• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian hukum Islam tentang tindak pidana penggelapan bisnis komoditi CPO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian hukum Islam tentang tindak pidana penggelapan bisnis komoditi CPO"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi ini banyak terjadi kemajuan luar biasa dalam persediaan informasi dan kecepatan komunikasi dalam berbagai bidang, terutama dalam bisnis atau pemasaran yang tidak lepas dari kedua hal tersebut. Disamping itu, kemajuan tekhnologi membantu perubahan dari pemasaran yang sederhana menjadi maju.

Pada mulanya suatu badan usaha yang dibentuk oleh lebih dari satu orang tersebut merupakan kumpulan orang. Dengan menyerahkan sejumlah harta kekayaan mereka kedalam kumpulan tersebut yang menjadi badan usaha, mereka dapat melakukan usaha secara bersama-sama dengan mempergunakan harta kekayaan yang dimasukkan dalam badan usaha tersebut. Dengan penyerahan harta kekayaan tersebut, sesungguhnya orang-orang ini masih bebas untuk mempergunakan harta kekayaan tersebut, selama dan sepanjang diperlukan untuk menjalankan usaha yang telah mereka sepakati secara bersama.1

Suatu bisnis atau proyek akan memberikan berbagai manfaat atau keuntungan terutama bagi pemilik usaha. Disamping itu keuntungan dan manfaat lain dapat pula dipetik oleh berbagai pihak dengan kehadiran suatu usaha, misalnya bagi masyarakat

1

(2)

luas, baik yang terlibat langsung dalam proyek maupun yang tinggal disekitar usaha, termasuk bagi pemeritah.

Keuntungan dengan adanya kegiatan bisnis baik bagi perusahaan, pemerintah maupun masyarakat antara lain :

1. Memperoleh keuntungan keuangan. 2. Memberi peluang kerja.

3. Manfaat Ekonomi :

a. Menambah jumlah barang dan jasa. b. Meningkatkan mutu produk.

c. Meningkatkan devisa untuk Eksport. d. Menghemat devisa untuk barang Import 4. Tersedia sarana dan prasarana

5. Membuka isolasi wilayah.2

Kemudian penetapan harga harus dilakukan dengan seadil-adilnya maksudnnya adalah kompetitif yaitu ditetapkan setelah perusahaan memonitor harga yang ditetapkan pesaing. Hal ini dilakukan agar harga tidak terlalu tinggi atau sebaliknya.3

Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar

2

Kasmir dan Jakfar, Studi kelayakan Bisnis, ( PT Prenada Media, 2003 ),h.16.

3

(3)

harga yang telah dijanjikan, demikianlah rumusan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.4

Crude Palm Oil (CPO) adalah usaha jual beli dan pemasaran yang bergerak di bidang komoditi hasil bumi minyak kelapa sawit.

Peluang investasi bisnis kelapa sawit di Indonesia, yang peluang investasi untuk perluasan areal kelapa sawit diperkirakan berkisar antara 74000-117000 ha per tahun, dengan kebutuhan dana investasi berkisar antara 1.1-1.7 triliun per tahun. Dari sisi peremajaan, peluang investasi adalah berkisar antara 20.000-50.000 ha per tahun dengan kebutuhan invstasi berkisar antara Rp. 300 – Rp. 750 miliar pr tahun. Pada lima tahun terakhir, ketika Indonesia mengalami krisis multi-dimnsial dan tingkat persaingan pasar minyak nabati yang dihadapi CPO semakin ketat, laju pertumbuhan Industri CPO mulai melambat. Sebagai ilustrasi, laju perluasan areal pada periode 1991-2001.5

Hasil analisis yang dilakukan FAO (2001), Mielke (2001), dan Susila (2002) menunjukan bahwa proyek pasar CPO di pasar international relatif masih cerah. Hal ini antara lain tercermin dari sisi konsumsi yang diperkirakan masih terbuka dengan

4

Gunawan Widjaja Dan Kartini Muljadi, Jual Beli, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 7.

5

(4)

laju pertumbuhan konsumsi CPO dunia diproyeksikan mencapai skitar 3.5%-4.5% per tahun sampai dengan tahun 2005.

Malaysia dan Indonesia tetap merupakan negara pengekspor utama dengan peluang peningkatan ekspor masing-masing sekitar 3.2% dan 6.5% per tahun. Dari sudut alokasi pangsa pasar, Indonesia diperkirakan masih menguasi pasar untuk Negara-negara di beberapa Eropa Barat seperti Inggris, Italia, Belanda, dan Jerman. Malaysia lebih banyak menguasai pasar China (1.8 juta ton), India (1.7 juta ton), EU (1.5 juta ton), Pakistan (1.1 juta ton), Mesir (0.5 juta ton), dan Jepang (0.4 juta).

Harga CPO relatif sulit untuk diprediksi dengan akurasi yang tinggi. Harga cenderung fluktuatif dengan dinamika yang perubahan yang relatif sangat sangat cepat. Dengan kesulitan tersebut, maka proyeksi harga yang dilakukan lebih pada menduga kisaran harga untuk periode 2000-2005. Jika tidak ada stock dalam perdagangan dan produksi, maka harga CPO di pasar Internasional pada periode tersebut diperkirakan lebih tinggi bila dibandingkan dengan situasi harga 2001 yang dengan rata-rata sekitar US$ 265/ton, sedangkan harga CPO sampai dengan 2005 diperkirakan akan berfluktuasi sekitar US $ 350-450/ton (Susila dan Supriono 2001). Selanjutnya, untuk periode 2005-2010, laju peningkatan konsumsi diperkirakan adalah 3%-5% pertahun. Dengan laju pertumbuhan tersebut, maka konsumsi domestik pada tahun 2005 dan 2010 masing-maing adalah 3.92 juta ton dan 4.58 juta ton.6

6

(5)

Melihat dari bisnis CPO yang didalam pemasarannya terdapat beberapa tindakan penggelapan yang terselubung pada saat pendistribusian dan juga didalam pemasaran penjualan binis CPO. Didalam pendistribusian dan pemasaran, pihak-pihak yang terkait dalam kasus penggelapan bisnis CPO antara lain sopir truk tengki didalam transportasi dan pihak pengelola yang ingin memperoleh sejumlah uang. Dengan melihat keterangan dan uraian diatas maka penulis merasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji Tindak Pidana Penggelapan dalam Bisnis CPO menrurut Hukum Islam. Untuk mendapatkan jawaban diatas tersebut maka penulis melakukan penelitian pada PT Multi Business.

Perusahaan PT. Multi Business bergerak dibidang perdagangan commodity,

hasil bumi khususnya CPO (Crude Palm Oil ). Pada prinsipnya perusahaan ini didasari dengan jual beli CPO atau minyak sawit untuk pasar commodity local dan Eksport,7 maka penulis mencoba memberanikan diri untuk mengadakan penelitian terhadap persoalan ini. Adapun judul yang diajukan penulis dalam penulisan skripsi ini yaitu “Kajian Hukum Islam Tentang Tindak Pidana Penggelapan Bisnis Komoditi CPO”.

Dengan melihat karakter yang dimiliki, bisnis islami hanya akan hidup secara nyata dalam sistem dan lingkungan yang islami pula. Bila bisnis islami hidup dalam lingkungan yang non islami sebagaimana terjadi saat ini, disadari atau tidak disadari pelaku bisnis akan mudah terseret dan sukar sekali menghindari hal-hal yang dilarang

(6)

oleh agama dan hukum. Sebagai contoh Tindak Pidana Penggelapan Di Dalam Bisnis CPO.

Dalam jual beli terdapat pemasaran yang tahap perencanaannya merupakan tahap paling penting. Mengkoordinasikan tindakan agar menghindari dari tindak penggelapan didalam aktifitas-aktifitas yang tidak efisien. Maka sebuah bisnis harus merencanakan, mengkoordinasikan, dan mengontrol segala aktifitasnya secara

spesifik. Karena pemasaran merupakan upaya yang sangat membantu perusahaan

dalam berhubungan dan mempengaruhi lingkungan bisnis.

Didalam hukum perekonomian telah dikenal organisasi perusahaan yang dijalankan oleh beberapa orang. Badan hukum atau perseroan dianggap dapat melakukan perbuatan pidana ekonomi yang berdasarkan hubungan kerja atau hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan tersebut.8

Pada waktu terjadi kemerosotan dan krisis ekonomi, akan timbul masalah dalam bidang produksi dan perdagangan yang sekaligus terjadi perubahan pasar penawaran-permintaan, dan perubahan kebutuhan logistik. Dalam keadaan yang demikian itu pemerintah harus mempengaruhi jalannya proses perekonomian dengan membuat berbagai perdagangan. Peraturann perekonomian itu berupaya mengatur produksi, perdagangan, dan logistik barang-barang ekonomi yang apabila terjadi

8

(7)

pelanggaran harus diberikan sanksi yang tegas, antara lain ditegakan dengan sanksi pidana untuk mengatasi keadaan perekonomian tersebut.9

Ajaran Islam mendorong manusia untuk meningkatkan produktifitas semua sektor yang dihalalkan Allah dalam bidang perdagangan. “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil,

kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara

kamu ... QS. An – Nisaa’ : 29.

