BAB II
Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan
Pemberatan
A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pencurian dengan pemberatan, maksudnya adalah pencurian biasa yang
diatur dalam pasal 362 disertai dalam keadaan memberatkan.
Pencurian biasa yang diatur dalam pasal 362 KUHP memiliki pengertian
yaitu :35
“Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman penjara, selama-lamanya lima tahun atau sebanyak-banyaknya Rp.900- (K.U.H.P. 35, 364, 366, 486)”
Pasal 362 ini merupakan bentuk pokok dari pencurian, dengan unsur-unsur
yaitu :36 1. Obyektif
a) Mengambil
b) Barang
c) Yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain
2. Subyektif
a) Dengan maksud
b) Untuk memiliki
c) Secara melawan hukum.
A.d.1. Mengambil
35
R.Soesilo, Loc.Cit. 36
Mengambil semula diartikan memindahkan barang dari tempat semula ke
tempat lain. Ini berarti membawa barang dibawah kekuasaannya yang nyata.
Perbuatan mengambil berarti perbuatan yang mengakibatkan barang dibawah
kekuasaan yang melakukan atau yang mengakibatkan barang berada diluar
kekuasaan pemiliknya.37
A.d.2. Barang yang seluruhnya atau sebahagiankepunyaan orang lain.
Pengertian barang telah mengalami juga proses perkembangannya. Dari
arti barang yang berjudul menjadi setiap barang menjadi bagian dari kekayaan.
Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat
dipindahkan (barang bergerak). Tetapi kemudian ditafsirkan sebagai setiap
bahagian dari harta benda seorang.
Dengan demikian barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai
nilai didalam kehidupan ekonomi dari seseorang.
Perubahan pendapat ini disebabkan dengan peristiwa pencurian aliran listrik,
dimana aliran listrik termasuk pengertian barang yang dapat menjadi obyek
pencurian.
Barang harus selurunya atau sebahagian kepunyaan orang lain. Barang tidak perlu
kepunyaan orang lain pada keseluruhannya, sedangkan sebahagian dari brang saja
dapat menjadi obyek pencurian. Jadi sebahagian lagi adalah kepunyaan pelaku
sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat dijadikan obyek pencurian,
yaitu barang-brang dalam keadaan res nullius dan res derelictae.38
37Ibid
38Ibid,
A.d.3. Dengan Maksud Untuk Memiliki Barang Bagi Diri Sendiri Secara Melawan Hukum Dengan Maksud.
Istilah ini terwujud dalam kehendak, keinginan atau tujuan dari pelaku
untuk memiliki barang secara melawan hukum.39 A.d.4. Melawan Hukum.
Perbuatan memiliki yang dikehendaki tanpa hak atau kekuasaan sendiri
dari pelaku. Pelaku harus sadar, bahwa barang yang diambilnya adalah milik
orang lain.40
A.d.5. Memiliki Barang Bagi Diri Sendiri.
Memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang
tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya, sedangkan
ia bukan pemiliknya.
Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai
jenis perbuatan, yaitu menjual, memakai, memberikan kepada orang lain,
menggadaikan, menukarkan, merubahnya, dan sebagainya. Pendeknya setiap
penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakan-akan pemilik, sedangkan
ia bukan pemilik.
Maksud untuk memiliki barang itu tidak perlu terlaksana, cukup apabila
maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah
tertangkap dulu, karena kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan
selesainya perbuatan mengambil barang.41
39
Ibid, halaman.19.
40Ibid
41Ibid,
B. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pencurian dengan pemberatan memiliki unsur-unsur pencurian biasa yang
pokok, pencurian dengan pemberatan merupakan (gequalificeerde diefstal) yang diterjemahkan sebagai pencurian husus dimaksudnka sebagai suatu pencurian
dengan cara tertentu dan bersifat lebih berat.42
Pencurian dengan pemberatan diatur dalam pasal 363 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana yaitu :
1. Dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun :43 (1) Pencurian ternak.
(2) Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau
gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam terdampar, kecelakaan
kereta-api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang.
(3) Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di perkarangan tertutup
yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan
setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak.
(4) Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.
(5) Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau
untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan
membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu,
perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.
42
Wirjono Prodjodikoro¸ Op.Cit., halaman.19.
43
2. Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan salah satu hal
yang diterangkan dalam No. 4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selama
-lamanya Sembilan tahun.
Dengan begitu pencurian dalam pasal tersebut dinamakan “pencurian berat” dan ancaman hukumannya pun lebih berat.
