• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of THE ANALYSIS OF THE PRIVATE GREEN OPEN SPACE REQUIREMENTS IN KUPANG CITY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of THE ANALYSIS OF THE PRIVATE GREEN OPEN SPACE REQUIREMENTS IN KUPANG CITY"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

JCEBT, Vol 7 (No 2) September 2023 ISSN 2549-6379 (Print) ISSN 2549-6387 (Online)

JCEBT

(Journal of Civil Engineering, Building and Transportation)

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/jcebt

THE ANALYSIS OF THE PRIVATE GREEN OPEN SPACE REQUIREMENTS IN KUPANG CITY

(Case Study at The Area of Hatta to Sudirman Street)

Surya A. Pawiro1), Linda W. Fanggidae2) & Jakobis J. Messakh3)

Program Magister Ilmu Lingkungan, Universitas Nusa Cendana Kupang1,2,3 Koresponden*, Email: [email protected]

Abstract

Increasing population and development will decrease land availability, specifically green open space. This phenomenon is also seen in the Hatta Street to Sudirman Street area, one of the critical arterial roads in Kupang City. In this highly developed area, there has been a decrease in the green open space area, possibly the driver of the decrease in the thermal comfort level. This study aims to determine the condition of the existing private green open space in the research location and to analyze its adequacy to the requirement. The objectives of this study are to (a) describe the conditions of the private green open space, (b) analyze the level of thermal comfort of residents, and (c) analyze the requirement for private green open space based on Oxygen (O₂) requirement. The method of this study is quantitative descriptive with data collection techniques through survey and descriptive data analysis. This study found that the thermal comfort in the study area can be categorized as "uncomfortable". It also concludes that there is a shortage of private green open space. The green open space requirement is 15.84% of the total area (5.29 Ha), while the existing green open space is only 2.73 Ha or 0.5% of the entire study area, which means there is a shortage of 2.56 hectares. This deficiency would worsen as the human and vehicle population increase over time. By 2030, the requirement for private green open space will be estimated to increase to 6.42 Ha.

Keywords: private green open space; green open space; thermal comfort; Kupang Abstrak

Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan akan menurunkan ketersediaan lahan, khususnya ruang terbuka hijau. Fenomena ini terlihat pula di kawasan Jalan Hatta sampai Jalan Sudirman yang merupakan salah satu jalan arteri penting di Kota Kupang. Di kawasan yang sangat berkembang ini, terjadi penurunan luasan ruang terbuka hijau yang diduga menjadi penyebab turunnya tingkat kenyamanan termal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi ruang terbuka hijau privat pada lokasi tersebut dan menganalisis kesesuaiannya dengan kebutuhan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (a) mendeskripsikan kondisi ruang terbuka hijau privat, (b) menganalisis tingkat kenyamanan termal penghuni, dan (c) menganalisis kebutuhan ruang terbuka hijau privat berbasis persyaratan kebutuhan Oksigen (O₂). Metode penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui survei dan analisis data deskriptif. Sesuai hasil pengukuran terhadap suhu udara, kelembaban, dan kecepatan angin, maka dapat diketahui bahwa kenyamanan termal di area penelitian dapat dikategorikan sebagai “tidak nyaman”. Penelitian ini juga menemukan adanya kekurangan luasan ruang terbuka hijau privat. Kebutuhan ruang terbuka hijau adalah sebesar 15,84% dari luas wilayah (5,29 Ha), sedangkan ruang terbuka hijau eksisting hanya sebesar 0,5% dari total luas wilayah (2,73 Ha). Artinya terdapat kekurangan area ruang terbuka hijau privat seluas 2,56 Ha. Kondisi kekurangan ini bisa menjadi lebih buruk seiring meningkatnya populasi manusia dan kendaraan. Diestimasikan bahwa pada tahun 2030, kebutuhan ruang terbuka hijau privat akan meningkat menjadi 6,42 Ha.

Kata Kunci: ruang terbuka hijau privat; ruang terbuka hijau; kenyamanan termal; Kupang

(2)

52 PENDAHULUAN

Pemanfaatan lahan kota yang terus

tumbuh secara akseleratif untuk pembangunan berbagai fasilitas

perkotaan (termasuk kemajuan teknologi, industri dan transportasi), sering mengubah konfigurasi alami lahan atau bentang alam perkotaan, menyita ketersediaan lahan dan berbagai bentuk ruang terbuka lainnya (Puspitasari, 2023).

Hal ini dapat mengurangi ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang biasanya dianggap sebagai lahan yang tidak penting dan tidak berpengaruh. RTH merupakan area dengan ekosistem luas yang dapat memerangi penurunan kualitas lingkungan kota dan meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk kota (Angelia dan Santoso, 2019). Faktor iklim lain yang ikut berubah akibat kurang tersedia RTH yang ada, yaitu penurunan kelembaban udara yang menyebabkan kota menjadi tidak nyaman. Hal ini dapat diukur dengan parameter tingkat kenyamanan yaitu indeks kenyamanan atau Temperature Humidity Index (THI) (Nieuwolt, 1977 dalam Melinda, dkk., 2022). Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 (Maironi, 2019) tentang Penataan Ruang menyebutkan bahwa perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota.

