Available online: https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/trihayu
Dampak workaholic parents terhadap perkembangan moral anak
Siti Adawiyah1a*, Uus Kusnadi2b
Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Cibiru, Bandung - Indonesia
a[email protected]; b[email protected]
*Corresponding Author
Received: 03-06-2023; Revised: 16-06-2023; Accepted: 12-08-2023
Abstract: Workaholic Parent is a condition where both parents prioritize their work. Indeed, the work is also done to meet the needs of children and families. But besides, that there is something to note is the development of children. A child does not only need satisfaction in the financial field alone. But a child needs attention and encouragement, especially from a mother figure. In this study, the authors will explore the impact of workaholic parents on the moral development of children. In Indonesia today it becomes a problem that must be addressed immediately so that the nation's next generation is not morally deteriorated. In this study, the authors used quality methods or journal reviews. The source that the author took comes from an article, in a trusted journal It is true that work is a priority among the community. However, it must be evaluated immediately through parenting activities for parents about the urgency of love and attention that parents should give to their children. in addition, there needs to be planting awareness that there needs to be a quality time selection to be given to children. In such a way, it is expected that the level of satisfaction felt by the child to spend time with parents so that at the time of moral development process can be passed well.
Keywords: Workaholic parents; children’s moral development
Abstrak: Workaholic parents merupakan kondisi dimana kedua orang tua yang lebih memrprioritaskan pekerjaanya. Memang benar pekerjaan tersebut juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan anak dan keluarga. Namun disamping itu ada yang perlu diperhatikan yaitu perkembangan anak. Seorang anak tidak hanya membutuhkan kepuasan dalam bidang finansial saja. Namun seorang anak butuh perhatian dan dorangan apalagi dari sosok seorang ibu. Pada penelitian kali ini, penulis akan mengupas bagaimana dampak workaholic parents terahadap perkembangan moral anak. Karena di Indonesia saat ini hal tersebut menjadi permasalahan yang harus segera di tangani agar tidak terjadi kemerosotan moral generasi penerus bangsa. Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan metode kualitiatif atau review jurnal. Sumber yang penulis ambil berasal dari artikel, jurnal jurnal yang terpercayaMemang benar pekerjaan merupakan hal yang bisa diakatan prioritas di kalangan masyarakat. Namun hal tersebut harus segera di evaluasi dengan cara adanya kegiatan parenting untuk para orang tua mengenai urgensi kasih saying serta perhatian yang seharusnya diberikan orang tua kepada anaknya. selain itu, perlu adanya penanaman kesadaran bahwasanya perlu adanya penyisisihan waktu yang berkualitas untuk diberikan kepada anak. Dengan cara seperti itu, diharapkan adanya tingkat kepuasan yang dirasakan anak untuk menghabiskan waktunya Bersama orang tua agar pada saat proses perkembangan moral dapat dilalui dengan baik
Kata Kunci: Workaholic parents; perkembangan moral anak
How to Cite: Adawiyah, S., & Kusnadi, U. (2023). Dampak workaholic parents terhadap perkembangan moral anak. Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an, 10(1), 1- 10. https://doi.org/10.30738/trihayu.v10i1.14958
Pendahuluan
Orang tua merupakan ruang Pendidik pertama bagi anaknya. Akan tetapi tidak semua anak khususnya yang berada di Indonesia mendapatkan Pendidikan dari pendidik pertamanya. Padahal, orang tua sangat memiliki peran pada proses perkembangan seorang anak. Setiap perkembangan anak bisa dipengaruhi oleh berbagai aspek, salah satunya adalah aspek lingkungan. Sedangkan lingkungan terdekat mereka adalah orang tua. Namun bagaimana jadinya, jika orang tua tidak dapat mendamping pada saat proses perkembangan.
Mereka lebih memilih focus pada karir atau pekerjaanya masing masing, sehingga pada zaman sekarang ini sedang marak-maraknya permasalahan yang diakbatkan oleh workaholic parents. Tidak sedikit para orang tua yang tidak sadar akan hal itu, sehingga mengakibatkan merosotnya moral generasi muda Indonesia yang menjadi salah satu permasalahan besar yang harus segera di atasi.
Pada saat ini sudah banyak penelitian mengenai kemorosotan moral generasi muda di Indonesia. Namun factor penyebab yang menjadi aspek dari setiap penelitian berbeda-beda.
