 dan ke 6. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar lekosit pada luka yang dirawat dengan lidah buaya apabila dibadingkan dengan SSD (Sudiwati dan Saputri, 2017). Penelitian yang akan dilakukan tahun 2018 bertujuan untuk lebih mengeksplorasi pemanfaatan lidah buaya dalam penyembuhan luka bakar menggunakan ekstraksi bahan aktif dalam bentuk gel 10% dan 20% dengan indikator penyembuhan luka yang lebih lengkap baik secara makroskopis maupun mikroskopis. Sedangkan penyembuhan luka diobervasi pada hari ke 4, 8 dan 12 sebagai waktu penyembuhan luka pada fase inflamasi dan proliferasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka perumusan masalah penelitian ini adalah: Apakah gel ekstrak lidah buaya (Aloe vera) 10% dan 20% dapat mempengaruhi penyembuhan luka pada tikus galur wistar dengan luka bakar derajat II?

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LUKA BAKAR

2.1.1 Definisi

Luka bakar adalah rusak atau hilangnya suatu jaringan yang disebakan oleh kontak dengan sumber panas di tubuh seperti kobaran api (flame), jiatan api (flash), terkena air panas (scald), tersengat listrik, bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (Moenadjat, 2009).

Luka bakar merupakan respon kulit atau jaringan subkutan terhadap trauma suhu/trauma termal. Yang akan dikategorikan dengan luka bakar dengan ketebalan parsial maupun luka bakar dengan ketebalan penuh (Glance, 2007).

2.1.2 Etiologi

Luka bakar dapat disebabkan oleh suatu hal, diantaranya:

a. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat Luka bakar thermal biasanya disebabkan oleh air panas, jilatan api, kobaran api, dan terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (Moenadjat, 2009).

b. Luka Bakar Bahan Kimia

Luka bakar bahan kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau senyawa alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri ataupun bahan pembersih yang sering digunakan untuk kperluan rumah tangga (Moenadjat, 2009)

c. Luka Bakar Sengatan Listrik

Kerusakan yang diakibatkan oleh listrik dapat dikarenakan oleh arus, api, dan ledakan. Aliran arus listrik dapat menjalar di sepanjang tubuh yang memiliki resistensi paling rendah.

Kerusakan yang utama biasanya erjadi pada pembuluh darah khususnya tunika intima yang menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal (Moenadjat, 2009)

(10)

d. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Luka bakar radiasi biasanya disebabkan oleh paparan sumber radio aktif. Luka bakar ini biasanya disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk kepentingan pengobatan dalam dunia kedokteran maupun industri. Paparan sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2009)

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi luka bakar menurut kedalamannya dibedakan menjadi:

a. Luka Bakar Derajat I

Kerusakan yang terjadi hanya sebatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit menjadi kering hiperemik, eritema, tidak terdapat nyeri, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5-10 hari (Moenadjat, 2009)

b. Luka Bakar Derajat II

Kerusakan terjadi pada seluruh lapisan epidermis dan pada sebagian lapisan dermis, organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar subasea sebagian masih utuh, dijumpai bul, berupa reaksi inflamasi yang disertai proses eksudasi, pembentukan scar, dan terdapat nyeri. Dasar luka berwarna merah atau pucat (Moenadjat, 2009)

1. Derajat II dangkal (Superficial)

- Kerusakannya mengenai bagian superficial dari dermis - Organ-organ pada kulit masih utuh

- Akan terbentuk bula beberapa jam setelah terjadi cedera, awalnya akan terlihat seperti luka bakar derajat I danakan terdiagnosa sebagai luka bakar derajat II setelah 12-24 jam - Luka terlihat berwarna merah setelah bula dihilangkan - Jika infeksi dicegah, maka penyembuhan luka terjadi

secara spontan dalam waktu kurang dari 3 minggu (Moenadjat, 2009)

2. Derajat II Dalam (Deep)

- Kerusakan mengenai hampir seluruh lapisan dermis

(11)

- Sebagian besar organ kulit masih utuh,

- Lama penyembuhan tergantung pada lapisan epitel yang tersisa

- Apabila terdapat bula, permukaan luka biasanya berwarna merah muda dan putih setelah terjadi cedera karena variasi suplai darah dermis

- Jika infeksi dicegah, luka akan sembuh dalam dalam 3-9 minggu (Moenadjat, 2009)

- Luka Bakar Derajat III(Full Thickness Burn)

- Kerusakan yang terjadi meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam, tidak terdapat bula, kulit yang terbakar berwarna putih pucat, terdapat scar, tidak terdapat nyeri dan hilang sensasi. Proses penyembuhan terjadi dalam waktu yang lama karena tidak terjadi proses epitelisasi dari dasar luka (Moenadjat, 2009)

- Luka Bakar Derajat IV

- Kampir sama dengan luka bakar derajat III hanya saja kerusakan telah sampai pada lapisan otot, tendon, dan tulang yang disertai luka yang luas. Kerusakan pada seluruh lapisan dermis, terjadi kerusakan pada seluruh organ kulit, tidak terdapat bula, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, terdapat scar, tidak terdapat nyeri. Proses penyembuhannya terjadi dalam waktu yang lama karena tidak ada proses epitalisasi spontan dan rasa luka (Moenadjat, 2009).

Pada gambar 2.1 berikut ini menjelaskan tentang gambaran makroskopis dan mikroskopis luka bakar

(12)

Gambar 2.1. Gambaran Mikroskopis dan Makroskopis Luka Bakar Berdasarkan Klasifikasi Luka Bakar

(https://www.google.com/search?

q=houstonburninjurylawyer.com diakses pada 12 desember 2017)

Sedangkan pada Tabel 2.1 berikut ini menjelaskan tentang karakteristik luka bakar menurut kedalamannya

Tabel 2.1. Karakteristik Luka Bakar menurut Kedalamannya

Kedala man

Bagian Kulit yang

Terkena Gejala Penampilan Luar Luka (Makroskopis)

Perjalanan Kesembuhan Derajat

satu (Superfi csial)

Epidermis Kesemutan, hiperestesia (super sensitivitas), rasa nyeri mereda

Kering, Memerah , menjadi putih (Pucat)ketika ditekan,

Kesembuhan lengkap dalam satu minggu(3- 6)hari

Derajat Dua (Partial - Thickne

Epidermis dan bagian dermis

Nyeri, hiperestesia terhadap udara yang dingin

Melepuh, dasar luka berbintik-

bintik,epidermis retak, permukaan luka basah, edema.

Kesembuhan dalam waktu 2 hingga 3 minggu (7-20) hari, pembentukan

(13)

ss) parut, infeksi dapat merubah menjadi derajat tiga

Derajat Dua (deep partial- thicknes s burn)

Dermis dan sebagian jaringan subkutan

Terasa dengan penekanan saja

Berisi cairan (rapuh) basah atau kering berminyak, berwarna dari putih sampai merah, tidak memucat dengan penekanan

Kesembuhan dalam waktu >21 hari,

pembentukan parut, infeksi dapat merubah menjadi derajat tiga

Derajat tiga (full- Thickne ss)

Epidermis, keseluruha n dermis dan kadang jaringan subkutan

Tidak terasa nyeri, syok hematuria (adanya darah dalam urin) Terasa dengan penekanan kuat

Kering, luka bakar berwarna putih seperti bahan kulit

Pembentukan eskar,

pembentukan parut

Sumber : Smeltzer & Bare 2001.

