Pasal 372 KUHPidana (wetboek van strafrecht) berbunyi:
“Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900.“
Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 374 KUHP (Wetboek van Strafrecht) tentang Penggelapan dalam Jabatan adalah:
1. Barangsiapa;
2. Dengan Sengaja;
3. Memiliki barang sesuatu secara Melawan Hukum;
5. Seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain;
6. Ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
1. Unsur Barangsiapa;
Mr. Drs. H.J. Van Schravensijk, berpendapat mengenai unsur barang siapa sebagai berikut:
“Barang siapa mengerdjakan suatu perbuatan, jang tidak dapat ditanggungkan kepadanja karena kurang sempurna ‘akalnja atau karena sakit berubah’ akal, tidak boleh dihukum.”
(Mr. Drs. H.J. Van Schravensijk, Buku Peladjaran Tentang Hukum Pidana Indonesia, J.B. WOLTERS, Djakarta-Groningen, 1956, hlm. 138)
Berdasarkan penjelasan mengenai teori pidana sebagaimana diuraikan di atas, serta fakta-fakta yang kami peroleh, dalam kasus ini, yang diduga melakukan tindak pidana adalah Bapak S. Dengan demikian dalam kasus ini, unsur “Barangsiapa” telah terpenuhi.
2. Unsur Dengan Sengaja;
Ada dua teori berkaitan dengan kesengajaan atau opzettelijk, pertama, teori kehendak atau wilstheorie ya ng dianut oleh Simons, dan kedua teori pengetahuan atau voorstellingstheorie yang antara lain dianut oleh Hammel. Berkaitan dengan hal ini P.A.F. Lamintang berpendapat:
”Kiranya sudah jelas bagi para pembaca, bahwa inti pengertian dengan sengaja atau opzet itu ialah
’willens en wetens’ atau menghendaki dan mengetahui. Karena yang dapat ’gewild’ (dikehendaki) atau yang dapat ’beoogt’ itu hanyalah perbuatan-perbuatan sedang keadaan-keadaan itu hanya dapat
’geweten’ atau diketahui, maka untuk dapat menyatakan seorang pelaku telah memenuhi unsur kesengajaan atau ’opzet’ sebagaimana dimaksud di atas itu...”
(P.A.F. Lamintang, SH., Delik-delik Khusus: Kejahatan-kejahatan Terhadap Harta Kekayaan, PT. Sinar Baru, bandung, 1989, hlm. 2-3.)
Bahwa, pada tanggal 15 Juni 2011, Bapak S mengirimkan e-mail lembaran yang bartanda tangan beliau dalam “Surat Perjanjian Sewa Alat dan Surat Kesepakatan”;
Terlapor Bapak S menggunakan kekuasaannya atas 12 Unit Truk Tronton untuk keperluan lain daripada yang telah ditentukan, yaitu sebagaimana telah diatur dalam “Perjanjian Sewa Alat & Angkutan Penambangan”, dan PT. DPA tidak pernah menerima pemasukkan atas tindakan melawan hukum tersebut.
3. Unsur Memiliki Barang Sesuatu Secara Melawan Hukum;
Terkait dengan unsur memiliki suatu benda, Yurisprudensi Mahkamah Agung menyatakan :
- Unsur memiliki dalam Pasal 372 KUHPidana (wetboek van strafrecht) berarti menguasai suatu benda bertentangan dengan sifat dari hak yang dimiliki atas benda itu.
(M.A. tanggal 11-8-1959 No. 69 K/Kr/1959)
- Yang diartikan dengan kata memiliki (toeeigenen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 374 KUHPidana (wetboek van strafrecht) ialah menguasai barang bertentangan dengan hak yang dipunyai seseorang atas barang-barang tersebut (toeeigening is een “beschikken” over het goed in strijd met de aard van het recht, dat men over dat goed uitoedent) maka penggunaan uang oleh seorang pegawai negeri untuk keperluan lain (meskipun untuk itu dibuatkan bon) daripada yang telah ditentukan merupakan kejahatan termaksud dalam Pasal 374 KUHPidana (wetboek van strafrecht).