Islam bukanlah agama yang asing dengan dunia perdagangan, bahkan Rasulullah SAW adalah seorang pedangang, inilah bukti bahwa sangat menghargai kegiatan perniagaan. Islam masuk dan tersebar di Indonesia melalui perdagangan. Sehingga Yusuf Kalla sampai menyatakan bahwa “orang Islam adalah masyarakat

pedagang”. Perdagangan bebas adalah sesuatu mau tidak mau harus dihadapi umat

Islam yang terdapat aspek mu’amalah. Sikap yang baik yang harus diteladani oleh umat Islam dalam menghadapi perdagangan bebas adalah mencontoh sikap yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dalam melakukan kegiatan bisnisnya beliau meletakkan dasar-dasar moral, manajemen dan etos kerja.10

9

Bambang Poernomo SH, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan diluar Kodifikasi Hukum Pidana, h.103.

10

(8)

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari perbedaan dan menentukan persepsi tentang masalah yang dibahas, penulis menganggap perlu untuk menyajikan penulisan skripsi ini dengan membatasi tentang teori Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO yang mencakup spesifikasi dari CPO, masalah loading dan surat-surat resmi.

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan-rumusan masalah penulisan skripsi ini, tertuang dalam pertanyaan-pertanyan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah terjadinya Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO ? b. Bagaimana Tindak Pidana Bisnis CPO Menurut Hukum Islam ?

(9)

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mmahami dan mengerti secara lebih baik tentang jual beli Bisnis CPO

b. Untuk mengetahui terjadinya kegiatan penggelapan dalam pemasaran Bisnis CPO sehingga penulis dapat memperoleh Teori dan aplikasinya Tindak Pidana Penggelapan menurut Hukum Islam

c. Penulis ingin mengetahui, bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap Tindak Pidana Pidana Penggelapan dalam binis CPO?

d. Penulis ingin mengetahui, bagaimana sanksi Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO Menurut Hukum Islam ?

Sedangkan manfaat penelitian dalam penulisan adalah untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan menambah khasanah ilmu yang terdapat dalam hukum Islam terhadap kasus tindak pidana penggelapan dalam perkembangan ekonomi khususnya pada bisnis CPO.

(10)

D. Metode Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif melalui studi kasus, yakni berupa: penelitian lapangan dan studi kepustakaan (library reaserch).

Penelitian lapangan digunakan untuk analisa data kulaitatif dan deskriptif. Dilakukan dengan mengumpulkan data dari PT. Multi Business yang menjadi objek penelitian. Studi kepustakaan digunakan untuk menunjang pengetahuan Hukum Islam.

Tekhnik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.

2. Tekhnik Pengumpulan Data

Dalam konteks penelitian yang dilakukan, maka metode pengumpulan data pada skripsi ini adalah dengan menggunakan : (1) Studi dokumentasi (2) Wawancara.

3. Tekhnik Analisis Data

(11)

E. Sistematika Penulisan

Agar karya ilmiah tersusun dengan rapi dan sistematis, maka penulis membagi pembahasan dalam lima bab yang secara garis besar adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan.

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, rumusan dan pembatasan masalah,tujuan dan manfaat penulisan serta metode penelitian.

BAB II Kerangka teori.

Bab ini terdiri dari tinjauan umum sekilas tentang Tindak Pidana Penggelapan.

BAB III Tindak Pidana Penggelapan dalam perspektif hukum Islam.

Bab ini terdiri pengertian Tindak Pidana Penggelapan, unsur-unsur Penggelapan, jenis-jenis Penggelapan dan sanksi Tindak Pidana Penggelapan perspektif hukum Islam.

BAB IV Analisis Hukum Islam terhadap Tindak Pidana Penggelapan Bisnis Komoditi CPO.

Bab ini meliputi analisis penggelapan : Pemasaran dalam jual beli, penetapan harga, distribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi Tindak Pidana Penggelapan dalam tinjauan Hukum Islam.

BAB V Penutup.

(12)

BAB II

SEKILAS TENTANG TINDAK PIDANA PENGGELAPAN

A. Pengertian Tindak Pidana Penggelapan.

Istilah “penggelapan” sebagaimana yang lazim dipergunakan orang untuk menyebut jenis kejahatan yang diatur didalam buku yang ke II Bab XXIV Kitab Undang-undang Hukum Pidana itu adalah suatu terjemahan dari perkataan

“Verduestering” dalam bahasa Belanda.

Istilah “penggelapan” yang dipakai didalam KUHP kita adalah suatu terjemahan secara harfiah dari itilah “verduestering” , yang sesungguhnya didalam bahasa Belandanya sendiri telah diberikan arti secara kias.

Kejahatan “penggelapan” itu sendiri, seperti yang dikenal didalam Wetboek van Strafrecht Belanda dewasa ini dan kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dngan istilah “penggelapan” didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dahulu kala berasal dari hukum Germania.

Di dalam hukum Germania dahulu orang memperbedakan kejahatan yang berupa pencurian dengan kejahatan yang disebut “diebische behalten” atau

(13)

mengusai barang yang bersangkutan karena dipercayakan kepadanya ataupun apakah barang tersbut secara kebetulan berada didalam kekuasaannya.

Dengan demikian kemudian hukum Jerman telah membuat

“unterschlagung” atau “verduestering” sebagai suatu kejahatan yang berdiri sendiri, yang kemudian ternyata dicontoh oleh hukum Belanda.11

Bab XXIV (buku II) KUHP mengatur tentang penggelapan (Verduestering), terdiri dari 6 pasal (372 s/d 377).

Ada beberapa bentuk penggelapan yakni :

1. Penggelapan dalam bentuk pokok (pasal 372);

2. Penggelapan dalam bentuk-bentuk yang diperberat (pasal 374 dan 375); 3. Penggelapan ringan (pasal 373);

4. Penggelapan dalam kalangan keluarga (pasal 376);

Pengertian yuridis mengenai penggelapan dimuat dalam pasal 372 yang dirumuskan sebagai berikut :

Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp. 900,00.

(14)

Rumusan itu disebut kualifikasi penggelapan. Rumusan diatas tidak memberi arti sebagai membuat sesuatu menjadi gelap atau tidak terang, seperti arti kata yang sebenarnya. Perkataan Verduistering yang kedalam bahasa kita diterjemahkan secara harfiah dengan penggelapan itu, bagi masyarakat Belanda diberikan arti secara luas (figurlijk ), bukan diartikan seperti arti kata yang sebenarnya sebagai membuat sesuatu menjadi terang atau tidak gelap.

Pada contoh seseorang dititipi sebuah sepeda oleh temannya, karena memerlukan uang, sepeda itu dijualnya. Tampak sebenarnya penjual ini menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan temannya itu dan tidak berarti sepeda itu dibikinnya menjadi gelap atau tidak terang. Lebih mendekati pengertian bahwa petindak tersebut menyalahgunakan haknya sebagai yang menguasai benda, hak mana tidak boleh melampaui dari haknya sebagai seorang yang diberi kepercayaan untuk menguasai atau memegang sepeda itu.12

12

(15)

B. Jenis-Jenis Penggelapan.

1. Penggelapan dalam bentuk pokok (pasal 372) :

Kejahatan penggelapan didalam bentuknya yang pokok diatur di dalam pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum pidana, yang berbunyi sebagai berikut:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatau yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara empat tahun atau pidana paling banyak sembilan ratus rupiah”.

2. Penggelapan dalam bentuk yang diperberat (pasal 374 dan 375) :

“Faktor yang menyebabkan lebih berat dari bentuk pokoknya, disandarkan pada lebih besarnya kepercayaan yang diberikan pada orang yang menguasai benda yang digelapkan”.

a. Penggelapan yang diperberat pertama, ialah yang ada dalam pasal 374 KUHP merumuskan sebagai berikut :

(16)

Adapun unsur-unsur dari kejahatan penggelapan seperti yang diatur di dalam pasal 374 KUHP tersebut diatas adalah :

1. pengelapan;

2. dilakukan oleh seseorang; 3. ada dibawah kekuasaannya; 4. benda;

5. dikarenakan :

a. hubungan kerja pribadinya;

b. mata pencariannya atau pekerjaan; c. mendapat imbalan jasa.13

b. Penggelapan bentuk yang diperberat kedua, diatur dalam pasal 375 yang rumusannya sebagai berikut :

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi benda untuk disimpan atau yang dilakuakan oleh wali, pengampu, kuasa, atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga sosial atau yayasan, terhadap benda yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun”.

Unsur-unsur dari kejahatan penggelapan seperti yang diatur di dalam pasal 375 KUHP tersebut adalah :

1. penggelapan; 2. benda;

(17)

3. yang berada di bawah kekuasaanya;

4. orang yang melakukan penggelapan itu adalah :

a. seorang kepada siapa benda itu karena terpaksa telah dititipkan; b. seorang wali;

c. seorang kurator;

d. seorang pelaksana dari sebuah wasiat;

e. seorang pengurus dari sebuah badan amal atau yayasan.14

3. Penggelapan Ringan (pasal 373) :

Penggelapan yang dikualifikasikan sebagai penggelapan ringan dirumuskan dalam pasal 373, yang berbunyi :

“Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372 apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari Rp 250,00 dikenai sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 900,00”.

