• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of ADAPTASI MAHASISWA PMM2 TERHADAP CULTURE SHOCK DI PT PENERIMA

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of ADAPTASI MAHASISWA PMM2 TERHADAP CULTURE SHOCK DI PT PENERIMA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

ADAPTASI MAHASISWA PMM2 TERHADAP CULTURE SHOCK DI PT PENERIMA

Meta Siringoringo1, Rina Kristiana Sitepu2, Devier Portiana Malau3

1,2,3)

Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP, Universitas HKBP Nommensen Medan email: [email protected]1, [email protected]2

Abstrak

Perbedaan budaya dapat menimbulkan culture shock pada pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi antarbudaya. Mahasiswa asal Medan (Universitas Hkbp Nommensen) menjadi salah satu contoh mahasiswa yang mengalami culture shock sejak awal mengikuti program pertukaran mahasiswa di Universitas di luar pulau sumatera seperti di Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Nusa Cendana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses adaptasi mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan terhadap culture shock di Universitas penerima serta hambatan yang diperoleh dalam proses adaptasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, sumber data yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder dengan jumlah informan sebanyak 5 orang mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan kondisi yang dialami masing-masing mahasiswa Universitas HKBP Nommensen dalam fase adaptasi budaya. Perbedaan kondisi sosial budaya mengakibatkan mahasiswa mengalami culture shock di Pt penerima. Namun mahasiswa memilih bertahan dan menghadapi segala kondisi yang ada, sehingga secara keseluruhan semua mahasiswa mampu beradaptasi di lingkungan budaya baru. Adapun hambatan dalam proses adaptasi mahasiwa Universitas Hkbp Nommensen Medan berasal dari dalam diri dan lingkungan.

Kata kunci: Culture Shock, Pertukaran Mahasiswa Merdeka, Pmm2

Abstract

Cultural differences can cause culture shock to the parties involved in intercultural communication.

Students from Medan (Hkbp Nommensen University) are an example of students who experience culture shock from the start following student exchange programs at universities outside the island of Sumatra, such as at Surabaya State University and Nusa Cendana University. This study aims to determine the process of adaptation of HKBP Nommensen University Medan students to culture shock at the receiving university and the obstacles obtained in the adaptation process. This study uses a descriptive qualitative approach, the data sources used are primary and secondary data sources with a total of 5 students as informants. Data collection techniques using interviews, observation, and documentation. The data analysis technique used is data reduction, data presentation, drawing conclusions. The results of this study indicate that there are differences in the conditions experienced by each HKBP Nommensen University student in the five phases of cultural adaptation. Differences in socio-cultural conditions resulted in students experiencing culture shock at the receiving Pt. However, students choose to survive and face all existing conditions, so that overall all students are able to adapt in a new cultural environment. The obstacles in the adaptation process for students at the University of Hkbp Nommensen Medan come from within themselves and different environment

Keywords: Culture Shock, Students Exchange Program, Pmm2

PENDAHULUAN

Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) adalah program yang dirancang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang bertujuan untuk mendorong mahasiswa untuk menguasai berbagai keilmuan untuk bekal memasuki dunia kerja. Perubahan perkembangan pendidikan di era 4.0 mejadi konsep dalam Kampus Merdeka. Agar siap menghadapi tantangan di era 4.0 maka menjadi tantangan perguruan tinggi dalam paradigma membangun Merdeka Belajar (Aini, Budiarto, Putra, & Santoso, 2021). Kampus Merdeka juga menjadi sarana untuk mencapai Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia untuk menghadapi era revolusi industry 4.0.

Kampus merdeka memberikan tantangan dan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan berbagai soft skill dan hard skill (Anwar, 2021). Adanya kebebasan dalam

(2)

memilih perkuliahan di kampus lainnya ataupun pada program studi lainnya diluar program studi pilihannya sendiri menjadi salah satu konsep merdeka belajar. Program diselenggarakan pada tahun 2021 lalu, telah diikuti sebanyak 11.464 mahasiswa dari 215 perguruan tinggi penerima atau pengirim. Sedangkan program Pertukaran Merdeka Angakatan 2 targetnya dibuka untuk 16.000 mahasiswa yang dapat memilih satu perguran tinggi dari 194 perguruan tinggi penerima (kemdikbud.go.id, 2022). Pertukaran Mahasiswa Merdeka merupakan salah satu program unggulan dari Direktoran Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi. Penelitian terdahulu mengenai Pertukaran Mahasiswa merdeka masih sangat minim dalam referensi,dikarenakan program ini baru terlaksana selama 2 tahun.

Dengan adanya Kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka diharapkan menjadi wujud pembelajaran di perguruan tinggi yang otonom dan fleksibel sehingga terciptanya kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang, serta sesuai dengan kebutuhan mahasiswa. Proses pembelajaran dalam Kampus Merdeka merupakan salah satu perwujudan pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa (student centered learning) yang sangat esensial. Pembelajaran dalam Kampus Merdeka memberikan tantangan dan kesempatan untuk pengembangan inovatif, kreativitas, kapasitas, kepribadian, serta kebutuhan mahasiswa, serta mengembangkan kemandirian dalam mencari dan menemukan pengetahuan melalui kenyataan dan dinamika lapangan seperti persyaratan kemampuan, permasalahan riil, interaksi sosial, kolaborasi, manajemen diri, tuntuntan kinerja, target serta pencapaiannya. Adanya program ini dapat membentuk hard dan soft skill mahasiswa dengan kuat.

Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat majemuk, dimana anggota masyarakat terdiri dari beragam kebudayaan. Keberagaman budaya tersebut menimbulkan perbedaan dalam kelompok masyarakat yang akan lebih mudah dipahami apabila terdapat proses komunikasi di dalamnya. Pola komunikasi yang memungkinkan terjadi dalam proses interaksi tersebut tidak lain ialah komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang menunjukkan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai nilai, adat, kebiasaan (Steward dalam Daryanto, 2016:207). Dalam menjalani proses komunikasi antarbudaya, pihak-pihak yang berkomunikasi dapat mengalami keterkejutan budaya karena perbedaan budaya tersebut. Keterkejutan terhadap suatu budaya dialami seseorang khususnya ketika hidup dalam lingkungan kebudayaan yang baru. Kondisi ini disebut dengan culture shock.

Istilah culture shock diperkenalkan untuk pertama kali di tahun 1958 untuk mendeskripsikan kecemasan ketika seseorang bergerak ke suatu lingkungan yang sepenuhnya baru. Istilah ini menyatakan ketiadaan arah, merasa tidak mengetahui harus berbuat apa atau bagaimana mengerjakan segala sesuatu di lingkungan yang baru, dan tidak mengetahui apa yang tidak sesuai atau sesuai.

Culture shock secara umum ditetapkan setelah minggu awal datang ke tempat yang baru. Culture Shock dapat terjadi dalam lingkungan yang berbeda. Mungkin ini dapat mengenai individu yang mengalami perpindahan dari satu daerah ke daerah lainnya dalam negerinya sendiri (intra-national) sampai individu yang berpindah ke negeri lain (Dayakisni, dkk., 2004).

Culture shock sering dikaitkan dengan fenomena saat seseorang memasuki suatu budaya baru yang bukan hanya identik dengan negara asing tetapi bisa pula merujuk pada agama baru, lembaga pendidikan baru, lingkungan kerja baru bahkan keluarga baru. Culture shock dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kejutan budaya. Keterkejutan terhadap suatu budaya akan dialami oleh individu saat memasuki kehidupan baru dengan suasana, tempat, serta kebiasaan yang berbeda dari kehidupan sebelumnya. Hal tersebut merupakan hal yang lazim dikarenakan individu tersebut telah lama hidup disuatu tempat dan telah terbiasa dengan budaya yang ada di tempat asalnya.

Contoh culture shock paling sederhana adalah multikulturalnya mahasiswa pada suatu universitas.

Mahasiswa yang ada di setiap universitas tentu berasal dari daerah yang berbeda-beda, baik berasal dari dalam Indonesia maupun luar Indonesia, baik dari dalam daerah maupun luar daerah. Seperti yang dialami oleh mahasiswa Universitas HKBP Nommensen yang mengikuti program pertukaran mahasiswa di luar pulau Sumatera, yaitu Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Nusa Cendana yang mengalami masalah culture shock seperti persoalan penyesuaian diri mahasiswa atau yang biasa disebut dengan proses adaptasi.

Adaptasi merupakan upaya yang dilakukan setiap individu agar dapat menyatu dengan segala kondisi di lingkungan baru, demikian pula bagi para mahasiswa asal Medan. Setelah memutuskan keluar dari lingkungan hidup yang lama dan masuk ke dalam lingkungan hidup yang baru, maka permasalahan yang berkenaan dengan kondisi sosial budaya di lingkungan baru perlahan-lahan akan

(3)

bermunculan. Permasalahan-permasalahan tersebut tentunya membutuhkan penyelesaian yang diperoleh melalui proses adaptasi.

Adapun proses adaptasi yang dilakukan masing-masing mahasiswa dalam menghadapi culture shock tentunya berbeda-beda. Ada beberapa aspek yang menyebabkan culture shock seperti yang diungkapkan oleh Oberg (dalam Hidajat, dkk., 2000) berupa enam buah aspek dari culture shock yaitu: 1. Ketegangan karena adanya usaha untuk beradaptasi secara psikis 2. Perasaan kehilangan keluarga, teman, status, dan kepemilikan 3. Penolakan terhadap dan dari orang-orang di lingkungan yang baru 4. Adanya kebingungan mengenai peran, harapan terhadap peran tersebut, nilai yang dianut, perasaan dan identitas diri 5. Tidak menyukai kenyataan adanya perbedaan bahasa, kebiasaan, nilai atau norma dan sopan santun antara daerah asal dan daerah baru 6. Perasaan tidak berdaya yang disebabkan oleh ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.

Penelitian deskriptif menurut Nawawi dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Ardial, 2015:262).

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas HKBP Nommensen Medan, pada tanggal 23 April 2023 sampai dengan 28 April 2023. Yang menjadi subjek penelitian adalah mahasiswa program pertukararan yang telah mengikuti program tersebut. Mahasiswa yang mengikuti PMM tersebut memberikan informasi tentang culture shock yang dialami mahasiswa selama mengikuti program tersebut diluar provinsi.

Observasi (Pengamatan objek), wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang culture shock yang dialami mahasiswa PMM, untuk mengumpulkan data peneliti melakukan dokumentasi untuk pengumpulan data. Data yang didapatkan kemudian dianalisis dengan menggunakan model Milles dan Huberman (2019) data reduksi, data disajikan mengggunakan informasi yang didapatkan dan pelaporan hasilnya kemudian data tersebut divalidasi menggunakan triangulasi data, triangulasi data merupakan teknik pengumpulan data yang sifatnya menggabungkan berbagai data dan sumber yang telah ada Sugiyono (2015:83)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber data dari penelitian ini terbagi atas dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.

1. Sumber primer

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2018:225). Adapun sumber data primer dari penelitian ini diperoleh dari informan utama yaitu para mahasiswa asal Medan,Sumatera Utara (Universitas Hkbp Nommensen Medan) yang telah mengikuti program pertukaran Mahasiswa merdeka di luar sumatera Utara (Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Nusa Cendana)

2. Sumber sekunder

Sumber sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2018:225). Data sekunder diperoleh dari literatur, baik buku-buku, foto, autobiografi, maupun referensi yang terkait dengan penelitian ini.

mahasiswa yang akan dijadikan sebagai informan utama adalah mahasiswa dengan kriteria:

1. Mahasiswa aktif Universitas Hkbp Nommensen Medan(lahir dan besar di Medan, Sumatera Utara) dan mengikuti program pertukaran mahasiswa merdeka

2. Belum pernah datang maupun tinggal di Jawa Timur maupun di Nusa Tenggara Timur sebelumnya.

(4)

Tabel 1. data Mahasiswa yang menjadi Informan utama No Nama Mahasiswa Fakultas Prodi/Angkatan

1 Willy Fkip Pendidikan Bahasa Inggris/2021

2 Anggi Lastri Pinayungan Fkip Pendidikan Bahasa Inggris/2020 3 Tirta Artasari Simanullang Fkip Pendidikan Bahasa Indonesia/2020

4 Heni Fkip Pendidikan Bahasa Inggris/2019

5 Aprilia Lumban Batu Fkip Pendidikan Bahasa inggris/2019

Tehnik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah wawancara dengan melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana dalam Hajriadi, 2017:29).

Wawancara yang dilakukan peneliti yaitu wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, jika peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh (Sugiyono, 2018:138). Peneliti melakukan wawancara terstruktur dengan mengacu pada daftar pertanyaan yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas, peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan data (Sugiyono, 2018:140). Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, lokasi, dan benda serta rekaman gambar. Observasi adalah pengamatan secara langsung yang melibatkan semua indera (Sinarti, 2017:37). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Hubermanyang dikutip dari (Sugiyono, 2018:247), yaitu dengan mereduksi data seperti mengambil hal-hal yang utama dan merangkum, kemudian menyajikan data dengan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.Kemudian yang terakhir adalah penarikan kesimpulan.

Penulis melakukan wawancara kepada 5 Informan yang berasal dari Universitas Hkbp Nommensen Medan, untuk memperoleh informasi tentang culture shock yang mereka alami selama mengikuti program pertukaran mahasiswa merdeka di luar pulau. Informan dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif Hkbp Nommensen semester 4(empat) dan semester 6 (Enam) yang sebelumnya belum pernah berkunjung atau tinggal di Universitas penerima. Adapun penyebab yang melatarbelakangi proses terjadinya culture shock pada mahasiswa Universitas Hkbp Nommensen Medan berdasarkan hasil wawancara dengan ke 5 Informan penulis menemukan penyebab culture shock

1. Penyebab Internal

Dari hasil wawancara dengan informan penulis memperoleh informasi adanya pengaruh intrapersonal dalam diri mahasiswa, seperti skill atau kemampuan dalam berbahasa maupun berkomunikasi, ciri dan karakter individu ( hidup dalam pengawasan keluarga atau tidak bisa jauh dari keluarga)

2. Pola eksternal

a. Pola,jenis, cita rasa, dan porsi makananan. ketika individu berada atau berkunjung ke daerah yang tidak pernah ditingggali sebelumnya dengan pola, jenis, rasa dan porsi makan yang berbeda, ia akan mengalami kekagetan dan frustasi yang mengarah pada terjadinya culture shock. Rata-rata informan mengeluh dengan perbedaan cita rasa makanan dimana di daerah asal mahasiswa makanan cenderung pedas, dengan porsi yang cukup sedangkan di Pt penerima, mahasiswa mengeluh adanya perbedaan cita rasa makanan, rata-rata makanan yang disajikan cenderung manis dan untuk jajanan seperti bakso,nasi goreng dan jajanan lainnya dijual pada sore hari sampai malam hari,sedangkan di daerah asal mahasiswa jajanan dan makanan lainnya dijual mulai pagi hari sampai malam, sehingga mahasiswa kesulitan mencari makanan.

Perbedaan bahasa, Bahasa daerah merupakan cerminan dari sebuah kebudayaan yang beradab.

Mahasiswa yang mengalami kekagetan terhadap budaya baru sering kali dihubungkan dengan masalah bahasa sebagai salah satu penghambat yang cukup besar ketika menetap ditempat yang baru. Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan informan, mahasiswa menyebutkan bahwa adanya perbedaan besar di daerah asal dengan PT penerima, di daerah asal mahasiswa yang berasal dari Medan, Sumatera Utara biasanya berbicara dengan nada yang terdengar tinggi

(5)

dan berbicara secara ceplas ceplos sedangkan di Pt penerima, masyarakat yang ada disekitar sana berbicara dengan lembut dan menggunakan intonasi suara yang lembut pula sehingga mahasiswa mengalami kegagetan dan culture shock.

Berikut hasil wawancara dari beberapa informan:

a. Informan yang bernama Willy merasa nyaman dan betah tinggal di Pt penerima karena masyarakat disana sangat ramah, selain itu willy juga merasa senang bisa bertemu dengan teman-teman baru yang berasal dari berbagi pulau dengan latar belakang yang berbeda-beda, namun willy tidak terlalu menyukai makanan-makanan yang manis, Willy juga menyebutkan selama mengikuti pembelajaran di Pt penerima mereka lebih sering menggunakan bahasa daerah daripada bahasa Indonesia dalam perkuliahan, itu menjadi culture shock tersendiri karena beliau tidak fasih dalam berbahasa Jawa, karena di daerah asal Mayoritas suku Melayu dan suku Batak namun tetap menggunakan bahasa Indonesia.

b. Informan yang bernama Arta tita Sari Manullang mengaku nyaman dan betah di pt penerima namun harus belajar menyesuaikan diri dan cara bicara dengan orang disana supaya pembicaraan nyambung dengan orang disekitaran sana karena orang disana dominan menggunakan bahasa Jawa.

3. Informan yang bernama Anggi pinayungan merasa nyaman dengan keadaan jalan di Pt penerima yang tenang tidak berisik seperti di kota asal,Anggi menyebut dia lebih menikmati perjalanan disana karena di daerah asal kendaraan sedikit-sedikit berklakson sehingga membuat dia tidak nyaman.

4. Informan Yang bernama Heni Siagian merasa nyaman di Pt penerima, namun soal makanan saya rasa kurang enak karena semua terasa pedas dan soal bahasa disana cenderung pake bahasa Jawa.

5. Informan yang Kelima yang bernama Aprilia Lumban batu merasa bermasalah dengan makanan dan pola makanan di Pt penerima, dikarenakan di Pt penerima cabe lebih pedas daripada di daerah asal dan cabe tersebut ditumbuk bukan di blender, Afrilia juga menyebutkan bahwa di sana cuacanya lebih panas, sehingga tanahnya lebih kering.

Penelitian ini membahas tentang culture shock dan hambatan komunikasi lintas budaya yang dialami oleh mahasiswa yang berasal dari Medan, Sumatera Utara yaitu Universitas HKBP Nommensen Medan, berikut merupakan hasil pembahasan pada penelitian ini. Menurut Kalvero Oberg (dalam Mulyana, 2015) derajat gegar budaya yang mempengaruhi orang-orang berbeda-beda.

Meskipun tidak umum, terdapat juga orang yang tidak dapat tinggal di daerah orang lain. Sesuai dengan hasil wawancara yang telah peneliti lakukan dengan mahasiswa Universitas HKBP Nommensen Medan yang mengikuti program pertukaran mahasiswa merdeka , peneliti menemukan bahwa mahasiswa yang berasal dari Universitas Hkbp Nommensen Medan pertama kali sangat merasa senang bisa bertemu dengan mahasiswa lain yang datang dari berbagai pulau yang memiliki latar belakang yang berbeda dan juga bisa bertemu teman-teman baru di lingkungan yang baru.

Dari pernyataan Willy dapat dilihat bahwa mahasiswa Universitas Hkbp Nommensen bisa bertemu dengan teman lain yang memiliki gaya hidup yang berbeda dari tempat asal dan merasa senang bisa bertemu dan berinteraksi dengan lingkungan baru yang dia temui karena dapat menemukan hal-hal baru. Bertemu dengan orang-orang yang ramah di lingkungan Pt penerima, namun yang menjadi culture shock willy adalah orang disekitar cenderung menggunakan bahasa Jawa dan informan lain juga dominan merasakan hal yang sama yaitu perbedaan bahasa. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang significant antara culture shock terhadap penyesuaian diri pada mahasiswa program pertukaran angkatan 2 yang berasal dari Sumatera Utara

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap culture shock yang dialami mahasiswa PMM selama mengikuti program pertukaran mahasiswa dapat disimpulkan bahwa selama mengikuti Kegiatan PMM, ada beberapa hal yang membuat mahasiswa merasa terkejut (Culture shock) dengan lingkungan sekitar yang ada di kota Pt penerima dikarenakan adanya perbedaan dari keseharian masing masing mahasiswa di daerah asal dengan lingkungan di Pt penerima, mulai dari makanan, bahasa, dan kebiasaan namun Mahasiswa tetap dapat menerima dengan baik dengan adanya proses adaptasi tersebut mahasiswa dapat mempelajari budaya orang lain dan menghormatinya. Mahasiwa Universitas HKBP Nommensen Medan tetap menjunjung tinggi Semboyan kita bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika walaupun berbeda-beda tetap bersatu juga.

(6)

SARAN

Kepada setiap mahasiswa yang sedang belajar keluar dari pulau masing-masing harus siap dan membuka pikiran bahwa kemanapun dan dimana pun berada akan mengalami culture shock, jadikan culture shock yang dialami menjadi sebuah pembelajaran dan pengalaman baru menghargai dan mencintai budaya orang lain dengan toleransi. begitu juga dengan mahasiswa yang ingin berencana melanjutkan study diluar pulau agar selalu mencari relasi atau jaringan komunitas untuk mengembangkan kepribadian, agar bisa saling membantu dan saling merangkul, menyesuaikan diri sehingga bisa beradaptasi dengan baik. Selain saran yang ditujukan oleh penulis kepada mahasiswa yang berpindah pulau dan yang ingin berencana belajar di luar pulau dalam penelitian ini penulis menyadari terdapat kekurangan dalam hal penulisan dan keterbatasan dalam meng-eksplore data terlebih dalam hal mengenai adaptasi mahasiswa yang berasal dari Medan Sumatera Utara penlis berharap untuk peneliti selanjutnya dapat merencanakan penelitian dengan sebaik-baiknya agar mencapai semua target dalam penelitian.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dekan dan dosen pembimbing yang telah bersedia memberi dukungan terhadap penelitian ini.

1. Dr. Mula Sigiro, M.Si.,Ph.D 2. Hebron Pardede, M.Si

Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada penulis 2 Rina Kristiana Sitepu dan penullis 3 Devier Portiana Malau, atas kekompakan dan kerja samanya penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

(Ecca Et Al. 2022)Anwar, Rosyida Nurul. 2022. “Peran Mata Kuliah Modul Nusantara Dalam Peningkatan Sikap Toleransi Mahasiswa Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka.” Jurnal Pendidikan Dan Kewirausahaan 10(2):646–55. Doi: 10.47668/Pkwu.V10i2.471.

ARIFIN, SYAMSUL, And MOH. MUSLIM. 2020. “Tantangan Implementasi Kebijakan ‘Merdeka Belajar, Kampus Merdeka’ Pada Perguruan Tinggi Islam Swasta Di Indonesia.” Jurnal Pendidikan Islam Al-Ilmi 3(1). Doi: 10.32529/Al-Ilmi.V3i1.589.

Ecca, Suleha, Universitas Muhammadiyah, Sidenreng Rappang, Ahmad Mustanir, Universitas Muhammadiyah, Sidenreng Rappang, Jamaluddin Ahmad, Universitas Muhammadiyah, Sidenreng Rappang, Pratiwi Ramlan, Universitas Muhammadiyah, And Sidenreng Rappang. 2022. “Peran Program Pertukaran Pelajar MBKM Dalam Pengembangan Kompetensi.” (April). Doi:

10.30998/Sap.V6i3.11713.

Palupi, Ade, Kuncoro Hadi, Ade Wirman Syafei, Asep Maksum, Leonardo Zulkarnain, Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, And Universitas Al-Azhar Indonesia. 2022. “Efektivitas Modul Nusantara Dalam Memahami Empat Pilar Kebangsaan.” 03.

Ramdani, Muhammad, Sri Yani Yuliyanti, And Imam Taroji Rahmatulloh. 2022. “Penggunaan Platform Merdeka Mengajar ( PMM ) Pada Guru Sekolah Dasar.” 2(6):248–54.

Baharuddin, Muhammad Rusli. 2021. “Adaptasi Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (Fokus: Model MBKM Program Studi).” Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran 4(1):195–205. Doi:

10.30605/Jsgp.4.1.2021.591.

Iqbal, Fajar. 2014. “Komunikasi Dalam Adaptasi Budaya (Studi Deskriptif Pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).” Jurnal Komunikasi PROFETIK 7(2):65–76.

Loh, Jonathan, And David Harmon. N.D. Biocultural Diversity Endangered Languages.

Pintubatu, Santa Goretty, Angela Anatasya, Regina Bangun, Grance Luvita, And Sanaya Simanjuntak.

2023. “Culture Shock Mahasiswa PMM 2 Asal Sumatera Utara Di Pulau Jawa.” 05(04):14946–55.

Penelitian, Jurnal Hasil, Kajian Kepustakaan, And Bidang Pendidikan. 2022. “Jurnal Kependidikan:”

8(2):285–97.

Simatupang, Oktolina, Lusiana Andriani Lubis, And Haris Wijaya. 2015. “Gaya Berkomunikasi Dan Adaptasi Budaya Mahasiswa Batak Di Yogyakarta.” Jurnal ASPIKOM 2(5):314. Doi:

10.24329/Aspikom.V2i5.84.

Soemantri, Nathalia Perdhani. 2019. “Adaptasi Budaya Mahasiswa Asal Indonesia Di Australia.”

(7)

WACANA, Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi 18(1):46–56. Doi: 10.32509/Wacana.V18i1.727.

Karwati, Euis.(2016). Kinerja Dan Profesionalisme Kepala Sekolah Membangun Sekolah Yang Bermutu.Bandung: Alfabeta

Kedgley, S. (2004, June 7). Greens Launch Food Revolution. Retrieved From Ht

Kurniawan, S., & Mahrus, E. (2013). Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Referensi

Dokumen terkait

The study also recommended that the current women empowerment policy be reviewed to reflect the actual situation and that government should also establish a