(1) Pencurian ternak, hewan sebagaimana diatur diterangkan dalam pasal 101
ialah semua jenis binatang yang memamah biak (kerbau lembu, kambing dan
sebagainya), binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi. Anjing,
kucing ayam, itik dan angsa tidak termasuk hewan, karena tidak memamah
biak, tidak berkuku satu dan bukan pula sejenis babi44
(2) Jika dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam bencana, seperti
kebakaran, peletusa, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung
berapi, kapal karam, kecelakaan kereta api, huru-hara pemberontakan atau
bahaya perang.pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti ini diancam
hukuman lebih berat, karena pada waktu semua sedang menyelamatkan jiwa
dan raganya serta harta bendanya, si pelaku mempergunakan kesempatan itu
untuk melakukan kejahatan, yang menandakan bahwa orang itu adalah rendah
budinya.45
Pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti ini perlu dibuktikan,
bahwa antara terjadinya bencana dengan pencurian itu ada kaitan yang erat,
sehingga dapat dikatakan bahwa pencuri tersebut mempergunakan kesempatan
itu untuk mencuri, berbeda halnya seorang pencuri di dalam sebuah rumah
44Ibid,
halaman.378.
45Ibid,
bagian kota, yang kebetulan saja di bahagian kota itu terjadi kebakaran.
Tindak pidana ini tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksud
oleh pasal ini, karena disini pencuri tidak sengaja menggunakan kesempatan
peristiwa kebakaran yang terjadi waktu itu.
(3) Pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada
rumahnya dilakukan oleh orang yang berada di situ tanpa setahu atau tanpa
izin yang berhak.
a) Waktu malam sebagaimana dimaksud oleh pasal 98, adalah waktu antara
matahari terbenam dan terbit kembali.
b) Pengertian rumah di sini ialah bangunan yang dipergunakan sebagai
tempat-tinggal siang dan malam. Gudang dan toko yang didiami pada
waktu siang dan malam, tidak termasuk pengertian rumah. Sebaliknya
gubug, garbing, kereta-api dan petak-petak kamar di dalam perahu,
apabila didiami siang dan malam, termasuk dalam pengertian rumah.
c) Perkarangan tertutup disini ialah dataran tanah yang pada disekelilingnya
ada pagarnya (tembok, bambu, pagar tumbuh-tumbuhan yang hidup) dan
tanda-tanda lain yang dapat dianggap sebagai batas.
Untuk dapat dituntut dengan pasal ini si pelaku pada waktu
melakukan pencurian itu harus masuk ke dalam rumah atau perkarangan
tersebut. Apabila hanya menggaet saja dari jendela, tidak dapat
digolongkan dengan pencurian dimaksud di sini.46
(4) Jika dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Supaya dapat
dituntut menurut pasal ini, maka dua orang (atau lebih) itu harus bertindak
bersama-sama sebagaiana dimaksud oleh pasal 55, dan tidak seperti halnya
yang dimaksud oleh pasal 56, yakni yang seorang bertindak, sedang seorang
lainnya hanya sebagai pembantu saja.47
(5) Masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan
dicuri itu, pencurian tersebut dilakukan dengan jalan membongkar, memecah,
memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu.
a) Membongkar ialah mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya
membongkar tembok, pintu dan jendela dan sebagainya. Dalam hal ini
harus ada sesuatu yang rusak, pecah dan sebagainya. Apabila pencuri
hanya mengangkat daun pintu dari engselnya dan tidak terdapat kerusakan
apa-apa, tidak dapat diartikan “membongkar”.
b) Memecah ialah membuat kerusakan yang agak ringan, misalnya memcah
kaca jendela dan sebagainya.
c) Memanjat, dalam pasal 99 KUHP adalah ke dalam rumah dengan melalui
lubang yang sudah ada tetapi tidak untuk tempat orang lalu, atau dengan
melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali, demikian juga melalui
selokan atau parit, yang gunanya sebagai penutup jalan.
d) Anak kunci palsu , dalam pasal 100 KUHP adalah segala macam anak
kunci yang tidak diperuntukan membuka kunci dari sesuatu barang yang
dapat dikunci, seerti lemari, peti dan sebagainya, oleh yang berhak atas
47Ibid,
barang itu. Demikian juga anak kunci duplikat yang penggunaannya bukan
oleh yang berhak, dapat dikatakan anak kunci palsu. Anak kunci asli yang
telah hilang dari tangan yang berhak, apabila orang yang berhak itu telah
membuat anak kunci lain untuk membuka kunci tersebut, dapat dikatakan
pula anak kunci palsu. Dalam sebutan anak kunci palsu menurut pasal 100
ini, termasuk juga sekalian perkakas, walaupun bentuk tidak menyerupai
anak kunci, misalnya kawat atau paku yang lazimnya tidak untuk
membuka kunci, apabila alat itu digunakan oleh pencuri untuk membuka
kunci, masuk pula dalam sebutan anak kunci palsu.