2.1.4 Proses Penyembuhan Luka

Pada dasarnya proses penyembuhan luka sama untuk setiap cedera jaringan lunak. Suatu luka dikatakan mengalami proses penyembuhan apabila melewati proses fase respon inflamasi akut terhadap cedera, fase destruktif, fase proliferatif, dan fasematurasi. Diikuti dengan berkurangnya luas luka, jmlah eksudat, dan perbaikan pada jaringan luka.

Secara normal, tubuh akan merespon terhadap luka melalui proses peradangan yang dikarakteristikkan dengan 5 tanda utama, yaitu: bengkak, kemerahan, panas, nyeri, dn kerusakan pada fungsi organ tersebut. Menurut Potter dan Perry tahun 2010, proses penyembuhan luka mencakup beberapa fase, yaitu:

a. Fase Inflamasi

Fase ini terjadi setelah terjadi luka dan akan berakhir 3-4 hari. Terdapat dua proses utama dalam fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis. Hemostasis terjadi karena vasokontriksi pembuluh darah besar pada daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan Fibrin, dan pembentukan pembekuan darah. Scab akan dibentuk

(14)

pada permukaan luka. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan dan nutrisi yang diperlukan dalam proses penyembuhan luka.

Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak. Pada saai ini, leukosit (terutama neutrofil) akan berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini akan ditempati makrofag yang keluar dari monosit selama kurang lebih 24 jam setelah cedera/luka. Makrofag akan menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga akan mengeluarkan faktor angiogenesis yang yang merangsang epitelisasi pada akhir pembuluh darah yang bersama-sama akan membantu mempercepat penyembuhan luka.

Respon segera setelah injuri adalah terjadinya pembekuan darah yang bertujuan untuk mencegah kehilangan darah. Karakteristik yang muncul pada fase ini adalah tumor, rubor, dolor, calor, functio laesa. Pada fase ini akan berlangsung singkat apabilatidak terjadi infeksi.

b. Fase Proliferatif

Pada fase kedua ini biasanya berlangsung pada hari keempat atau kelima sampai hari ke-21. Akan terdapat jaringan granulasi yang terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah baru, fibronectin dan hyularonic acid.

Fibroblas akan berpindah ke daerah luka pada 24 jam pertama setelah terjadi luka. Pertama, fibroblas akan mensintesis kolagen dan proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kapilarisasi dan epitelisasi akan tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan ogsigen dan nutrisi yang diperlukan untuk proses penyembuhan luka.

c. Fase Maturasi

Fase maturasi dimulai pada hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun. Fibroblas terus menyintesis kolagen. Kolagen terus menyalin diri dan bersatu dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka akan mengecil, kehilangan elastisitas, dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih, dan regresi vaskularisasi luka. Pembentukan kolagen yang baru akan mengubah bentuk luka

(15)

serta peningkatan kekuatan jaringan yang akan membentuk jaringan parut 50%- 80% yang sama kuat dengan jaringan sebelumnya. Setelah itu, akan terjadi pengurangan secara bertahap terhadap aktivitas selular dan vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan (Sjamsulhidjayat, 2012). Gambar 2,2 berikut ini merupakan fase penyembuhan luka secara primer

Gambar 2.2. Fase Proses Penyembuhan Luka Secara Primer (Dokumentasi Pribadi-Buku Robbins Edisi 7 Volume 1.Hal 83).

Tabel 2.2. Fase Proses Penyembuhan Luka

Fase Proses Gejala dan Tanda

Inflamasi

3 - 4 hari Reaksi Radang Dolor, rubor, kalor, tumor Proliferasi

5 - 21 hari

Regenerasi / fibroblasia

Jaringan granulasi/kalus tulang menutup : epitel/endotel/mesotel Maturasi

/Remodeling Hari ke 21 - 2 tahun

Pematangan dan

perupaan kembali Jaringan parut/fibrosis Sumber : Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong, 2010;103-106.

2.2 LIDAH BUAYA

2.2.1. Taksonomi Morfologi Lidah Buaya

Lidah Buaya (Aloe vera) merupkan tanaman yang sering kita jumpai di masyarakat. Banyak masyarakat yang menanam tanaman ini di pekarangan rumah maupun di pot untuk hiasan. Bahkan, di negara-negara maju sudah banyak

(16)

masyarakatnya yang memanfaatkan tanaman ini untuk pertolongan pertama apabila terdapat bagian tubuh yang Terluka (tersayat misalnya). (Sujatnika dan Saptoningsih,2009). Tanaman ini termasuk keluarga Lilicaea yang memiliki 4000 jenis dan terbagi ke dalam 20 marga dan 12

suku. Berikut klasifikasi lidah buaya Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdevisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Bangsa : Liliflorae

Suku : Liliceae

Genus : Aloe

Spesies : Aloe vera

2.2.2. Kandungan Lidah Buaya

Lidah Buaya mengandung air sebanyak 95%. Sisanya berupa bahan aktif antara lain minyak esensial, asam amino, mineral, vitamin, enzim, dan glikoprotenin. Berikut kandungan kimia lidah buaya dalam 100 gram lidah buaya

Tabel 2.3 Kandungan kimia lidah buaya No

.

Komponen Nilai

1. Air 95,51%

2. Total Padatan Terlarut a. Lemak

b. Karbohidrat c. Protein d. Vitamin A e. Vitamin C

0,067%

0,043%

0,038%

4,59 IU 3,47 mg (Jatnika dan Saptoningsih, 2009)

Gambar 2.3. Lidah Buaya (Aloe vera)

(17)

Lidah buaya memiliki cairan bening seperti jeli dan cairan berwarna kuning yang mengandung aloin. Cairan ini berasal dari lateks yang terdapat di bagian kulit luar lidah buaya. Cairan yang mengandung banyak aloin ini banyak dimanfaatkan sebagain obat pencahar komersial. Daging lidah buaya mengandung lebih dari 200 komponen kimia yang terkandung dalam lidah buaya.

Tabel 2.4. Komponen kimia lidah buaya berdasarkan manfaatnya

Zat Manfaat

Lignin Memiliki kemampuan penyerapan yang tinggi yang memudahkan peresapan gel ke kulit sehingga mampu melindungi kulit dari dehidrasi dan menjaga kelembaban kulit

Saponin - Memiliki kemampuan membersihkan

(Aseptik)

- Sebagai bahan pencuci yang sangat baik Komplek

Antharaquinon (Aloin, Barbaloin, Iso-Barbaloin, Anthranol, Aloe Emodin,

Anthracene, Aloetic Acid, Asam Sinamat, Asam

Krisophanat, Eteral Oil, Dan Resistanol)

- Bahan laksatif - Penghilang rasa sakit - Mengurangi racun - Senyawa antibakteri

- Mempunyai kandungan antibiotik

Kalium dan Natrium

- Memelihara kekencangan muka dan otot tubuh - Regulasi dan metabolisme tubuh

- Penting dalam pengaturan impuls saraf Kalsium Membantu pembentukan dan regenerasi tulang Seng (Zn) Bermanfaat bagi kesehatan saluran air kencing Asam folat Bermanfaat bagi kesehatan kulit dan rambut

