Pengumpulan angka penurunan emisi gas rumah kaca harus diterjemahkan ke dalam bentuk langkah-langkah mitigasi yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian. Hasil penurunan emisi GRK yang terverifikasi dari langkah-langkah mitigasi yang dilaksanakan oleh kementerian/lembaga pada tahun 2015-2016.
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
Sedangkan pelaksanaan kegiatan pengukuran, pelaporan dan verifikasi diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan pengukuran, pelaporan dan verifikasi penurunan emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan mitigasi perubahan iklim dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diakui di tingkat internasional, dengan menggunakan metodologi yang dapat dibandingkan dan diakui oleh pemangku kepentingan, pihak konvensi (UNFCCC, 1992). Laporan ini memuat hasil inventarisasi, pemantauan, pelaporan dan verifikasi GRK serta penurunan emisi yang telah diverifikasi hingga tahun 2016.
METODOLOGI
EMISI OPERASIONAL DARI SEKTOR PROSES DAN PENGGUNAAN PRODUK INDUSTRI (IPPU) KOORDINATOR SEKTOR : KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN (Pusat Penelitian.
EMISI GRK SEKTOR PROSES INDUSTRI DAN PENGGUNAAN PRODUK (IPPU) KOORDINATOR SEKTOR : KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN (PUSAT PENELITIAN
EMISI GRK SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, DAN PENGGUNAAN LAHAN LAINNYA (AFOLU)
EMISI GRK SEKTOR PENGELOLAAN LIMBAH
- METODOLOGI VERIFIKASI CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK a. Kelembagaan Verifikasi Capaian Penurunan Emisi GRK
Tingkat emisi gas rumah kaca yang dilaporkan dalam inventarisasi sektor energi dihitung menggunakan metode IPCC 2006 Tier 1 dengan nilai faktor emisi standar dan data aktivitas dalam satuan energi (BOE, setara barel minyak) yang dikumpulkan dari tabel neraca energi di Energy dan Statistik Ekonomi Indonesia yang diterbitkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). Faktor emisi (Gef) dihitung secara tidak langsung dari kandungan karbon organik (Corg) atau setara dengan Corgx 3.67.
HASIL INVENTARISASI GRK NASIONAL
PROFIL EMISI GRK NASIONAL
PROFIL EMISI SEKTORAL
- Sektor Energi
Penggunaan bahan bakar untuk peralatan tetap atau stasioner (industri, komersial dan domestik), dan. Emisi GRK dari pembakaran bahan bakar meliputi emisi yang dihasilkan oleh industri pembangkit listrik, manufaktur, industri (tidak termasuk konstruksi), transportasi dan sumber lain seperti domestik, komersial dan ACM (Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan), seperti Gambar 6. Emisi GRK dari kategori ini mencakup semua emisi yang dihasilkan selama pembakaran bahan bakar dalam produksi listrik dan panas, industri minyak, dan produksi bahan bakar padat.
Industri manufaktur mencakup semua jenis industri yang diketahui menggunakan pembakaran bahan bakar sebagai sumber energinya. Emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar di industri manufaktur dihitung dari data konsumsi bahan bakar agregat. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa emisi GRK dan pembakaran bahan bakar di pertambangan mineral termasuk dalam kategori ini.
Emisi gas rumah kaca dari kategori ini meliputi pembakaran bahan bakar yang diproduksi di industri perumahan, komersial dan ACM (Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan). Emisi GRK perumahan dan komersial dihasilkan dari pembakaran bahan bakar LPG, gas pipa dan minyak tanah.
Emisi Fugitif dari Produksi Bahan Bakar
- Sektor AFOLU
- Pertanian
- Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya a. Sumber Kategori Emisi/Serapan GRK
- Sektor Limbah
Hal ini berkorelasi positif dengan sumber emisi di sektor energi yang didominasi oleh emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar (Gambar 11). Emisi gas rumah kaca dari kegiatan produksi bahan kimia (seperti asam adipat, kaprolaktan, glioksal, titanium oksida dan industri soda) tidak termasuk dalam ruang lingkup inventarisasi. Jenis emisi gas rumah kaca dari sektor IPPU meliputi CO2, CH4, N2O, HFCs, per-fluorocarbons (PFCs) dan SF6.
Kategori sumber emisi GRK dari peternakan adalah emisi GRK akibat fermentasi usus dan penanganan kotoran ternak (Gambar 26). Sedangkan emisi GRK dari sumber emisi agregat dan non-CO2 di darat adalah CO2, CH4 dan N2O. Data kegiatan yang digunakan untuk menghitung emisi GRK dari sumber agregat dan sumber emisi non-CO2 berbasis lahan diperoleh dari berbagai sumber publikasi.