Apa sebabnya disebutkan, bahwa yang digelapkan itu haruslah bukan ternak, karena pencurian ternak merupakan unsur yang memberatkan seperti yang diatur di dalam pasal 373 KUHP, sehingga Pembentuk Undang-undang memandang ternak itu sebagai “benda khusus”.

Mr. J.E. JONKERS di dalam bukunya yang berjudul “Geschiedenis van het Wetboek van Strafrecht voor Nederlands Indie”, mengenai “pencurian ternak”, yaitu disebabkan karena pencurian ternak itu banyak terjadi di Indonesia seehingga banyak

(18)

kerugian bagi rakyat, sedangkan ternak itu termasuk “milik utama” dari sebagian harta kekayaan penduduk yang berupa benda bergerak.15

4. Penggelapan dalam kalangan keluarga :

Dalam kejahatan terhdap harta benda, pencurian, pengancaman, pemerasan, penggelapan, penipuan apabila dilakukan dalm kalangan keluarga maka dapat menjadi :

1. Tindak dapat dilakukan penuntutan baik terhadap petindaknya maupun terhadap pelaku pembantunya (pasal 367 ayat 1);

2. Tindak pidana aduan. Tanpa ada pengaduan, baik terhadap petindaknya maupun pelaku pembantunya tidak apat dilakukan penuntutan (pasal 367 ayat 2).

5. Penggelapan yang merupakan tindak pidana korupsi :

Undang-undang No.31 tahun 1999 (yang mengganti undang-undang No.3 tahun 1971) tentang Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan undang-undang No.20 tahun 2001, disamping memberikan rumusan sendiri tentang perbuatan-perbuatan tertentu yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi, juga merumuskan tindak pidana korupsi yang mengadopsi dari beberapa pasal dalam KUHP dengan mengubah (memperberat) ancaman pidanannya. Tindak pidana yang

(19)

ditarik dari dalam KUHP tersebut ialah : tindak pidana sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal : 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, 435 KUHP, dan 220, 231, 421, 422, 429, 430 KUHP.16

Berdasarkan ketentuan undang-undang yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi adalah :

a. barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu badan, yang scara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

b. barangsiapa menguntungkan diri sendiri atau badan, menyalah gunakan kewenangan,

kesempatan-kesempatan yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

c. barangsiapa melakukan kejahatan yang tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.17

16

(20)

6. Penggelapan sebagai delik aduan :

Kejahatan penggelapan sebagai delik aduan itu tersimpul di dalam ketentuan seperti yang diatur dalam pasal 376 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berbunyi : “ Ketentuan-ketentuan menurut pasal 367 Kitab Undang-undang Pidana berlaku juga terhadap kejahatan-kejahatan yang diatur di alam bab ini “.

Dengan adanya ketentuan seperti diatas, berarti jika seorang suami melakukan sendiri penggelapan atau membantu orang lain melaukan penggelapan terhadap harta benda istrinya ataupun jika seorang istri melakukan terhadap suaminya.

7. Penggelapan oleh pegawai negeri didalam jabatanya :

Jenis kejahatan penggelapan ini tidak diatur di dalam bab ke XXIV Kitab Undang-undang Hukum Pidana, melainkan diatur secara tersendiri di dalam bab ke-XXVIII yang mengatur mengenai kejahatan jabatan. Penglapan yang dilakukan oleh seorang pegawai negeri di dalam jabatannya disebut “Ambtelijke veruistering” atau penggelapan jabatan.

(21)

daripada ancaman hukuman terhadap kejahatan penggelapan seperti yang diatur di dalam pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum pidana.18

C. Unsur-Unsur Penggelapan.

Dalam rumusan tindak pidana penggelapan jika dirinci terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

1. Unsur-unsur objektif, adalah:

a. Perbuatan memiliki (zich toaegenen); b. Suatu benda (eenig goed );

c. Yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain;

d. Yang berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan; 2. Unsur-unsur subjektif, adalah:

a. Dengan sengaja (opzettelijk ); b. Melawan hukum (wderrchtelijk).19

1. Unsur-Unsur Objek a. Perbuatan memliki

Perbuatan memiliki yaitu menganggap sebagai milik, atau adakalanya menguasai secara melawan hak, atau mengaku sebagai milik. Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 25-2-1958 No. 308 k/Kr/1957 mnyatakan bahwa perkataan

18 Lamintang dan Djisman Samosir, Delik-delik Khusus, h. 219-222.

19

(22)

Zich toaeigenen dalam bahasa Indonesia belum ada terjemah resmi sehingga kata-kata itu dapat diterjemahkan dengan perkata-kataan mengambil atau memiliki.

Apakah yang dimaksud dengan perbuatan memiliki? Dalam MVT mengenai pembentukan paal 372 menerangkan bahwa memiliki adalah berupa perbuatan menguasai suatu benda seolah-olah ia pemilik benda itu. Ia melakukan suatu perbuatan sebagaimana pemilik melakukan perbutan terhadap benda itu. Menurut hukum, hanyalah pemilik sajalah yang dapat melakuan sesuatu perbuatan terhadap benda miliknya.

Mahkamah Agung kita, sebagaimana dalam putusan-putusannya: tanggal 11-8-1959 No. 69/K/Kr/1959, tanggal 8-5-1957 No. 83/K/Kr/1956, tanggal 19-9-1970 No. 123/K/Sip/1970, yang pada pokoknya menyatakan bahwa “memiliki suatu benda berarti menguasai sesuatu benda bertentangan dengan sifat dari pada hak yang dimiliki olehnya atas benda itu”.20

b. Unsur objek kejahatan: sebuah benda

MVT telah membicarakan bahwa Pembentukan pasal 362 diterangkan bahwa benda yang menjadi objek Pencurian adalah benda-benda bergerak dan berwujud yang dalam perkmbangan praktik selanjutnya sebagaimana dalam berbagai putusan pengadilan telah ditafsirkan sedemikian luasnya, sehingga telah menyimpang dari pengertian semula. Seperti gas dan energi listrik juga akhirnya dapat menjadi objek pencurian.

20

(23)

Berbeda dengan objek penggelapan, tidak dapat ditafsirkan lain dari berbagai benda yang bergerak dan berwujud saja. Perbuatan memiliki terhadap benda yang ada dalam kekuasaannya sebagaimana yang telah diterangkan diatas, tidak mungkin dilakukan pada benda-benda yang tidak berwujud. Pengertian benda yang berada dalam kekuasaannya sebagai adanya suatu hubungan langsung dan sangat erat dengan benda itu, sebagaimana indikatornya adalah apabila ia hendak melakukan perbuatan terhadap benda itu, dia dapat melakukannya secara langsung tanpa harus melakukan perbuatan lain terlebih dulu, adalah hanya terhadap benda-benda berwujud dan bergerak saja, dan tidak mungkin terjadi pada benda-benda yang tidak berwujud dan benda-benda tetap.21

Dengan mempergunakan “wetshistorische interpretatie” akan nyatalah bagi kita, bahwa yang dimaksud dengan “benda” atau “goed” oleh pembentuk Undang-undang adalah “stoffelijk on roerend goed” artinya bahwa perbuatan menguasai bagi dirinya sendiri sara melawan hak itu harus ditujukan kepada “benda-benda yang berwujud dan bergerak” maka “benda-benda yang tidak dapat bergerak” dan dengan sendirinya tidak dapat dijadikan objek dari kejahatan penggelapan.

Juga terhadap benda-benda yang tergolong ke dalam “res nullius” dan “res

derelictae” tidak dapat dilakukan penggelapan, karena benda-benda yang tergolong dalam “res nullius” itu adalah benda-benda yang tidak dimiliki siapapun, seperti burung-brung yang hidup dialam bebas. Seangkan yang disebut “res derelictae”

21

(24)

benda yang telah dilepas hak miliknya oleh yang memiliki benda tersebut, seperti kaleng-kaleng atau botol-botol yang ada ditempat sampah.22

c. Sebagian atau seluruhnya milik orang lain

Benda yang tidak ada pemilknya, baik sejak semula maupun telah dilepaskan hak miliknya tidak dapat menjadi objek penggelapan. Benda milik suatu badan hukum, seperti milik badan negara adalah berupa benda yang tidak/bukan dimiliki oleh orang, adalah ditafsirkan sebagai milik orang lain, dalam arti bukan milik petindak, dan oleh karena itu dapat menjadi objek penggelapan maupun pencurian.

Orang lain yang dimaksud sebagai pemilik benda yang menjadi objek penggelapan, tidak menjadi syarat sebagai orang itu adalah korban, atau orang tertentu, melainkan siapa saja asalkan bukan petindak sendiri

d. Benda berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan

Terdapat dua unsur, yang pertama berada dalam kekuasaannya, dan kedua bukan karena kejahatan.

Perihal unsur berada dalam kekuasaannya yaitu suatu benda berada dalam kekuasaannya seseorang apabila antara orang itu dengan benda terdapat hubungan sedemikian eratnya, sehingga apabila ia akan melakukan segala macam perbuatan terhadap benda itu ia dapat segera melakukan secara langsung tanpa terlebih dulu harus melakukan perbuatan yang lain, misalnya ia dapat melakukaan perbuatan:

(25)

menjualnya, menghibahkannya menukarnya dan lain-lain sebagainya, tanpa ia harus melakukan perbuatan lain terlebih dulu.23

Hubungan kekuasaan atas benda yang bukan miliknya ini tidak mutlak disyaratkan terhadap benda yang seluruhnya milik orang lain, tetapi cukup menguasai benda yang sebagian milik orang lain dan sebagian milik sendiri.