Vitamin A Berfungsi untuk oksigenasi jaringan tubuh, terutama

(18)

kulit dn kuku Vitamin B1, B2,

B6, B12, C, E, Niacinamida, dan kolin

Berfungsi untuk menjalankan fungsi tubuh secara normal dan sehat

Enzim oksidase, amilase, katalase, lipase, protease

- Mengatur berbagai proses kimia dalam tubuh - Membantu penyembuhan luka dalam dan luar Monosakarida,

polisakarida, selulosa, glukosa, manosa,

aldopentosa, rhamnosa

- Membantu memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh

- Memproduksi mucopilosakarida

Salisilat,

mukopolysakarid a

- Anti inflamasi dan menghilangkan rasa nyeri - Pemberi efek immunomodulasi

Tenin, aloctin A Sebagai anti inflamasi Indometasin Mengurangi edema

Asam Amino Untuk pertumbuhan dan perbaikan serta sebagai sumber energi

Mineral Memberikan ketahanan tubuh terhadap penyakit dan interaksi dengan vitamin

(Jatnika dan Saptoningsih, 2009)

Daging lidah buaya memiliki kandungan nutrisi yang cukup lengkap, diantaranya Zn, K, Fe, vitamin A, asam folat, kholin. Sementara itu, lendir lidah buaya mengandung vitamin B1, B2, B6, B12, C, E inositol, dan asam folat.

Kandungan mineral lidah buaya, diantaranya kalsium, fosfor, besi, natrium, magnesium, mangan, tembaga, dan seng.berdasarkan penelitian, enzim yang dimiliki lidah buaya antara lain amylase, katalase, selulosa, karboksipeptidase, karboksihelulase, fosfatase, lipase, nukleotidase, alkaline, dan proteolitase (Santoso, 2008).

2.2.3. Manfaat Lidah Buaya

(19)

Lidah buaya memiliki efek farmakologis, yaitu pencahar(laxatic)dan parasiticide. Berikut merupakan manfaat dari lidah buaya menurut penelitian (Jatnika dan Saptoningsih, 2009):

1. Antiseptik: pembersih alami dan mengobati luka dengan cepat.

2. Antipruritik: penghilang rasa gatal.

3. Anesteik: pereda rasa sakit.

4. Afrodisiak: pembangkit gairah seksual.

5. Antipiretik: penurun rasa panas.

6. Antivirus, antijamur, dan antibakteri yang berasal dari kandungan saponin.

7. Antiinlamasi: berasal dari lemak.

Selain itu, lidah buaya juga mengandung senyawa lignin dan polisakarida yang berguna sebagai media pembawa zat-zat nutrisi yang diperlukan oleh kulit.

Dengan ditunjang oleh karakteristik dari lidah buaya yang memiliki tingkat keasaman (pH) yang normal, hampir sama dengan pH kulit manusia sehingga memberikan kemampuan untuk menembus kulit dengan baik. Lidah buaya juga memiliki kandungan asam amino dan enzim yang masing-masing berfungsi untuk membantu perkembangan sel-sel baru dengan kecepatan luar biasa dan menghilangkan sel-sel yang telah mati dari epidermis (Jatnika dan Saptoningsih, 2009).

Lidah buaya memiliki sistem penghambat yang menghalangi rasa sakit dan peradangan serta sistem stimulasi yang meningkatkan penyembuhan luka.

Pengujian laboratorium independen tentang lidah buaya menunjukkan aktivitas lidah buaya dalam modulasi antibodi dan kekebalan seluler (Davis, 2000). Topikal steroid biasanya digunakan untuk memblokir peradangan akut dan kronis. Mereka menurunkan edema dengan mengurangi permeabilitas kapiler., vasodilatasi, dan menstabilkan lisososm. Lidah buaya (Aloe vera) dapat merangsang pertumbuhan fibroblas untuk meningkatkan penyembuhan luka dan menghalangi penyebaran infeksi.

(20)

Lidah buaya (Aloe vera) tidak memiliki mekanisme tunggal. Lidah buaya mengandung asam amino yang memiliki efektifitas anti-inflamasi. Asam salisilat dalam lidah buaya mencegah biosintesis prostaglandin dari asam arakidonat. Hal ini menjelaskan bagaimana lidah buaya (Aloe vera) mengurangi vasodilatasi dan mengurangi efek vaskular dari histamin, serotonin, dan mediator inflamsi lainnya.

Prostaglandin memainkan peran dalam dalam mengatur baik peradangan dan reaksi peradangan. Lidah buaya dapat mempengaruhinkedua sistem ini dengan memblokir sintesis prostaglandin. Lidah buaya dapat bertindak sebagai stimulator penyembuhan luka dan produksi antibodi. Lidah buaya disamping dapat memiliki efek pada reaksi inflamsi dan reaksi kekebalan, juga mengurangi oksigen yang dihasilkan oleh PNM (Polimorfo nuklea)Ryang terdiri dari neutrofil, basofil, dan eosinofil (Sulistiawati, 2011).

2.3 TIKUS PUTIH WISTAR 2.3.1. Karakteristik Umum

Tikus merupakan binatang yang memiliki kemampuan beradaptasi baik dengan lingkungannya. Jenis tikus yang banyak digunakan sebagai hewan percobaan adalah tikus putih (Rattus Nervagicus) galur wistar. Keunggulan tikus ini dalam penelitian antara lain penanganan dan pemeliharan yang mudah karena tubuhnya yang kecil, besrih, sehat, dan kemeampuan reproduksi tinggi dengan masa kehailan yang yag singkat (Adnan, 2007). Klasifikasi tikus putih sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata

Subvilum : Vertebratae Kelas :Mamalia

Ordo : Rodentia Famili : Muridea Subfamili : Rattus

Spesies : Rattus norvagicus Galur/Strain : Wistar

(21)

Ciri tikus ini adalah memiliki bentuk kepala yang lebar, mata kecil, telinga panjang berambut, ekor yang panjang tidak melebihi panjang tubuhnya, memiliki sepasang gigi seri berbentuk pahat yang selalu tumbuh pada setiap rahangnya.

Hewan ini berwarna putih karena merupakan bangsa albino dan termasuk tikus laboratorium dan termasuk hewan nokturnal yang berktivitas pada malam hari.

Tidak hidup lebih dari 3 tahun dengan berat badan pada umur 4 minggu mencapai 35-40gr dan pada dewasa rat-rata 200-250gr. Total panjang tubuhnya mencapai 440mm, panjang ekosr 205mm. Sekresi urine perharinya 5,5 ml/100grBB (Adnan, 2007). Alasan mengapa tikus ini dijadikan hewan percobaan, yaitu:

1. Masih tergolong satu kelas dengan manusia, yaitu mamalia sehingga proses fisiologis hampir sama dengan manusia.

2. Pada saat ekspirasi mengeluarkan CO2 dan mudah dalam perawatan.

2.3.2. Data Biologis

Kreteria Keterangan

Lama hidup 2-3 tahun,dapat sampai 4 tahun.