Persentase tersebut terbagi atas 10% RTH privat dan 20% RTH publik. Kondisi berkurangnya luasan RTH, sebagaimana diuraikan di atas, juga terlihat di area penelitian yang terletak di Kota Kupang.

Penelitian dilakukan di kawasan sekitar Jalan Hatta hingga Jalan Sudirman, sepanjang daerah yang diteliti merupakan kawasan pengembangan ekonomi dan pelayanan publik dengan mobilitas tinggi.

Kondisi dalam kawasan tidak memungkinkan untuk penyediaan lahan bagi RTH Publik, maka penelitian ini berfokus pada RTH privat. Penelitian ini

bertujuan (a) mendeskripsikan kondisi dan distribusi spasial RTH privat di lokasi penelitian, (b) menganalisis tingkat kenyamanan termal penghuni, serta (c) menganalisis kebutuhan RTH Privat berdasarkan kebutuhan Oksigen (O2) di lokasi penelitian.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif (Unaradjan, 2019).

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: pengumpulan data lokasi dan populasi, survei kendaraan, survei suhu, kelembaban, dan kecepatan angin.

Pengumpulan data dilakukan secara simultan sejak tanggal 28 Februari sampai dengan 4 Mei 2022. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data fisik lokasi, jumlah penduduk, jumlah kendaraan bermotor, data suhu pagi, siang dan sore, kelembaban relatif (RH) dan data luasan RTH Privat. Pembahasan difokuskan pada aspek kondisi RTH Privat seperti distribusi dan luasan, serta tingkat kenyamanan termal berdasarkan hasil pengukuran suhu, dan kelembaban udara, serta kebutuhan Oksigen (O2). Untuk itu ditetapkan sejumlah batasan dan asumsi sebagai berikut:

1. Pengguna Oksigen dibatasi hanya manusia dan kendaraan bermotor.

Manusia yang dimaksud adalah penduduk yang beraktifitas secara intens di lokasi penelitian, sedangkan pengunjung diabaikan karena jumlahnya sulit dihitung. Sumber Oksigen dari tanaman dan hewan diabaikan dalam perhitungan karena jumlahnya relatif sedikit, sehingga tidak signifikan.

2. Jumlah kendaraan di lokasi studi adalah jumlah kendaraan yang keluar dan masuk ke dalam wilayah studi yang ditentukan melalui perhitungan menggunakan Format Lalu Lintas Harian Rata–Rata (LLHR) Jalan Raya (Arif, dkk., 2020). Perhitungan

(3)

53 dilakukan selama 6 hari pengamatan.

3. Kebutuhan Oksigen per hari tiap orang diasumsikan sama, yaitu sebesar 600 liter/hari atau 0.864 kg/hari (White, dkk., 1959 dalam Aldiansyah &

Tambunan, 2021).

4. Kebutuhan Oksigen untuk kendaraan bermotor dihitung berdasarkan konsumsi bahan bakar minyak oleh tiap-tiap jenis kendaraan bermotor per hari. Sepeda motor dan kendaraan penumpang menggunakan bensin, sedangkan bus dan kendaraan beban menggunakan solar. Kebutuhan Oksigen tiap 1 kg bensin yaitu 2.77 kg dan untuk 1 kg solar yaitu 2.88 kg (Suryadinata, dkk., 2020).

5. Konsumsi bensin oleh sepeda motor diasumsikan sebesar 1 liter/hari dan kendaraan penumpang sebesar 25 liter/hari. Sedangkan konsumsi solar oleh bus sebesar 50 liter/hari dan kendaraan beban sebesar 40 liter/hari (Suryadinata dkk., 2020).

6. Penambahan suplai Oksigen oleh tanaman dan upaya penambahan luasan RTH tidak dimungkinkan.

7. Suhu ideal ditentukan dari hasil pengukuran suhu pagi dan siang dengan menggunakan rumus Thom 1958 yang dimodifikasi (Siwi, 2020).

TI = 0.2 (Ts + Tp) + 15 (1) dimana:

TI = Suhu optimum (°C),

Ts = Suhu siang hari/pukul 12.00 (°C), Tp = Suhu pagi hari/pukul 07.00 (°C);

Secara kuantitatif kenyamanan dinyatakan sebagai Temperature Humidity Index (THI), suatu indeks untuk menetapkan efek kondisi panas terhadap kenyamanan manusia (Nieuwolt, 1977 dalam Melinda dkk., 2022). Menurut Melinda dkk. (2022), secara empiris menghubungkan nilai THI dan kenyamanan populasi. Nilai THI dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

(2)

dimana:

THI = indeks kenyamanan Ta = suhu udara (:C)

RH = kelembaban nisbi udara (relative humidity) dalam %.

Adapun standar kriteria kenyamanan adalah sebagai berikut:

Nilai THI 21-24 : nyaman,

Nilai THI 25-27 : cukup nyaman, Nilai THI > 27 : tidak nyaman.

Kebutuhan RTH dihitung menggunakan metode Gerarkis (1974) yang dimodifikasi (Devi & Santosa, 2022) dengan rumus sebagai berikut:

Lt = ( )

( )( ) m2 (3) dimana:

Lt = Luas RTH yang dibutuhkan (Ha)

Pt = Jumlah Kebutuhan O₂ untuk manusia (ton/hari) pada tahun ke-t.

Kt = Jumlah kebutuhan O₂ bagi kendaraan (ton/hari) pada tahun ke-t

0,54 = Konstanta yang menyatakan setiap 1 m2 luas lahan kering 54 Kg

0,9375 = Nilai konstanta yang menunjukkan bahwa setiap 1 gram bahan kering tanaman setara dengan produksi Oksigen sebanyak 0,9375 gram.

Penelitian ini juga mengestimasi peningkatan kebutuhan Oksigen dalam seiring peningkatan populasi manusia dan kendaraan bermotor. Peningkatan populasi tersebut dihitung menggunakan metode aritmatik, geometrik dan eksponensial. Hasil perhitungan dengan tiga metode ini selanjutnya dipilih salah satunya yang memiliki nilai standar deviasi yang terkecil (Ismanto, dkk., 2021).

1. Metode Aritmatik

Pn = Po - Ka (Tn – To) ... (4)

(4)

54 Ka =

(5)

Dimana:

Pn = Jumlah Penduduk pada tahun proyeksi (jiwa);

P0 = Jumlah penduduk pada awal tahun dasar (jiwa);

Tn = tahun rencana;

T0 = tahun dasar;

Ka = konstanta aritmatika;

P1 = jumlah penduduk tahun pertama;

P2 = jumlah penduduk tahun terakhir;

T1 = tahun pertama yang diketahui;

T2 = tahun kedua yang diketahui.

2. Metode Geometrik

Pn = P0 (1 +r) n (6) Dimana:

Pn = Jumlah penduduk pada tahun proyeksi (jiwa);

P0 = Jumlah penduduk pada awal tahun dasar (jiwa);

R = rata–rata pertambahan penduduk (%);

N = selisih antara tahun proyeksi dengan tahun dasar (tahun).

3. Metode Regresi Eksponensial Pn = Poeʳ⁽ ᵀⁿ ¯ ᵀ: ⁾ (7) r = ( ) ( ) (8) Dimana:

Nilai e = 2,17813

Pn = Jumlah penduduk pada tahun proyeksi (jiwa);

P0 = Jumlah penduduk pada awal tahun dasar (jiwa);

R = rata–rata pertambahan penduduk (%).

4. Uji Standar Deviasi

( ) (9) Dimana,

SD = standar deviasi Xi = tahun awal

X = tahun akhir

Selanjutnya, dilakukan analisis spasial menggunakan aplikasi komputer ArcGIS.

Analisis spasial adalah proses yag dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan yang bersifat spasial. Proses ini dilakukan dengan cara menggabungkan informasi dari beberapa layer data yang berbeda.

Analisis spasial ini dilakukan dengan menggunakan data vektor, data citra satelit, dan data tabular.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian berupa area di sekitar ruas jalan sepanjang 2,12 km yang meliputi seluruh ruas jalan Sudirman dan sebagian ruas Jalan Hatta. Batasan delineasi ditetapkan kurang lebih 100-200 m dari garis sempadan jalan di kedua sisi jalan. Kawasan Jalan Hatta diperuntukkan untuk kawasan perdagangan dan perkantoran, sedangkan Jalan Jenderal Sudirman adalah kawasan perdagangan dan jasa (Perubahan atas Perda Kota Kupang nomor 12 tahun 2011 tentang rencana detail tata ruang kota kupang tahun 2011-2031).

Total luas daerah penelitian adalah 41,2 Ha; dengan data koordinat sebagai berikut :

1. awal: S:10:9’56.48’’E123:34’56.74”

2. tengah: S:10:10’15.56’’E:123:35’20.3”

3. akhir: S:10:10’38.27’’E:123:35’43.55”.

Berdasarkan hasil pemetaan lapangan, diketahui bahwa penggunaan lahan terbesar adalah untuk bangunan perumahan dan pertokoan, yaitu seluas

±40,7 Ha. Lokasi penelitian ini ditetapkan karena merupakan area yang dianggap berpengaruh signifikan bagi pengguna jalan dan representatif untuk tinjauan area yang lebih luas. Area yang terletak pada ketinggian 52 m s/d 123 m di atas permukaan laut (dpl) ini merupakan wilayah pusat aktivitas perdagangan dengan kepadatan fisik dan mobilitas yang tinggi.

(5)

55 Gambar 1. Lokasi Penelitian

Kondisi Spasial RTH Privat

Survei untuk mengetahui kondisi spasial RTH Privat di lokasi penelitian dilakukan terhadap 150 sampel berupa tapak yang di atasnya berdiri sejumlah bangunan dengan fungsi yang bervariasi, seperti bangunan pendidikan, keagamaan/rumah ibadah, komersial, perkantoran, kesehatan, dan hunian/pemukiman. Hasil survei memperlihatkan bahwa luasan RTH Privat adalah kurang lebih 2,73 ha. RTH Privat terluas terdapat di area gedung Rumah Sakit Prof. W.Z. Johanes dengan luasan 0,1 ha, yang terdiri dari halaman pekarangan dengan pepohonan besar seperti pohon ketapang, johar, mangga, flamboyan dan beberapa jenis tanaman hias seperti kamboja dan bougenvil.

Beberapa ruko sama sekali tidak memiliki RTH Privat, seperti Toko Buku Gramedia, Toko Sepatu Bata, dan beberapa bangunan lainnya.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. Kondisi RTH Privat di Lokasi Penelitian Keterangan:

(a). Tanaman Atap (b). Tanaman Pekarangan

(c). Tanaman ‘’Sedang’’ Depan Pertokoan (d). Tanam ‘’Besar’’ Depan Pertokoan

Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan

Suhu Udara

Data suhu udara diperoleh dari hasil pengukuran di enam titik dalam lokasi penelitian. Data hasil pengukuran suhu dapat dikelompokkan dalam dua kriteria, yaitu suhu area luar ruangan di jalan umum, dan suhu di area pemukiman padat sekitar wilayah penelitian. Pengukuran yang dilakukan selama 6 hari di bulan Februari dan Maret dengan menggunakan higrometer digital (type HTC 2 Onemed), menunjukkan hasil sebagaimana terlihat dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Suhu dan Perhitungan Suhu Ideal

Waktu Suhu Terukur (°C) Suhu Ideal

Tanggal Bulan Pagi Siang Sore (°C) Kategori

28 Februari 28,2 32,3 29,7 27,10 agak panas

1 Maret 32,3 31,5 31,4 27,76 agak panas

2 Maret 31,2 32,3 29,8 27,70 agak panas

3 Maret 30,2 33,7 29,9 27,78 agak panas

4 Maret 33,4 32,4 28,9 28,16 agak panas

5 Maret 31,2 32,3 30,1 27,70 agak panas

(6)

56 Data pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa suhu maksimal pagi hari terjadi pada hari Jumat tanggal 4 Maret 2022, dengan suhu udara mencapai 33,4°C. Sedangkan untuk siang hari terjadi pada hari Kamis tanggal 3 Maret 2022, dengan suhu mencapai 32,7°C, dan sore hari terjadi pada tanggal 1 Februari 2022 dengan suhu terukur 31,4oC. Suhu terukur di pagi, siang, dan sore, seluruhnya masuk kategori “sangat panas”, sedangkan perhitungan Suhu Ideal menghasilkan angka-angka yang termasuk kategori “agak panas”.

Kecepatan Angin dan Kelembaban Udara

Vektor angin rata-rata per jam dengan area luas (kecepatan dan arah) 10 meter di atas permukaan tanah. Angin yang dialami di lokasi tertentu sangat bergantung pada topografi lokal dan faktor lainnya.

Kecepatan dan arah angin seketika sangat bervariasi daripada rata-rata per jam.

Rata-rata kecepatan angin per jam di Kota Kupang mengalami variasi musiman signifikan sepanjang tahun. Masa yang lebih berangin berlangsung selama 4,7 bulan, dari 23 April sampai 12 September dengan kecepatan angin rata- rata lebih dari 15,8 km/jam. Bulan paling berangin dalam setahun di Kota Kupang adalah Juli, dengan kecepatan angin rata- rata 20,8 km/jam. Tingkat kenyamanan berkaitan dengan kelembaban ditetapkan berdasarkan tingkat kenyamanan kelembaban pada titik embun. Hal ini karena ini kelembaban pada titik embun menentukan apakah keringat akan menguap dari kulit untuk menurunkan suhu tubuh dan memberikan sensasi sejuk.

Titik embun yang lebih rendah akan terasa lebih kering dan titik embun yang lebih tinggi terasa lebih lembab. Tidak seperti suhu, yang biasanya sangat bervariasi antara malam dan siang, titik embun cenderung berubah lebih lambat, jadi meskipun suhu bisa turun pada malam hari, hari yang lembab biasanya diikuti dengan malam yang lembab (Denna,

2022). Kota Kupang mengalami variasi musiman yang signifikan terkait dengan kelembaban yang dirasakan. Periode lebih lembab dan panas tahun ini berlangsung selama 11 bulan, dari 25 Agustus sampai 16 Juli. Selama periode itu tingkat kenyamanan sangat lembab dan panas, menyengat, atau tidak menyenangkan setidaknya 76% sepanjang hari. Bulan dengan hari lembab dan panas paling banyak di Kota Kupang adalah Januari, dengan 31 hari lembab dan panas atau lebih buruk. Bulan dengan hari lembab dan panas paling sedikit di Kota Kupang adalah Agustus dengan 22,3 hari lembab dan panas atau lebih buruk. Pengukuran kelembaban udara dan kecepatan angin menggunakan Digital Anemometer GM816 untuk kecepatan angin dan Higrometer digital untuk kelembaban. Pengukuran dilakukan selama 6 hari dengan hasil sebagaimana terlihat dalam Tabel 2 dan 3.