Dalam penelitian (Ningrum, 2018) mengatakan bahwa pada saat ini masalah pergaulan remaja sangatlah mendominasi. Sudah banyak sekali kasus kasus pergaulan bebas seperti seks bebas yang dapat menyebabkan hamil diluar nikah sehingga tidak sedikit para remaja yang nekad untuk melakukan aborsi. Terdapat empat factor utama yang menyebabkan masalah itu terjadi yaitu lingkungan anak, pesatnya kemajuan teknologi yang disalah gunakan, rasa ingin tahu seorang remaja, dan yang utama adalah orang tua. Pada hal ini orang tua berkaitang dengan parenting style atau dengan istilah lain adalah pola asuh mereka terhadap anaknya. hal tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan moral anak. Kolaborasi antara ayah dan ibu sangat diperlukan. Karena tidak salah satu tidak mengambil peran dapat mempengaruhi pada proses perkembangan moral, seperti tidak adanya figure ayah yang baik dalam pengasuhan.
Sedangkan dalam penelitan (Marufah, 2020) menjelaskan bahwa degradasi moral generasi saat ini disebabkan oleh cybercrime karena penyalahgunaan teknologi yang dapat merujuk pada hal-hal pornografi. Padahal pemerinta Indonesia sudah mencoba untuk filterasi terhadap tayangan yang ada di internet. Namun generasi saat ini masih bisa untuk meretasnya. (Sutarsyah, 2016) menjelaskan bahwa ada hal yang meski diperbaiki dalam system Pendidikan di Indonesia untu meminilisir dekadensi moral saat ini. Hal tersebut yaitu perlu adanya pelaksanaan Pendidikan moral. Mengapa demikian, karena pada saat ini sudah jelas sekali bahwa hamper seluruh masyarakat di dunia khususnya di negara Indonesia sedang mengalami patologi social. Oleh karena itu, disini yang berperan adalah system Pendidikan. Sudah semestinya peningkatan intensitan Pendidikan moral ditekankan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan strategi serta pendekatan secara terpadu. Tujuan Pendidikan moral ini tidak hanya membentuk anak untuk hafal mengenai konsep Pendidikan moral, namun untuk membentuk karakter baik pada dirinya sebagai benteng pertahanan untuk menghadapi tantangan saat ini.
Sedangkan dalam penelitian (Cahyo, 2017) banyak mencantumkan contoh contoh dekadensi moral yang menyerang anak usia sekolah dasar. Beberapa contoh yang dicantumkan adalah seperti terekamnya siswa sekolah dasar yang sedang membobol kedai untuk mencuri makanan, terjadinya pencabuban yang dilakukan oleh kakak kelas terhadap adikelasnya, maraknya video pembullyan yang dilakukan oleh para pelajar di mulai dari siswa sekolah dasar dan juga kasus pengeroyokan terhadap teman. Melihat kasus-kasus seperti
pencurian, pembullyan, pencabulan hingga pengroyokan yang sangat tidak lazim terjadi dikalangan anak-anak yang berpendidikan. Hal tersebut menjadi bukti bahwasanya didalam system Pendidikan Indonesia mengalami dekadensi moral. Namun, tidak hanya system Pendidikan yang bisa disalahkan. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya moral pun harus segera di bangkitkan Kembali.
Dari pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa perkembangan moral anak sangat penting untuk selalu di awasi perkembangannya. Karena jika tidak, sudah jelas sekali hal tersebut dapat mengakibatkan pada permasalahan kondensasi moral. Dalam artikel ini akan lebih membahas mengenai perang orang tua dalam proses perkembangan moral anak dan bagaimana jika orang tua yang sibuk atau lebih memilih pekerjaanya sehingga proses perkembangan moral anaknya tidak diawasi. Akankah hal tersebut mempengaruhinya, serta hal apa yang harus orang tua lakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Semoga para orang tua saat ini lebih memahami pentingnya Pendidikan moral bagi anak yang meski diterapkan oleh seorang Ayah dan Ibu sebagai pendidik pertama di lingkungan keluarga.