Lama produksi ekonomis 1 tahun

Lama bunting 20-22 hari

Kawin sesudah beranak 1-24 jam

Umur disapih 21 hari

Umur dewasa 40-60 hari

Umur dikawinkan 10 minggu

Siklus kelamin Poliestrus

Siklus estrus (birahi) 4-5 hari

Lama estrus 9-20 jam

Perkawinan Pada waktu estrus

Berat dewasa 300-400 g jantan ; 250-300 g betina

Berat lahir 5-6 g

Jumlah anak Rata-rata 9, dan dapat 20 Perkawinan kelompok 3 betina dengan 1 jantan

Kecepatan tumbuh 5 g/hari

2.3.3. Makanan Tikus

Bahan dasar makanan tikus dapat juga bervariasi misalnya protein 20-25%, lemak 5%, pati 5-50%, serat kasar 5%, vitamin dan mineral 30%. Setiap hari

(22)

seekor tikus dewasa makan antara 12-20 gram makanan. Keperluan mineral dalam makan tikus adalah kalsium 0,5, fosfor 0,4%, magnesium 400 mg/kg, kalium 0,36%, natrium, yodium, besi, mangan dan seng (Laksono, 2009).

2.3.4. Minuman Tikus

Tikus meminum lebih banyak air sehingga ketersidiaan minum harus selalu ada. Botol dapat digunakan sebagai tempat untuk minum. Setiap hari, tikus dewasa minum 20-45 ml air dengan konsumsi air 8-11 ml/100 grBB (Laksono, 2009)

2.3.5. Tempat Tikus

Prinsip tempat tikus (Kandang) pada suatu laboratorium berupa kotak yang mudah disterilkan dan dan tahan lama. Persyaratan yang penting adalah persyaratan fisiologis dan tingkah laku yang meliputi penjagaan lingkungan yang harus selu kering, bersih, suhu memadai, dan pemberian ruang cukup gerak untuk tikus. Kandang harus terbuat dari bahan yang baik, mudah dibongkar, dan mudah dibersihkan. Kandang yang dibuat harus tahan dari gigitan dan hewan tidak mudah lepas. Pembersihan kandang dilakukan setiap 3 hari sekali agar kandang tetap bersih dan tidak lembab (Laksono, 2009).

2.4 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis dari penelitian ini adalah : Ada pengaruh pemberian gel ekstrak lidah buaya terhadap penyembuhan luka bakar derajad II pada tikus wistar

(23)

2.5 KERANGKA KONSEP

Kerangka Konsep Pengaruh Gel Lidah Buaya (Aloe vera) terhadap penyembuhan Luka Bakar Derajat II pada Hewan Coba Tikus Galur Wistar

Keterangaan:

= Diteliti = Tidak diteliti

1. Suhu tinggi (termal burn) 2. Kimia

3. Sengatan listrik 4. Radiasi

1. Derajat I 2.Derajat II

3. Derajat III Perawatan menggunakan NaCl

0,9% (Kontrol 1)

Perawatan menggunakan Silver Sulfadiazine 1% (Kontrol 2) Perawatan menggunakan Gel Aloe

vera 10% (Perlakuan I) Perawatan menggunakan Gel Aloe

vera 20% (Perlakuan II) Penyembuhan Luka

1. Gambaran Makroskopis 2. Total Protein

3. Differential Count Leukosit 4. Elektrolit (Na, K)

5. Epitelisasi 6. Fibroblas 7. Koloni kuman

(24)

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan 3.1.1. Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyembuhan luka bakar derajat 2 secara makroskopis dan mikroskopis yang diukur pada hari ke 4, 8 dan 12 pada tikus Wistar kelompok kontrol, pemberian gel ekstrak lidah buaya 10% dan 20%, pemberian SSD.

3.1.2. Tujuan Khusus

1. Melakukan analisis fitokimia pada lidah buaya

2. Mengidentifikasi gambaran makroskopis penyembuhan luka bakar melalui warna luka, luas luka dan adanya pus/eksudat

3. Mengidentifikasi kadar Lekosit 4. Mengidentifikasi kadar Hemoglobin

5. Mengidentifikasi kadar Elektrolit: Natrium dan Kaliur 6. Mengidentifikasi kadar total protein

7. Mengidentifikasi julah kolosi kuman pada luka

8. Mengidentifikasi epitelisali dan jumlah fibroblas pada luka 3.2. Manfaat Penelitian

3.2.1. Manfaat Akademis

Dari peneletian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai fungsi pemberian gel ekstrak lidah buaya (Aloe vera) pada perawatan luka bakar derajat II.

3.2.2. Manfaat Praktis

Dari penelitian yang dilakukan diaharapkan dapat memberikan alternatif lain untuk melakukan perawatan luka derajad II selain menggunakan terapi farmakalogi yaitu menggunakan bahan alami seperti gel ekstrak lidah buaya (Aloe vera).

(25)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan desain penelitian experimental dengan pengamatan post-test only control group design, untuk mengukur pengaruh lidah buaya (Aloe vera) 10% dan 20% pada kelompok eksperimen dengan membandingkan kelompok tersebut dengan kelompok kontrol yang menggunakan Silver sulfadiazine1% dan NS 0,9% terhadap penyembuhan luka(Setiadi, 2013).

Gambar 4.1 Skema post-tes only control group design

Keterangan : P Populasi

Ra Random Alokasi

R1 Kelompok kontrol 1 menggunakan NS 0,9%

R2 Kelompok kontrol 2 menggunakan Silver Sulfadiazine 1%

R3 Kelompok perlakuan 1 menggunakan gel lidah buaya (Aloe vera) dengan konsentrasi 10%

R4 Kelompok perlakuan 2 menggunakan gel lidah buaya (Aloe vera) dengan konsentrasi 20%

X1 Perlakuan pada kelompok kontrol 1 diberikan perawatan menggunakan NS 0,9%

X2 Perlakuan pada kelompok kontrol 2 diberikan perawatan menggunakan Silver Sulfadiazine 1%

X3 Perlakuan pada kelompok perlakuan 1 diberikan Perawatan X1

X2

X3

X4 R3

R4 R1

R2

P Ra

O4

O4

O4

O4

O8

08

08

08

O12

O12

O12

O12

(26)

menggunakan gel lidah buaya (Aloe vera) dengan konsentrasi 10%

X4 Perlakuan pada kelompok perlakuan 1 diberikan Perawatan menggunakan gel lidah buaya (Aloe vera) dengan konsentrasi 20%

O4 Observasi penyembuhan luka bakar hari ke 4 O8 Observasi penyembuhan luka bakar hari ke 8 O12 Observasi penyembuhan luka bakar hari ke 12 4.2. Teknik Sampling

4.2.1. Populasi

Populasi penelitian pada penelitian ini adalah tikus galur wistar (Rattus novegicus) dengan luka bakar derajat II.

4.2.2. Sampel

Penghitungan jumlah tikus yang akan digunakan sebagai hewan coba, dapat menggunakan rumus Federer sebagai berikut :

(r-1) (t-1) ≥ 15

r = Banyak sampel tiap perlakuan

t = Banyak intervensi pada tiap kelompok

Jika didalam penelitian ini diketahui pengulangan 12, yaitu kelompok perlakuan masing-masing 3 kali dan kelompok kontrol masing – masing 3 kali sehingga didapat nilai r sebagai berikut:

(r-1) (t-1) ≥ 15 ( r-1) (12-1) ≥ 15 ( r-1) 11 ≥ 15 11r –11 ≥ 15 11r ≥ 26 r ≥ 2, 4

Jadi jumlah sampel untuk setiap kelompok minimal 3 ekor, dan disediakan 2 ekor untuk cadangan. Jadi sampel awal yang disediakan yaitu 5 ekor pada setiap kelompok.