Ciri khusus kejahatan penggelapan ini jika dibandingkan dengan pencurian adalah terletak pada unsur beradanya benda dalam kekuasaan petindak. Adalah tidak wajar seseorang untuk disebut sebagai mencuri atas milik orang lain yang telah berada dalam kekuasaanya sendiri.24

Sesuatu benda itu dapat berada dibawah kekuasaan seseorang itu tidaklah selalu harus karena kejahatan, misalnya karena adanya perjanjian, sewa menyewa, perjanjian pinjam meminjam, perjanjian penyimpanaan, perjanjian gadai dan sebagainya.

Orang dapat mengatakan bahwa sesuatu benda itu telah berada dibawah kekuasaan seseorang, apabila orang itu telah benar-benar menguasai benda tersebut secara langsung dan nyata.25

23

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 78-79.

24

(26)

2. Unsur-Unsur Subjektif a. Unsur Kesengajaan

Unsur ini adalah merupakan unsur kesalahan dalam penggelapan. Sebagaimana dalam doktrin, kesengajaan terdiri dari 2 bentuk, yakni kesengajaan dan kelalaian.

Mengenai willns en wetens ini dapat diterangkan lebih lanjut ialah, bahwa orang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja, berarti ia mnghendaki mewujudkan perbuatan dan ia mengetahui, mengerti nilai perbutan serta sadar akan akibat yang timbul dari perbuatannya itu. Atau apabila dihubungkan dengan kesengajaan yang terdapat dalam suatu rumusan tindak pidana seperti pada penggelapan, maka kesengajaan dikatakan ada apabila adanya suatu kehendak atau adanya suatu pengetahuan atas suatu perbuatan atau hal-hal/unsur-unsur tertentu serta menghendaki dan atau mengetahui atau menyadari akan akibat yang timbul dari perbuatan.26

Berdasarkan pada keterangan ini, maka kesengajaan petindak dalam penggelapan harus ditunjukan pada unsur-unsur sebagai berikut:

- melawan hukum, - perbuatan memiliki, - suatu benda

- seluruhnya atau sebagai milik orang lain, dan

26

(27)

- benda berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.27 b. Unsur Melawan Hukum

Melawan hukum adalah melakukan perbuatan yang mana perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan dan undang-undang dan barang siapa yang melanggarnya (melakukan perbuatan yang dilarang) maka dikenakan sanksi yang telah diatur didalam pasal-pasal KUHP ataupun keputusan hakim.28

Perikatan yang lahir karena undang-undang yang disertai dengan perbuatan manusia, undang-undang menggolongkan lagi ke dalam dua jenis, yaitu perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat dari perbuatan manusia yang diperbolehkan oleh hukum; dan perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum. Untuk yang terakhir ini sering kali disebut dengan istilah perbuatan melawan hukum atau perbuatan melanggar hukum.29

Dengan demikian maka, apabila seseorang yang menguasai suatu benda karena mendapat kepercayaan dari pemiliknya untuk menyimpan benda tersebut, akan tetapi telah dijual kepada orang lain tanpa izin pemiliknya, maka orang tersbut telah melakukan suatu “wederrechtelijke toeigening” (perbuatan melawan hak).30

.

27

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 82.

28

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, h. 83.

29

(28)

D. Sanksi Tindak Pidana Penggelapan.

Pada tindak pidana penggelapan diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat dalam pasal 372, yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaanya bukan karena kejahatan, diancam karena pengglapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Pasal 373: “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372, apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam sebagai penggelapan ringan dngan pidana pnjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Sembilan ratus rupiah”.

Pasal 374: “Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaanya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencaharian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”.

Pasal 375: “ Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang karena terpaksa diberi barang untuk disimpan, atau yang dilakukan oleh wali pengampu, pengurus atau pelaksana surat wasiat, pengurus lembaga social atau yayasan, terhadap barang yang dikuasainya selaku demikian, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.

(29)

Pasal 377: (1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kjahatan yang dirumuskan dalam pasal 372, 374, dan 375, hakim dapat memerintahkan supaya putusan dapat diumumkan dan dicabutnya hak-hak brdasarkan pasal 35 No. 1-4.

(2) Jika kejahatan dilakukan dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian.31

(30)

BAB III TINDAK PIDANA

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

1. Pengertian Tindak Pidana Menurut Hukum Islam.

Pada dasarnya, pengertian dan istilah jinayah mengacu kepada hasil perbuatan seseorang. Biasanya, pengertian tersebut terbatas pada perbuatan yang dilarang. Dikalangan fuqaha, perkataan jinayah berarti perbuatan-perbuatan yang terlarang menurut syara’. Meskipun demikian, pada umumnya fuqaha menggunakan istilah tersebut hanya untuk perbuatan-perbuatan yang menggunakan keselamatan jiwa. Selain itu, terdapat fuqaha yang membatasi istilah jinayah kepada prbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman hudud dan qishas serta tidak termasuk perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman ta’zir. Istilah lain yang sepadan dengan istilah jinayah adalah jarimah.32

Hukum tindak pidana menurut Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh

jinayah. Fiqih Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau

perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang mukallaf (orang yang dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-qur’an dan hadits.33 Tindakan kriminal yang dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang

32 Prof. Dr. H. A. Dzajuli, Upaya Penanggulangan Kejahatan Dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h.1.

(31)

mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-qur’an dan hadits.

Hukum Pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemashlahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Syariat Islam dimakud, secara materil mengandung kewajiban asasi bagi stiap manusia untuk melaksanakannya.

Al-qur’an merupakan penjelasan Allah tentang syariat, shingga disebut al-bayan (penjelasan). Allah memberikan penjelasan dalam bentuk nash (tekstual) tentang syariat sesuatu, misalnya orang yang membunuh tanpa hak, sanksi hukum bagi pembunuh tersebut adalah harus dibunuh oleh keluarga korban atas adanya putusan dari pengadilan.34

Sistematika penyusunan persoalan-persoalan pidana terdapat dalam bagian terakhir dari buku-buku fiqih, demikian juga dalam buku-buku fiqih mazhab Maliki dan Hambali, tetapi buku-buku fiqih dalam mazhab Hanafi, perubahan pembahasan persoalan ta’zir, pencurian. dipisah letaknya dari pembahasan persoalan jinayah, yang pertama dibahas pada bagian depan buku fiqih hukum pidana menurut hukum syari’at islam, ialah ketentuan-ketentuan hukum syari’at islam yang melarang orang untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dan terhadap pelanggaran ketentuan hukum tersebut, dikenakan hukuman yang berupa penderitaan badan atau denda pada pelanggarnya. Pembatasan ini sebenarnya adalah kurang tepat oleh karena adakalanya

(32)

hukuman denda (diyat) yang dijatuhkan sebagai akibat dari pelanggaran ketentuan hukum syari’at, tidaklah diberatkan kepada pelanggarnya, tetapi kepada kerabat yang bertanggung jawab kepadanya yang dinamakan aqilah, ataupun ketidakmampuan aqilah tersebut untuk melakukan pembayaran diyat, seperti misalnya dalam pembunuhan yang dilakukan oleh karena kesalahan.

Selanjutnya kita membatasi diri dengan hukuman penderitaan badan atau denda yang bersifat keduniaan. Pelanggaran ketentuan syari’at yang mengakibatkan hukuman akhirat, hanyalah akan kita singgung sejauh ada hubungannya dengan hukuman-hukuman yang bersifat keduniaan, yakni hukuman pidana sebagaimana yang kita rumuskan.

Jadi pengertian jinayah adalah semua perbuatan yang diharamkan. Perbuatan yang diharamkan adalah tindakkan yang dilarang atau dicegah oleh syara’ (hukum islam). Apabila dilakukan perbuatan tersebut mempunyai konsekuensi membahayakan agama,jiwa, akal, kehormatan, dan harta benda.

Oleh karena itu, pembahasan mengenai pencurian dipisahkan dari pembahasan jinayah, yang hanya membahas kejahatan atau pelanggaran terhadap jiwa atau anggota badan. Jadi, pembahasan tentang jinayah dikhususkan bagi kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan, sedangkan masalah yang berkaitan dengan harta benda diatur tersendiri.

(33)

terhadap harta benda secara otomatis termasuk dalam pembahasan jinayah, tanpa perlu diadakan pemisahan dalam pembahasan diantara keduanya.