Kependudukan

Area penelitian adalah bagian dari wilayah 2 kecamatan yaitu Kota Raja dan Oebobo, dan 5 kelurahan. Area penelitian yang termasuk dalam Kecamatan Kota Raja meliputi bagian dari Kelurahan Naikoten II, Kelurahan Kuanino, Kelurahan Nunleu, dan Kelurahan Fontein. Sedangkan area penelitian dalam Kecamatan Oebobo meliputi sebagian wilayah Kelurahan Oetete. Pada tahun 2020, jumlah penduduk dari kelurahan-kelurahan tersebut, masing-masing adalah: Kelurahan Naikoten II berjumlah 3.426 jiwa, Kelurahan Kuanino berjumlah 9.316 jiwa, Kelurahan Nunleu berjumlah 5.299 jiwa, Kelurahan Fontein berjumlah 5.029 jiwa, dan Kelurahan Oetete berjumlah 8.234 Jiwa. (Kota Kupang dalam angka, 2021).

Berdasarkan data jumlah penduduk, peneliti melakukan estimasi jumlah penduduk di area penelitian. Perhitungan didasarkan kepada jumlah penduduk dari RT/RW yang tercakup dalam lokasi penelitian per Desember 2021 yaitu sebanyak 2.456 jiwa dengan kepadatan

(7)

57 59,61 jiwa/Ha.

Lalu Lintas Harian (Volume Kendaraan) Survei volume kendaraan dilakukan terpisah pada dua jalur yang ada.

Perhitungan jumlah kendaraan dihitung tiap 15 menit selama 6 hari. Perhitungan menggunakan aplikasi Traffic Counter Berdasarkan hasil survei, gabungan volume kendaraan paling banyak terjadi pada pagi hari dari jam 07:00–09:00 Wita, sebanyak 5.026 kendaraan, dan paling

sedikit pada sore hari pukul 16:00-18:00 Wita, yaitu sebanyak 4.449 kendaraan.

Kendaraan yang dihitung sudah termasuk kendaraan pengunjung yang beraktifitas sepanjang jalur lokasi penelitian.

Perhitungan menggunakan metode pengamatan 2 lajur, yaitu Jalan Hatta menuju Jalan Sudirman, serta arah sebaliknya. Total volume kendaraan hasil perhitungan berjumlah 13.668 unit yang terdiri dari berbagai jenis kendaraan, sesuai pedoman.

Tabel 2. Hasil Pengukuran Kelembaban Udara

Waktu Kelembaban Udara (%)

Tanggal Bulan Pagi Siang Sore Malam

28 Februari 75,6 74,5 68,9 70,2

1

Maret

72,4 73,3 70,2 69,8

2 76,3 72,4 69,7 71,6

3 72,2 74,5 65,2 73,2

4 76,5 73,3 65,8 74,5

5 74,1 75,4 68,2 74,3

Kelembaban Rata-rata 74,52 73,90 68,00 72,27

Tabel 3. Hasil Pengukuran Kecepatan Angin

Waktu Kecepatan Angin (meter/detik) Arah Angin

Tanggal Bulan Pagi Siang Sore Malam

28 Februari 1,1 2,1 1,8 2,2 S - T

1

Maret

1,2 2,2 1,9 2,1 U - S

2 0,9 2,5 2,1 1,3 U – S

3 1,8 1,9 2,2 1,4 U – S

4 1,2 1,9 1,8 1,9 U - S

5 2,1 2 1,9 2,1 B - T

Kecepatan Angin Rata- Rata 1,38 2,10 1,95 1,83

Suhu Udara

Berdasarkan tabel indeks suhu terhadap iklim (Santi, dkk., 2013), rerata suhu pagi, siang, dan sore hari di lokasi penelitian, termasuk dalam kategori “Sangat Panas”.

Suhu ideal rata-rata termasuk dalam kategori “Agak Panas”. Suhu tertinggi terjadi saat kondisi cuaca berawan pada hari Jumat, tanggal 4 Maret 2022 yang mencapai 33,4°C di pagi hari, dan suhu ideal-nya juga mencapai 28,16 °C. Suhu tinggi cenderung terjadi dalam kondisi mendung karena pada saat mendung sejumlah panas (kalor) akan dilepaskan ke udara. Awan mendung berwarna hitam gelap biasanya terletak lebih dekat ke permukaan bumi dibandingkan awan

putih, sehingga efek panas yang dilepaskan akan semakin terasa. Suhu akan lebih tinggi lagi bila sebelumnya matahari bersinar terik. Panas yang dirasakan oleh tubuh manusia adalah akumulasi dari pelepasan energi ketika berlangsung perubahan fase uap air menjadi air dan energi panas sisa yang dipancarkan bumi.