(M.A. tanggal 8-5-1957 No. 83 K/Kr/1956).
Bahwa, sebelumnya unsur “secara melawan hukum” atau wederrechtelijk di dalam Undang-undang ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil (formale wederrechtelijkheid) dan materiil (materiele wederrechtelijkheid) yakni, meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
Dalam kaitan ini, Profesor van Bemmelen van Hattum mengatakan bahwa:
“Yang dimaksud dengan melawan hukum” atau wederrechtelijk itu ialah bertentangan dengan kepatutan di dalam pergaulan masyarakat atau “in strijd met datgene wat in het maatshappelijk verkeer betamelijk is”
(Drs. P.A.F. Lamintang, SH, “Delik-delik Khusus, Kejahatan-kejahatan terhadap Harta Kekayaan”, Sinar Baru Bandung, 1989. hlm. 145)
Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juli 2006, maka unsur melawan hukum (wederrechtelijk) hanya mencakup perbuatan melawan hukum (wederrechtelijk) dalam arti materiil yakni, suatu perbuatan baru dapat dipidana jika diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan kasus ini, fakta-fakta yang ditemukan adalah bahwa AMC dan “CV DPA”
menandatangani Perjanjian yang intinya adalah mengenai kepemilikan alat-alat berat. Para pihak sepakat bahwa alat-alat berat dimiliki oleh AMC, walaupun pembelian dibuat oleh CV DPA seperti yang tercatat pada Pasal 3 Perjanjian (Memorandum of Agreement, tanggal XX Oktober 2010);
Bahwa, pada tanggal 25 Mei 2011, dilakukan Rapat Umum Direktur 2 di Aryaduta Business Centre, yang dihadiri oleh: Dari Pihak AMC; Sedangkan dari Pihak Bapak S; Adapun butir-butir kesepakatan adalah sebagai berikut: ). Operasi dihentikan dan karyawan dianggurkan; b). AMC bertanggungjawab untuk memindahkan alat-alat dan tronton; c). AMC bertanggungjawab membayar cicilan kredit alat berat dan tronton selama berada dalam pengelolaan AMC; d). Verifikasi potensial lahan akan dilakukan;
e). Bapak Sahnan akan mencari dana pinjaman untuk menyelesaikan hutang-hutang dengan jaminan batubara yang akan dijual;
Bahwa, pada tanggal XX Juni 2011, Tim AMC ke Banjarmasin untuk mengurus demobilisasi alat berat dan tronton;
Bahwa, pada tanggal XX Juni 2011, AMC mengirimkan e-mail “Surat Perjanjian Sewa Alat dan Surat Kesepakatan” kepada Bapak S;
Bahwa, pada tanggal XX Juni 2011, AMC mengirimkan e-mail memohon diberikan persetujuan untuk memindahkan alat dengan segera, supaya tidak menghambat pembayaran kredit/cicilan;
Bahwa, pada tanggal yang sama, Bapak S mengusulkan agar alat dipindahkan setelah tanggal 13 Juni 2011 dikarenakan masih dipakai untuk aktivitas hauling batubara;
Bahwa, pada tanggal 10-11 Juni 2011, Tim AMC berangkat dari Banjarmasin-Kalimantan Selatan menuju Hotel PP di Surabaya untuk diskusi tentang Surat Perjanjian Sewa Alat dan Juga Surat Kesepakatan.
Dimana menurut “Perjanjian Sewa Alat & Angkutan Penambangan” tersebut, AMC menyewa XX Unit Ekscavator, X Unit Dozer, serta XX Unit Truk Tronton dari PT. DPA;
Berdasarkan penjelasan mengenai teori pidana sebagaimana diuraikan di atas, serta fakta-fakta yang kami peroleh Terlapor Bapak S menggunakan kekuasaannya atas XX Unit Truk Tronton untuk keperluan lain daripada yang telah ditentukan, yaitu sebagaimana telah diatur dalam “Perjanjian Sewa Alat &
Angkutan Penambangan”, dan PT. DPA tidak pernah menerima pemasukkan atas tindakan melawan hukum tersebut.