Disamping itu, pengertian jinayah pada awalnya diartikan hanya bagi semua jenis perbuatan yang dilarang saja. Jadi, melalaikan perbuatan yang diperintahkan dalam konteks pengertian tersebut bukanlah jinayah. Padahal suatu perbuatan dosa, perbuatan salah, dan sejenisnya dapat berupa perbuatan ataupun berupa meninggalkan perbuatan yang diperintahkan melakukannya. Hal ini karena pelanggaran terhadap peraturan dapat berbentuk mengerjakan suatu perbuatan yang dilarang (bersifat aktif) atau meninggalkan perbuatan yang berdasarkan hukum harus dikerjakan (bersifat pasif).35

Disamping itu pengertian jarimah merupakan tindak pidana dengan pengertian larangan-larangan syara’ yang apabila dikerjakan diancam oleh Allah dengan hukuman had atau ta’zir. Jarimah biasa dipakai sebagai perbuatan dosa atau sifat dari perbuatan tersebut. Misalnya, pencurian, pembunuhan, perkosaan, atau perbuatan yang berkaitan dengan politik atau sebagainya pengertian tersebut identik dengan sebutan hukum positif sebagai tindak pidana atau pelanggaran. Adapun dalam pemakaian kata jinayah lebih mempunyai makna luas, yaitu ditunjukkan bagi segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan kejahatan manusia dan tidak ditunjukkan bagi satuan perbuatan dosa tertentu. Oleh karena itu, pembahasan fiqih yang memuat masalah-masalah kejahatan, pelanggaran yang dikerjakan manusia, dan hukuman

35

(34)

yang diancamkan kepada pelaku perbuatan disebut fiqih jinayah bukan istilah fiqih jarimah.36

2.Unsur-Unsur Tindak Pidana.

Tindak pidana haruslah mengandung tiga macam unsur yakni : 1. Melawan hukum.

2. Pelaku tindak pidana, yakni orang yang melakukan tindak pidana tersebut. 3. Perbuatan yang dilakukan merupakan perbuatan yang dapat dihukum.37

Unsur-unsur yang tersebut ini tidak selamanya dapat terlihat dengan jelas dan terang didalam perumusan ketentuan-ketentuan hukum syari’at islam yang berhubungan dengan persoalan pidana dan pengertian-pengertian tersebut kita kemukakan hanyalah untuk memudahkan pengertian dalam mempelajari dan membahas persoalan-persoalan hukum pidana menurut hukum syari’at islam. Melawan hukum atau melawan hak ialah pertentangan dengan ketentuan hukum syari’at islam dan hukum positif .38 Seorang yang melakukan tindak pidana harus memenuhi syarat-syarat :

a. Berakal. b. Cukup umur.

36

Drs. H. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, h. 15.

37

Dr. Haliaman SH. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlu Sunnah ,( Jakarta: Bulan Bintang, 1971), h. 66.

(35)

c. Mempunyai kemampuan bebas.39

3 Jenis-Jenis Tindak Pidana.

Pada umumnya para ulama membagi jenis jarimah dalam tiga bagian, berikut ini;

A. Jarimah Hudud

Jarimah Hudud adalah suatu jarimah yang bentuknya telah ditentukan syara sehingga terbatas jumlahnya. Selain ditentukan bentuknya (jumlahnya), juga ditentukan hukumannya secara jelas, baik melalui Al-Qur’an maupun As-sunah. Lebih dari itu, jarimah ini termasuk dalam jarimah yang menjadi hak Tuhan. Jarimah-jarimah yang menjadi hak Tuhan adalah Jarimah-jarimah yang menyangkut masyarakat banyak, yaitu untuk memelihara kepentingan, ketentraman dan keamanan masyarakat. Pada jarimah ini tidak dikenal pemaafan atas pembuat jarimah, baik oleh perseorangan yang menjadi korban jarimah ( mujna alaih ) maupun oleh Negara.

Hukuman jarimah ini sangat jelas diperuntukan bagi setiap jarimah. Karena hanya ada satu macam hukuman untuk setiap jarimah.

Adapun jarimah yang termasuk dalam kelompok hudud menurut, para Ulama, ada tujuh macam jarimah, yaitu perzinahan, Qaqdzaf, asyrib (minum-minuman keras), pencurian, hirabah, al-baghyu, dan riddah40.

39

Dr. Haliaman SH. Hukum Pidana Syari’at Islam Menurut Ajaran Ahlu Sunnah, h. 67.

40

(36)

B. Jarimah Qishash/Diyat

Jarimah Qishash/Diyat telah ditentukan jenis maupun besar hukumannya. Jadi jarimah ini pun terbatas jumlahnya dan hukumanya tidak mengenal batas tertinggi maupun terendah karena hukuman untuk jarimah ini hanya satu untuk setiap jarimah.

Jarimah Qishash/Diyat menjadi hak perseorangan atau hak adami yang membuka kesempatan pemaafan bagi sipembuat jarimah oleh orang yang menjadi korban, wali, atau ahli warisnya. Jadi, dalam kasus jarimah Qishash/Diyat ini, korban atau ahli warisnya dapat memaafkan perbuatan si pembuat jarimah, meniadakan qishash dan menggantinya dengan diyat atau meniadakan diyat sama sekali.

Qishash ditunjukan agar pembuat jarimah dijatuhi hukum yang setimpal, sebagai balasan atas perbutannya itu. Jadi hukuman bunuh hanya dijatuhkan bagi pembunuh dan pelukaan dijatuhi bagi orang yang melukai. Untuk menjamin ketertiban dan keamanan yang berkenaan dengan nyawa dan anggota badan lainnya, qishash dipandang lebih menjamin dari pada jenis hukum lainnya.

Adapun diyat merupakan hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku jarimah dengan objek yang sama (nyawa dan anggota badan), tapi dilakukan tanpa sengaja.

(37)

semi sengaja, dan pelukaan (penganiyayaan) tidak sengaja. Disamping itu, diyat merupakan hukuman pengganti dari hukuman qishash yang dimaafkan.

C. Jarimah Ta’zir

Ta’zir menurut arti katanya adalah at-ta’dib artinya memberi pengajaran. Dalam fiqih jinayah, ta’zir merupakan suatu bentuk jarimah, yang bentuk atau macam jarimah serta hukuman jarimah ini ditentukan penguasa. Macam dan hukuman pada jarimah ini tidak ditentukan sebab jarimah ini berkaitan dengan perkembangan masyarakat serta kemaslahatannya selalu berubah berkembang dari satu waktu kelain waktu dan dari satu tempat ketempat lain. Jarimah ta’zir ini juga disebut dengan jarimah kemalahatan umum. Dalam menangani kasus jarimah ini, hakim diberikan kekuasaan dan keleluasaan. Dia bebas brijtihad untuk menentukan apa yang hendak dijatuhkan kepada pembuat jarimah, sesuai dengan macam jarimahnya dan keadaan si pembuat jarimah.

Adapun jarimah ta;zir yang ditentukan syara diantaranya adalah khianat, suap-menyuap, memasuki rumah orang lain tanpa izin, makan makanan tertentu, ingkar janji, menipu timbangan, riba, berjudi dan sebagainya. Namun dmikian, walaupun bentuk dan hukuman jarimah ta’zir ditentukan syara, namun penerapan sanksinya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim.

Dari penjelasan diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa jarimah ta’zir

itu terbagi dalam dua kategori, ta’zir syara dan ta’zir penguasa. Dua bentuk jarimah

(38)

ditentukan oleh syara dan bersifat abadi, artinya sejak diturunkan oleh pembuat syari’at dan sampai kapanpun akan dianggap sbagai jarimah. Ini karena jarimah ta’zir syara sejak awalnya memang telah dianggap sebagai suatu perbuatan maksiat, yaitu perbuatan yang dilarang karena perbuatan itu sendiri dan melakukannya dianggap perbuatan maksiat.

Adapun ta’zir penguasa diturunkan oleh penguasa dan bersifat sementara bergantung pada keadaan dan dapat dianggap jarimah kalau memang diperlukan, demikian pula, dapat dianggap bukan jarimah kalau memang menghendaki demikian. Hal ini karena pada dasarnya ta’zir penguasa itu bukan suatu perbuatan yang dilarang mengerjakannya, namun keadaan menyebabkan perbuatan itu dilarang41.

4. Sanksi Tindak Pidana

Menurut Kamus Bahasa Indonsia S. Wojowasito, hukuman berarti siksaan atau pembalasan kejahatan. Sedangkan menurut Abdul Qadir Audah memberikan definisi hukuman sebagai berikut: “Hukuman adalah pembalasan atas pelanggaran perintah syara’ yang ditetapkan untuk kemashlahatan masyarakat.”.

Dari definisi tersebut, dapat kita kemukakan bahwa hukuman/sanksi merupakan balasan yang setimpal atas perbuatan pelaku kejahatan yang mengakibatkan orang lain menjadi korban akibat perbuatannya.

Islam berusaha mengamankan masyarakat dengan berbagai ketentuan, baik berdasarkan Al-Qur’an, Hadits Nabi, maupun berbagai ketentuan dari ulil amri atau

41

(39)

lembaga legislatif yang mempunyai wewenang menetapkan hukuman bagi kasus-kasus Ta’zir. Semua itu pada hakikatnya dalam upaya menyelamatkan umat manusia dari ancaman kejahatan.

Adapun tujuan hukuman, esensi dari pemberian hukuman bagi suatu jarimah menurut islam adalah pencegahan serta balasan dan perbaikan serta pengajaran.Sedangkan sanksi tindak pidana, Prof. H. A. Djazuli membaginya kedalam macam-macam sanksi tindak pidana:

a. Ditinjau dari segi terdapat dan tidak terdapatnya nash dalam Al-Qur’an atau Al-Hadts, sanksinya dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Hukuman yang ada nashnya, yaitu hudud, qishash, diyat, dan

kafarah. Misalnya, hukuman-hukuman bagi pezina, pencuri,

perampok, pemberontak, pembunuh, dan orang yang menzihar istrinya (menyerupakan istrinya dengan ibunya).

