PENDAHULUAN…
Latar Belakang
5Kejahatan Barda Nawawi Arief Mayantara (Perkembangan Cybercrime di Indonesia), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hal. 11Syahriman Jayadi, “Kebijakan Hukum Pidana dalam Cyber Crime Bidang Pornografi Anak (CyberChild Pornography) di Indonesia”, dalam Jurnal Reformasi Hukum, Volume 6, Nomor 2, Oktober 2016, hal.
Perumusan Masalah
Berdasarkan argumentasi di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk tesis yang berjudul “KEBIJAKAN PIDANA TANGGUNG JAWAB PIDANA PADA ANAK KORBAN KONTEN PORNOGRAFI (Studi Oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Medan)”.
Tujuan Penelitian
Mengkaji kebijakan pidana terhadap anak korban konten pornografi di unit PPA Polrestabes Medan.
Manfaat Penelitian
Keaslian Penelitian
Tesis ini membahas permasalahan pokok terkait bentuk kebijakan penanggulangan kejahatan (criminal policy) yang dapat diterapkan pada tindak pidana pornografi di dunia maya (cyberporn), prospek bentuk kebijakan pidana terhadap kejahatan cyberporn dalam KUHP di masa depan, serta implikasi keberadaan KUHP terhadap undang-undang lain dalam pengaturan tindak pidana pornografi dunia maya. Keberadaan KUHP di masa mendatang dapat berimplikasi pada undang-undang lain dalam pengaturan kejahatan cyberporn berupa tumpang tindih antara KUHP dengan berbagai undang-undang, namun masalah ini dapat diselesaikan dengan mencabut sebagian atau seluruh ketentuan tersebut. hukum di luar KUHP atau dengan seenaknya menerapkan asas “lex specialis derogat legi generalis”.
Kerangka Teori dan Konsep
- Kerangka teori
- Kerangka konsep
Konsep negara hukum (rechtstaats) di Indonesia harus sejalan dengan nilai-nilai yang tercermin dalam Pancasila. Penggunaan hukum pidana dalam pengaturan masyarakat (melalui peraturan perundang-undangan) pada hakekatnya merupakan bagian dari suatu kebijakan.
Metode Penelitian
- Spesifikasi penelitian
- Metode pendekatan
- Jenis data
- Lokasi penelitian
- Analisis data
Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau menyediakan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, muatan. Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik orang lain dengan cara apapun untuk tujuan memperoleh informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik; melanggar, menerobos, melebihi atau melanggar sistem keamanan. Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, mentransmisikan, menghancurkan, menghapus, memindahkan, menyembunyikan informasi elektronik dan/atau.
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen yang mempunyai muatan yang melanggar kesusilaan”. Dalam Pasal 37 UU Pornografi terdapat ketentuan terkait larangan perbuatan yang melibatkan anak dalam kegiatan dan/atau sebagai obyek kejahatan pornografi. Isi restitusi anak korban tindak pidana (Pasal 3) berupa: a) penggantian kerugian harta benda; b) kompensasi atas penderitaan akibat kejahatan; . dan/atau c) penggantian biaya medis dan/atau psikologis.
Sistematika Pembahasan
PERSPEKTIF UU ITE, UU PORNOGRAFI, DAN UU
Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana dalam
Cybervandalism, yaitu penggunaan teknologi komputer untuk membuat program yang mengganggu proses transmisi elektronik dan merusak data komputer. Dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum penyadapan atau penyadapan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik pada Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik tidak menyebabkan perubahan atau menyebabkan perubahan, penghilangan dan/atau gangguan Elektronik Informasi dan/atau Dokumen Elektronik yang dikirimkan. dokumen elektronik milik orang lain atau milik umum; memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ke Sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak; mengubah, menambah, mengurangi, mentransmisikan, merusak, menghapus, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik umum, sehingga Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia dapat diakses oleh umum dari integritas data yang tidak sebagaimana mestinya; .. dan setiap tindakan yang mengakibatkan terganggunya Sistem Elektronik dan/atau menyebabkan Sistem Elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya. e) Kelompok V (Pasal 50.