Dengan demikian, “Unsur Memiliki Barang Sesuatu Secara Melawan Hukum” dalam kasus ini terpenuhi.
4. Unsur Seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain;
Bahwa, pada tanggal 28 Oktober 2010, AMC dan Bapak Sahnan menandatangani perjanjian jual beli saham “PT. DPA” dengan komposisi saham sebagai berikut: a). H. S: 43 %; b). H. SA: 6,5 %; c). AMC : 5 0 %. Inti Utama perjanjian ini adalah: a). Bahwa, PT. DPA diberi hak eksklusif oleh PT. BX untuk beroperasi dan menjual batubara dari konsesi PT. BX. Total keluasan konsesi PT. BX adalah seluas 2.696 Ha; b). Bahwa, Semua informasi yang diberikan oleh Bapak S adalah tepat dan benar; c). PT. DPA tidak tertanggung hutang atau tuntutan lain selain yang telah diinformasikan;
Pasal 3 Memorandum of Agreement tertanggal 28 Oktober 2010 antara AMC dengan CV. DPA Perihal: “ Pemilikan Alat-alat Berat”, pada angka 3.1. berbunyi sebagai berikut: “Berasaskan kepada pembayaran yang terurai di bawah dari AMC kepada perusahaan-perusahaan penjual Alat-alat berat, AMC akan memegang seratus persen (100%) pemilikan alat-alat berat setelah ditolak jumlah yang harus dibayar kepada perusahaan perusahaan leasing.”
Bahwa, pada tanggal 01 Februari 2011, AMC dan Bapak S menandatangani surat kesepahaman mengenai: 1). Pembayaran pembelian saham sudah lunas; 2). Persetujuan AMC untuk memberi pinjaman kepada PT. DPA sebesar Rp. XX Miliar; 3). Memberi kuasa hukum kepemilikan atas alat-alat berat kepada PT. DPA yang dibeli oleh CV DPA yang didanai oleh AMC; 4). AMC sebagai pemegang saham dalam PT. DPA akan memastikan pembayaran kredit untuk alat-alat berat setiap bulan ke rekening CV DPA;
Bahwa, terkait dengan XX Unit Ekscavator, X Unit Dozer, serta XX Unit Truk Tronton sebagaimana dimaksud di atas, AMC adalah selaku pemilik saham 50% (lima puluh per seratus) dari PT. DPA; dan juga terdapat klausul yang mengatur dalam Pasal XX Memorandum of Agreement tertanggal XX Oktober 2010 antara AMC dengan CV. DPA Perihal: “Pemilikan Alat-alat Berat”, pada angka 3.1. Dengan demikian, sebagian kepemilikan atas unit-unit tersebut di atas adalah kepunyaan AMC.
Dengan demikian, unsur “Seluruhnya atau sebahagian adalah kepunyaan orang lain” terpenuhi.
5. Unsur ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Bahwa, berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh, terkait dengan XX Unit Ekscavator, X Unit Dozer, serta XX Unit Truk Tronton sebagaimana dimaksud di atas, berada dalam kekuasaan Terlapor Bapak Sahnan adalah selaku Direktur Utama PT. DPA. Sehingga unit alat-alat berat tersebut terdapat pada penguasaan Bapak Sahnan karena jabatan/kewenangan yang diberikan kepadanya dan bukan karena kejahatan.
Dengan demikian, unsur “ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah” telah terpenuhi.
Bahwa, berdasarkan uraian tersebut di atas, maka unsur-unsur pasal ini telah terpenuhi.
• Pasal 374 KUHPidana (Wetboek van Strafrecht) berbunyi sebagai berikut:
“Penggelapan yang dilakukan oleh orang atas benda yang berada dibawah kekuasaannya karena hubungan kerja pribadinya, karena mata pencahariannya atau karena mendapat upah, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.”