2. Hukuman yang tidak ada nashnya, hukuman ini disebut dengan hukuman ta’zir, seperti percobaan melakukan jarimah, jarimah-jarimah hudud dan qishsash/diyat yang tidak selesai, dan jarimah ta’zir itu sendiri.

b. Ditinjau dari sudut kaitan antara hukuman yang satu dengan hukuman yang lainnya, terbagi menjadi empat macam:

(40)

2. Hukuman pengganti, seperti hukuman ta’zir dijatuhkan bagi pelaku karena jarimah had yang didakwakan mengandung unsur kesamaran atau hukuman diyat dijatuhkan bagi pembunuhan sengaja yang dimaafkan keluarga korban.

3. Hukuman tambahan, yaitu hukuman yang dikenakan mengiringi hukuman pokok. Seorang pembunuh pewaris, tidak mendapat warisan dari harta si terbunuh.

4. Hukuman pelengkap, keberadaannya harus melalui keputusan tersendiri oleh hakim, seperti pememecatan suatu jabatan bagi pegawai karena melakukan tindak kejahatan tertentu.

c. Ditinjau dari kekuasan hakim dalam menentukan berat ringannya hukuman, hukuman terbagi atas dua macam:

1. Hukuman yang mempunyai batas tertentu, artinya hukuman yang telah ditentukan besar kecilnya.

2. Hukuman yang merupakan alternatif karena mempunyai batas tertinggi dan terendah. Hakim dapat memilih jenis hukuman yang dianggap mencerminkan keadilan, hukuman ini termasuk kelompok ta’zir.

d. Ditinjau dari segi objek yang dilakukannya hukuman terbagi dalam:

(41)

2. Hukuman terhadap jiwa, seperti hukuman mati.

3. Hukuman terhadap hilangnya kebebasan, seperti pengasingan atau penjara.

4. Hukuman terhadap harta benda si pelaku jarimah, seperti penyitaan, diyat dan denda42.

42

(42)

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM

TERHADAP TINDAK PIDANA PENGGELAPAN BISNIS KOMODITI CPO

A. Bentuk Operasional Bisnis Komoditi CPO

Didalam bisnis CPO mempunyai bentuk operasional sebagai berikut: 1. TBS (Tandan Buah Segar)

TBS adalah sebuah hasil dari kelapa sawit murni yang diolah kedalam tungku untuk proses pemasakan hingga matang menjadi CPO, biasanya dalam proses 5 - 10 ton/jam dalam tungku untuk kapasitas kecil, kapasitas sedang 10 - 30 ton /jam sedangkan untuk kapasitas besar mencapai 30 - 60 ton/jam.

2. Setelah menjalani proses pemasakan TBS lalu kelapa sawit murni dibawa ke PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang ada disekitar lahan kelapa sawit, kemudian diolah dan diproses kembali kedalam tungku yang lebih besar untuk pemanasan proses kimiawi pemurnian dari CPOnya.

3. Setelah melakukan proses kimiawi maka pagi harinya CPO dibawa dengan truk tengki kapasitas 6000 - 24000 liter untuk tujuan tengki timbun yang ada didermaga pelabuhan yang memiliki kapaitas tengki timbun 2500 - 5000 ton.

(43)

belah pihak, MOU tersebut berdasarkan klausula hukum dengan pasal-pasalnya. Apabila terjadi penyimpangan terhadap pasal tersebut diadakan pinalti berupa uang jaminan yang distor ke BANK berkisar Rp 500 juta - 1 milyar.

Bentuk operasional CPO secara garis besar baik untuk lokal maupun eksport pada umumnya mengikuti pada nilai yang telah ditetapkan yang disebut dengan Rotterdam untuk penetapan nilai eksport (dari negeri Belanda bisa dilihat pada Internet dan Koran Bisnis Indonesia). Sedangkan untuk lokal mengikuti dari nilai PTPN (Pertanian Tanam Perkebunan Negara) Yang menetapkan harga adalah pemrintahan itu berdasarkan perbandingan dari Kurs mata uang Indonsia terhadap nilai Rotterdam.

Berikut ini adalah perjanjian jual beli CPO:

Perjanjian jual beli CPO (Crude Palm Oil) ini (selanjutnya disbut “perjanjian”) dibuat dan ditandatangani pada hari kamis, 16 februari 2006 oleh dan antara :

1. PT. MASTERLINK INTERNATIONAL mewakili penjual yang selanjutnya disebut “Pihak Pertama”.

2. PT. MULTI BUSINESS (Bp.Leonardus dan Bp, Markus) mewakili pembeli dan selanjutnya disbut “Pihak Kedua”.

3. Pihak Pertama dan Pihak Kedua selanjutnya secara sendiri-sendiri disebut pihak, dan secara brsama-sama disebut Para Pihak.

(44)

P a s a l 1 Obyek Jual Beli

Para Pihak sepakat untuk melakukan perkaitan jual beli CPO (Crude Palm Oil) dengan spesifikasi tknis sbagai berikut :

1. FFA (Fre Fat Acid) : 5% max 2. Moisture : 0,45% max

3. Harga : Rp. 3.650,-/ Kg (Include PPN) 4. Review Harga : Pelabuhan Dumai

6. Kontrak selama : 12 Bulan

7. Sistem Pembayaran : COD (CASH ON DLIVRY) 8. Jadwal Loading : Senin 20 Pebruari 2006

P a s a l 2

Hak dan Kewajiban Pihak Kedua

1. Hak-hak yang dimiliki olh Pihak Kedua adalah sebagai berikut :

a. Pihak Kedua berhak menerima barang sesuai dengan kualitas dan spesifikasi yang dipersyaratkan.

b. Pihak Kedua berhak untuk menguji kualitas CPO sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan.

c. Pihak Kedua berhak untuk mendapatkan konfirmasi pengiriman CPO secara trtulis dari Pihak Pertama mengenai :

(45)

- Alamat jelas atau lokasi CPO - Jadwal tentang pengambilan.

2. Kewajiban Pihak Kedua adalah sebagai berikut :

Pihak Kedua wajib membayar kepada Pihak Prtama atas barang yang selesai ditimbang sesuai dengan loading saat itu.

P a s a l 3

Hak dan Kewajiban Pihak Pertama

1. Pihak Pertama berhak memperoleh pembayaran atas seluruh barang yang selesai ditimbamng sesuai dngan yang telah diatur dalam perjanjian ini 2. Kewajiban Pihak Pertama adalah sebagai berikut :

Pihak Pertama wajib memberikan informasi secara tertulis kepada Pihak Kedua mengenai :

- Jumlah volume CPO yang akan dimuat (Loading) - Alamat jelas atau lokasi (CPO)

(46)

P a s a l 4

Jangka Waktu Perjanjian

1. Perjanjian ini berlaku dan mengikat Para Pihak selama 1 tahun sejak tanggal perjanjian ini ditandatangani.

2. Perjanjian ini dapat diperpanjang kembali dengan kesepakatan Para Pihak yang Dilakukan selambat-lambatnya 2 minggu sebelum habis masa berlakunya.

4. Bila habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang kembali, maka segala ketentuan dalam perjanjian ini dinyatakan tidak berlaku dan tidak mengikat dengan sendirinya.

P a s a l 5

Jumlah dan Tata Cara Pengiriman Barang

1. Pihak kedua membeli CPO dari Pihak Pertama dengan pemberian alokasi jumlah Volume adalah sebesar 5.000 ton per bulan.

2. Pihak kedua hanya mengakui hasil penimbangan yang dilakukan di Dumai dan sekitarnya.

3. Pihak Pertama harus menyiapkan kelengkapan administrasi seperti : a. Kelengkapan

b. Faktur Pajak

(47)

P a s a l 6

Nilai dan Tata Cara Pembayaran

Pihak Kedua membayar LUNAS pembelian CPO kepada pihak pertama setelah ditimbang di lokasi penimbangan yang telah ditentukan dan dilakukan dengan Sistem pembayaran COD (CASH ON DELIVERY).

P a s a l 7 Perselisihan

Perselisihan yang timbul atas pelaksanaan perjanjian ini akan diselesaikan secara musyawarah.

P a s a l 8 Penutup

1. Setiap perubahan terhadap perjanjian ini harus dilakukan secara tertulis dan ditanda tangani oleh Para Pihak dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.

2. Pengakhiran dan atau pembatalan perjanjian ini baru dapat dilaksanakan setelah disepakati oleh para pihak.

Demikianlah, para pihak membuat Perjanjian Jual Beli CPO.43

(48)

Berikut ini adalah penentuan harga : Berdasarkan Keputusan Rapat TIM Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Produksi Petani Propinsi Lampung yang diselennggarakan pada :

Tanggal : Selasa, 5 juli 2005

Tempat : Dinas Perkebunan Propinsi Lampung Jl. Basuki Rachmat N0. 8A Telukbetung

Yang dihadiri oleh perusahaan inti, wakil dari kelompok tani plasma, wakil dari Koperasi Unit Desa (KUD) petani plasma, dan Instansi terkait maka dapat ditetapkan sebagai berikut :

1. - Harga rata-rata CPO bulan : Juli 2005 Rp. 3.227.74,-/kg. - Harga rata-rata Inti sawit bulan : Juli 2005 Rp. 2,218.25,-/kg. - Indeks propinsi “K” : = 78.79 %.

