PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Definisi Istilah
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
Pragmatik
Keadaban linguistik merupakan subdisiplin kajian pragmatik yang menaruh perhatian pada kesadaran akan harkat dan martabat orang lain dalam berbahasa, baik dalam penggunaan bahasa lisan maupun tulisan untuk menjaga keselarasan dan memungkinkan wajah setiap peserta berbicara. Pertama, tesis yang disusun oleh Dwi Santoso (2013), mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Surabaya dengan judul skripsi Kesantunan Berbahasa Bagi Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 2008-2011 bersama UNESA Karyawan. Kedua, penelitian yang berjudul Realisasi Kesantunan Berbahasa Siswa dalam Interaksi dengan Guru dan Staf disusun oleh Amri Naryanti (2009), mahasiswa Jurusan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pendidikan Daerah Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pertama, bentuk-bentuk kesantunan berbahasa siswa meliputi (1) Kesantunan meminta yang berupa, (a) Kesantunan bertanya, dan (b) Kesantunan bertanya; (2) Santunan mengajak berbentuk, (a) Santunan mengajak, (b) Santunan mengajak, dan (c) Santunan mendesak; (3) Kesopanan bertanya; dan (4) Kesopanan menolak. Ketiga, penelitian Elva Sulastriana (2015) berjudul Pengaruh Sikap Berbahasa Terhadap Kesantunan Berbahasa Mahasiswa IKIP PGRI Pontianak. Persamaan ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama menyelidiki prinsip kesantunan dan maksim-maksimnya, sedangkan yang membedakan adalah subjek kajiannya.
Selain itu, peneliti juga membahas tentang kaidah kesantunan berbahasa beserta strateginya dan penyebab terjadinya kekasaran berbahasa di kalangan siswa. Penggunaan atau penggunaan bahasa dalam komunikasi sosial harus selalu memperhatikan faktor situasional, tujuan pembicaraan dan situasi lawan bicara.
Tindak Tutur
Konsep pragmatik dalam hal ini menunjukkan bahwa pragmatik mempelajari hubungan antara (bentuk) bahasa dengan konteks yang melingkupi penggunaan bahasa dalam bahasa menurut konteksnya. Dari beberapa pengertian pragmatik di atas, peneliti berpendapat bahwa pragmatik merupakan salah satu subdisiplin ilmu bahasa yang dalam pelaksanaannya, untuk memahami suatu tuturan atau melakukan suatu tuturan perlu memperhatikan konteks atau situasi tuturan tersebut. Saat kita terlibat dalam percakapan, kita melakukan beberapa tindakan seperti melaporkan, menjanjikan, mengusulkan, menyarankan, dll.
Tindak tutur dapat diartikan sebagai satuan terkecil kegiatan tutur yang dapat dikatakan mempunyai fungsi. Dalam kajian tindak tutur ini, 'tuturan' sebagai kalimat atau wacana yang berkaitan dengan konteks, terminologinya berbeda-beda. Tuturan atau tuturan adalah rangkaian unsur bahasa yang pendek atau panjang yang digunakan pada kesempatan yang berbeda-beda untuk tujuan yang berbeda-beda.
Jenis-jenis Tindak Tutur
Berbeda dengan Austin, Wijana (1996:4) menjelaskan bahwa tindak tutur dapat dibedakan menjadi tindak tutur langsung dan tidak langsung. Tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang penggunaan kalimat atau pernyataannya sesuai dengan fungsi konvensionalnya, dan tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang secara tidak langsung memerintahkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Situasi yang berbeda memerlukan jenis dan tingkat kesopanan yang berbeda pula.
Di antara keempat jenis ilokusi tersebut, jenis ilokusi yang mengandung kesantunan adalah tipe pertama (kompetitif) dan tipe kedua (menyenangkan). Dalam fungsi ilokusi yang mempunyai fungsi kompetitif (a), kesantunan mempunyai sifat negatif dan tujuannya adalah untuk mengurangi disharmoni yang tersirat dalam persaingan antara apa yang ingin dicapai dan apa yang dituntut oleh kesopanan. Fungsi jenis ketiga yaitu fungsi ilokusi bekerja sama (c) tidak melibatkan kesantunan, karena dalam fungsi ini kesantunan tidak relevan.
Pada fungsi ilokusi tipe keempat yaitu konflik, unsur kesantunan sama sekali tidak ada, karena fungsi ini pada dasarnya bertujuan untuk menimbulkan kemarahan. Ilokusi jenis ini seringkali dapat dimasukkan dalam kategori kompetitif (a), karena juga termasuk kategori ilokusi yang memerlukan kesantunan negatif.