e) Perintah palsu ialah perintah yang dibuat sedemikian rupa, seolah-olah
perintah itu asli dan dikeluarkan oleh yang berwajib, padahal tidak
asli.Pakaian palsu ialah pakaian yang dikenakan oleh orang yang tidak
berhak itu. Misalnya seorang pencuri yang mengenakan pakaian seragam
polisi dapat masuk ke dalam rumah seseorang, kemudian mencuri
barang.
f) Pakaian palsu di sini tidak saja pakaian jabatan pemerintah, tetapi boleh
juga pakaian seragam perusahaan swasta.48
(6) Dalam ayat 1 sub (5) pasal ini antara lain dikatakan bahwa untuk dapat masuk
ke tempat kejahatan itu pencuri tersebut melakukan perbuatan dengan jalan
membongkar. Bukan yang diartikan jalan untuk ke luar. Jadi apabila si pencuri
di dalam rumah sejak petang hari ketika pintu-pintu rumah itu sedang dibuka,
kemudian ke luar pada malam harinya, setelah para penghuni rumah itu tidur
nyenyak, dengan jalan membongkar, tidak dapat digolongkan dengan
pencurian yang dimaksudkan di sini.49
C. Sanksi
Dari pengertian hukum pidana (pemidanaan) yang lebih sempit menjadi
pidana di samping penindakan dan kebijaksanaan maka hukum pidana dapat
disebut sebagai Hukum Sanksi. Pengertian sanksi dalam pembahasan ini adalah
yang berupa penderitaan, nestapa, atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan
secara badani. Penjatuhan tentang penderitaan, nestapa atau segala sesuatu yang
tidak mengenakkan tadi, akan dirasakan kepada setiap orang yang karena
perbuatannya telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan
orang lain yang sudah barang tentu penentuan apakah seseorang itu telah
dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain dinyatakan
di dalam putusan hakim. Mengenai putusan hakim yang melegalkan sesuatu tidak
legal itu sering disebut sebagai putusan yang condemnatoir, yaitu putusan hakim yang berisi penghukuman kepada salah satu pihak.50
Menurut Sudarto, sanksi atau pemidanaan itu kerap kali kata
penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat
diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya
(berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.51
49
Ibid, halaman.381.
50
Waluyadi. 2003. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta : Djambatan, halaman.29.
51
Ada 3 teori tentang pemidanaan yaitu :52 a) Teori Absolut
dasar dari pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar
dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak
menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan
perkosaan pada hak dan kepentingan umum (pribadi, masyarakat atau negara)
yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal
dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang
pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah
membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus
diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat
timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memperhatikan masa depan, baik
terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak
dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu -satunya
penderitaan bagi penjahat.
b) Teori Relatif atau Teori Tujuan
Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana
adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan
pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib itu diperlukan
pidana.
Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan
tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara. Ditinjau dari sudut pertahanan
52
masyarakat itu tadi, pidana merupaan suatu terpaksa perlu (noodzakelijk) diadakan.
Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu
mempunyai tiga macam sifat, yaitu :53 1. Bersifat menakuti-nakuti
2. Bersifat memperbaiki
3. Bersifat membinasakan
Oleh sebab itu terbagi jadi 2 (dua) macam yaitu :54 a) Teori pencegahan umum
Pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar orang-orang (umum)
menjadi takut untuk berbuat kejaatan. Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadian
contoh oleh masyarakat agar masyarakat tidak meniru dan melakukan pebuatan
yang serupa dengan penjahat itu.
b) Teori pencegahan khusus
Tujuan pidana ialah mencegah oelaku kejahatan yang dipidana agar ia
tidak mengulang lagi kejahatan, dan mencegah agar orang yang telah berniat
buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata.
Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan menjatuhkan pidana, yang sifatnya 3 (tiga)
macam, yaitu :55
1. Menakuti-nakutinya
2. Memperbaikinya, dan
3. Membuatnya menjadi tidak berdaya
53
Ibid, halaman.162.
54Ibid
55Ibid,
Menakut-nakuti ialah bahwa pidana harus dapat memberi rasa takut bagi
orang-orang tertetnu yang masih ada rasa takut agar ia tidak lagi mengulangi kejahatan
yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga orang-orang tertentu yang tidak lagi
merasa takut untuk mengulangi kejahatan yang pernah dilakukannya, pidana yang
dijatuhkan kepada orang yang seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya.