Metode
Peneliti kali ini menggunakan metode penelitian secara kualitatif atau pendekatan deskriptif. Metode kualitatif yaitu Langkah atau cara penelitan yang menghasilkan data dengan dengan berbentuk deskriptif seperti kalimat yang diperoleh dari pengamatan perilaky dan kejadin yang terjadi secara utuh. Sedangkan, proses dari penelitian ini adalah peneliti yang bertindak sebagai human instrument. Karena peneliti sendiri yang menetapkan fokus dari penelitian, mencari sumber teori, kemudian menganalisis teori serta data yang telah diperoleh, yang akhirnya ditafsirkan serta dibuat kesimpulannya. Sedangkan sumber teorinya diperoleh dari hasil studi literartur dari berbagai referensi seperti makalah, artikel, jurnal, buku ataupun media lainnya yang berkesinambungan dengan penelitian serta membahas berbagai teori – teori tentang perkembangan moral anak.
Hasil dan Pembahasan
Menurut Santrock (1996) pada dasarnya perkembangan merupakan salah satu bagian dari perubahan. Hal tersebut di mulai pada saat masa konsepsi dan terus berkesinambungan sepanjang masa kehidupannya dan tentunya besifat kompleks karena melibatkan berbagai proses didalamnya seperti biologis, kognitif dan sosio-emosional. Selain itu, perkembangan juga merujuk pada proses menuju kesempurnaan, dimana hal tersebut tidak dapt di ulang Kembali setlah melewati proses pertumbuhan, pematangan dan proses belajar. Sedangkan dalam sudut pandang psikologi, perkembangan merupakan proses yang di alami manusia selama masa hidupnya. Proses tersebut tentunya melibatkan pada perubaha secara kuantitatif dan kualitatif. Seperti hal nya perkembangan dari mulai konsepsi, bayi, kanak- kanak, remaja hingga pada saat menuju dewasa. Selain itu, dalam kamus psikologi Chaplin (2002) menjelaskan bahwasanya perkembanga merupakan segala perubahan yang terjadi dari sejak lahir hingga mati. Adanya perubahan dan pertumbungan tentunya ada proses integrasi fisik ke dalam fungsional sehinggal memunculkan proses pendewasaan.
Selanjutnya mengenai aspek perkembangan, terdapat beberapa aspek yang saling berkesinambungan antara perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional. Proses
perubahan yang terjadi dalam tiap individi merupakan obyek psikologi perkembangan. Aspek perkembangan yang pertema yaitu aspek fisik dan motoric. Dalam hal tersebut, Thompson dan Kuhlen menjelaskan bahwa dalam perkembangan fisik individidu terdapat empat aspek perkembangan (Hurlock, 1995) yaitu: 1) struktur fisik (tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh), 2) system syaraf yang dapat mempengaruhi system perkembangan lainnya, 3) kekuatan otot yang dpat berpengaruh pada perkembangan motoric, 4) kelenjar endoktrin yang menjadi factor penyebab munculnya pola perilaku baru. Pada aspek perkembangan ini sangat berpengaruh pada seluruh aspel perkembangan yang lain. Salah satu contohnya adalah Ketika struktur fisik yang mengalami pertumbuhan kurang normal, makan akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri. Hal ini akan berkaitan dengan aspek peerkembangan yang lain yaitu pada emosi. Kepribadian dan sosial. Kedua, yaitu aspek intelektual atau kognitif. Potensi intelektual berkaitan dengan perkembangan, seperti halnya kemampuan berfikir serta memecahkan masalah. Selain berhubungan erat dengan aspek perkembangan fisik dan motorik, perkembangan kognitif juga dipengaruhi dan memengaruhi aspek perkembangan lainnya, seperti moral, dan penghayatan agama, aspek bahasa, sosial, emosional. Sebagai contoh, peserta didik yang memiliki perkembangan kognitif yang baik, diharapkan mampu memahami nilai dan aturan sosial,memiliki penalaran moral yang baik.
Aspek yang ketiga yaitu perkembangan sosial, Perkembangan sosial mengacu pada proses dimana seorang anak belajar untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitar mereka. Ketika mereka mengembangkan dan merasakan individualitas mereka sendiri dalam komunitas mereka, mereka juga memperoleh keterampilan untuk berkomunikasi dengan orang lain dan memproses tindakan mereka. Perkembangan sosial paling sering mengacu pada bagaimana seorang anak mengembangkan persahabatan dan hubungan lainnya, serta bagaimana seorang anak menangani konflik dengan teman sebayanya. Studi menunjukkan bahwa pengalaman sehari-hari dengan orang tua adalah dasar untuk mengembangkan keterampilan sosial anak. Orang tua memberi anak kesempatan pertama mereka untuk mengembangkan hubungan, berkomunikasi, dan berinteraksi. Sebagai orang tua, Anda juga menjadi teladan bagi anak Anda setiap hari bagaimana berinteraksi dengan orang-orang di sekitar Anda.