2. Berdasarkan butir 1 diatas ditetapkan harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit propinsi petani bulan : Juli 2005 adalah Umur Tanaman 3 tahun, Perhitungan Harga 76.79 % {( 3.227.74 x 15.620%) + (2,218.25 x 3.70 %)}, maka Harga yang ditetapkan adalah Rp. 461.89/Kg.

(49)

Adapun sistem penjualan CPO pada PT. SHAMELYA UTAMA dengan cara Tender atau lelang terbuka, sebagai berikut :

PT. SHAMELYA UTAMA

Jakarta, 28 Juli 2005

No. 027/SHU/PROC/VII/05 Kepada Yth.

Bpk. Ronny Sutanto Business & Deveopment

PT. Buana Indah Mandiri Agung Di_tempat

Perihal : Prosedur Pembelian CPO

Dengan hormat,

(50)

Selasa & Kamis setiap minggunya, adapun mengenai harga dilihat dari penawaran

tertinggi dari peserta lelang dan berpatokan pada harga pasar.

Jika bapak berminat mengikuti lelang tersebut, maka Bapak dapat mengirim Bio Data Perusahaan terlebih dahulu kepada kami untuk dimasukkan sebagai peserta lelang.

Demikian informasi yang dapat kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih.

Hormat kami,

(51)

Berikut surat permintaan yang yang dikeluarkan oleh PT. Multi Business kepada pemilik CPO, adalah:

SURAT PRMINTAAN

Kepada Yth, Pemilik CPO

Cc : Bp. YONGKI

Menindak lanjuti Pembicaraan kami dengan Bp. Yongki, dengan ini kami PT. Multi Business mendapatkan Order Langsung dari Pabrik untuk mensuplai CPO (Crude Palm Oil) dengan Spesifikasi sbb :

1. FFA : 5 % maximal 2. Kadar Air : 1 % maxi,al 3. Moisture : 0,45 % WW Max 4. Harga : Rp. 2500 / Kg

5. Volume : 500 TON / minggu = 2000 Ton / bln 6. Lokasi : Bandar Lampung di Tugu

(52)

Demikianlah Spesifikasi yang kami minta, & adapun Sistem Pembayaran adalah Cash & Carry dengan Transfer Rekening.

Besar harapan kami untuk dapat bekerjasama dengan baik & saling membina serta membangun kepercayaan.

Hormat kami,

(53)

B. Tindak Pidana Penggelapan Dalam Bisnis CPO

Berdasarkan poin A Transaksi jual beli terjadinya penggelapan berupa:

1. Tindak pidana penggelapan pada tangki timbun didermaga pelabuhan, mereka mengambil keuntungan dari nilai pinalti, yang dimaksud dengan nilai pinalti adalah sebuah transaksi jual beli terjadi penyimpangan (harga yang ditetapkan Pada transaksi berubah ditunjukan pada pihak pembeli sedangkan pada pihak penjual CPO dinaik/diturunkan dalam kadar lemak CPOnya itu biasanya dalam bentuk FFA (Free Fat Acid) pada umumnya penyimpangan tersebut sampai kepada lima pembeli. Pada poin pertama ini terjadi pada tengki dermaga plabuhan melalui kapal laut.

2. Tindak pidana penggelapan CPO melalui jalan darat terdiri dari: a. Pengencingan (mengurangi volume).

b. Kerjasamanya sopir dengan DLLAJR. c. Kerjasamanya sopir dengan bajing loncat.

a. Pengencingan

(54)

yang sudah mmpunyai penadah di truk pelabuhan. Untuk menjaga volume truk tengki biasanya sopir mengganti volume dalam truk tangki, biasanya sopir mengganti volume CPO dengan air. Hal tersebut diketahui oleh pihak pengelola untuk mengganti sejumlah materi untuk membayar pungutan-pungutan liar. Proses pengencingan sangatlah terselubung dimana prakteknya sulit dipertanggung jawabkan, dikarenakan transaksi atau pengencingan tersebut terjadi didalam perkebunan yang sangat luas pada saat pengiriman untuk mencapai lokasi tanki timbun yang berada didermaga pelabuhan.

c. Kerjasamanya sopir dengan DLLAJR

Pada saat diperjalanan terdapat titik yang harus menyerahkan sejumlah uang bagi DLLAJR, contoh didalam perjalanan terdapat 6 titik. Satu titik Rp 100.000 – 200.000. Namun dalam laporan harga tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga sejumlah uang yang digelapkan dibagikan pihak sopir dengan DLLAJR. Untuk laporannya maka pihak DLLAJR membuat keterangan yang tidak sesuai dengan jumlah harga yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat, hal ini hanya pihak sopir dan DLLAJR yang mengetahui.

d. Kerjasamanya sopir dengan bajing loncat

(55)

Peraktek tindak pidana ini sulit sekali dipertanggung jawabkan dan dibuktikan karena lihainya pihak bajing loncat dan pihak sopir yang telah menguasai keadaan wilayah sekitar perkebunan dan jalan menuju tanki timbun yang terdapat didermaga pelabuhan dari pengawasan pihak perusahaan dan pihak aparat pemerintah.

C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tindak Pidana Penggelapan Dalam Bisnis CPO

Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain adalah:

1. Pada perinsipnya semua pihak yang terkait mulai dari penjual, aparat premerintah dan sopir truk ingin memproleh keuntungan sejumlah uang yang sangat besar dalam menjalankan bisnis CPO.

2. Terjadinya tindak pidana penggelapan di karenakan kurangnya kesejahteraan pada aparat pemerintah maka pihak yang terkait bekerjasama dilapangan melakukan tindak pidana penggelapan.44

D. Analisis Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Bisnis CPO

Melihat dari faktor dan unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana penggelapan dalam bisnis CPO, terdapat beberapa motif tindak pidana, yaitu seperti adanya kesepakatan jahat oleh pihak penjual atas proses penjualannya untuk

44

(56)

mendapatkan keuntungan dari niai pinalti, perbuatan mengurangi zat aslinya, unsur memanipulasi berat timbangan, dan menentangan kepercayaan. Maka dari unsur dan motif tersebut yang terjadi dalam bisnis CPO merupakan tindak pidana penggelapan di karenakan objek tersebut dalam kekuasaannya.

Dari sisi tujuan Syar’i (pembuat hukum) yang mnjadi tujuan perumusan hukum Islam adalah untuk mewujudkan dan memlihara lima sasaran pokok, yaitu agama, jiwa, akal, kehormatan dan keturunan, serta harta. Lima hal pokok ini, wajib diwujudkan dan dipelihara jika sesorang menghendaki kehidupan yang berbahagia di dunia dan di hari kemudian. Segala upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima pokok tadi merupakan amalan saleh yang harus dilakukan oleh umat Islam.45

Adapun tindak pidana penggelapan merupakan kejahatan terhadap harta dalam perspektif hukum Islam adalah tindakan kejahatan yang mengancam eksistensi harta-benda. Tindakan itu merupakan tindakan kejahatan yang bisa menggoncang stabilitas keamanan terhadap harta dan jiwa masyarakat. Oleh karena itulah, Al-Qur’an melarang keras tindakan kejahatan tersebut dan menegaskan ancaman hukuman secara rinci dan berat atas diri pelanggarnya.

Larangan melakukan tindakan kejahatan terhadap harta, adalah satu-satu upaya untuk melindungi harta di kalangan umat. Di dalam ajaran Islam terdapat sejumlah upaya untuk mewujudkan dan memelihara harta. Yang secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kategori:

45

(57)

Pertama, upaya untuk mewujudkan harta bagi kelanjutan hidup manusia. Untuk ini, Islam mewajibkan umat manusia berusaha secara halal untuk memperoleh mencari rezeki (Lihat Qur’an: Ayat 10 Surah jumu’ah, dan ayat 15 Surah Al-muluk).

Kedua, upaya pemeliharaan harta dari suatu ancaman, dangan melakukan

berbagai cara:

1. Larangan melakukan penipuan dan penzaliman terhadap harta, seperti terdapat dalam Ayat 188, dan 279 Surah Al-Baqarah.

2. Larangan berfoya-foya dan menghamburkan uang tidak pada tempatnya. Larangan seperti ini terdapat dalam Ayat 26 dan 27 Surah Al-Isra’.

3. Larangan pencurian dan perampokan dan ancaman berat atas pelakunya, sebagaimana dinyatakan dalam Ayat 38 dan 33 Surah Al-Maidah.

4. Kewajiban mengganti rugi bagi siapa yang merusak harta orang lain, seperti disebutkan dalam ayat 194 Surah Al-Baqarah.

5. Disyari’atkan bagi seseorang berjuang untuk mempertahankan hartanya. Hal ini seperti diajarkan dalam hadits riwayat imam Bukhari: “Barang siapa terbunuh karena mempertahankan hartanya, maka ia mati syahid”.

