PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Bagaimana kedudukan hukum positif ketentuan hakim nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn tentang pemberian akta nikah kepada pasangan di bawah umur?
Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis kedudukan hukum positif terhadap hak dan kewenangan hakim dalam Putusan Pengadilan Nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn.
Manfaat Penelitian
Penelitian Terdahulu
Bedanya dengan tesis penulis adalah penulis membahas tentang kelayakan syarat pemberian surat nikah dalam keputusan hakim no. 85/Pdt.P/2020/PA.Bn serta pandangan hukum Islam atas keputusan hakim no. 85/Pdt.P/2020/PA.Bn tentang pemberian itsbat nikah kepada pasangan di bawah umur dan pendapat hukum positif terhadap putusan pengadilan nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn tentang pemberian itsbat nikah kepada pasangan di bawah umur. pasangan. Pendapat hakim pengadilan agama terhadap pelaksanaan Itsbat Nikah Nikah Sirri yang berakhir setelah berlakunya UU No. Padahal, majelis hakim Pengadilan Agama Malang menyadari dampak yang terjadi ketika setiap perkara nikah Itsbat dikabulkan di Pengadilan Agama Malang, antara lain: banyak masyarakat yang meremehkan pentingnya pembuatan akta nikah karena menganggap bisa. kapan pun.
Hakim Pengadilan Agama Makassar menyadari dampak yang akan timbul jika setiap perkara nikah Itsbat di Pengadilan Agama Makassar ditegakkan, khususnya pada perkara nikah siri antara lain: banyak. Perbedaannya dengan tesis penulis adalah penulis membahas tentang kesesuaian syarat penerbitan akta nikah dalam Putusan Pengadilan Nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn serta pandangan hukum Islam terhadap Putusan Pengadilan Nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn. 85/Pdt.P/2020/PA.Bn tentang pemberian itsbat nikah pada pasangan di bawah umur dan pandangan hukum positif.
Metode Penelitian
Sumber data primer yaitu data yang diperoleh dari sumber asli yang memuat informasi terkait dengan permasalahan pokok yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam (KHI), dan Putusan Hakim Nomor 85/Pdt.P/2020/ PA. Bn. Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh di luar sumber data primer yaitu berita dari majalah dan surat kabar, skripsi dan jurnal yang relevan dengan fokus penelitian. Untuk memperoleh data yang akurat, untuk menunjang penelitian ini peneliti menggunakan metode pengumpulan data yaitu metode Dokumentasi.
Metode dokumen adalah suatu metode yang dilakukan dengan mencari dan mempelajari data-data dari catatan, transkrip, file, surat, majalah, surat kabar, dan lain-lain.9 Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data yang diperlukan untuk menjawab setiap permasalahan soal. Berdasarkan data yang diperoleh untuk menyusun dan menganalisis data yang dikumpulkan, metode yang digunakan peneliti adalah metode analisis deskriptif.
Sistematika Penulisan
Dengan demikian peneliti akan mendeskripsikan kesesuaian syarat-syarat dikabulkannya nikah dengan Keputusan Hakim Nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn serta pandangan hukum Islam terhadap Keputusan Hakim Nomor 85/Pdt.P /2020/PA.Bn tentang pemberian hisbat nikah kepada pasangan di bawah umur, dan pandangan hukum positif terhadap Putusan Hakim Nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn tentang pemberian akta nikah kepada pasangan di bawah umur. Bab keempat dalam skripsi ini merupakan hasil penelitian yang membahas tentang kesesuaian syarat pemberian akta nikah dengan Putusan Hakim Nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn, serta pandangan hukum Islam terhadap putusan Hakim. Putusan Nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn tentang Pengkabulan Itsbat Nikah pada Pasangan Di Bawah Umur, dan Pandangan Hukum Positif Terhadap Putusan Hakim Nomor 85/Pdt.P/2020/PA.Bn Tentang Pengkabulan Itsbat Nikah kepada pasangan kecil. Bab kelima dalam skripsi ini merupakan kesimpulan sebagai hasil akhir penelitian sekaligus penutup rangkaian penulisan skripsi yang berisi simpulan dan saran.
LANDASAN TEORI
Pengertian Pencatatan Perkawinan
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu tidak menunaikan solat secara tunai untuk waktu tertentu, hendaklah kamu menuliskannya. Maka menulis ini adalah sesuatu yang diharuskan secara tertulis, tidak boleh orang memilih (melakukan atau tidak) ini pada saat pelaksanaan transaksi dari segi hutang-piutang, demi hikmah yang akan ditemukan. berguna. Kewajipan yang tidak akan ditunaikan melainkan disertai dengan perbuatan yang lain, perbuatan itu menjadi wajib.
Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1), perkawinan hanya diperbolehkan apabila pihak laki-laki dan perempuan telah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun 16 (enam belas) tahun. Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, permohonan Permohonan I dan Permohonan II telah memenuhi ketentuan Pasal 7 ayat (2) dan (3) huruf (e) Kompilasi Hukum Islam. Bahwa wali dalam perkawinan Pemohon I dan Pemohon II adalah ayah kandung Pemohon II bernama Sahun bin Idris;
Bahwa tidak ada hubungan antara Pemohon I dan Pemohon II, baik itu hubungan keluarga atau sedarah, hubungan seksual atau hubungan seksual atau perkawinan; Bahwa perkawinan antara Pemohon I dan Pemohon II tidak dicatatkan pada Kantor Agama setempat sehingga tidak mempunyai akta nikah; Bahwa wali perkawinan antara Pemohon I dan Pemohon II adalah ayah kandung Pemohon II bernama Sahun bin Idris;
bahwa saksi dalam perkawinan Pemohon I dan Pemohon II adalah Syamsuar sebagai saksi perkawinan I dan Zahirin sebagai saksi perkawinan II; Bahwa tidak ada hubungan antara Pemohon I dan Pemohon II, baik sedarah maupun sedarah, hubungan seksual atau hubungan seksual atau perkawinan; karena selama perkawinannya, Pemohon I. dan Pemohon II. mereka tidak pernah bercerai dan tidak ada satu pun dari mereka yang meninggalkan Islam atau murtad;
Bahwa selama berlangsungnya perkawinan Pemohon I dan Pemohon II tidak pernah ada orang yang memprotes atau mempertanyakan status perkawinannya; Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1), perkawinan hanya diperbolehkan apabila pihak laki-laki dan perempuan telah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun 16 (enam belas) tahun.
Tujuan Pencatatan Perkawinan
Akibat Perkawinan yang tidak dicatatkan
Perkawinan di Bawah Umur
- Pengertian Perkawinan di Bawah Umur
- Batas Usia Perkawinan
- Faktor-Faktor Perkawinan di Bawah Umur
- Akibat Perkawinan di Bawah Umur
Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini, Anda dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh orang tua perempuan tersebut. Kurangnya kontrol orang tua ini biasanya dimanfaatkan oleh remaja untuk melakukan hal-hal yang diinginkannya karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Orang tua yang memiliki pendidikan tinggi biasanya membimbing anaknya untuk mencapai pendidikan tinggi, urusan pernikahan biasanya bersifat sekunder.
Pemikiran orang tua seperti itu disebabkan oleh faktor pendidikan dan faktor lingkungan karena orang tua belum terbiasa melihat perempuan bekerja di luar rumah. Orang tua khawatir terhadap hubungan anaknya dengan pasangannya yang menjalin hubungan terlalu jauh, karena khawatir akan berujung pada dosa karena melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.
Itsbat Nikah
- Pengertian Itsbat Nikah
- Dasar Hukum Itsbat Nikah
- Tujuan Itsbat Nikah
- Syarat-Syarat Itsbat Nikah
- Sebab diajukannya Permohonan Itsbat Nikah
- Akibat Hukum Sebelum dan Sesudah Itsbat
- Isbat Nikah bagi Pasangan di Bawah Umur
Singkatnya, yurisdiksi perkara perkawinan di pengadilan agama dalam sejarahnya hanya diperuntukkan bagi mereka yang telah melakukan perkawinan siri atau perkawinan siri sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, jo. Landasan hukum hukum perkawinan tertuang dalam satu bab Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Buku 1 Pasal 7 yang memuat Pasal 64 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. memenuhi syarat sebagai obat yang disebut itsbat nikah.
28 Nasarudin Salim, Itsbat Nikah dalam Ringkasan Hukum Islam (Tinjauan Yuridis Filsafat dan Sosiologis) di Mimbar Yuridis Perolehan Hukum Islam, No. Yang berhak mengajukan permohonan perkawinan adalah suami istri, anak-anaknya, wali perkawinan, dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam perkawinan itu. Landasan hukum lain yang dijadikan acuan dalam pembuatan akta nikah adalah peraturan yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, PERMA No. 1 Tahun 2015 tentang penerbitan akta perkawinan dan akta kelahiran.