Aspek yang keempat yaitu perkembangan bahasa, langkah utama untuk mendorong kemampuan bahasa anak adalah dengan mengajak berbicara bersama tentang sesuatu yang menarik minat anak. Diawal masuk sekolah, anak-anak biasanya mulai belajar lebih banyak memahami makna kata. Selain itu, anak juga dilatih untuk mulai Menyusun kata hingga menjadi kalimat atau bahakan anak dilatih untuk bercerita sederhana sehingga hal ini dapat meningkatkan keterapilan berbahasa. Selanjutnya, aspek perkembangan emosi. Selama masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, konsep diri yang stabil berdasarkan pengalaman emosional khas anak muncul. Dengan peningkatan kapasitas untuk refleksi diri, anak-anak memperoleh pemahaman tentang emosi sadar diri mereka. Akibatnya, pengalaman pola emosi sadar diri yang konsisten berdampak pada anak . Misalnya, kecenderungan untuk mengalami rasa malu daripada rasa bersalah sebagai respons terhadap pelanggaran negatif memengaruhi harga diri anak yang muncul dan dapat mendorong kecenderungan untuk merespons dengan agresi atau kekerasan.
Aspek yang keenam yaitu kepribadian dan seni, Seni adalah istilah yang luas, terdiri dari disiplin ekspresif, yang meliputi antara lain seni, musik, dan sastra. Belajar tentang seni
berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan pribadi dengan merangsang indera dan kepekaan kita dan dengan membangkitkan aspek kreatif dan ekspresif dari keberadaan kita.
Aspek perkembangan yang terakhir yaitu pekembangan moral dan penghayatan agama.
Pendidikan Moral adalah sumber keseimbangan spiritual yang di atasnya segala sesuatu bergantung dan yang dapat dibandingkan dengan keseimbangan fisik atau rasa keseimbangan yang tanpanya tidak mungkin berdiri tegak atau berpindah ke posisi lain.
Menurut ilmu psikologi, perkembangan merupakan suatu proses perubahan kualitas serta jumlah seseorang selama siklus kehidupannya. Proses tersebut terjadi dari awal masa pembuahan hinggal lanjut usia. Adapun pendapat Chaplin, perkembangan adalah perubahan yang terjadi secara progresif dan berkesinambungan. Santrock juga berpendapat bahwa bahwa perubahan merupakan hal yang dialami oleh manusia secara terus menerus. Menurut Bijou dan Baer beranggapan bahwa perkebangan merupkan proses perubahan menuju arah yang lebih baik yang diimplementasikan dalam berinteraksi dan berperilaku dengan lingkungan sekitar sampai meninggal dunia. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwasanya pengertian perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada organisme manusia dan dapat dilihat dari perubhan bertingkah laku dengan lingkungannya dari sejak lahir hingga meninggal dunia. (Hasanah 2020)
Ada salah satu teori perkembangangan yaitu yang dipaparkan oleh Lawrance Kohlberg yang merupakan teori lanjutan dari Jian Piaget. Dalam teori Kohlberg dikatakan bahwasanya perkembangan moral adalah prosespenalaran pada moral manusia, dimana semakiin dewasa seseorang makan akan semakin berkembang penalaran moralnya. Ada tiga tingkatan yang dipaparkan oleh Kohlberg yaitu, tingkat prakonvensional, tahap konvensional dan tahap pascakonvensional dari ketiga tingkatan tersebut terbagi lagi menjadi enam tahap.
Pada tahap pertama, anak menentukan baik buruknya perilaku berdasarkan imbalan atau hukuman yang diakibatkan oleh perilaku yang dilakukan. Pada tahap kedua, dimana anak masih menunjukkan sikap egosentris karena disaat mereka berperilaku baik maka ada rasa keingingan untuk pemuasan kepada diri sendiri.
Pada tahap ketiga, anak mulai menyesuaikan perilakunya dengan norma yang berlaku di lingkungan sekitar sehingga terdapat pengakuan dari masyarakat bahwa anak tersebut baik. Pada tahap keempat, anak mulai memahami pada aturan atauran yang berlakusehingga mulai menunjukkan sikap pasti bahwa dia mematuhi peraturan yang ada. Pada taham kelima atau Ketika anak memasuki fase remaja, anak tentunya sudah memahami bahwa berperilaku baik merupakan sebuah hak dan kewajiban yang harus menyesuaikan dengan norma social yang berlaku. Sedangkan pada tahap keenam, perilaku baik atau buruk.