6. Dalam praktek utang piutang dianjurkan supaya memakai bukti tertulis dan saksi, terdapat dalam Ayat 282 Surat Al-Baqarah.46

46

(58)

Didalam rumusan permasalahan delik penggelapan, timbulnya perselisihan pendapat, apakah berlaku hukum had pemotongan tangan. Dalam istilah ilmu fiqih, penggelapan disebutkan sebagai penentangan terhadap kepercayaan ( jahidu wadi’ah, jahidu ‘arijah). Menurut Ahmad dan Ishaq yang dikutip An Nawawi dalam sejarah muslim, terhadap delik penggelapan ini berlaku ketentuan hukuman had pemotongan tangan. Menurut pendapat jumhur ulama, riwayat mengenai penggelapan adalah ganjil, dan oleh karenanya tidak dapat dijadikan dasar hukum. Demikian juga pendapat An Nawawi sendiri dalam Matan Minhadj. Adapun mengenai delik penggelapan tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai, Abu Daud dan juga oleh muslim. Menurut riwayat muslim yang bersumber pada ‘Aisyah, beliau telah berkata : Ada seorang perempuan Machzumiyah telah meminjam barang dan ia telah menentangnya (maksudnya tidak mau mengembalikannya, atau menggelapkannya) maka Nabi Muhammad SAW. telah memerintahkan untuk dipotong tangannya.47

Pengertian meminjam barang dalam riwayat ini, ia penerimaan barang yang dipercayakan kepada seseorang, dan apabila kepercayaan itu dilanggar, dengan tindakan pemilikan barang yang dipinjam itu untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain, maka telah terjadi delik djuhudul ‘arijah seperti yang disebutkan didalam riwayat ‘Aisyah tersebut. Menurut pendapat kita, hadits tersebut merupakan ketentuan yang jelas, dan tidak pula ada yang membantah mengenai kesahannya, bahwa atas perbuatan penggelapan juga berlaku ketentuan hukuman had pemotongan

47

(59)

tangan, dan hadits tersebut adalah merupakan dasar hukum yang kuat, sebagai ketentuan yang mengqiaskan ketentuan Al-Qur’an mengenai pencurian, dengan tindak mempertimbangkan apakah hadits tersebut, ganjil (syadzah) ataupun tidak.

(60)

Adapun tindak pidana penggelapan yang terjadi dalam bisnis CPO terdapat unsur khianat(menentang kepercayaan), ingkar janji didalam jual beli, menipu timbangan, kesepakatan jahat dan sebagainya. Dari keterangan tersebut maka tindak pidana yang terdapat dalam bisnis CPO adalah tindak pidana penggelapan. Maka unsur-unsur yang terdapat didalamnya merupakan kategori jarimah ta’zir yang penerapan sanksinya diserahkan diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Hakim dapat memilih rangkaian hukuman atas suatu tindak pidana yang pada dasarnya, semua jarimah telah memiliki aturan, sedangkan pemberi kekuasaan bagi hakim adalah memilih hukuman yang sesuai dengan keadaan sehingga akan mencerminkan isi hukuman itu sendiri dan menerapkan keadilan.

(61)

dasar perbedaan kedua jarimah. Namun itulah yang dimaksud dengan jarimah ta’zir

bersifat elastis atau fleksibel.

Adapun persamaan kedua jarimah tersebut adalah tindakan mengambil sesuatu benda atau barang yang bukan milik sipelaku jarimah, sebagai objek jarimah. Oleh karena itu, ketentuan sanksi perbuatan tersebut diserahkan kepada penguasa dan hakim akan memilihnya dari rangkaian hukuman yang ada.

Kadar dan batas dari jarimah penggelapan diqiaskan dengan jarimah pencurian. Kadar dan batas pencurian adalah: tentang batasan atau nisab tersbut, menurut Imam Syafi’I dan Imam Malik mengatakan seperempat dinar, sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan sepuluh dirham atau satu dinar, berdasarkan Hadits Nabi:

ا

ق

ر

ﺎﺴ

ا

ﻄﻘﺗ

ه

ا

ر

د

ﺮﺸ

و

ا

ر

د

)

و

ير

ﺎﺨ ا

اور

(

Artinya:

(62)

اﺪ

ﺎﺼﻓ

ر

د

ر

ا

ق

ر

ﺎﺴ

ا

ﻄﻘﺗ

)

و

ير

ﺎﺨ ا

اور

(

Artinya:

“Janganlah dipotong tangan pencuri, kecuali pada empat dinar atau lebih.” (H.R.BukhariMuslim)

Mengenai batas tangan yang dipotong, Imam Asy-Syafi’I, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Abu Daud Azh-Zhahiri sepakat bahwa batas tangan yang dipotong adalah dari pergelangan tangan kebawah.

Jadi apabila benda yang digelapkan dalam bisnis CPO mencapai nisab atau kadar, maka perspektif hukum islam adalah dikenakan hukuman potong tangan berdasarkan Hadits Nabi, pendapat para imam dan ulama dan termasuk kedalam

jarimah ta’zir yang hukumannya diserahkan kepenguasa dan hakim yang biasanya

memilih hukum mengqiaskan tindak pidana penggelapan kepada pencurian, yang keduanya memiliki kesamaan unsur jarimah.

Adapun hukuman untuk tindak pidana pencurian, sebagai tolak ukur sanksi tindak pidana penggelapan, yaitu apabila delik pidana telah dapat dibuktikan maka pelaku dapat dikenai dua macam hukuman sebagai bahan pertimbangan hakim, adalah:

(63)

2. Hukuman potong tangan.48

1. Penggantian Kerugian (Dhaman)

Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-miridnya penggantian kerugian dapat dikenakan terhadap pencuri apabila ia tidak dikenakan hukuman potong tangan. Akan tetapi, apabila hukuman potong tangan dilaksanakan maka pencuri tidak dikenakan penggantian kerugian. Dengan demikian menurut mereka, hukum potong tangan dan penggantian kerugian tidak dapat dilakukan sekaligus bersama-sama. Alasannya adalah bahwa Al-Qur’an hanya menyebutkan hukuman potong tangan untuk tindak pidana pencurian, sebagaimana yang tercantum dalam surah Al-Maaidah ayat 38, dan tidak menerangkan penggantian kerugian.

Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, hukuman potangan dapat dilakukan bersama-sama, Alasan mereka adalah bahwa dalam pencurian terdapat dua hak yang menyinggung, pertama adalah hak Allah dan kedua hak manusia sebagai pengganti kerugian.

Menurut Imam Malik dan murid-muridnya, apabila barang yang dicuri sudah tidak ada dan pencuri adalah orang yang mampu maka ia diwajibkan mengganti kerugian sesuai dengan nilai barang yang dicuri, disamping ia dikenakan hukuman potong tangan. Akan tetapi, apabila ia tidak mampu maka ia hanya dijatuhi hukuman potong tangan dan tidak dikenai penggantian kerugian.

48

(64)

2. Hukuman Potong Tangan

Hukuman potong tangan merupakan hukuman pokok untuk tindak pidana pencurian, Ketentuan ini didasarkan pada Firman Allah dalam surah Al-Maaidah ayat 38: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya, sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan siksaan dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi bijaksana”.49

49

(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN

Dari pembahasan kajian Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Penggelapan Dalam Bisnis CPO, maka dapat diambil kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut:

Kesimpulannya adalah:

1. Tindak pidana penggelapan yaitu, barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum mmiliki suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan dengan pidana penjara paling lama 4 tahum atau denda paling banyak Rp. 900,00.

2. Tindak pidana penggelapan didalam bisnis CPO terdapat beberapa motif, yaitu:

1. Tindak pidana penggelapan yang terjadi pada tangki timbun didermaga pelabuhan, dengan cara mengambil keuntungan dari nilai pinalti.

2. Tindak pidana penggelapan yang terjadi pada jalur darat: a. Pengencingan (mengurangi volume).

(66)

3. Tinjauan hukum Islam terhadap tindak pidana dalam bisnis CPO adalah: Terdapat unsur menentang kepercayaan dan memanipulasi berat

timbangan dan zat dari CPO, maka mengenai delik penggelapan tersebut diriwayatkan oleh Ahmad, Nasai, Abu Daud dan juga oleh muslim. Menurut riwayat muslim yan

Referensi

Dokumen terkait

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukan bahwa jenis dan komposisi nutrisi media tanam jamur tiram putih memberikan pengaruh yang nyata pada persentase

Dampak lain yang dirasakan oleh guru-guru dan warga sekolah dari kegiatan PAK ini adalah sebagai berikut; (1) Siswa menjadi tertib, disiplin, tepat waktu datang ke sekolah dan

Bentuk hidrat dari garam natrium tiosulfat paling banyak dalam bentuk 5-hidrat dan 10-hidratnya, karena garam natrium tiosulfat berbentuk serbuk putih, tetapi

Antara yang berikut yang manakah pernyataan yang paling tepat bagi X.. A Majlis pengajaran dibuat di Masjid

Berdasarkan hasil dari penelitian, dapat diketahui bahwa bahwa peraturan daerah nomor 20 tahun 2002 dalam penanganan anak jalanan sudah berjalan baik, namun belum maksimal

menempel di batang yang sudah lapuk. Jenis ini ditemukan di beberapa tempat namun hampir semuanya tumbuh di tempat yang tidak mendapat banyak sinar matahari. Jenis lain yang

Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah berusaha mendeskripsikan bentuk variasi leksikon suara burung yang digunakan

Berdasarkan hasil penelitian dan manfaat yang diperoleh, maka beberapa saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut 1) Perlu dilakukan penelitian lanjutan