Barang Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik atau milik umum milik orang lain ditujukan untuk Komputer dan/atau Sistem Elektronik, serta Informasi Elektronik Pemerintah dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau digunakan untuk pelayanan publik.
Perspektif UU ITE, UU Pornografi dan UU Perlindungan
- Perspektif UU ITE terhadap adanya konten pornografi
- Perspektif UU Pornografi terhadap adanya konten
- Perspektif UU Perlindungan Anak terhadap adanya
Dengan penafsiran KUHP secara sistematis (sebagai ketentuan umum), dapat dilihat bahwa ketentuan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik melarang dilakukannya kegiatan yang melanggar norma kesusilaan menjadi dengan media elektronik. Delik asusila dalam pengertian di sini adalah perbuatan yang melanggar kesusilaan yang jenis dan bentuk delik serta sanksinya diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUHP. Ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan KUHP sengaja dibentuk oleh pembuat undang-undang.
Heru Sujamawardi, “Analisis Hukum Pasal 27(1) UU No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” dalam Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi, Volume 9, Edisi 2 , April 2018, hlm. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi pada Bab I Ketentuan Umum Pasal I Ayat I, yang dimaksud dengan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, suara, gambar bergerak, animasi. , kartun, percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau penampilan publik, yang mengandung kecabulan atau eksploitasi seksual yang bertentangan dengan standar kesusilaan dalam masyarakat. Undang-Undang Pornografi (UUP) tidak membatasi pengertian kejahatan pornografi, tetapi UUP hanya memuat batasan-batasan pornografi dan mendefinisikan bentuk-bentuk kejahatan pornografi.
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU TINDAK PIDANA
Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pornografi Yang Melibatkan
Pertanggungjawaban pidana pelaku kejahatan terhadap anak yang menjadi korban konten pornografi berdasarkan UU ITE, UU Pornografi dan UU Perlindungan Anak. 129Erinda Sinaga, “Tinjauan tentang pertanggungjawaban pelaku kejahatan pornografi sesuai dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi', dalam Fiat Justitia: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8, Nomor 4, Oktober-Desember 2014, hal. Dalam undang-undang no. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, semua kejahatan pornografi adalah kejahatan dolus (kesengajaan).
Dalam UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, diatur secara jelas dan tegas dalam kaitannya dengan perlindungan anak yang menjadi korban tindak pidana, khususnya pornografi, hal ini tertuang dalam Bab III Tentang Perlindungan Anak. Sedangkan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana terhadap anak korban konten pornografi sesuai dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, semua kejahatan pornografi adalah kejahatan dolus (kesengajaan). Adami Chazawi, 2009, Tindak Pidana Pornografi (Serangan terhadap kepentingan hukum terkait dengan pemeliharaan tata kehidupan moral dan etika yang menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan kemanusiaan yang adil dan beradab), Surabaya: CV.
Erinda Sinaga, “Tinjauan Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Pornografi Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi”, dalam Fiat Justitia: Jurnal Ilmu Hukum, Volume 8, Nomor 4 Oktober-Desember 2014. Wijaya, Irawan Adi, “Pemberian Restitusi sebagai hak perlindungan korban kejahatan”, dalam Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi, Volume 6, Nomor 2, 2018.
KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP ANAK YANG
Kebijakan Hukum Pidana Anak Sebagai Korban
Peran dan Fungsi Unit PPA Polrestabes Medan dalam
Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) bukanlah unit baru dalam organisasi Polri, dimana unit ini sebelumnya bernama Unit Rendawan (Pemuda, Pemuda dan Wanita) di bawah bendera fungsi Binmas (Bina Lingkungan dan sekarang bernama Binamitra). dan kemudian menjadi unit khusus dibawah Fungsi Reserse Kriminal yang disebut unit RPK (Ruang Pelayanan Khusus) yang khusus disini. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) merupakan salah satu wahana pelayanan perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang mencegah, memberikan dan memberikan layanan bagi korban kejahatan kekerasan. Unit PPA bertugas memberikan pelayanan, berupa perlindungan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap pelakunya.