1. Perkembangan Moral Anak Laki-Laki dan Perempuan
Hasanah (2020) menuliskan dalam artikelnya bahwa terdapat perbedaan dalam perkembangan moral anak laki-laki dan perempuan salah satunya terdapat pada tingkat kepedulian. Anak perempuan tingkat kepeduliannya cenderung lebih tinggi daripada anak laki-laki. Pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan teori Kohlberg yang menyatakan bahwa tingkat penalaran moral anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara yang dilakukan kepada beberapa guru di salah satu sekolah dasar dan menghasilkan sebuah perbedaan antara perkembangan moral pada anak laki-laki dan perempuan di tinjau dari berbagai aspek, diantaranya;
a) Membantu pekerjaan orang lain
Anak laki-laki cenderung kurang dalam membantu pekerjaan orang lain. Berbeda
dengan anak perempuan yang lebih suka dalam hal membantu pekerjaan orang lain.
Hal tersebut dikarenakan hati Nurani anak perempuan yanbg tergerak serta sikap peduli yang ada pada diri anak perempuan lebih tinggi.
b) Terlibat masalah dan suka berulah
Anak laki-laki lebih dominan dalam membuat masalah dan berbandingg terbalik dengan anak perempuan. Karena anak perempuan lebih suka bermain Bersama teman perempuannya sedangkan anak laki-laki meruapakan sosok yang aktif dan mempunyai sikap agresif. Sehingga hal tersebut dapat menjadi hal yang membuatnya bangga jika membuat ulah atau masalah.
c) Tingkat kejujuran
Anak perempuan lebih tinggi tingkat kejujurannya di banding dengan anak laki-laki.
Mengapa demikian, karena anak perempuan cenderung memiliki rasa takut pada pelanggaran, sedangkan anak laki-laki dominan senang melanggar dan tidak takut dengan konsekuensinya.
d) Perlanggaran pada peraturan
Dalam hal ini, anak laki-laki lebih mendominasi karena anak laki-laki sangat tidak suka dengan kekangan dan mereka lebih menyukai pada kebebasan.
e) Pertimbangan Nurani atau suara hati
Dalam hal ini tentunya anak perempuan lebih mendominasi dalam menggunakan kata hatinya Ketika bertindak. Shingga sikap peduli yang dimilikinya pun sangat tinggi.
f) Kedisiplinan dan kerapihan
Dalam hal ini anak laki-laki cenderung bersikap bodoamat dan tidak memperdulikan kerapihan. Sedangkan anak perempuan cenderung sangat memprioritaskan kerapihan dan tentunya lebih disiplin dalam melakukan hal apapun.
g) Proses bertindak
Dalam hal ini, anak perempuan lebih mempunyai sikap sopan santun yang tinggi dalam bertindak dibandingkan dengan anak laki-laki yang sudah menjadi fitrahnya memiliki sikap agresif sehingga lebih rendah dalamm sikap sopan santunnya.
2. Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar
Pada dasarnya belajar social telah mempengaruhi perilaku moral. Untuk menjelaskan perilaku moral, proses peniruan serta proses penguatan konsekuensi diperlukan. Ketika anak melakukan perilaku yang sesuai dan diberikan hadiah sebagai reward atas perilakunya, maka anak akan melakukan Kembali hal itu. Begitupun sebaliknya, Ketika anak diberikan hukuman sebagai bentuk teguran, maka anak tidak akan mengulanginya lagi. Namun tidak semua hukuman dapat membuat anak jera, ada juga yang semakin membangkan Ketika mendapat hukuman. Oleh karena itu, penerapan hukuman harus bersikap bijaksana. Selain itu ada hal lain yang mesti diperhatikan pada saat anak dalam proses perkembangan moral, yaitu belajar social. Salah satu contohnya yaitu bentuk kejujuran, karena pada dasarnya anak yang sepenuhnya jujur itu tidak ada begitupun sebaliknya. Situasi yang berbeda merupakan hal yang ekstensif yang mempengaruhi Ketika belajar social. Contoh dalam kehidupan sehari-harinya adalah ada anak yang menconteh pada saat ulangan matematika namun tidak Ketika ulangan Bahasa inggris (Amrah, 2017).