Keadaan akan semakin tidak nyaman karena padatnya bangunan serta fasilitas publik lainnya yang tidak menyisakan ruang terbuka yang cukup agar energi kalor ini dapat terdistribusi.

Tingkat Kenyamanan

Keberadaan RTH di perkotaan yang tidak memenuhi persyaratan jumlah dan

(8)

58 kualitas akan menurunkan kenyamanan kota karena terjadi penurunan kapasitas dan daya dukung wilayah. RTH berkaitan dengan jumlah vegetasi. Pepohonan rindang di perkotaan akan menahan radiasi matahari agar tidak langsung sampai ke bumi karena tertahan oleh tajuk pohon, sehingga suhu udara di sekitar menjadi lebih rendah yang memberikan kenyamanan pada penduduk di lingkungan sekitar (dalam Saroh & Kristdanto, 2020).

Secara kuantitatif kenyamanan dinyatakan dalam Temperature Humidity Index (THI).

THI adalah indeks yang digunakan untuk menetapkan efek kondisi suhu dan kelembaban udara. Nilai THI pagi hari di lokasi penelitian adalah 28,82. Nilai ini secara empiris menghubungkan THI dan kenyamanan populasi. Dengan demikian, sesuai standar kriteria untuk nilai THI, kondisi di wilayah penelitian termasuk dalam kategori “Tidak Nyaman”. Dari data THI secara keseluruhan dapat diketahui bahwa indeks kenyamanan sepanjang waktu pelaksanaan penelitian adalah berkisar antara 26,82–31,98. Hasil analisis memperlihatkan bahwa hanya pada pagi hari, tanggal 28 Februari 2022 nilai THI berada pada angka 26,82 yang termasuk dalam kategori “cukup nyaman”, sedangkan sebagian besar menunjukkan kondisi “tidak nyaman”.

Proyeksi Pertumbuhan Penduduk dan Kendaraan

Hasil analisis menunjukkan bahwa metode geometrik memiliki nilai standar deviasi terkecil sehingga digunakan sebagai metode untuk memproyeksikan pertumbuhan penduduk dan kendaraan 10 tahun ke depan (2021-2030). Perhitungan dengan metode ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk pada tahun 2030 diestimasikan sejumlah 2.976 jiwa, dan jumlah kendaraan 16.561 unit.

Kebutuhan Oksigen

Kebutuhan Oksigen per hari tiap orang diasumsikan sama yaitu sebesar 600

liter/hari atau 0.864 kg/hari (White dkk, 1959 dalam Aldiansyah & Tambunan, 2021). Secara umum, kebutuhan Oksigen akan berbeda sesuai dengan kelompok usia, jenis kelamin, aktifitas, serta kondisi kesehatan. Angka di atas merupakan nilai rata-rata yang digunakan untuk menyederhanakan perhitungan dalam proses analisis. Kebutuhan Oksigen untuk kendaraan bermotor dihitung berdasarkan konsumsi bahan bakar minyak oleh tiap- tiap jenis kendaraan bermotor per hari.

Sesuai standar yang digunakan sebagai asumsi kebutuhan Oksigen kendaraan, Sepeda motor dan kendaraan penumpang menggunakan bensin, sedangkan bus dan kendaraan beban menggunakan solar.

Total jumlah kendaraan bermotor selama 6 Hari berdasarkan hasil survei adalah:

13.688 unit. yang terdiri dari 13.391 unit kendaraan penumpang dan sepeda motor (menggunakan bensin), serta 277 unit bus dan kendaraan beban (menggunakan solar). Penggunaan Oksigen untuk setiap 1 kg bensin adalah 2.77 kg dan untuk 1 kg solar adalah 2.88 kg (Suryadinata dkk., 2020). Dengan demikian, kebutuhan Oksigen kendaraan bermotor setiap penggunaan 1 liter/1 kg bensin, = 2,77 kg.

Kebutuhan Oksigen kendaraan bermotor berbahan bakar bensin adalah 0,200-0,220 kg/Ps (horse power) per-jam atau rata-rata 0,210 kg/Ps/jam. Asumsi kebutuhan bensin/hari untuk kendaraan roda 2 adalah 1 liter, untuk kendaraan penumpang sebesar 25 liter. Sedangkan penggunaan solar oleh bus sebesar 50 liter/hari dan kendaraan beban sebesar 40 liter/hari (Suryadinata dkk, 2020).

Kebutuhan Oksigen yang dihitung pada saat kendaraan beroperasi di wilayah penelitian dihitung sebagai berikut:

Kebutuhan Oksigen (kg) = Jumlah Kendaraan bermotor (unit) x Rata-rata penggunaan bahan bakar (kg/Ps) x Daya minimal x Kebutuhan Oksigen/Liter.