Sementara itu, orang-orang yang ternyata tidak dapat diperbaiki lagi, pidana yang
dijatuhkan terhadapnya haruslah bersifat membuatnya tidak berdaya atau bersifat
membinasakan.
c) Teori Gabungan
Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas
pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar
dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar, yaitu sebagai berikut :56
1. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan tidak
boleh melampuibatas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya
dipertahankanya tata tertib masyarakat.
2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat,
tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada
perbuatan yang dilakukan terpidana.
Ted Honderich berpendapat, bahwa pemidanaan harus memuat tiga unsur
berikut :57
56Ibid.
halaman.166
57
a) Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan (deprivation) atau kesengsaraan (distress) yang biasanya secara wajar dirumuskan dari tindakan pemidanaan.unsur pertama ini pada dasarnya merupakan kerugian atau
kejahatan yang diderita subjek yang menjadi korban sebagai akibat dari
tindakan sadar subjek lain. Secara actual, tindakan subjek lain dianggap salah
bukan saja karena mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, tetapi juga
karena melawan hukum yang berlaku secara sah.
b) Setiap pemidanaan harus datang dari instuisi yang berwenang secara hukum
pula. Jadi, pemidanaan tidak merupakan konsekuensi alamiah suatu tindakan,
melainkan sebagai hasil keputusan pelaku-pelaku personal suatu lembaga
yang berkuasa. Karenanya, pemidanaan bukan merupakan tindakan balas
dendam dari korban terhadap pelanggar hukum yang mengakibatkan
penderitaan.
c) Penguasa yang berwenang, berhak untuk menjatuhkan pidana hanya kepada
subjek yang telah terbuti secara sengaja melanggar hukum atau peraturan yang
berlaku dalam masyarakat. Unsur yang ketiga ini memang mengandung
pertanyaan tentang “hukuman kolektif”, misalnya embargo ekonomi yang
dirasakan oleh orang-orang yang tidak bersalah. Meskipun demikian, secara
umum pemidanaan dapat dirumuskan terbukti sebagai denda (penalty) yang diberikan oleh instant yang berwenang kepada pelanggar hukum atau
Lebih lanjut, sanksi atau hukuman mengenai pencurian dengan
pemberatan terdapat dalam KUHP dimana menurut pasal 363 ayat (1) yang
menyebutkan : “Dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun apabila :58
1. Pencurian ternak.
2. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa
laut, peletusan gunung berapi, kapal karam terdampar, kecelakaan kereta-api,
huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang.
3. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di perkarangan tertutup
yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan
setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak.
4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.
5. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk
dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar,
memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau
pakaian-pakaian palsu.
Pasal 363 ayat (2) KUHP Menyatakan dihukum selama-lamanya 9 tahun
bahwa Jika yang diterangkan dalam no 3 disertai dengan salah satu hal yang
tersebut dalam no.4 dan 5
Jenis-jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pengadilan (hakim) terhadap
pelaku tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 10, di bagi dalam dua
jenis yaitu, hukuman pokok dan hukuman tambahan :59 a. Hukuman Pokok
58
R.Sughandi, Loc.Cit 59
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukam kurungan
4. Hukuman denda
b. Hukuman tambahan
1. Pencabutan beberapa hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman
Bahwa sanski yang terdapat dalam KUHP dikesampingkan karena sanksi
yang akan dijatuhkan terhadap anak harus sesuai dengan Undang-Undang No.11
Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sesuai dengan asas lex specialis de rogat lex generalis. Dalam undang-undang tersebut, anak hanya bisa dikenai tindakan atau pidana yang diatur mulai dari pasal 69 sampai dengan pasal
83 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.
Adapun itu bahwa pidana pokok terdiri dari :60 (1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:
a. Pidana peringatan;
b. Pidana dengan syarat:
1) Pembinaan di luar lembaga;
2) Pelayanan masyarakat; atau
3) Pengawasan.
c. Pelatihan kerja;
60
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,
d. Pembinaan dalam lembaga; dan
e. Penjara.
(2) Pidana tambahan terdiri atas:
a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
b. pemenuhan kewajiban adat.
(3) Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan
denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.
(4) Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat
Anak.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Pengaturan tindakan sebagai sanksi yang diberikan kepada anak yaitu :
(1) Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi:61 a. pengembalian kepada orang tua/Wali;
b. penyerahan kepada seseorang;
c. perawatan di rumah sakit jiwa;
d. perawatan di LPKS;
e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan
oleh pemerintah atau badan swasta;
f. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
g. perbaikan akibat tindak pidana.
61Ibid
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f
dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Penuntut
Umum dalam tuntutannya,kecuali tindak pidana diancam dengan pidana
penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat