• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Analisis Kemampuan Kognitif Dan Perilaku Sosial Pada Anak ADHD Di Sekolah Inklusi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Analisis Kemampuan Kognitif Dan Perilaku Sosial Pada Anak ADHD Di Sekolah Inklusi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

Analisis Kemampuan Kognitif Dan Perilaku Sosial Pada Anak ADHD Di Sekolah Inklusi

Ni Luh Putu Ika Sintya Devi1, Ni Ketut Suarni2 Pendidikan Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha1 Pendidikan Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha2

E-mail: ika.sintya@student.undiksha.ac.id1 , niketut.suarni@undiksha.ac.id2 Correspondent Author: Ni Luh Putu Ika Sintya Devi,

Email: ika.sintya@student.undiksha.ac.id Doi:10.31316/gcouns.v8i2.5664

Abstrak

Dalam lembaga pendidikan formal terdapat kelas inklusi yang tidak hanya berisikan anak-anak reguler, namun ada beberapa anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan individu yang memiliki karakter berbeda dari individu lainnya. Salah satu gangguan dalam masa pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu Attention-deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Anak ADHD menunjukan perilaku sosial kurang memadai disertai gangguan sosial dan masalah hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Metode penelitian ini ialah kualitatif deskriptif, dengan pendekatan studi kasus yang mana peneliti mengumpulkan data dalam konteks kemampuan kognitif dan perilaku interaksi sosial anak ADHD. Tujuan penelitian untuk mengetahui perilaku sosial dan kemampuan kognitif anak ADHD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan kognitif anak ADHD baik dan mampu menerima pembelajaran dikelas, (2) anak kurang mampu bersosialisasi dengan lingkungannya. Untuk itu diharapkan adanya kerjasama yang baik antara orang tua dan guru, agar mampu membimbing dan mengarahkan anak dengan gangguan ADHD untuk meningkatkan kemampuan kognitifnya melalui prestasi akademik dan juga mampu mengontrol perilaku sosialnya.

Kata kunci: kognitif, perilaku sosial, ADHD, Inklusi

Abstract

In formal education institutions there are inclusion classes not only contain regular children, but also several children with special needs. Children with special needs (ABK) are individuals have different characters from other individuals. One of disorders in children's growth and development is Attention-deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). ADHD children inadequate social behavior accompanied by social disorders and problems reciprocal relationships environment. Research method is descriptive qualitative, examining cognitive abilities and social interaction behavior of children ADHD. The research is determine social behavior and cognitive abilities of ADHD children. Results of research show that (1) cognitive abilities of ADHD children are good and able accept learning in class, (2) social interactions less able to socialize with environment. For this reason, it is hoped there will be good cooperation between parents and teachers, so they are able to guide and direct children ADHD to improve cognitive abilities through academic achievement and also be able to control social behavior.

Keywords: cognitive, social behavior, ADHD, inclusi

Info Artikel

Diterima Agustus 2023, disetujui Desember 2023, diterbitkan April 2024

(2)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

PENDAHULUAN

Situasi kelahiran yang dimiliki oleh masing-masing individu tentu berbeda-beda.

Ada sebagian individu yang terlahir sempurna, ada pula sebagian lagi yang terlahir dengan memiliki keterbatasan fisik dan mental. Anak yang terlahir sempurna cenderung akan mengalami tumbuh kembang yang baik. Namun, situasinya berbeda apabila anak terlahir dengan memiliki gangguan atau keterbatasan. Anak-anak ini disebut dengan anak berkebutuhan khusus. Menurut Mutiara, dkk (2023) anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang mempunyai ciri-ciri fisik, mental, dan perilaku sosial yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Adanya perbedaan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu kelebihan atau pun kekurangan. Hal ini tentu akan menyebabkan berbagai dampak bagi anak yang mengalaminya. Sehingga anak berkebutuhan khusus memerlukan penanganan yang baik dan tepat, jika tidak ditangani dengan baik dan tepat maka akan menimbulkan berbagai bentuk gangguan emosi (mental) yang berdampak negatif bagi kualitas perkembangan hidupnya di masa depan (Nuryati 2022). Untuk dapat memberikan suatu penanganan yang tepat dan baik kepada anak berkebutuhan khusus maka, kita harus mampu mengenali dengan baik ciri maupun karakteristik dari anak berkebutuhan khusus tersebut. Menurut Sulthon (2021) mengenali anak berkebutuhan khusus sejak dini dapat mencegah terjadinya suatu kecacatan lebih lanjut.

Salah satu bentuk gangguan atau kelainan yang kerap menjadi perhatian dan sorotan di kalangan medis ataupun masyarakat umum ialah Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), hal ini dikarena gangguan ADHD adalah salah satu bentuk ganggu yang paling sering dialami oleh anak-anak (Adiputra dkk, 2022). Menurut Putra (2022) Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu bentuk kelainan otak yang berpengaruh pada kemampuan anak dalam berkonsentrasi dan fokus, serta anak dengan gangguan ini sangat sulit untuk tetap diam dan tenang, selalu gelisah dan selalu berbicara nyerocos. Sebagian besar anak yang menyandang ADHD memperlihatkan gejala utama yakni sering melakukan aktivitas yang berlebihan, tidak bisa diam, selalu ingin bergerak, tidak dapat memusatkan perhatiannya dan kerap menunjukan impulsivitas yang menjadikan anak mengalami kesulitan dalam belajar maupun berinteraksi dengan anak lainnya (Nurfadhillah 2021). Faktor yang menentukan keberhasilan seorang anak ADHD dalam belajar ialah berat atau ringannya kelainan yang dialami oleh anak ADHD (Putri, 2022). Sejalan dengan hal tersebut biasanya gangguan perilaku yang dialami oleh anak-anak ini akan terlihat jelas saat mereka tengah memasuki usia sekolah dasar (Fitriyani dkk, 2023).

Anak ADHD yang ditangani menggunakan obat-obatan tentu akan membawa pengaruh negatif pada anak tersebut, sehingga penanganan alternatif bagi anak ADHD dengan pendekatan konseling yakni pendekatan behaviour kognitif perilaku dapat dilakukan (Siti Rahmi, 2015). Pendekatan ini dapat membantu mengubah keyakinan yang irasional menjadi rasional, mengurangi pikiran negatif, dan mengubah proses berpikir yang disfungsional. Gangguan pada anak ADHD ditunjukan dengan adanya permasalahan sosial yang mereka hadapi, yakni anak ADHD cenderung menunjukan kinerja maupun perilaku yang tidak konsisten, hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan pengetahuan maupun keterampilan sosial yang dimiliki oleh anak (Aduen dkk, 2018), Dengan demikian dalam penelitian ini membahas mengenai pendekatan guru dan pihak sekolah untuk dapat mengidentifikasi gejala ADHD pada anak sehingga mampu menyiapkan strategi pembelajaran yang bisa diterima oleh siswa dengan gangguan ADHD, serta menjalin kerjasama dengan orang tua siswa ADHD dalam membimbing dan mengarahkan siswa tersebut dengan memberikan stimulasi yang tepat dan sesuai

(3)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

dengan kemampuan kognitif siswa, serta mampu mengarahkan perilaku siswa dalam berinterakasi dengan lingkungan sosial disekitarnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan terkini dalam memahami dan mendukung anak-anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) di sekolah inklusi.

Dalam penelitian ini tidak hanya menganalisis mengenai kondisi kognitif maupun perilaku sosial anak dengan gangguan ADHD, namun menganalisis seperti apa kondisi kognitif maupun perilaku sosial anak ADHD di sekolah inklusi dengan menggunakan metode evaluasi responsif yang melibatkan kolaborasi erat antara guru dan orang tua.

Selain itu, penelitian ini diperkuat pula dengan data hasil wawancara yang dilakukan dengan anak ADHD dan guru. Dengan mengintegrasikan data hasil wawancara dan partisipasi sosial antara orang tua dan guru, penelitian ini menghadirkan suatu kerangka kerja yang komprehensif untuk mendukung perkembangan anak-anak ADHD dalam sekolah inklusi. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan panduan yang relevan untuk penyelenggaraan pendidikan inklusif yang lebih baik dan berdaya guna bagi anak-anak dengan gangguan ADHD.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan deskriptif kualitatif, dengan menggunakan metode studi kasus. Jenis penelitian kualitatif ini berasumsi bahwa suatu kebenaran memiliki sifat yang dinamis dan dapat diperoleh melalui suatu kajian terhadap individu baik dengan cara melakukan interaksi ataupun melalui situasi sosial (Fiantika dkk, 2022). Hal tersebut sejalan dengan pendapat Abdussamad dan Rapanna (2021) yang memaparkan bahwa penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang lebih memfokuskan untuk mendeskripsikan kondisi suatu objek. Sehingga penelitian ini akan melaporkan hasil penelitiannya sesuai dengan observasi dan analisis data yang diperoleh di lapangan, lalu di deskripsikan dalam sebuah laporan penelitian secara lebih rinci. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan dilengkapi dengan catatan lapangan. Peneliti memfokuskan pada satu subjek sebagai sumber data, yakni salah satu peserta didik yang ada di SD Saraswati 4 Denpasar dan masih berusia 7 tahun. Tepatnya subjek penelitian ini ialah siswa laki-laki berinisial G dan sedang menempuh pendidikan SD di kelas 1. Kegiatan wawancara dilakukan dengan kepala sekolah, guru kelas, orang tua siswa dan juga pada subjek langsung yakni siswa G.

Tidak hanya itu dalam pengumpulan data, peneliti juga mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah. Pendekatan ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan melakukan interaksi langsung dengan siswa G, duduk bersama dan melakukan kegiatan wawancara secara personal dengan memposisikan seperti teman sekelasnya, membantu dan mendampingi anak menyelesaikan tugas yang diberikan ibu guru secara bersama, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan akademik yang di miliki siswa G tersebut. Peneliti pun ikut membersamai anak untuk makan siang saat jam istirahat dan bermain bersama anak tersebut. Dengan melakukan hal tersebut peneliti dapat memperoleh informasi mengenai bagaimana siswa G melakukan interaksi dengan lingkungan sekitarnya dan mengetahui bagaimana siswa G ini dapat menyelesaikan masalah dalam bentuk tugas yang diberikan kepadanya.

Peneliti mendapati bahwa siswa G kerapkali tidak bisa duduk diam dan malah berkeliling bahkan melompat-lompat sendiri saat menyelesaikan tugas yang diberikan. Peneliti pun menanyakan siswa G mengenai kesulitan apa yang ia temui saat bekerjasama dan

(4)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

berinteraksi dengan teman-temannya, salah satu kesulitan yang ditemukan ialah kesulitan dalam berkomunikasi dan rasa emosional yang tinggi.

Kesulitan dalam berkomunikasi ini terjadi dikarenakan bahasa yang digunakan oleh siswa G saat berkomunikasi dengan teman-temannta terlalu baku sehingga sulit diterima oleh teman sebayanya. Kemudian untuk kesulitan emosionalnya terjadi karena siswa G kerapkali menunjukan ekspresi marah dan memarahi teman-temannya apabila ada hal- hal yang ia tidak sukai dalam berinteraksi ataupun bermain dengan temannya. Kemudian peneliti mencoba memberikan suatu project dengan harapan anak dapat menyelesaikannya dengan baik, namun alhasil anak tersebut belum mampu menyelesaikan tugas tersebut dengan baik dan tepat karena memang si anak masih membutuhkan bantuan orang dewasa untuk mengarahkan dan membimbingnya dalam menyelesaikan suatu persoalan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data interaktif yang dikemukan oleh Miles & Huberman yang terdiri atas tiga kegiatan analisis data, yakni: (1) Reduksi data merupakan suatu kegiatan menyeleksi data dengan cara menggolongkan, mengarahkan, ataupun membuang data yang dirasa tidak diperlukan dan dilanjutkan dengan mengorganisir data;

(2) Penyajian data yakni memperoleh pola hubungan yang bermakna dan memberikan kemungkinan adanya suatu penarikan kesimpulan; (3) Penarikan kesimpulan yakni kegiatan mengumpulkan data dari awal proses pengumpulan data hingga pada akhirnya mencapai suatu kesimpulan akhir (Yusuf 2021).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian ialah siswa G dikarenakan siswa tersebut menunjukan gambaran anak yang memiliki gangguan ADHD secara jelas.

Keterlibatan orang tua, lingkungan dan orang disekitar sangat menentukan kemampuan kognitif, motorik, dan psikomotorik anak khususnya pada anak dengan gangguan ADHD (Wahidah, 2018). Hal tersebut dilakukan pula untuk memberikan pemahaman kepada para orang tua, guru dan lingkungan, bahwa tidak selalu anak dengan gangguan tertentu yang disertai dengan gangguan sosio emosional tidak mampu bersosialisasi dengan lingkungan disekitarnya (Sumantri & Supena, 2018). Hal tersebut dipertegas dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan di salah satu sekolah inklusi di daerah Cikarang, yang memiliki siswa kelas 1 dengan gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Berdasarkan observasi secara mendalam diketahui bahwa secara anak tersebut memiliki kemampuan akademik yang sama dengan teman-teman di kelasnya. Akan tetapi, perilaku anak tersebut lebih impulsif dan sulit melakukan interaksi dengan lingkungannya.

Saat proses pembelajaran siswa G terlihat cenderung melakukan gerakan, anak kerapkali mondar-mandir ke depan kelas maupun jalan-jalan mengelilingi kelas, dan didapati pula anak senang berlarian di belakang kelas sendiri. Ketika siswa G diberikan pertanyaan saat wawancara berlangsung, diketahui bahwa fokus anak sangatlah buruk, anak tidak mampu memfokuskan diri maupun matanya saat diajak berbicara.

Ketika proses pembelajaran berlangsung siswa G dapat menyelesaikan soal maupun tugas yang diberikan, namun waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut memang cenderung lebih lama dibandingkan dengan teman-temannya dan siswa G ini memerlukan pendampingan secara intensif dalam menyelesaikan tugasnya, jika tidak maka anak hanya dapat menyelesaikan beberap soal saja. Saat berinteraksi siswa G cenderung terlihat imlusif dan sering kali siswa G tidak mau ikut bermain dengan teman- temannya, karena anak sering merasa kesal saat teman-temannya karena saat berinteraksi anak sering merasa dipojokan. Peneliti pun mengamati tulisan dan kemampuan akademik

(5)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

yang dilakukan, siswa G cenderung memiliki tulisan yang tidak rapi dan cenderung menunjukkan kemampuan di mata pelajaran Bahasa Indonesia. Sedangkan pada pelajaran Bahasa Inggris siswa G sama sekali tidak menyukainya dan tidak ingin mau mengikuti kegiatan pembelajaraan saat pelajaran Bahasa Inggris. Saat kegiatan observasi berlangsung, peneliti mendapati tata bahasa yang digunakan oleh siswa G tidak seperti anak-anak seusianya, anak tersebut cenderung berbicara layaknya orang dewasa dan sering menggunakan kosa kata yang terlalu baku dan kaku. Siswa G lahir dari keluarga sederhana yang mana ayahnya bekerja sebagai pegawai swasta dan ibunya sebagai ibu rumah tangga. Siswa G merupakan anak pertama dan baru-baru ini memiliki seorang adik perempuan. Peneliti juga mendapati informasi dari orang tuanya bahwa siswa G cenderung menghabiskan waktu di rumah dan jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Berikut kegiatan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru kelas siswa kelas G:

Tabel 1.

Transkrip Wawancara ke Guru Kelas

Peneliti : Bagaimana anak G setiap hari dalam pembelajaran di kelas bu?

Guru Kelas : Di kelas anak G bisa mengikuti pembelajaran, tetapi memang butuh extra bimbingan dari saya selaku guru kelas

Peneliti ; Untuk interaksi di kelas dan dilingkungan sekolah, bagaimana sikap yang terlihat

Guru Kelas : Anak G cenderung lebih senang bermain sendiri, lari-lari ditempat dan terlihat cukup nyaman dengan kesendiriannya.

Selanjutnya kegiatan wawancara yang dilakukan peneliti dengan subjek langsung, yakni sebagai berikut.

Tabel 2.

Transkrip Wawancara ke Siswa

Peneliti : Mengapa kamu tidak ingin bermain dengan teman-teman di luar kelas?

Siswa G : Tidak, G mau di sini saja (sambil loncat-loncat) lalu berlari Peneliti ; Kalau di rumah apa saja yang kamu lakukan?

Siswa G : Bermain dengan adik saja, aku jarang main dengan mama.

Peneliti : Ayah bekerja dimana?

Siswa G : Ayah kerja di kantor

Peneliti : Kalau Ibu, bekerja di mana?

Siswa G : Ibu di rumah saja, mengurus adik Peneliti : G punya adik berapa?

Siswa G : Aku baru ja memiliki adik, namanya Keswari Peneliti : Kalau sekolah siapa yang mengantarmu?

Siswa G : Diantar ayah, lalu dijemput kakek Peneliti : Di sekolah paling suka pelajaran apa?

Siswa G : Aku suka pelajaran Agama (sambil tertawa) Peneliti : Loh kenapa kamu tertawa nak?

Siswa G : Iya karena ada cerita Ramayana yang aku suka seperti di TV Peneliti : Menyimpulkan kalau anak sangat senang dengan cerita

(6)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

Adapun catatan raport sekolah yang diberikan oleh gurunya, terkait penilaian yang dilakukan terhadap anak G, Catatan ini diberikan dengan tujuan untuk memotivasi anak agar lebih patuh mendengarkan guru dan orang tuanya, mematuhi peraturan yang ada dan bersikap dengan baik di sekolah. Sehingga anak dapat mengembangkan kemandiriannya, kedisplinannya dan anak dapat meningkatkan prestasi belajarnya.

Tabel 3.

Catatan Raport Sekolah

Catatan Guru Ibu menyayangimu, jadilah siswa yang patuh pada guru dan orang tua, rajinlah membaca agar pengetahuanmu semakin meningkat dan prestasimu semakin baik

Berkaitan dengan pemaparan tersebut, maka peran guru sangatlah diperlukan dalam masa perkembangan anak. Keterlibatan positif dan interaksi positif antara orang tua dan anak dapat memberikan kontribusi positif khususnya pada anak dengan gangguan ADHD sehingga anak mampu meregulasi emosinya dengan baik. Alhasil anak dengan gangguan ADHD akan mampu meminimalisir perasaan negatif seperti prustasi yang dapat merujuk pada ketidakpatuhan dan agresi anak ADHD pada teman sebaya. Anak pun dapat mengembangkan sikap yang baik dan positif terhadap lingkungan sosialnya utamanya dengan teman-temanya. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan dan kelainan ADHD antara lain dengan olahraga tertentu yang melibatkan aktivitas fisik dengan mengatur intensitas, durasi, dan jenis aktivitas yang dilakukan, atau pengobatan dengan jenis permainan tertentu guna mengembangkan keterampilan kognitif dan kemampuan akademik. Pemberian aktivitas fisik merupakan alternatif yang mudah dan berkelanjutan yang dapat diterapkan bagi anak ADHD.

Hal ini sejalan dengan pemaparan oleh Hayati & Apsari (2019) yang memaparkan bahwa dalam ranah fisik, aktivitas fisik yang sesuai dengan kemampuan anak dapat membantu meningkatkan kesehatan fisik dan keterampilan motorik anak. Dalam ranah emosional dapat melibatkan aktivitas fisik dengan teman dan orang tua dapat membantu anak mengembangkan emosi, seperti empati dan komunikasi. Aktivitas fisik yang terstruktur dan berwaktu tentu dapat membantu anak mengembangkan keterampilan sosial, seperti berkomunikasi dan bekerjasama

Sedangkan dalam ranah kognitif, aktivitas ktivitas fisik ini dapat meningkatkan kesehatan otak dan keterampilan motorik dapat membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah. Dalam mengembangkan aktivitas fisik untuk anak dengan ADHD, penting untuk memilih

Dengan demikian, anak ADHD senantiasa bergerak untuk dapat mengeksplorasi kemampuannya, termasuk kemampuan kognitifnya. Kemampuan kognitif yang dimiliki anak harus dibarengi dengan dengan kemampuan anak dalam memecahkan masalah utamanya dalam proese pemeblajaran. Sehingga seharusnya hal ini mampu berpengaruh pada kemampuan anak dalam mengontrol perilakunya utamanya dalam hal menguasai diri, emosi dan sikap impulsifnya terhadap lingkungan yang ada disekitarnya. Oleh sebab itu peran guru maupun orang tua sangat diperlukan untuk membantu anak ADHD dalam memaksimalkan kemampuan akademiknya serta dapat membantu anak untuk berinteraksi dengan lingkungan baik lingkungan yang berada di rumah maupun sekolah. Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh orang tua di rumah ialah mengawasi anak saat menggunakan media sosial dan gadget, mengurangi aktivitas bermain, senantiasa mendampingi dan membantu anak dalam belajar dirumah. Sedangkan startegi yang dapat dilakukan oleh guru di sekolah yakni guru dapat menerapkan pendekatan maupun metode

(7)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

pembelajaran yang dapat mengasah kemampuan anak ADHD dan mampu mengoptimalkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dengan lingkungannya.

Merujuk pada hal tersebut maka pola asuh dan keluarga menjadi salah satu faktor utama yang dianggap sangat berkontribusi terhadap perkembangan anak ADHD baik dari segi kemampuan akademik maupun prilaku sosialnya (Efendi dkk, 2022). Tidak hanya guru, keterlibatan orang tua dalam menangani anak ADHD sangatlah diperlukan. Sekolah bersama-sama dengan orang tua bisa menjalin komunikasi yang baik dan bekerjasama demi keberlangsungan dan kenyamanan proses pembelajaran anak ADHD di sekolah dan senantiasa mengawasi setiap tahap perkembangan anak tersebut, karena memang anak dengan gangguan khusus ini sangat memerlukan perhatian dan dukungan yang lebih dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya.

Tabel 4.

Hasil Penelitian yang Relevan

No. Judul Penelitian Fokus Penelitian Hasil Penelitian 1. Penanganan Anak

ADHD

(Attention Deficit Hiperacitivity Disoder)

di MI Amanah Tanggung Turen- Malang (Sari dkk, 2020)

Penelitian ini mengacu pada studi literatur yang berfokus pada cara

penanganan dan

mengatasi adanya suatu gejala hiperaktif melalui peran guru, peran orang tua, dan kerjasama guru dengan orang tua.

Hasil dari penelitian ini

menunjukan bahwa

penanganan anak ADHD dapat dilakukan melalui identifikasi sejak dini, teknik pola asuh guru dan orangtua sebgai bentuk komunikasi terhadap anak dan kerjasama guru dan orangtua.

2. Pengalaman pada Orang Tua di dalam Merawat

Anak yang

Disertai Gangguan Attention Deficit Hyperactivity Disorder

(ADHD) (2021)

Penelitian ini berfokus pada pengalaman orang tua dalam merawat anak ADHD, orang tua perlu lebih waspada terhadap pola pengasuhan mereka dan mampu memberikan terapi yang tepat pada anak ADHD.

Hasil penelitian ini menunjukkan gejala awal yang terlihat pada anak ADHD yakni, adanya keterlambatan keterampilan sosial dan komunikasi, kesulitan mengatur kontak mata, hiperaktif, perilaku meniru, dan perilaku marah, serta keterlambatan keterampilan motorik halus.

Adapun beberapa upaya yang dilakukan oleh orang tua, antara lain dengan membatasi akses penggunaan gadget, pola makan (diet), dan penerimaan keluarga, terutama dari segi pengawasan maupun terapi.

3. Metode Social Story untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa Attention Deficit

Hyperactivity

Penelitian ini berfokus pada pemberian metode social story, sehingga anak dapat berinteraksi dengan teman dan lingkungan sekitarnya.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa dengan ADHD masih belum begitu antusias mendengarkan atau memperhatikan, sering melamun, mengalihkan fokus, dan tidak mampu melakukan

(8)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

Berdasarkan hasil analisis pada penelitian yang relevan tersebut, diketahui bahwa melalui identifikasi sejak dini, teknik pola asuh guru dan orangtua sebgai bentuk komunikasi terhadap anak dan kerjasama guru dan orangtua. mampu memberikan kontribusi yang positif bagi kemampuan kognitif anak (perhatian dan memori). Penelitian selanjutnya menunjukan bahwa gejala awal yang muncul pada anak ADHD ialah adanya keterlambatan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi, sulitnya mempertahankan kontak mata, hiperaktif, perilaku meniru, perilaku seing meluapkan emosi berupa amarah, dan keterlambatan pada motorik halus. Sehingga adapun usaha yang dilakukan oleh orang tua ialah dengan membatasi penggunaan gadget, pola makan yang baik (diet makanan yang dikonsumsi), penerimaan keluarga, pengawasan, dan terapi (Utami dkk, 2021). Diketahui pula bahwa perilaku anak ADHD disebabkan oleh buruknya interaksi sosial akibat kurangnya koordinasi dengan teman sebaya. Ciri utama anak ADHD ialah adalah kurangnya perhatian dan menurunnya konsentrasi, dalam penelitian tersebut diketahui bahwa metode social story digunakan untuk menarik perhatian anak ADHD dalam memperhatikan guru yang menceritakan kisah-kisah sosial (Susanti 2018).

Dari beberapa penelitian tersebut dan kajian yang telah dilakukan, diketahui bahwa anak dengan gangguan ADHD sebenarnya memiliki kemampuan kognitif yang baik, namun terdapat suatu keterlambatan dan ketidakmampuan dalam hal bersosialisasi, berkomunikasi, impulsif dan cenderung terlihat lebih emosional dibandingkan dengan anak-anak normal pada umunya. Hal ini dipertegas dengan adanya penelitian yang membahas mengenai peran orangtua dalam mengawasi dan mengontrol setiap perilaku dan sikap anak yang teridentifikasi ADHD. Anak dengan gangguan ADHD cenderung merasa kurang dekat dengan guru mereka dibandingkan dengan anak normal pada umumnya. Maka dari itu guru perlu menjalin lebih baik lagi kedekatan dan hubungan dengan anak ADHD, sehingga anak merasa nyaman dan aman saat berada di kelas dan setidaknya anak mampu mengutarakan apa yang diinginkannya kepada gurunya. Alhasil guru mampu memberikan penangannya yang tepat dan sesuai dengan apa yang diperlukan oleh anak tersebut.

Berdasarkan pemaparan tersebut maka sebenarnya perilaku sosial anak ADHD di sekolah inklusi dapat menunjukkan beberapa aspek penting, seperti kesulitan berkonsentrasi, gelisah, impulsif, dan terlalu aktif. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak dengan ADHD juga mungkin mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial dengan teman dan orang tua. Meskipun anak dengan ADHD mungkin mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial, beberapa sumber daya menunjukkan bahwa penelitian dan pendidikan inclusif dapat membantu mengatasi kesulitan ini. Dalam sekolah inklusi, anak dengan ADHD dapat mendapatkan dukungan yang lebih baik untuk mengembangkan keterampilan sosial dan beradaptasi dalam lingkungan belajar. Namun, penting untuk menyediakan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak

Disorder

(ADHD) di Kelas Inklusi SD Negeri Karanganyar Yogyakarta (2018)

apa pun. Perilaku siswa ADHD disebabkan karena buruknya interaksi sosial akibat kurangnya penyesuaian diri dengan teman-temannya. Anak ADHD biasanya ditandai dengan kurangnya perhatian dan kesulitan berkonsentrasi.

(9)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

dengan ADHD dan menggunakan metode pengajaran yang efektif untuk mendukung pembelajaran anak.

Berdasarkan beberapa sumber refrensi yang menyatakan bahwa anak dengan ADHD mungkin memiliki kemampuan kognitif yang berbeda dengan anak normal. Salah satu artikel yang membahas hal ini adalah "Pelayanan Khusus bagi Anak dengan Attentions - Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) di Sekolah" (Hayati & Apsari 2019).

Artikel ini menyatakan bahwa anak dengan ADHD mungkin mengalami kesulitan dalam mengembangkan fungsi kognitif yang sesuai dengan usia mereka. Anak dengan ADHD juga mungkin mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian, mengingat informasi, dan menyelesaikan tugas akademik. Namun, artikel ini juga menyatakan bahwa dengan dukungan yang tepat, seperti pendidikan inklusif dan terapi kognitif, anak dengan ADHD dapat mengembangkan kemampuan kognitif mereka dan mencapai potensi penuh mereka.

Oleh karena itu, penting untuk memberikan dukungan yang tepat dan memperhatikan kebutuhan khusus anak dengan ADHD dalam lingkungan sekolah inklusi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan akademik yang dialami siswa G baik dan mampu menerima pembelajaran dikelas, (2) interaksi social kurang bisa bersosialisasi. Permasalahan lebih ke perilaku yang dialami oleh siswa G, yang mengalami kesulitan bersosialisasi dengan rekan-rekan yang ada di sekolah. Perilaku yang ditunjukkan cenderung lebih senang sendiri, impulsif dan tidak bisa bergabung dengan teman-temannya di sekolah. Peran serta orang tua, guru dan lingkungan di sekitar menjadi support system bagi Anak G untuk bisa terus memperbaiki segala kekurangan yang dimiliki, terutama pada perilaku sosialnya.

Kemampuan kognitif ternyata memiliki kontribusi pada perilaku anak khususnya pada sosial emosional. Bimbingan, arahan dan juga terapi perilaku harus terus di lakukan untuk bisa menangani anak dengan gangguan ADHD. Karena meskipun perkembangan secara kognitif baik untuk akademis nya akan tetapi tetap perilaku seorang anak juga dibutuhkan, terlebih bahwa pada dasar nya setiap individu tidak akan mampu utnuk hidup seorang diri, butuh bantuan dari lingkungan yang ada disekitarnya.

Berdasarkan proses dan hasil penelitian yang sudah dilakukan, saran yang dapat disampaikan yakni, disarankan kepada guru agar dapat mengenali sedini mungkin gejalan-gejalan dari anak dengan gangguan ADHD. Sehingga guru dapat memberikan penanganan khusus dan sesuai kepada anak. Guru pun harus menyadari bahwa anak dengan gangguan ADHD berbeda dengan anak-anak pada umumnya, sehingga guru harus mampu memahami dengan baik psikologi anak, kemampuan kognitif, maupun keterampilan sosial anak.

DAFTAR PUSTAKA

Aduen, P. A., Day, T. N., Kofler, M. J., Harmon, S. L., Wells, E. L., & Sarver, D. E.

(2018). Social Problems in ADHD: Is it a Skills Acquisition or Performance Problem? Journal of Psychopathology and Behavioral Assessment, 40(3), 440–

451. https://doi.org/10. 1007/s10862-018-9649-7

Abdussamad, Zuchri, and Patta Rapanna. 2021. Metode Penelitian Kualitatif. CV. Syakir Media Press. https://books.google.co.id/books?id=JtKREAAAQBAJ.

Adiputra, I Made Sudarma et al. 2022. “Gambaran Tingkat Pengetahuan Keluarga Tentang ADHD di Paud Kecamatan Denpasar Utara: Description of Family

(10)

Dipublikasikan Oleh: Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas PGRI Yogyakarta

Knowledge Level About Adhd in Paud Sub District of North Denpasar.” Bhakti Community Journal 1(1): 46–54.

Efendi, Mutiara et al. 2022. “Pola Asuh terhadap Anak Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).” Jurnal Pelita PAUD 7(1): 226–35.

Fiantika, F R et al. 2022. Metodologi Penelitian Kualitatif. Get Press. https://books.

google.co.id/books?id=yXpmEAAAQBAJ.

Fitriyani, Fitriyani, Anna Maria Oktaviani, and Asep Supena. 2023. “Analisis Kemampuan Kognitif Dan Perilaku Sosial Pada Anak ADHD (Attention-Deficit Hyperactivity Disorder).” Jurnal Basicedu 7(1): 250–59.

Hayati, Devie Lestari, and Nurliana Cipta Apsari. 2019. “Pelayanan Khusus bagi Anak Dengan Attentions Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) Di Sekolah Inklusif.”

Prosiding Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat 6(1): 108–22.

http://journal.unpad .ac.id/prosiding/article/view/22497.

Mutiara, Sella et al. 2023. “Karakteristik dan Model Bimbingan atau Pendidikan Islam Bagi ABK Tuna Wicara di Masyarakat Kelurahan Lubuk Lintang Gang Macang Besar RT 07 RW 03.” Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan (JKIP) 4(1 SE-): 113–24.

http://www.journal.al-matani.com/index.php/jkip/article/view/591.

Novia Sari, Aisah, Afifatu Rohmawati, and Riwayat Artikel. 2020. “PENANGANAN ANAK ADHD (Attention Deficit Hiperacitivity Disoder) di MI Amanah Tanggung Turen-Malang Info Artikel Abstrak.” 2(1): 2020–21.

Nurfadhillah, Septy. 2021. Pendidikan Inklusi SD. CV Jejak (Jejak Publisher).

https://books.google.co.id/books?id=QIAjEAAAQBAJ.

Nuryati, Nunung. 2022. Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. UNISA Press.

https://books.google.co.id/books?id=DDqCEAAAQBAJ.

Puji Utami, Ratih Dwi Lestari, Wahyuningsih Safitri, Christiani Bumi Pangesti, and Nur Rakhmawati. 2021. “Pengalaman Orang Tua dalam Merawat Anak dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).” Jurnal Kesehatan Kusuma Husada 12(2): 222–30.

Putra, T. 2022. Anak ADHD dan Cara Menanganinya. Victory Pustaka Media. https://

books.google.co.id/books?id=joKjEAAAQBAJ.

Putri, N L. 2022. Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini Berkebutuhan Khusus. Media Nusa Creative (MNC Publishing). https://books.google.co.id/books?id=DraeEA A AQBAJ.

Siti Rahmi. 2015. “Tingkat Penyesuaian Diri Siswa Di Kelas Vii.” Jurnal Psikologi Pendidikan & Konseling 1(1): 28–38.

Sulthon. 2021. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus - Rajawali Pers. PT.

RajaGrafindo Persada. https://books.google.co.id/books?id=xFoaEAAAQBAJ.

Susanti, E.H. 2018. “Metode Social Story Untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) di Kelas Inklusi SD Karanganyar Yogyakarta.” Widia Ortodidaktika: 131. https://journal.student.uny.

ac.id/index.php/ plb/article/viewFile/12037/11593.

Yusuf, A. 2021. Pesantren Multikultural Model Pendidikan Karakter Humanis-Religius di Pesantren Ngalah Pasuruan - Rajawali Pers. PT. RajaGrafindo Persada. https://

books.google.co.id/books?id=FWIaEAAAQBAJ.

Referensi

Dokumen terkait

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Analisis Perbandingan Kemampuan Berinteraksi Sosial Pada Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi Dengan Sekolah Luar

Dan hasil penelitian diketahui bahwa perilaku bermain anak-anak Samin usia pra sekolah lebih cenderung menggunakan jenis permainan fungsi, dikarenakan permainan tersebut mudah

Faktor lain yang dapat membantu Untuk guru, dalam memberikan terapi menurunkan perilaku impulsif anak di luar permainan sosialisasi bagi anak ADHD sekolah adalah

Benar- benar telah melakukan penelitian tentang “ Penerapan Video Self- Modeling Untuk Menurunkan Perilaku Off-Task di Kelas Pada Anak yang Mengalami Gangguan

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tentang pemerolehan bahasa dan kesalahan fonologi pada anak ADHD yang mengalami keterlambatan bicara di Sekolah Alam

Perkembangan interaksi sosial anak mulai terlihat secara signifikan pada saat anak bersekolah di sekolah inklusi dan belajar bersama dengan anak-anak lain yang tidak

Persamaan Bentuk Upaya Guru Terhadap Perkembangan Sosial Emosional ADHD Di TK Laboratori Pedagogia UNY dan TK Islam Pelangi Anak Negeri Yogyakarta Untuk mencapai tujuan yang sudah

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dari beberapa dampak perceraian terhadap Perilaku Sosial anak yaitu Rentan mengalami gangguan psikis,