Prinsip Kesantunan
Grice (dalam Nababan menyatakan bahwa ada prinsip sosial, elastis dan moral yang biasa diikuti orang dalam percakapan, yaitu kesantunan. Tuturan dalam bahasa Indonesia pada umumnya dianggap sopan apabila penuturnya menggunakan kata-kata yang santun, tuturannya tidak mengandung ejekan langsung, perintah langsung, dan menghormati orang lain Oleh karena itu, mereka menggunakan strategi dalam pengajaran pidato dengan tujuan memastikan kalimat yang diucapkan sopan tanpa menyinggung pendengar.
Asas kesantunan adalah kaidah-kaidah dalam bercakap-cakap yang mengatur agar penutur (penyapa) dan penerima (penyapa) memperhatikan kesantunan dalam bercakap-cakap. Para ahli setidaknya mengenal empat pendekatan kesantunan yang ditinjau dari berbagai sudut pandang, yaitu kesopanan dilihat dari sudut pandang aturan sosial tokoh adalah Lakoff (1973), kesantunan dilihat dari sudut pandang kontak percakapan tokoh adalah Fraser (1990), kesopanan, terlihat dari ekspresi wajah karakter, oleh Brown dan Levinson (1987), dan kesopanan, terlihat dari maksim percakapan karakter, oleh Leech (2011). Dalam penelitian ini peneliti akan fokus pada kesantunan dari sudut pandang Leech, yaitu kesantunan yang dilihat dari maksim percakapan.
Prinsip Kesantunan Leech
Maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan ialah peserta ucapan hendaklah berpegang kepada prinsip sentiasa mengurangkan keuntungan sendiri dan memaksimumkan keuntungan pihak lain ketika bercakap. Jika orang berpegang kepada maksim kebijaksanaan ketika bercakap, mereka dapat mengelakkan dengki, dengki dan lain-lain sikap yang tidak sopan terhadap orang lain. Begitu juga, perasaan sakit akibat perlakuan tidak baik daripada pihak lain dapat diminimumkan sekiranya maksim hikmat ini dipegang teguh dan dilaksanakan dalam aktiviti bertutur.
Dalam maksim kesyukuran dijelaskan bahawa orang akan dianggap santun jika sentiasa berusaha memberi rasa terima kasih kepada pihak lain dalam ucapan. Dengan lafaz ini, diharapkan para peserta pidato tidak mengejek, menghina atau mengaibkan antara satu sama lain. Ucapan peserta yang sering diejek. peserta pengucapan lain dalam sesuatu aktiviti pengucapan akan mengatakan bahawa mereka adalah orang yang kurang ajar.
Dengan maksim kedermawanan atau kedermawanan, peserta percakapan diharapkan dapat menghargai orang lain. Rasa hormat terhadap orang lain akan terjadi apabila masyarakat dapat memperkecil keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain atau dengan gambaran sederhana sebagai berikut :. Pada maksim kesederhanaan atau maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan bersikap rendah hati dengan mengurangi sikap memuji diri sendiri.
Orang akan dikatakan sombong atau angkuh apabila dalam kegiatan berbicaranya selalu memuji dan mengutamakan dirinya sendiri. Dalam maksim ini ditegaskan agar para partisipan tutur dapat membangun keselarasan atau kesepakatan satu sama lain dalam kegiatan bertuturnya, sehingga masing-masing dapat dikatakan santun. a) Mengurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dan orang lain (b). Dalam maksim simpati diharapkan peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara satu pihak dengan pihak lainnya. sikap antipati terhadap salah satu peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak sopan.
Orang yang antipati terhadap orang lain, apalagi sampai sinis terhadap orang lain, akan dianggap sebagai orang yang tidak tahu sopan santun.
Skala Kesantunan Leech
Sakala merujuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan rakan tutur yang terlibat dalam pertuturan. Sebaliknya, semakin dekat jarak tahap status sosial antara keduanya, ia akan cenderung menurunkan tahap kesantunan perkataan yang digunakan dalam pertuturan. Darjah ini merujuk kepada tahap hubungan sosial antara penutur dan rakan tutur yang terlibat dalam sesuatu ucapan.
Ada kecenderungan semakin dekat jarak peringkat sosial antara keduanya, maka tuturan yang diucapkan akan semakin kurang santun. Dengan kata lain, tingkat keakraban penutur dengan mitra tuturnya sangat menentukan tingkat kesantunan tuturan yang digunakannya.