Berdasarkan sumbernya, emisi gas rumah kaca dari sumber agregat dan sumber emisi non-CO2 di darat dapat disajikan di bawah ini. Namun, perhitungan emisi gas rumah kaca dari kehutanan dan penggunaan lahan lainnya hanya memperhitungkan kumpulan karbon di atas tanah dari biomassa dan bahan organik tanah di lahan gambut. Peta tutupan lahan yang disiapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan data aktivitas untuk menghitung emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya.
Jika dirangkum kembali, sumber emisi GRK di bidang kehutanan dan penggunaan lahan lainnya terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu emisi dari 1) biomassa di atas tanah (biomass above ground) akibat penggunaan lahan lain, 2) dekomposisi gambut, dan 3) membakar gambut seperti yang dijelaskan pada gambar 41, 42 dan 43.
HASIL CAPAIAN PENURUNAN EMISI GRK
PENURUNAN EMISI GRK NASIONAL
PENURUNAN EMISI GRK SEKTORAL
- Sektor Energi
- Sektor IPPU
- Sektor Kehutanan
- Sektor Pertanian
- Sektor Limbah
Saat menerapkan langkah-langkah mitigasi perubahan iklim di sektor transportasi, penyelenggara kampanye menyatakan bahwa pada 2015 Kementerian Perhubungan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 2.554.823 ton CO2 (2015) dan 2.948.009 ton CO2 (2016). ). Penanggung jawab mitigasi di bidang kehutanan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca adalah Direktorat Jenderal Teknis di lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan Restorasi Gambut (BRG). Berdasarkan langkah mitigasi sektor kehutanan dalam upaya penurunan emisi GRK pada tahun 2015 dan 2016 (Tabel 34), terlihat bahwa emisi sektor kehutanan meningkat menjadi 539,9 juta CO2e pada tahun 2015.
Sedangkan pada tahun 2016 sektor kehutanan berkontribusi dalam penurunan emisi gas rumah kaca yaitu penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 130,9 juta ton CO2e. Upaya mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca yang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di bawah Kementerian Pertanian meliputi (1) budidaya padi rendah emisi (SLPTT, SRI, varietas rendah emisi), (2) UPPO (unit penggunaan pupuk organik) (3) Batamas (biogas ternak dari Masyarakat) ). Penurunan emisi dari sektor pertanian merupakan selisih antara emisi tanpa tindakan mitigasi dan emisi dengan tindakan mitigasi.
Aksi mitigasi untuk bidang pengelolaan sampah terdiri dari 2 (dua) aksi di bawah tanggung jawab Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemPUPera) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Secara spesifik, aksi mitigasi dalam pengelolaan limbah padat (limbah) rumah tangga dapat dilakukan dalam 3 kegiatan yaitu pengomposan, pemanfaatan 3R dan Landfill Gas (GFG).
PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI
PENURUNAN EMISI TERVERIFIKASI
- Sektor Energi
- Sektor IPPU
- Sektor Kehutanan
- Sektor Pertanian
- Sektor Limbah
Aksi mitigasi ini belum dapat diverifikasi karena aksi mitigasi ini sudah selesai pada tahun 2013 dan dilakukan di 33 desa serta belum ada data pendukung metode perhitungan penurunan emisi gas rumah kaca untuk aksi mitigasi ini. Adanya klaim yang tidak dapat diverifikasi disebabkan oleh belum lengkapnya data pendukung untuk perhitungan detail pengurangan emisi. Hasil verifikasi klaim pencapaian penurunan emisi gas rumah kaca untuk aksi mitigasi menunjukkan bahwa penurunan rasio klinker dan penggunaan bahan bakar alternatif dan efisiensi energi pada industri semen menunjukkan angka yang sama di 13 industri, hal ini dikarenakan sektor IPPU sudah dilengkapi dengan data Perhitungan untuk pengurangan emisi gas rumah kaca dan dapat ditelusuri kembali ke metode perhitungan.
Berdasarkan hasil pengecekan capaian penurunan emisi GRK bidang kehutanan dari 5 upaya mitigasi utama yang dilaksanakan oleh penanggung jawab upaya mitigasi bidang kehutanan (Tabel 40), terlihat adanya peningkatan GRK emisi tahun 2015. 539,9 juta ton CO2e (0,54 Gton CO2e). Hasil verifikasi juga menunjukkan bahwa pada tahun 2016 emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan berkurang sebesar 130,9 juta ton CO2e karena 5 langkah mitigasi utama yang dilakukan oleh penanggung jawab langkah/kegiatan mitigasi di sektor kehutanan. Penurunan emisi dari sektor pertanian menghasilkan tren peningkatan dari tahun 2010 hingga 2014, dengan penurunan yang signifikan pada tahun 2015 dan 2016.