Ditemukan bahwa pada tahun 2021, kebutuhan Oksigen adalah sebesar 32.442 kg/hari. Selanjutnya, berdasarkan hasil

(9)

59 proyeksi pertumbuhan jumlah penduduk dan kendaraan, maka diestimasikan bahwa pada tahun 2030 total kebutuhan Oksigen akan meningkat hingga 39.309 kg/hari,

adapun estimasi peningkatan kebutuhan per tahun sebagaimana ditampilkan pada tabel-tabel berikut ini:

Tabel 4. Perhitungan Kebutuhan Oksigen Kendaraan 2021

Tabel 4. Perhitungan dan Proyeksi Kebutuhan Oksigen 2021-2030 No Tahun Jumlah

Penduduk (jiwa)

Jumlah Kendaraan (unit)

Kebutuhan Oksigen (kg/hari)

Penduduk Kendaraan Total

1 2021 2.456 13.668 614 32.442 33,056

2 2022 2.514 13.989 629 33.205 33,834

3 2023 2.572 14.311 644 33.968 34,612

4 2024 2.629 14.632 658 34.731 35,389

5 2025 2.687 14.954 673 35.494 36,167

6 2026 2.745 15.275 687 36.257 36,944

7 2027 2.803 15.596 702 37.020 37,722

8 2028 2.860 15.918 716 37.783 38,499

9 2029 2.918 16.239 730 38.546 39,276

10 2030 2.976 16.561 745 39.309 40,054

Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Privat Setelah kebutuhan oksigen dihitung, maka tahap berikutnya dapat dilakukan perhitungan luasan area RTH yang dibutuhkan, khususnya RTH Privat.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, luas lahan terbangun di wilayah penelitian adalah sebesar ± 1,2 ha.

Area itu digunakan untuk bangunan hunian, perdagangan, dan sedikit perkantoran. RTH privat yang ada terdiri dari pekarangan seluas ±200 m2 dan taman atap seluas ±300 m2, jadi luas totalnya adalah 500 m2 atau 0,05 ha.

Luasan ini hanya merupakan 1,21% dari keseluruhan luas daerah penelitian.

Berdasarkan Undang-undang No. 26 tahun 2007 (Maironi., 2019) luas RTH Privat

yang dipersyaratkan adalah sebesar 10%

dari seluruh luas lahan. Dalam penelitian ini, berarti dibutuhkan RTH privat seluas 4,1 Ha. Dari data ini diperoleh data bahwa masih terdapat kekurangan luas area RTH privat yang sangat signifikan, yaitu sebesar 98,79% atau seluas 4,05 ha. Sedangkan berdasarkan kebutuhan Oksigen, luasan RTH yang dibutuhkan untuk dapat mensuplai Oksigen yang dibutuhkan oleh penduduk dan kendaraan di wilayah penelitian adalah seluas 5,3 ha. Luasan ini harus terus ditingkatkan sesuai dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kendaraan bermotor. Pada tahun 2030, diproyeksikan RTH Privat yang dibutuhkan adalah seluas 6,52 ha.

No Jenis Kendaraan Jumlah Kendaraan (unit)

Kebutuhan Bahan Bakar (kg/Ps)

Daya Mnimal (MPh)

Kebutuhan

Oksigen/Kendaraan (kg)

Total Kebutuhan

Oksigen/Kendaraan/Hari (kg/hari)

1 Sepeda Motor 12086 0,21 1 2,77 7030,42

2 Mobil Pribadi 890 0,21 20 2,77 10354,26

3 Mini Bus Penumpang 415 0,21 20 2,77 4828,11

4 Truk 4-6 AS 110 0,16 50 2,88 2534,4

5 Bus 6 As 167 0,16 100 2,88 7695,36

Total 13668 - - - 32442,56

(10)

60

Tabel 5. Hasil Perhitungan dan Estimasi Kebutuhan RTH Privat 2021-2030

No Tahun Luasan RTH Privat (ha)

1 2021 5,30

2 2022 5,42

3 2023 5,55

4 2024 5,67

5 2025 5,80

6 2026 5,92

7 2027 6,05

8 2028 6,17

9 2029 6,30

10 2030 6,42

KESIMPULAN

Penelitian ini menemukan bahwa lokasi penelitian hanya memiliki RTH Privat 1,12% dari luasan yang dibutuhkan.

Kondisi ini dapat dihubungkan dengan temuan lainnya, yaitu angka indeks kenyamanan termal yang terkategori

“tidak nyaman”. Kondisi tidak nyaman tersebut patut diduga merupakan akibat langsung dari kurangnya luasan RTH yang mengakibatkan kurangnya suplai Oksigen dari vegetasi di lokasi penelitian. Kondisi ini dapat diatasi dengan meningkatkan luasan RTH Privat dari luasan eksisting 0,05 Ha menjadi 4,21 Ha, atau dengan penambahan RTH Privat seluas 4,15 Ha.