Kerangka Pikir
METODE PENELITIAN
Data dan Sumber Data
Dengan kata lain, tuturan tersebut berusaha meminimalkan keuntungan dan memaksimalkan kerugian bagi orang yang dituturkannya. Tuturan ini menggambarkan pemaksimalan hinaan terhadap orang lain dan minimalisasi pujian terhadap orang lain. Mungkin Ippang kurang paham ya, jadi kami bilang kurang jelas,” pernyataan tersebut merupakan bentuk pembelaan Yana atas pernyataan Ippang yang mengatakan bahwa bisnis yang ditawarkan Yana adalah bisnis yang tidak jelas.
Tuturan ini jelas menggambarkan adanya pelanggaran maksim hormat karena penuturnya memaksimalkan penghinaan atau merendahkan orang lain. Konteks ceritanya adalah seorang siswa yang meminta siswa lain asal Gandra untuk diwawancarai tentang perayaan Muharram. Hal ini disebabkan karena peserta tutur berusaha meminimalkan manfaatnya dan memaksimalkan manfaat bagi lawan bicaranya, yaitu berupa kalimat yang sebenarnya ingin meminta bantuan kepada lawan bicaranya yang kemudian diberikan dalam bentuk kalimat tanya sebagai kalimat tidak langsung. . strategi bertutur agar ia berusaha memaksimalkan manfaat bagi lawan bicaranya dengan memberikan kebebasan memilih agar tuturannya dianggap santun.
Jadi dalam tuturan Oh tentu kanda sudah memenuhi maksim konformitas atau kepantasan karena dalam tuturan ini Siswa A berusaha memaksimalkan kesesuaian atau kesesuaian pendapat atau memenuhi permintaan peserta tutur untuk kesopanan dalam menjaga komunikasi. Tuturan tersebut melanggar maksim kemurahan hati karena penutur yaitu Sahar memaksimalkan keuntungannya dengan meminta untuk menjiplak karya Akbar. Hal ini merupakan beban bagi diri sendiri dan upaya untuk memaksimalkan keuntungan bagi penuturnya, sehingga tuturan tersebut merupakan bentuk pemenuhan maksim kedermawanan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tuturan tersebut melanggar maksim apresiasi yang berlandaskan prinsip bahwa setiap peserta tutur harus selalu bersikap hormat. Tuturan tersebut memenuhi maksim simpati karena para partisipan tutur berusaha memaksimalkan simpati terhadap lawan bicaranya dan meminimalkan rasa antipati terhadap lawan bicaranya. Dengan cara ini, tuturan tersebut memenuhi maksim kebijaksanaan karena manfaat yang diperoleh penerima dapat dimaksimalkan dan kerugian bagi penerima dapat diminimalkan.
Tuturan tersebut melanggar maksim kebijaksanaan yang mengharuskan setiap peserta tutur berusaha semaksimal mungkin memberikan manfaat kepada orang lain dan meminimalkan kerugian bagi orang lain. Pernyataan ini menunjukkan seorang penutur menaati maksim kebijaksanaan karena penutur berusaha meminimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri sekaligus memaksimalkan keuntungan bagi lawan bicaranya dengan memberikan kebebasan memilih kepada lawan bicaranya. Tuturan ini juga menunjukkan kepatuhan terhadap kaidah hikmah karena tuturan tersebut mengandung ajakan kepada yang berbicara, namun ajakan tersebut tidak mengikat, dengan kata lain penutur memberikan kebebasan kepada yang mengucapkannya untuk memenuhi atau tidak ajakan tersebut. Assalamualaikum, apa kabar?"
Dari data tuturan terlihat jelas bahwa setiap peserta tutur berusaha memaksimalkan manfaat bagi lawan bicaranya. Hal ini dibuktikan dengan beberapa data tuturan di atas yang menunjukkan bahwa penutur memberikan beban tambahan pada dirinya sendiri dan meminimalkan manfaat bagi dirinya. Tuturan ini menunjukkan citra diri penutur yang positif karena penutur tidak menekankan dirinya dengan berusaha bersikap rendah hati. Ungkapan tersebut merupakan bentuk apresiasi pembicara kepada lawan bicaranya yang dapat menyatukan semua pendapat terkait.
Apabila lawan bicara merasa tersinggung dengan tuturan yang diucapkannya, maka tuturan tersebut dapat dikategorikan sebagai tuturan tidak sopan.