Bahwa, Pasal 374 KUHPidana (Wetboek van Strafrecht) ini merupakan pemberatan dari Pasal 372 KUHP (Wetboek van Strafrecht), yaitu penggelapan dalam bentuk umum. Pemberatan-pemberatan tersebut antara lain karena:
a. Terdakwa diserahi menyimpan barang yang digelapkan itu karena hubungan pekerjaannya (persoonlijke dienstbetrekking)
Bahwa, Hoge Raad menjelaskan sebagai berikut:
“Yang dimaksud dengan hubungan kerja pribadi adalah hubungan kerja yang timbul karena perjanjian kerja, antara lain dengan pengurus perseroan terbatas.”
(H.R. 23 Desember 1907, W. 8637; 16 Februari 1942, 1942 No. 670) Pengertian “hubungan kerja pribadi” menurut Adam Chazawi adalah:
“Yang dimaksud dengan hubungan kerja ini adalah hubungan pekerjaan yang bukan hubungan kepegawaian negeri (ambt), akan tetapi berupa hubungan pekerjaan antara seseorang buruh dengan majikan atau seorang karyawan atau pelayan dengan majikannya.”
(Adam Chazawi, Hukum Pidana III, Malang, 1982, hal. 23) Menurut P.A.F. Lamintang:
“Benda yang dikuasai seseorang dalam “hubungan kerja pribadi” itu adalah misalnya uang belanja yang dikuasai seorang pembantu rumah tangga yang diperintahkan oleh majikannya untuk berbelanja ke pasar.”
(P.A.F. Lamintang, “Hukum Pidana Indonesia”, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 159) b. Terdakwa menyimpan barang itu karena mata pencahariannya (beroep) Menurut Adam Chazawi:
“Yang diartikan dengan mata pencaharian (beroep) ini adalah suatu pekerjaan atau mata pencaharian atau jabatan yang tertentu dimana seseorang itu melakukan pekerjaannya itu secara terbatas dan tertentu.”
(Adam Chazawi, Hukum Pidana III,... Malang, 1982, hal. 26) Menurut P.A.F. Lamintang:
“Benda yang dikuasai seseorang “karena mata pencahariannya” itu adalah uang perusahaan yang dikuasai oleh seorang kassier yang bekerja pada perusahaan tersebut.”
(P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 159) c. Karena mendapat upah
Menurut Adam Chazawi:
“Maksudnya mendapat upah khusus untuk itu, ialah ia mendapat upah tertentu berhubung dengan ia mendapat kepercayaan disertai sesuatu benda itu.”
(Adam Chazawi, Hukum Pidana III, ...., Malang, 1982, hal. 26-27) Menurut P.A.F. Lamintang:
“Benda yang dikuasai oleh seseorang “karena mendapat upah” adalah misalnya sebuah sepeda motor yang dikuasai oleh penjaga kendaraan yang memperoleh imbalan jasa karena menjaga sepeda motor tersebut.”
(P.A.F. Lamintang, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru, Bandung, 1983, hal. 159)
Bahwa, berdasarkan uraian unsur Pasal 372 KUHPidana (Wetboek van Strafrecht) tersebut di atas, perbuatan Bapak Sahnan terlihat memenuhi seluruh unsur pasal tersebut, dan karena Bapak S adalah Dirut PT. DPA, serta perbuatan tersebut dilakukan oleh Bapak S selama menjabat sebagai Dirut PT.
DPA, maka tindak pidana yang dilakukan oleh Bapak S tersebut dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Dalam hubungannya dengan hal ini berikut dikutip Yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyebutkan :
“Pasal 374 KUHPidana, hanyalah pemberatan dari pasal 372 KUHPidana yaitu apabila dilakukan dalam hubungan jabatan, sehingga kalau pasal 374 KUHPidana dapat dibuktikan maka pasal 372 KUHPidana dengan sendirinya dapat dibuktikan juga.”
(M.A. tanggal 25-9-1975 No. 35 K/Kr/1975)