Peneliti juga memproyeksikan perlunya penambahan luasan RTH secara bertahap dari waktu ke waktu menjadi seluas 6,42 Ha pada tahun 2030. Penambahan luasan ini dibutuhkan untuk mengantisipasi pertambahan penduduk yang tentunya diikuti pula dengan pertambahan jumlah kendaraan bermotor yang digunakan untuk bermobilisasi, sehingga kondisi kenyamanan termal dipertahankan dan ditingkatkan sehingga berada pada level nyaman. Solusi lain, tentu saja adalah dengan menurunkan tingkat kebutuhan Oksigen dengan cara mengatur dan membatasi aktivitas manusia dan kendaraan bermotor di lokasi penelitian.

Daftar Pustaka

Aldiansyah, S., & Tambunan, M. P. (2021).

Evaluation of rth in regional spatial plan

with NDVI in Kendari City. Jurnal Tunas Geografi Vol, 10(1).

Angelia, T., & Santoso, E. B. (2019). Identifikasi Area Pengembangan RTH sebagai Fungsi Ekologis Penyerap Air Hujan di Kecamatan Rungkut Kota Surabaya. Jurnal Planoearth, 4(1), 18- 23.

Arif, F., Isya, M., & Anggraini, R. (2020).

Peningkatan Kinerja Ruas Jalan Dengan Pengurangan Hambatan Samping Pada Ruas Jalan Gajah Mada Meulaboh Kab. Aceh Barat. Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan, 3(4), 285-291.

Denna, a. K. (2022). Telemetery psychrometric system untuk penentuan kelembaban relatif (rh) dan titik embun (td) (doctoral dissertation, universitas mataram).

Ismanto, H., Herawati, H., & Nurhayati, N.

Penyediaan Air Bersih Untuk Masyarakat Tepian Sungai (Studi Kasus Desa Tanjung Bugis Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas). Jurnal TEKNIK-SIPIL, 21(2).

Kota Kupang Dalam Angka. (2021). Badan pusat Statistik (BPS). Diunduh di https://kupangkota.bps.go.id/publication/2 021/02/26/2de8cd41b21b588c342004b9/

kota-kupang-dalam-angka-2021.html/

tanggal 18 Juni 2022

Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Kupang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Kupang Tahun 2011-

2031 diunduh di

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/

123719/perda-kota-kupang-no-9-tahun- 2012 tanggal 18 Juni 2022

Melinda, S. (2022). Analisis Tingkat Kenyaman Termal Di Kota Palembang Berdasarkan Index Thi (Temperature Humidity Index).

Megasains, 13(1), 14-18.

(11)

61 Devi, N. S., & Santosa, P. B. (2022). Analisis

Geospasial Perubahan Ruang Terbuka Hijau Wilayah Kota Purwokerta dari Tahun 2013 sampai 2020. JGISE: Journal of Geospatial Information Science and Engineering, 5(2), 121-131.

Maironi, s. (2019). Pelaksanaan peraturan menteri pekerjaan umum nomor 05/prt/m/2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan di kota pekanbaru (doctoral dissertation, universitas islam negeri sultan syarif kasim riau).

Puspitasari, C. W., Waluyo, W., & Candrakirana, R.

(2023). Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam Keseimbangan Pembangunan Perkotaan Kabupaten Sragen. Journal of Comprehensive Science (JCS), 2(2), 560-568.

Saroh, I. & Krisdanto, (2020). Saroh, I. (2020).

Manfaat Ekologis Kanopi Pohon Terhadap Iklim Mikro Di Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Jurnal Hutan dan Masyarakat, 136-145.

Siwi, L. O. (2020). Manfaat Ruang Terbuka Hijau Taman Sehati Terhadap Tingkat Kenyamanan di Kecamatan Luwuk Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. BioWallacea: Jurnal Penelitian Biologi (Journal of Biological Research), 7(1), 1097.

Suryadinata, O., Langi, M. A., & Pangemanan, E. F.

(2020, August). Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau Dengan Kebutuhan Oksigen Di Kota Manado. In COCOS (Vol. 2, No. 2).

Santi, S., Belinda, S., & Rianty, H. (2019). Identifikasi iklim mikro dan kenyaman termal ruang terbuka hijau di Kendari. NALARs, 18(1), 23- 34.

Unaradjan, D. D. (2019). Metode penelitian kuantitatif. Penerbit Unika Atma Jaya Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis besarnya kosentrasi polutan yang dihasilkan emisi kendaraan bermotor di Kota Bandar Lampung dengan metode perhitungan beban

Untuk skala kota terdapat stadion olahraga pada jalan Trunojoyo didalamnya terdapat stadion dan fasilitas lapangan olahraga bola voli, basket dan apangan terbuka

RTH Taman jalan da Kota Mojokerto seluas 8137 dapat berupa pulau jalan jalan yang tersebar di beb Total daya serap CO 2 te pada taman kerp empun dengan luas taman

The results of this study produce healthy building designs with natural lighting and ventilation in housing that saves energy use, cool air humidity, a building site that is free

Results of Respondents' Responses to Safety in Green Open Space Taman Aman Dimot Based on Table 8 above regarding the performance statement of crime problems including things that

The results showed that there was a simultaneous significant influence between the three independent variables, namely district / city minimum wage, labor force participation rate,