Dalam melaksanakan tugasnya, unit PPA menyelenggarakan fungsi: (1) Pemberian pelayanan dan perlindungan hukum; (2) Eksekusi dan penyidikan tindak pidana. 151 Yulia Nova, “Pelaksanaan Pelayanan Kasus Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan Polres Padang Pariaman,” dalam JOM FISIP Universitas Riau, Pekanbaru, Volume 4, Nomor 1, Februari 2017, hal.3. . D. di tingkat Polres sampai dengan Bareskrim Polres; d) Pasal 7. 1) Panitia Perlindungan bertanggung jawab atas perlindungan perempuan dan anak korban kejahatan. Dalam menjalankan tugasnya, Satker PPA wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik antar unit organisasi di lingkungan kepolisian maupun dengan unit organisasi lain yang terkait dengan tugasnya.
Kebijakan Kriminal yang Dilakukan oleh Unit PPA
159 Natangsa Surbakti, “Mediasi kriminal sebagai terobosan alternatif untuk melindungi hak-hak korban kejahatan”, Jurnal Ilmu Hukum, Edisi Nomor 1, Volume 14, 2011, hal. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pembinaan, Pendampingan dan Rehabilitasi Anak yang Menjadi Korban atau Pelaku Pornografi. Fauzy Marasabessy, “Restitusi bagi Korban Tindak Pidana: Sebuah Mekanisme Baru Ditawarkan”, dalam Jurnal Hukum dan Pembangunan, Volume 45 Volume 5, Nomor 1, 2015.
Josefhin Mareta, “Penerapan Keadilan Restoratif Melalui Pemenuhan Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana Anak”, i Jurnal Legislasi Indonesia, jilid 15, nomor 4, desember 2018. Natangsa Surbakti, “Straffemægling som et alternativt gennembrud for at beskytte rettighederne for Victims of Crime", Journal of Legal Studies, Edisi Nomor 1, jilid 14, 2011. Syahriman Jayadi, "Kebijakan Hukum Pidana dalam Cyber Crime di Sektor Pornografi Anak (Cyber Child Pornography) di Indonesia", dalam Law Reform Journal, jilid 6, nomor 2, oktober 2016.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan …
Sedangkan perspektif UU ITE mengenai adanya konten pornografi yang melibatkan anak-anak melanggar pasal 27 ayat (1) UU ITE karena turut serta menyebarluaskan konten pornografi agar dapat dilihat melalui masyarakat luas. Sedangkan kebijakan pidana yang dilakukan oleh unit PPA Polrestabes Medan dalam menangani kasus anak korban konten pornografi adalah dengan melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pembinaan, Pendampingan dan Rehabilitasi Anak yang Menjadi Korban atau Pelaku Pornografi yaitu mengembalikan hak anak korban.
Saran
Notonagoro, “Pembukaan UUD 1945 (Azas Pokok-Pokok Dasar Negara Indonesia” dalam Filsafat Dasar Negara Pancasila, Jakarta: Pantjuran Tudjuh, Cetakan Keempat, t.t. Bernard Arief Sidharta (2), “Studi Filsafat Negara of Law”, dalam Jentera Law Journal, Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Edisi 3 Tahun II, November 2004. Heru Sujamawardi, “Analisis Hukum Pasal 27(1) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, dalam Dialogia Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis dan Investasi, Volume 9, Nomor 2, April 2018.
Mahsun Ismail, “Cyberpornography Criminal Law Policy Against Victim Protection”, dalam HES: Journal of Sharia Economic Law, Volume I, Nommer 2, Oktober 2018. Shofiyul Fuad Hakiki, “Exploitation of Child Services Volgens Wet Nommer 23 van 2002 en Hukum Pidana Islam ', dalam Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam, Volume 2, Nomor 1, 2017. Titik Suharti, “Tujuan Hukuman dalam UU Pornografi”, dalam Jurnal Perspektif, Volume XVI, Nomor 2, 2012 April-uitgawe.