Ketika anak sudah memasuki usia sekolah dasar, maka secara utuh mereka mluai mengekspresikan dirinya kearah yang lebih obyektif. Ada beberapa prinsip yang dilibatkan
dalam paham tersebut, yaitu paham kebajikan (benevolence), keadilan (equality) serta prestasi. Pada saat anak melakukan hal terpuji atau berprestasi maka terdapat pemberian hadia sebagai bentuk reward. Prinsip keadilan merupakan prinsip pertama dari ketiga prinsip yang ada. Dalam prosesnya, anak secara bertahap akan memahami serta meyakini bahwa prinsip prestasi merupakan suatu perlakuan khusus yang di berikan kepada orang yang berhak mendapatkannya. Adapun hal yang dapat membantu dalamproses pengembangan moral iala dorongan serta nasehan dari orang tua, sedangkan rangsangan yang paling dekat adalah argument teman sebaya yang saling memberi dan menerima.
Seiring bertumbuhnya anak, maka akan sering terjadi interaksi dan tukar pemahaman. Jika konsep-konsep ini di kolaborasikan tentunya akan melibaatkan paham-paham seperti keadila, kebajikan, prestadi dll. Sehingga dapat memunculkan sikap murah hati pada seorang anak.
3. Makna Workaholic Parents Serta Implikasi Terhadap Perkembanagan Moral Anak
Dari kata workaholic dapat diartikan sebagai kondisi dimana seseorang lebih mementikan pekerjaannya. Bagi orang yang termasuk workaholic ini merasa candu dengan pekerjaanya. Mereka menganggap bahwa pekerjaan merupakan segala-galanya.
Sehingga dari pengertian tersebut kita dapat memahami bahwa workaholic parents ialah orang tua yang lebih mementingkan pekerjaanya dibandingkan dengan memerhatikan anaknya. Meski pada dasarnya orang bekerja keras itu untuk menafkahi kehidupan buah hatinya, hingga banyak sekali sepasang suami istri yang sama-sama bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya termasuk anaknya. Namun Ketika anak dalam masa perkembangan, khusunya perkembangan moral sudah semestinya orang tua yang ikut andil dalam proses penerapannya. Perlu diketahui bahwa Ketika kedua orang tua sama-sama sibuk, hal itu akan berdampak buruk pada perkembangan anak. Orang tua yang sibuk dapat berdampak pada moral anak. Hal itu menjadi salah satu permasalahan di Indonesia saat ini, yaitu merosotnya moral anak bangsa atau lebih sering di dengar dengan istilah degradadi moral.
Workaholism dapat dilihat sebagai perilaku obsesif atau kecanduan. 'Pecandu kerja' cenderung mendasarkan harga diri mereka pada kesuksesan karir mereka dan berapa banyak uang yang mereka peroleh. Dedikasi dan komitmen untuk bekerja juga memberi banyak orang rasa kontrol yang diperlukan secara psikologis ketika area lain dalam kehidupan mereka (misalnya, hubungan mereka) merasa secara substansial kurang di bawah kendali mereka. Juga, status sosial yang diyakini oleh beberapa 'pecandu kerja' yang diberikan oleh kesuksesan karir mereka dapat mengimbangi dalam pikiran mereka, sampai tingkat tertentu, untuk aspek-aspek diri mereka yang mereka yakini tidak memadai. ketika orang tua terobsesi dengan pekerjaannya, hal ini dapat mengakibatkan anak-anaknya menjadi terabaikan secara emosional dan dibuat merasa 'tidak terlihat'. Hal ini dapat menyebabkan anak-anak seperti itu menyimpulkan bahwa mereka 'tidak layak untuk diperhatikan' dan 'tidak penting'. Mereka mungkin merasa bahwa mereka sebagian besar diabaikan karena 'secara intrinsik tidak dapat dicintai' dan 'sedikit nilai atau minat'; hanya 'non-entitas.' Orang tua yang sibuk dengan kesuksesan mereka sendiri mungkin gagal untuk memperhatikan, atau menunjukkan minat pada, kesuksesan anak mereka. Hal ini dapat menyebabkan anak berpikir bahwa apa pun yang dia capai adalah hal yang sepele, tidak penting, dan hal yang sama sekali tidak dipedulikan; ini, pada gilirannya, cenderung mengarah pada harga diri yang rendah dan rasa harga diri yang
buruk. faktanya hal ini diakbatkan oleh tingginya biaya hidup yang diperlukan oleh suatu keluarga, penghasilan dari ayah saja tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehingga memaksa ibu yang seharunya mendampingi proses perkembangan moral anak di tuntut untuk bekerja. Dengan kondisi seperti ini banyak para orang tua yang terpaksa menitipkan anaknya kepada nenek kakeknya atu menyewa pengasuh harian untuk menjaga anaknya.
Hal tersebut di perkuat oleh hasil survei yang dilakukan oleh ISER, yang membuktikan bahwa anak yang orang tuanya sibuk bekerja akan lebih merasa hidup dalam kesendirian.
Selain itu, hal tersebut mengakibatkan anak mengalami stress sehingga keshatan mentalnya terganggu, hingga disekoalhpun mereka mengalami penurunan di bidang akademiknya. Berbeda halnya dengan anak yang orang tuanya perduli terhapap Pendidikan anaknya, maka anakan membuat anaknya cenderung lebih aktif. Pada dasarnya, anak tidak hanya membutuhkan materi ataupun hal finansial saja yang tergolong kedalam kuantitas namun anak juga membutuhkan waktu yang berkualiatasa Bersama orang tuanya. Pada saat proses tumbung kembang, mendukung serta membimbing merupakan hal yang sangat penti yang meski dilakukan orang tua. Agar proses tumbung kembangnya dapat terawasi.
Meskipun pada dasarnya situasi dan kondisi memaksa para orang tua untuk bekerja, namun orang tua juga harus bisa menyisihkan waktunya yang dimanfaatkan untuk berkomunikasi Bersama anak.
Ketika anak kurang perhatian orang tua, maka anak tersebut pasti mengenal pergaulan bebas. Orang tua akan melihat anak-anak nya bergaul dengan orang yang tidak seharusnya dengan mereka. Kejujuran yang telah tertanam pada anak, sedidkit demi sedikit mulai terkikis karena mengahadang pergaulan bebas Hal ini juga dapat menyebabkan anak-anak memiliki perilaku bandel. Jika gadis-gadis itu, mereka bisa masuk ke prostitusi dan kejahatan lainnya. Untuk laki-laki, perkembangan dapat menyebabkan mereka mulai menggunakan alkohol, narkoba, mencuri dan penipuan antara lain. “Saat ini, masyarakat menyaksikan tren 'yahoo' (penipuan internet). Sebagian dari masalah yang menyebabkan remaja putra menjadi buruk adalah pola asuh yang buruk dan pengabaian oleh orang tua
Seringkali, orang tua yang 'gila kerja' akan menjadi penyedia yang baik dalam arti materi, sementara menjadi penyedia yang buruk dalam arti emosional. Hal ini dapat membuat anak dalam posisi menyimpan perasaan ambivalen terhadap orang tua – rasa terima kasih atas pemberian materi dan kebencian karena kurangnya penyediaan emosional. Hal ini dapat menimbulkan perasaan bingung dan bersalah pada anak. Ini mungkin terutama terjadi jika orang tua mengklaim (dan ini mungkin klaim yang salah atau menipu diri sendiri) bahwa semua kerja kerasnya semata-mata untuk menguntungkan anak. Para ibu yang mengekspresikan perilaku workaholic pada dasarnya mengirimkan indikator kepada anak-anak mereka bahwa mereka "tidak cukup penting". Memilih untuk membuat pilihan untuk mendedikasikan lebih banyak waktu untuk bekerja daripada untuk anak-anak dan kebutuhan rumah tangga berarti bahwa seorang anak sedang dikirimi pesan bahwa mereka bukan prioritas. Merasa tidak penting mempengaruhi perkembangan emosional dan psikologis anak, meninggalkan mereka dengan masalah yang bertahan lama.
Anak dari orang tua yang gila kerja sering juga menemukan bahwa jika dia mengeluh tentang kehidupan rumah tangganya, dia akan mendapatkan sedikit simpati atau pengertian dari orang lain. Memang, orang lain ini mungkin melihat dia sebagai orang yang istimewa dan tidak tahu berterima kasih jika dia mencoba untuk mengeluh; memang, mereka mungkin, mungkin, menanggapi dengan pernyataan basi seperti, 'Kamu tidak tahu betapa
beruntungnya kamu' atau, lebih buruk lagi, 'Kamu anak nakal yang manja.' Tanggapan seperti itu akan membuat anak merasa sangat terisolasi dan tidak dapat berbagi rasa sakit emosionalnya.
Mungkin juga, seperti orang luar, anak mungkin dibutakan oleh pemberian kenyamanan materi yang murah hati dari orang tua dan tidak menyadari bahwa dia sedang diabaikan secara emosional. Oleh karena itu, jika pengabaian emosional menyebabkan anak mengalami kesulitan psikologis seperti minum berlebihan, penggunaan narkoba atau perilaku bermasalah lainnya, dia tidak akan memahami penyebab sebenarnya dari masalah ini (yaitu, dia akan kurang wawasan), tetapi sebaliknya, salah menyalahkan dirinya sendiri untuk mereka, mungkin menyebabkan depresi, kemarahan yang diarahkan ke dalam dan harga diri yang rendah. Orang tua 'gila kerja', kemudian, cenderung menyakiti anak-anak mereka dengan apa yang tidak mereka lakukan (yaitu memberi perhatian yang cukup kepada anak- anak mereka) daripada dengan apa yang mereka lakukan. Dalam hal ini, penting untuk diingat bahwa tindakan pembiaran dapat merugikan kesejahteraan anak seperti halnya tindakan komisi.
Kesimpulan
Workaholic parents merupakan kondisi dimana orang tua yang lebih memfokuskan kepada pekerjaannya. Baik ayah maupun ibu, keduanya sama sama memprioritaskan pekerjaannya. Sehingga dari kondisi tersebut membuat permasalahan yang berdampak pada perkembangan moral anak. Memang benar pekerjaan merupakan hal yang bisa diakatan prioritas di kalangan masyarakat. Namun hal tersebut harus segera di evaluasi dengan cara adanya kegiatan parenting untuk para orang tua mengenai urgensi kasih saying serta perhatian yang seharusnya diberikan orang tua kepada anaknya. selain itu, perlu adanya penanaman kesadaran bahwasanya perlu adanya penyisisihan waktu yang berkualitas untuk diberikan kepada anak. Dengan cara seperti itu, diharapkan adanya tingkat kepuasan yang dirasakan anak untuk menghabiskan waktunya Bersama orang tua agar pada saat proses perkembangan moral dapat dilalui dengan baik.
Daftar Pustaka
Amrah, A. (2013). Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah Dasar. Publikasi Pendidikan, 3(1).
Bakker, A. B., Demerouti, E., & Burke, R. (2009). Workaholism and relationship quality: a spillover-crossover perspective. Journal of occupational health psychology, 14(1), 23.
Sutarsyah, C. (2016). Pendidkkan di Indonesia: Permasalahan dan solusinya.
Ningrum, D. (2015). Kemerosotan moral di kalangan remaja: Sebuah penelitian mengenai parenting styles dan pengajaran adab. Unisia, 37(82), 18-30.
Cahyo, E. D. (2017). Pendidikan karakter guna menanggulangi dekadensi moral yang terjadi pada siswa sekolah dasar. EduHumaniora: Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, 9(1), 16-26.
Hasanah, E. (2019). Perkembangan Moral Siswa Sekolah Dasar Berdasarkan Teori Kohlberg. JIPSINDO (Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Indonesia), 6(2), 131- 145.
Hasanah, A. (2020). Perbedaan perkembangan moral anak laki-laki dan anak perempuan pada usia Sekolah Dasar. Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender Dan Anak, 15(1), 41-58.
Matuska, K. M. (2010). Workaholism, life balance, and well-being: a comparative analysis. Journal of Occupational Science, 17(2), 104-111.
Latifah, U. (2017). Aspek perkembangan pada anak Sekolah Dasar: Masalah dan perkembangannya. Academica: Journal of Multidisciplinary Studies, 1(2), 185-196.
Marufah, N., Rahmat, H. K., & Widana, I. D. K. K. (2020). Degradasi Moral sebagai Dampak Kejahatan Siber pada Generasi Millenial di Indonesia. NUSANTARA: Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial, 7(1), 191-201.
Septa, R. (2021). Pengaruh Orang Tua Yang Sibuk Bekerja Terhadap Pembentukan Pribadi Anak Di Perumahan Permata Biru Blok C. Lk. 1 Sukarame Bandar Lampung (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).