Kriteria Inklusi

Pertimbangan ilmiah harus menjadi pedoman dalam menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini kriteria inklusi adalah :

(27)

1. Jenis tikus adalah tikus putih Rattus novergicus galur wistar.

2. Berjenis kelamin jantan.

3. Berat badan antara 150-250 gram.

4. Kondisi sehat ditandai dengan pergerakan aktif, bulunya licin, mengkilat dan bersih, bulunya tebal dan tidak ada kerontokan bulu yang berarti, badannya tegap tidak kerempeng, tidak keluar lendir, nanah atau darah dari mata atau telinga, tidak terlalu banyak ludah, tidak mencret dan pernapasan tenang.

5. Diberi minum dan nutrisi dengan jumlah dan jenis yang sama.

6. Tidak mendapat pengobatan sebelumnya.

7. Tidak ada kecacatan pada bagian punggung tikus.

8. Masing-masing tikus ditempatkan pada kandang yang sama yaitu dengan dialasi sekam dan diganti tiap 1 hari sekali agar tetap kering, tidak lembab dan 1 kandang ditempati 1 tikus supaya tikus tidak berkelahi dan menimbulkan luka baru.

9. Aklimatisasi selama 5 hari.

Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah :

1. Tikus mengalami luka infeksi yang ditandai dengan adanya pus (nanah), eksudat yang berlebihan sebelum di aklimatisasi.

2. Tikus mengalami luka bisa karena gigitan, atau benda tajam lainnya sebelum di aklimatisasi.

4.2.3. Teknik Sampling

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple random sampling, sampel diambil dari 2 kelompok kontrol dan 3 kelompok perlakuan yang sesuai dari kriteria Inklusi dan eksklusi yang ditentukan oleh peneliti.

4.3. Variabel Penelitian

(28)

Variabel penelitian dibedakan menjadi variabel dependen (variabel terikat) danvariabel independen (variabel bebas).

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perawatan luka menggunakan ekstrak lidah buaya (Aloe vera) 10%, 20% dan SDS

3.3.1 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah kadar lekosit (diff. Count), CRP, kadar elektrolit, jumlah koloni kuman, epitelisasi luka,kadar total protein, jumlah fibroblas dan gambaran makroskopis luka bakar derajat II pada tikus putih (Rattus novergicus) galur wistar.

4.4. Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi

Operasional

Parameter Alat Ukur

Skala Skoring Perawatan

luka menggunak an gel Aloe vera

Suatu tindakan melakukan perawatan luka bakar derajat II yang dilakukan 1 kali perhari dengan menggunakan gel Aloe vera 10 dan 20% yang diekstrak dengan menggunakan etanol

SOP Perawatan Luka

Gambaran Makrosko pis

Penilaian secara visual pada

keadaan luka bakar derajat 2 dengan plat besi terbalut kassa basah panas menggunakan mata telanjang tanpa bantuan alat mikroskop dengan

Mengkaji 1. Warna

luka 2. Luas luka 3. Pus atau

Eksudat

Lembar Obser vasi

Rasio

(29)

alat dokumentasi kamera

Epitelisasi Penilaian keadaan luka bakar derajat 2 dengan plat besi terbalut kassa basah panas menggunakan pewarnaan Hematoxylin - eosin

Mengkaji epitel

Lembar Obser vasi

Rasio

Jumlah fibroblas

Penilaian keadaan luka bakar derajat 2 dengan plat besi terbalut kassa basah panas menggunakan pewarnaan Hematoxylin - eosin

Menilai jumlah fibroblas

Lembar Obser vasi

Rasio

Jumlah koloni kuman

Hasil pemeriksaan perbedaan jumlah koloni kuman yang dinyatakan dalam hitungan kuantitatif yaitu CFU/ml yang diambil dengan cara swab kulit

Perbedaan jumlah koloni kuman dalam pemeriksaa n total plate count dengan satuan CFU/ml

Lembar observa si

Rasio -

Differential Count Leukosit

Penilaian kadar differensiasi dari leukosit (sel darah putih) melalui pemeriksaan darah lengkap.

Jumlah/kad ar dari 1. Neutrofil 2. Basofil 3. Eosinofil 4. Limfosit 5. Monosit

Lembar Obser vasi

Rasio

Elekrolit (Na, K)

Penilaian kadar elektrolit Natrium Kalium melalui pemeriksaan kadar elektrolit

Jumlah/kad ar dari:

1. Natrium 2. Kalium

Lembar Obser vasi

Rasio

Total Penilaian jumlah Kadar total Observ Rasio

(30)

protein protein pada darah prorein asi

4.5. Alat, Bahan, dan Instrumen Penelitian

a) Pembuatan Gel Lidah Buaya (Kusumawati, 2012) Alat :

1. Timbangan ukur 2. Gelas ukur

3. Alat pembuatan ekstrak 4. Alat uji daya lekat gel 5. Alat uji daya sebar gel 6. Alat uji viskositas gel 7. Alat formulasi gel

Bahan :

1. Lidah buaya 2. Aquades 3. Handscon 4. Etanol 70%

b) Pembuatan Luka Bakar Derajat II.

Alat :

1. Benson

2. Pisau cukur / gunting 3. Pinset

4. Termometer 5. Jas lab 6. Pemantik api 7. Arloji

Bahan :

1. Kassa steril 2. Povidon Iodin 3. Spirtus 4. Alcohol 70%

5. Normal saline 6. Sarung tangan

7. Obat anestesi (chloroform) 8. Povidone Iodine

9. Aquadest

c) Pengukuran kadar linfosit, hemoglobin, elektrolit natrium dan kalium, total protein

Alat :

1. Spuid 3 cc

2. Alat ukur darah lengkap di laboratorium

3. Vacutainer Ungu

Bahan :

1. Alkohol swap

d) Perawatan Luka Bahan :

1. Kassa steril 2. Kassa bersih

(31)

3. Gel lidah buaya

4. Silver sulfadiazine 0,1 % 5. Aquades

6. Transparan film

e) PemeliharaanTikus Galur Wistar 1. Kandang/bak tikus dan sekam

2. Penutup kandang dari anyaman kawat 3. Botol air

4. Makanan tikus f) Teknik Pencegahan Infeksi

1. Tempat cuci tangan/wastafel 2. Sabun cuci tangan

3. Hand Sanitizer 4. Kain handuk kecil

5. Sarung tangan bersih/steril g) Instrument Penelitian

Instrument yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi. Dengan cara melakukan observasi pada hasil kadar lekosit, elektrolit natrium dan kalium,CRP, total protein, koloni kuman, epitelisasi, jumlah fibroblas dan gambaran makroskopik luka setelah diberikan gel aloe vera pada hari ke-4, ke-8, dan ke-12 yang dibandingkan dengan kelompok kontrol.

4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium hewan coba Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Malang yang akan dilaksanakan bulan Agustus 2018. Dengan pembuatan gel lidah buaya di laboratorium Materia Medika Batu. Pemeriksaan epitel dan fibroblas di Lab. PA FKUB

4.7. Prosedur Pengumpulan Data 1. Perijinan Penelitian

Hal – hal yang akan dilakukan peneliti untuk mengurus izin penelitian adalah sebagai berikut:

(32)

a) Peneliti mengurus surat untuk perijinan penelitian menggunakan hewan coba yang ditujukan kepada Komisi Etik Poltekkes Kemenkes Malang.

b) Peneliti mengurus surat perijinan menggunakan Laboratorium untuk penelitian yang ditujukan kepada kepala Laboratorium Poltekkes Kemenkes Malang.