Sebagaimana diketahui, menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta Pasal 7 Kompilasi Hukum Islam, adanya perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta perkawinan, artinya dalam hal perkawinan tidak memperoleh akta nikah, maka jalan keluar yang dapat diambil adalah dengan mengajukan itsbat nikah, yaitu ada yang mengajukan itsbat nikah. Tujuan perkawinan adalah agar perkawinan yang dilakukan mendapat bukti autentik berupa ekstrak akta perkawinan dan disahkan baik secara formal maupun dalam masyarakat luas. Itsbat nikah merupakan permohonan pengesahan perkawinan di Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam, karena jika tidak dapat membuktikan perkawinan dengan akta nikah maka dapat mengajukan itsbat nikah di Pengadilan Agama. Dalam hal permohonan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama apabila perkawinan itu telah memenuhi ketentuan agama Islam dan tidak bertentangan dengan rukun dan syarat-syarat perkawinan. Tidak ada halangan untuk menikah, namun tidak bisa dibuktikan dengan akta nikah.
Syarat-syarat sahnya perkawinan dijelaskan dalam Kompendium Hukum Islam Pasal 7 ayat 3 yang menyatakan bahwa syarat sahnya perkawinan yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama hanya sebatas pada hal-hal yang berkaitan. Adapun bagi yang berhak mengajukan permohonan pencatatan perkawinan dalam Peraturan Mahkamah Agung no. 1 Tahun 2015 pasal 7 ayat 4 masing-masing: 33. Sedangkan syarat administrasi yang harus dipenuhi untuk sahnya perkawinan atau perkawinan adalah sebagai berikut.
KONSEP KEPASTIAN HUKUM DAN PENETAPAN
Kekuatan Penetapan Hakim
Keputusan tersebut mempunyai 3 kuasa dan berlaku kepada pihak-pihak serta dunia luar (pihak ketiga), tetapi keputusan tersebut hanya berlaku kepada pemohon sendiri, ahli warisnya dan kepada orang yang mendapat hak daripadanya.
Konsep Kepastian Hukum dalam Penetapan
Aktif yang dimaksud adalah upaya menciptakan keadaan sosial yang manusiawi dalam suatu proses yang terjadi secara wajar.8 “Sedangkan pasif yang dimaksud adalah upaya mencegah tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan hak.” Doktrin hukum, nilai kepastian hukum yang kekuatan pengikatnya didasarkan pada peraturan hukum yang lebih tinggi. Doktrin sosiologi, nilai sosiologi, artinya aturan hukum bersifat mengikat karena diakui dan diterima dalam masyarakat (teori pengakuan) atau dapat ditegakkan meskipun masyarakat menolaknya (teori paksaan).
Ajaran filosofis, nilai filosofis, artinya aturan hukum bersifat mengikat karena sesuai dengan cita-cita hukum, keadilan sebagai nilai positif tertinggi. Oleh karena itu, agar hak dapat berlaku secara sempurna, ketiga nilai dasar tersebut perlu dipenuhi. Asas legalitas tertuang dalam Pasal 58 ayat (1) yang bunyinya sama persis dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No.
Dari rumusan tersebut dapat dipahami bahwa di dalamnya terkandung asas legalitas dan berbarengan dengan penegasan persamaan hak dan kedudukan setiap orang yang diadili di depan sidang pengadilan. Jika asas legalitas dikaitkan dengan kedudukan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum, sudah selayaknya pengadilan yang berfungsi dan berwenang menegakkan hukum melalui lembaga peradilan harus berlandaskan dan berpijak pada hukum. Artinya hakim yang berfungsi dan berwenang menggerakkan roda peradilan melalui pengadilan tidak boleh bertindak di luar hukum.
Sehubungan dengan penegakan hukum melalui lembaga peradilan maka permasalahan yang muncul adalah mengenai makna hukum. Terdapat perbedaan pemahaman hukum dari sudut pandang syariah dan sudut pandang barat. Sedangkan dalam pandangan Barat, hukum dilahirkan oleh masyarakat dan dibuat oleh masyarakat untuk kepentingan tatanan duniawi masyarakat.12.
Gambaran Penetapan Hakim NO
- Identitas Para Pihak
bahwa Pemohon I dan Pemohon II menikah di Desa Talang Karet, Kabupaten Kepahyang, Provinsi Bengkulu, dengan tata cara agama Islam; bahwa mahar perkawinan pemohon I dengan pemohon II berupa uang senilai Rp20.000,00 (dua puluh ribu rupiah) dan dibayar tunai; bahwa mahar perkawinan pemohon I dengan pemohon II berupa uang senilai Rp. dua puluh ribu rupiah) dan telah dibayar tunai;