Aksi mitigasi Budidaya Lahan Pertanian (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu/SLPTT, SRI, Varietas Rendah Emisi) mengalami perubahan program pada tahun 2015 yang semula bernama SLPTT, berubah menjadi program GPPTT (Gerakan Penerapan Tata Kelola Tanaman Terpadu). Hasil verifikasi capaian penurunan emisi dari sektor persampahan pada tahun 2015 dan 2016 masing-masing sebesar 10,5 juta ton dan 11,579 juta ton sebagaimana diklaim oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
KONTRIBUSI PENURUNAN EMISI GRK TERHADAP TARGET NATIONALLY DETERMINED CONTRIBUTION (NDC)
- Kontribusi Penurunan Emisi GRK Sektoral
- Sektor Energi
- Sektor IPPU
- Sektor Kehutanan
- Kontribusi Penurunan Emisi GRK Nasional
Kontribusi kategori energi tahun 2016 terhadap target NDC 2030 adalah sebesar 3,28% dibandingkan BAU dan inventori, seperti terlihat pada Tabel 44 dan Gambar 46. Untuk kategori IPPU, target penurunan emisi GRK sejalan dengan Kontribusi yang Ditentukan Nasional ( NDC ) sebesar 2,75 Mton CO2e atau 0,10% dengan kondisi skenario tanpa persyaratan mitigasi tanpa syarat (countermeasure/CM1). Sasaran pengurangan emisi gas rumah kaca akan dicapai melalui langkah-langkah mitigasi IPPU sektoral yang dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian.
Kontribusi kategori IPPU tahun 2016 terhadap target NDC 2030 sebesar 0,23% dibandingkan BAU dan Inventarisasi, seperti terlihat pada Tabel 45 dan Gambar 47. Sehingga capaian penurunan emisi GRK sektor kehutanan tahun 2016 didasarkan pada perbandingan antara realisasi emisi inventarisasi GRK sektor kehutanan dengan baseline NDC (BAU) emisi sektor kehutanan sebesar 135,98 juta ton CO2e. Kontribusi sektor kehutanan tahun 2016 terhadap target NDC 2030 sebesar 4,71% dibandingkan BAU dan stok, seperti terlihat pada Tabel 46 dan Gambar 48.
Berdasarkan uraian pada sub bab 5.2, kontribusi penurunan emisi nasional tahun 2016 terhadap target yang ditetapkan dalam NDC 2030 adalah sebesar 8,7% dari target penurunan emisi sebesar 834 juta ton CO2e atau 29% dari BAU. Berdasarkan Gambar 52, kontribusi penurunan emisi tahun 2016 terhadap target NDC 2030 sebesar 8,7%, dibandingkan dengan skenario CM 1 dan CM2, masih diperlukan upaya yang lebih besar dari semua sektor untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam NDC yang ditetapkan, hingga dicapai.
RENCANA PERBAIKAN (PLAN OF IMPROVEMENT)
Pembangunan subsektor pertanian harus dilakukan dengan memperbaharui faktor emisi terbaru berdasarkan hasil penelitian yang ada, yang saat ini masih menggunakan hasil penelitian tahun 1995-2005. Sebaran kelas umur ternak juga mengacu pada data survei dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2011, sehingga perlu dilakukan survei lagi untuk memperbaharui data sebaran kelas umur ternak. Data penggunaan pupuk yang tersedia baik dari Kementerian Pertanian maupun Gabungan Produsen Pupuk Indonesia hanya mencakup pupuk bersubsidi, sedangkan pupuk nonsubsidi banyak digunakan di perkebunan, namun data penggunaan pupuk tidak tersedia. pemupukan memerlukan dosis dan pendekatan penanaman Survei penggunaan pupuk pada perkebunan telah dilakukan dan telah dikembangkan mekanisme bagi perkebunan untuk melaporkan penggunaan pupuknya, mengingat dari tahun ke tahun penggunaan pupuk pupuk semakin meningkat.
Seperti halnya pupuk nonsubsidi, data penggunaan kapur pertanian diperoleh dari asumsi luas tanam dan dosis yang digunakan per tahun. Di sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya, ketersediaan data memungkinkan untuk mengubah perhitungan inventarisasi gas rumah kaca untuk sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya dari metode untung-rugi menjadi metode stock-different. Ketersediaan data akan diupayakan dari T-2 sebelumnya menjadi T-1, artinya ketersediaan data kegiatan (khususnya analisis perubahan tutupan lahan) dapat ditingkatkan menjadi 1 (satu) tahun sebelumnya.
Peningkatan kualitas data dan informasi hasil aksi mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan antara lain dengan membangun struktur manajemen, SOP (Standard Operating Procedure) dan dokumentasi terkait alur informasi yang diperlukan untuk evaluasi perubahan iklim aksi mitigasi, metode pemantauan dan pencatatan aksi mitigasi perubahan iklim, dan pelaporan dokumentasi. Sistem pemantauan data dan pelaporan mitigasi direkomendasikan untuk lebih akurat dan rinci sehingga semua data dapat diverifikasi dengan baik.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
KEMENTERI AN LI NGKUNGAN HI DUP DAN KEHUTANAN DI REKTORAT J ENDERAL PENGENDALI AN PERUBAHAN I KLI M