2. Pembuatan gel lidah buaya Cara:

1. Maserasi dilakukan dengan memasukkan 2000 gram daun lidah buaya segar yang telah diblender.

2. Tambahkan 7500 ml etanol 75%

3. Biarkan selama 5 hari dan aduk berulang-ulang.

4. Ekstrak disaring dengan kain flannel

5. Uapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu dibawah 60o sampai alcohol hilang

6. Uapkan diatas waterbath.

Pembuatan gel lidah buaya akan dilakukan di Laboratorium Materia Medika Batu.

3. Menentukan Sampel Penelitian

Sampel penelitian ditentukan sesuai dengan kriteria inklusi.

4. Pembuatan Luka Bakar Derajat II pada Tikus

Rambut tikus bagian punggung akan dicukur sampai permukaan kulit. Lalu desinfeksi dengan Providon Iodin. Kemudian bagian yang sudah dilakukan desinfeksi diberikan anestesi lokal dengan cara disemprot. Kemudian menempelkan tembaga panas berukuran 3cm x 3cm yang sudah direbus selama 3 menit dan ditempelkan di punggung tikus selama 10 detik.

Perawatan luka bakar derajat II

a) Menggunakan gel lidah buaya 1 x sehari

(33)

1) Cuci tangan.

2) Pakai sarung tangan steril.

3) Siapkan kasa.

4) Atur posisi tikus untuk mempermudah tindakan.

5) Buka balutan dan bersihkan luka dengan aquadest.

6) Keringkan luka yang telah dibersihkan dengan kassa steril.

7) Olesi bagian luka dengan cutten bat yang telah diberi gel lidah buaya secara merata hingga menutup seluruh permukaan luka.

8) Tempelkan transparan filmpada area luka.

9) Tempelkan kassa steril untuk mempertahankan balutan primer.

10) Balut luka dengan kassa gulung. Bentuk balutan seperti gurita bayi.

b) Menggunakan Silver Sulfadiazine1%1 x sehari 1) Cuci tangan.

2) Pakai sarung tangan steril.

3) Siapkan kasa.

4) Atur posisi tikus untuk mempermudah tindakan.

5) Buka balutan dan bersihkan luka dengan aquadest.

6) Keringkan luka yang telah dibersihkan dengan kassa steril.

7) Olesi bagian luka dengan cutten bat yang telah diberi Silver Sulfadiazine 0,1 % secara merata hingga menutup seluruh permukaan luka.

8) Tempelkan transparan filmpada area luka.

9) Tempelkan kassa steril untuk mempertahankan balutan primer.

10) Balut luka dengan kassa gulung. Bentuk balutan seperti gurita bayi.

5. Pemeriksaan kadar lekosit, natrium dan kalium, CRP, Total protein dan koloni kuman

Pemeriksaan kadar limfosit, natrium dan kalium akan dilakukan pada hari ke 4, 8 dan ke 12 dengan pemeriksaan darah lengkap. Yaitu sampel darah

(34)

dari hewan coba akan diambil dan dilakukan pemeriksaan di laboratorium RSSA

6. Pemeriksaan epitelisasi dan fibrollas degan pewarnaan HE

Pemeriksaan dengan pewarnaan HEakan dilakukan pada hari ke 4, 8, 12dengan pewarnan HE. Yaitu jaringan luka dari hewan coba akan diambil dan dilakukan pemeriksaan di laboratorium PA Universitas Brawijaya Malang.

4.8. Analisa Data 1. Editting

Editting adalah upaya untuk memeriksa kembaali kebenaran data tang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2009).

2. Coding

Mengklasifikasikan jawaban – jawaban dari para responden ke dalam bentuk angka/bilangan. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing – masing jawaban (Setiadi, 2013).

Kode kelompok tikus

GA10 : Kelompok perlakuan gel lidah buaya (Aloe vera) 10%

GA20 : Kelompok perlakuan gel lidah buaya (Aloe vera) 20%

K : Kelompok kontrol 1 NS

S : Kelompok kontrol 2 Silver Sulfadiazine 1 % 3. Tabulating

Tabulating yaitu pengelompokan jawaban-jawaban serupa dengan cara yang diteliti dan teratur, kemudian dihitung dan dijumlahkan berapa banyak peristiwa yang termasuk dalam kategori kemudian diwujudkan dalam bentuk tabel-tabel.

4. Entri Data

Data entri adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membat

(35)

distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi (Hidayat, 2009).

5. Analisa Data

Dalam penelitian ini analisis univariat digunakan untuk menjelaskan atau mendiskripsikan angka kadar natrium dan kalium serum dengan menggunakan distribusi frekuensi.

Analisa data yang digunakan adalah dilakukan uji Kolmogorof Smirnov untuk menentukan sebaran distribusi data normal. Suatu data dikatakan memiliki sebaran distribusi normal jika nilai p (value) >

0,05 dan p (value) < 0,05 maka tidak berdistribusi normal (Dahlan, 2009). Jika data yang diperoleh merupakan distribusi normal maka dilanjutkan dengan uji Anova 1 arah untuk mengetahui adanya perbedaan signifikansi pada masing-masing kelompok.Dan jika data yang diperoleh tidak berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji Krusall-Walls. P (value) bermakna apabila < 0.05 dan tidak bermakna apabila p (value) ≥ 0,05. Data diolah menggunakan aplikasi SPSS 16.

7. Penyajian Data

Data statistik perlu disajikan dalam bentuk yang mudah dibaca dan dimengerti.Tujuanya adalah memberikan informasi dan memudahkan interpretasi hasil analisis (Setiadi, 2013). Hasil dari penelittian ini akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dijelaskan dalam bentuk narasi.

4.9. Etika penelitian

Dalam melakukan penelitian akan menekankan pada masalah etika (Hidayat,2008). Dalam penelitian ini mengikuti prinsip 3R (Replecement, Reduction, Refinement) sesuai dengan etika penelitian hewan coba.

(36)

Gambar 5.17 menunjukan bahwa pertumbuhan epitel tikus galur wistar dengan luka bakar derajat II yang diberikan perawatan dengan NaCl 0,9% terjadi pertumbuhan rata-rata dengan ketebalan tertinggi pada hari ke 4 sebanyak 122,86 µm, untuk perawatan dengan Silver Sulfadiazine 1% terjadi pertumbuhan rata-rata dengan pertumbuhan tertinggi pada hari ke 12 sebanyak 120,57 µm, untuk perawatan dengan Aloe vera 10% terjadi pertumbuhan rata-rata dengan pertumbuhan tertinggi pada hari ke 12 sebanyak 149,42 µm, dan kemudian untuk perawatan dengan Aloe vera 20% terjadi pertumbuhan rata-rata dengan pertumbuhan tertinggi pada hari ke 8 sebanyak 118,71 µm.

Tabel 5.28 Hasil analisis perbedaan pertumbuhan epitel pada pemeriksaan setelah dilakukan perawatan antara yang menggunakan NaCl 0,9%, Silver Sulfadiazine 1%, Aloe vera 10%, dan Aloe vera 20% pada hari ke 4, 8 dan 12.

Mean Std.

Deviation Sig.

(2-tailed) Keterangan Pair 1 NaCl hari ke 4 122,86 75,36

,960

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

NaCl hari ke 8 119,46 42,08 Pair 2 NaCl hari ke 4 122,86 75,36

,660

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

NaCl hari ke 12 87,57 44,57 Pair 3 NaCl hari ke 8 119,46 42,08

,368

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

NaCl hari ke 12 87,57 44,57 Pair 4 SSD hari ke 4 51,44 27,39

,279

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

SSD hari ke 8 96,45 64,97 Pair 5 SSD hari ke 4 51,44 27,39

,051

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

SSD hari ke 12 120,57 11,66

Pair 6 SSD hari ke 8 96,45 64,97 ,627

(37)

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

SSD hari ke 12 120,57 11,66

Pair 7 AV10 hari ke 4 95,13 20,51

,076

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

AV10 hari ke 8 139,13 2,53 Pair 8 AV10 hari ke 4 95,13 20,51

,034

Terdapat perbedaan yang bermakna.

AV10 hari ke 12 149,42 8,03 Pair 9 AV10 hari ke 8 139,13 2,53

,320

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

AV10 hari ke 12 149,42 8,03 Pair 10 AV20 hari ke 4 68,25 28,53

,930

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

AV20 hari ke 8 118,71 5,95 Pair 11 AV20 hari ke 4 68,25 28,53

,218

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

AV20 hari ke 12 114,20 16,68 Pair 12 AV20 hari ke 8 118,71 5,95

,678

Tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

AV20 hari ke 12 114,20 16,68

Tabel 5.28 menunjukkan bahwa kelompok NaCl 0,9%, Silver Suphadiazine 1%, Aloe vera 20% pada hari ke 4, 8 dan 12 tidak terdapat perbedaan yang bermakna, sedangkan Aloe vera 10% hari ke 4 dan 12 terdapat perbedaan yang bermakna.

2.1.8. Jumlah Fibroblas Pada Perawatan Luka Bakar Derajat II Antara Menggunakan NaCl 0,9% Dan Silver Sulfadiazine 1% Dengan Gel Aloe Vera Pada Tikus Galur Wistar (Ratus Norvegicus)

5.8.1.1.1 Identifikasi Jumlah fibroblas pada tikus galur wistar dengan luka bakar derajat II yang diberikan NaCl 0,9% pada hari ke 4, 8, dan 12.

Hari Jumlah fibroblas (per lapang pandang)

4

12,9

24,7 32,2

Fibroblas

(38)

8

40,1

38,6 42,3

12

53,2 33,5 33,8

Gambar 5.18. Jumlah fibroblaspada Tikus Galur Wistar yang diberikan perawatan dengan menggunakan NaCl 0,9% pada hari ke 4, 8, dan 12.

Identifikasi jumlah fibroblas pada tikus galur wistar dengan luka bakar derajat II yang diberikan Silver Sulfadiazine 1% pada hari ke 4, 8, dan 12.

Hari Jumlah fibroblas (per lapang pandang)

4

39,6 22,3 33,3

8

36,4 41,5 36,8

(39)

12

37,4 47 36,9

Gambar 5.19. Jumlah fibroblaspada Tikus Galur Wistar yang diberikan perawatan dengan menggunakan Silver Sulfadiazine 1% pada hari ke 4, 8, dan 12.

Identifikasi jumlah fibroblas pada tikus galur wistar dengan luka bakar derajat II yang diberikan Aloe vera 10%pada hari ke 4, 8, dan 12.

Hari Jumlah fibroblas (per lapang pandang)

4

36,3 21,1 32,7

8

45,5

46,6 36,6

12

42,9

42,7

43,8

Fibroblas Fibroblas

(40)

Gambar 5.20. Jumlah fibroblaspada Tikus Galur Wistar yang diberikan perawatan dengan menggunakan Aloe vera 10%pada hari ke 4, 8, dan 12.

IdentifikasiJumlah fibroblas pada tikus galur wistar dengan luka bakar derajat II yang diberikan Aloe vera 20%pada hari ke 4, 8, dan 12.

Hari Jumlah fibroblas (per lapang pandang)

4

24,7 39

27,3

8

37,1 25,9

39,3 12

31,1 27,4

42,1

(41)

Gambar 5.21. Jumlah fibroblaspada Tikus Galur Wistar yang diberikan perawatan dengan menggunakan Aloe vera 20%pada hari ke 4, 8, dan 12.

Analisis perbedaan jumlah fibroblas tikus galur wistar antara yang diberikan perawatan menggunakan NaCl 0,9%, Silver Sulfadiazine 1%, Aloe vera 10%, dan Aloe vera 20% pada hari ke 4, 8 dan 12.

NS SSD AV 1 AV 2

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00

Hasil Pengukuran Jumlah Fibroblas Pada Jaringan Melalui Pewarnaan HE Pada Hari Ke 4, 8, Dan 12

JUMLAH

Gambar 5.22. Diagram hasil pemeriksaan Jumlah fibroblas tikus galur wistar antara yang diberikan perawatan menggunakan NaCl 0,9%, Silver Sulfadiazine 1%, Aloe vera 10%, dan Aloe vera 20% pada hari ke 4, 8 dan 12.

(42)

Diagram 4.4 menunjukan bahwa kelompok tikus galur wistar yang diberikan perawatan menggunakan Aloe vera 10% mempunyai jumlah fibroblas yang paling tinggi.

Tabel 5.30 Hasil analisis perbedaan Jumlah fibroblas pada pemeriksaansetelah dilakukan perawatan antara yang menggunakan NaCl 0,9%, Silver Sulfadiazine 1%, Aloe vera 10%, dan Aloe vera 20% pada hari ke 4, 8 dan 12.

Mean Std. Deviation Sig. (2-tailed)

Pair 1 NACL hari ke 4 23,30 9,76 ,082

NaCl hari ke 8

40,33 1,86

Pair 2 NaCl hari ke 4 23,30 9,76 ,254

NaCl hari ke 12

40,17 8,79

Pair 3 NACL hari ke 8 40,33 1,86 ,978

NaCl hari ke 12

40,17 8,79

Pair 4 SSD hari ke 4 31,73 8,76 ,350

SSD hari ke 8

38,37 1,50

Pair 5 SSD hari ke 4 31,73 8,76 ,399

SSD hari ke 12 40,43 5,69

Pair 6 SSD hari ke 8 38,37 1,50 ,602

SSD hari ke 12 40,43 5,69

Pair 7 AV10 hari ke 4 30,03 7,94 ,188

AV10 hari ke 8

42,97 5,55

Pair 8 AV10 hari ke 4 30,03 7,94 ,098

AV10 hari ke 12

43,13 0,59

Pair 9 AV10 hari ke 8 42,97 5,55 ,967

AV10 hari ke 12

43,13 0,59

Pair 10 AV20 hari ke 4 30,33 7,62 ,699

AV20 hari ke 8

34,10 7,19

Pair 11 AV20 hari ke 4 30,33 7,62 ,721

AV20 hari ke 12

33,53 7,65

Pair 12 AV20 hari ke 8 34,10 7,19 ,855

AV20 hari ke 12 33,53 7,65

Tabel 5.30 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada jumlah fibroblas pada kelompok NaCl 0,9%, Silver Suphadiazine 1%, Aloe vera 20% pada hari ke 4, 8 dan 12.

(43)

5.1.8. Hasil Screening Morfologi dan Fitokimia Lidah Buaya

Berdasarkan screening morfologi yang dilakukan di LIPI Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi didapatkan hasil species Lidah buaya yang digunakan oleh peneliti yaitu Aloe vera (L) webb. Hasil morfologi terlampir.

Tabel 5.31 Hasil screening fitokimia Aloe vera.

Kandungan Keterangan

Terpenoid Mengandung terpenoid jenis triterpenoid, ditunjukkan dengan adanya perubahan warna larutan menjadi jingga kecoklatan

Tanin Ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi kuning kecoklatan

Saponin Ditunjukkan dengan adanya busa permanen

Vitamin C Ditunjukkan dengan adanya endapan dalam larutan berwarna hijau kekuningan

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas dan Licthman. 2009. Basic Immunologi Function and Disorder. China:

Elsevier

Adnan, N.F 2007. Tampilan Anak Tikus (Rattus novergicus) Dari Induk Yang Diberi Bovin Somatotroprin (Bst) Pada Awal Kebuntingan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Intitusi Pertanian Bogor.

Christina, dkk. 2015. Peran Monosit (Makrofag) pada Proses Angiogenesis dan Fibrosis. Seminar Nasional Cendekiawan, 2015, ISSN: 2460-8696.

Dahlia, FM Delly. 2014. Pemberian Ekstrak Teh Putih (Camellia sinensis) Oral Mencegah Dislipidemia pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar yang Diberi Diet Tinggi Lemak. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar.

Fadhilah, dkk. 2013. Efektivitas Lidah Buaya (Aloe Vera) Di Dalam Mereduksi Formalin Pada Fillet Ikan Bandeng (Chanos Chanos Forsk) Selama Penyimpanan Suhu Dingin. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 2013, Volume 2, Nomor 3, Halaman 21-30.

Febram, dkk. 2010. Aktivitas Sediaan Salep Ekstrak Batang Pohon Pisang Ambon (Musa Paradisiaca Var Sapientum) Dalam Proses Persembuhan Luka Pada Mencit (Mus Musculus Albinus).Majalah Obat Tradisional, 2010, 15(3), 121- 137.

Furnawanthi, I. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Ghodekar, dkk. 2012. Development and Characterization of Silver Sulfadiazine Emulgel for Topikal Drug Delivery. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 2012, Vol 4 Issue 4, ISSN: 0975-4491.

Grace dan Borley. 2007. At A Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga

Hidayat, dkk. 2014. Five Years Retrospective Study Of Burns In Dr Soetomo General Hospital Surabaya. Folia Medica Indonesia, 2014, Vol 50 No 2: 123- 130.

Hidayat, R.Syamsul dan Napitulu. 2015. Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta: AgriFlo.

(45)

Hidayat, Taufiq Sakti Noer. 2013. Peran Topikal Ekstrak Gel Aloe vera pada Penyembuhan Luka Bakar Derajat Dalam pada Tikus. Karya Akhir. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

Majid, A., & Prayogi, A.S. 2013. Buku Pintar Perawatan Pasien Luka Bakar.

Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Miksusanti. 2010. Proliferasi Sel Limfosit Secara In Vitro oleh Minyak Atsiri Temu Kunci dan Film Edibel Anti Bakteri. Sumatera Selatan: Universitas Sriwijaya.

Nurdiana, dkk. 2008. Perbedaan Kecepatan Penyembuhan Luka Bakar Derajat II Antara Perawatan Luka Menggunakan Virgin Coconut Oil (Cocos Nucifera) Dan Normal Salin Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Strain Wistar.

Peck, Michael D. 2011. Epidemiology of Burns throughout the World. Part I:

Distribution and Risk Factors. Burn, 2011, 37: 1087-1100.

Riastina, Riana. 2016. Pengaruh Pemberian Simplisia Lidah Buaya (Aloe vera) terhadap Differensial Leukosit dan Jumlah Eritrosit pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Scemon, dan Elston. 2009. Nurse to Nurse Wound Care. United States: Mc Graw Hill

Setiadi. 2013. Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Ed. 2.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sjamsuhidajat. 2012. Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C, & Bare, B.G. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol 3.

Jakarta: Buku kedokteran EGC

Sulistiawati. 2011. Pemberian Ekstrak Daun Lidah Buaya (Aloe Vera) Konsentrasi 75% lebih Menurunkan Jumlah Makrofag daripada Konsentrasi 50% dan 25% pada Radang Mukosa Mulut Tikus Putih Jantan. Denpasar:

Universitas Udayana.

Sulistyani, dkk. 2016. Aktivitas Antibakteri Infusa Daun Lidah Buaya. Jurnal Penelitian Saintek, 2016, Vol. 21, Nomor 2.

Susanti, dkk. 2012. Aktivitas Reactive Oxygen Species Makrofag Akibat Stimulasi Gel Lidah Buaya pada Infeksi Salmonella typhimurium. Jurnal MIPA, 2012, 35(1).

Verma, dan Sharrif. 2011. Aloe vera Their Chemicals Composition and Applications: A Review. Int Journal Biomed Res, 2011, 2(1): 466-471.

(46)

Wibowo, Tjues Aryo Agung. 2009. Efek Diet Rumput Laut Euchema sp.

Terhadap Jumlah Monosit Tikus Wistar yang Disuntik Aloksan. Laporan Akhir Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Gambar

Gambar 2.1.   Gambaran Mikroskopis dan Makroskopis Luka Bakar  Berdasarkan Klasifikasi Luka Bakar
Tabel 2.1.  Karakteristik Luka Bakar menurut Kedalamannya
Gambar 2.2. Fase Proses Penyembuhan Luka Secara Primer   (Dokumentasi Pribadi-Buku Robbins Edisi 7 Volume 1.Hal 83).
Tabel  2.2. Fase Proses Penyembuhan Luka
+7

Referensi

Dokumen terkait

1 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan Berdasarkan Hasil Penelitian Hubungan Mobilisasi Dini Terhadap Proses Penyembuhan Luka Pada Pasien Post Op Sc Di Rsud Mardy

Penyembuhan Luka BAIK CUKUP KURANG Personal Hygiene BAIK CUKUP KURANG Keterangan: : Diteliti : Tidak diteliti 6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyembuhan Luka: Fase Penyembuhan

Luka yang Sukar Sembuh Penyebab luka yang sukar sembuh adalah: 1 infeksi yang hebat, kuman, atau jamur yang mudah tumbuh pada kondisi gula darah yang tinggi; 2 kerusakan dinding

7 Jaringan Granulasi Kulit Utuh 100% Jaringan Granulasi 50% Jaringan Granulasi 25% Jaringan Granulasi Tidak Ada Granulasi 5 4 3 2 1 Jumlah Skor Kesimpulan: Skor 21-26 = Luka Baik

3.2 Kerangka Kerja Gambar 3.2 Kerangka kerja gambaran makroskopis penyembuhan luka sayat setelah dilakukan perawatan menggunakan gel Aloe vera secara topikal pada tikus putih Rattus

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Fase Penyembuhan Luka ...13 Tabel 2.2 Penyembuhan Luka ...14 Tabel 3.1 Definisi Operasional ...29 Tabel 3.2.Intensitas Nilai dari Korealasi Spearmen Range

Keterangaan : = Diteliti =Tidak diteliti Gambaran Makroskopis Luka bakar derajat II yang dilihat dari : Warnaluka Luas luka cm Ada atau tidaknya eksudat PUS Usia Nutrisi Infeksi

1 Mencuci luka terlebih dahulu dengan kapas yang dibasahi NaCl 0,9% atau kapas lembab yang telah dibasahi air matang yang telah dingin 2 Mengeringkan luka dengan kassa kering steril 3