• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of GAMBARAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JOMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of GAMBARAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JOMBANG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PREPOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 16072

GAMBARAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN JOMBANG

Tasalina Yohana Parameswari Gustam

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Nusa Cendana

*Corresponding Author : tasalina.gustam@staf.undana.ac.id

ABSTRAK

Salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus ialah Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD ditularkan oleh vektor yaitu nyamuk. DBD mampu menyebar ke wilayah yang lebih luas seiring dengan pertumbuhan dan pergerakan penduduk. Demam Berdarah Dengue (DBD) umum ditemukan di daerah tropis maupun subtropis. Data dunia mengungkapkan bahwa Asia menduduki peringkat pertama penderita DBD setiap tahun dan Indonesia masih menjadi wilayah penularan DBD. Angka kejadian DBD di Provinsi Jawa Timur sebesar 1,15 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2014, tahun 2015 naik 51,84 per 100.000 penduduk, dan jumlah kematian tertinggi yaitu 283 kematian, menduduki peringkat ke-12 nasional. Oleh karena itu, tujuan riset ini untuk menggambarkan penyakit DBD di Kabupaten Jombang. Riset ini menggunakan desain cross sectional dengan metode deskriptif.

Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yaitu data penderita DBD yang terekam di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. Studi ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada bulan Desember 2016. Kuesioner, kamera, dan alat tulis digunakan sebagai alat pengumpulan data.

Hasil studi didapatkan prevalensi kasus DBD tahun 2015-2016 tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Februari, menurun pada bulan Agustus dan meningkat kembali pada bulan September-Desember.

Prevalensi kasus DBD tertinggi terdapat di Puskesmas Cukir sebanyak 146 kasus, disusul Puskesmas Mayangan sebanyak 104 kasus, dan Puskesmas Peterongan sebanyak 53 kasus. Kemudian untuk distribusi kasus DBD paling tinggi pada golongan umur 5 hingga 14 tahun dan paling rendah pada golongan umur lebih dari 44 tahun.

Kata kunci: Demam Berdarah Dengue, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Puskesmas

ABSTRACT

One of the infectious diseases caused by viruses is Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). DHF is transmitted by vectors, namely mosquitoes. DHF can spread to a wider area along with population growth and movement. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is commonly found in tropical and subtropical regions. World data reveals that Asia is ranked first in dengue sufferers every year and Indonesia is still a dengue transmission area. The incidence of dengue fever in East Java Province was 1.15 cases per 100,000 population in 2014, in 2015 it increased by 51.84 per 100,000 population, and the highest number of deaths was 283 deaths, ranked 12th nationally. Therefore, this study aims to describe dengue disease in Jombang Regency. This research uses a cross sectional design with a descriptive method. The data collected is secondary data, namely data on dengue patients recorded at the Jombang Regency Health Office. The study was conducted at the Jombang District Health Office in December 2016. Questionnaires, cameras, and stationery are used as data collection tools. The results of the study found that the highest prevalence of dengue cases in 2015-2016 occurred in January and February, decreased in August and increased again in September-December. The highest prevalence of dengue cases was found at the Cukir Health Center with 146 cases, followed by the Mayangan Health Center with 104 cases, and the Peterongan Health Center with 53 cases. Then for the distribution of dengue cases is highest in the age group of 5 to 14 years and the lowest in the age group of more than 44 years..

Keywords: Dengue Hemorrhagic Fever, Jombang District Health Office, Jombang Regency

PENDAHULUAN

Salah satu penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus ialah Demam Berdarah Dengue (DBD). DBD ditularkan oleh vektor yaitu nyamuk. DBD mampu menyebar ke wilayah yang

(2)

PREPOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 16073 lebih luas seiring dengan pertumbuhan dan pergerakan penduduk. Akibatnya, seluruh wilayah di Indonesia memiliki risiko untuk tertular DBD. DBD tersebar secara luas di rumah maupun tempat umum, selain dataran tinggi, lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (Kemenkes, 2011). DBD umum dijumpai di daerah tropis maupun subtropis. Data dunia mengungkapkan bahwa Asia menduduki peringkat pertama penderita DBD setiap tahun dan Indonesia masih menjadi wilayah penularan DBD (WHO, 2011). Angka kejadian DBD di Provinsi Jawa Timur sebesar 1,15 kasus per 100.000 penduduk pada tahun 2014, tahun 2015 naik 51,84 per 100.000 penduduk, dan jumlah kematian tertinggi yaitu 283 kematian, menduduki peringkat ke-12 nasional (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Kabupaten Jombang merupakan salah satu daerah endemis DBD di Provinsi Jawa Timur, angka kejadian DBD pada tahun 2013 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 dan kembali meningkat pada tahun 2014 dan 2015 menjadi 29,1 kasus per 100.000 penduduk dan 52,06 kasus per 100.000 penduduk (Jombang, 2016)

Kemajuan perkotaan, berubahnya iklim, peralihan iklim, transisi kerapatan penduduk, dan persebaran penduduk memengaruhi tinggi dan masifnya angka kasus DBD. Rendahnya peran masyarakat dalam upaya memberantas sarang nyamuk serta perilaku masyarakat turut memengaruhi penularan DBD. Mobilisasi penduduk makin mudah karena kemajuan transportasi sehingga penduduk mampu berpindah-pindah tempat dalam tempo singkat.

Umumnya, masyarakat masih belum sepenuhnya memahami bahaya DBD yang dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, DBD selalu menjadi bahasan para profesional serta pelajar seiring dengan tingginya angka prevalensi (Zumaroh, 2015). DBD ialah penyakit infeksi disebabkan virus dengue yang disebarkan nyamuk Aedes aegypti. Gejalanya adalah demam yang timbul secara mendadak selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas, lemas/lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai gejala demam. pendarahan berupa pendarahan pada kulit (petekie), memar (ecchymosis), atau ruam (purpura), terkadang ada mimisan, tinja berdarah, muntah darah, kehilangan kesadaran atau syok, atau setidaknya panas tanpa sebab yang jelas dan petekie atau tanda-tanda perdarahan lainnya (Kemenkes, 2011).

Di Indonesia, DBD mulai dikenal di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968, dan selanjutnya kasus DBD mengalami penambahan seiring dengan bertambahnya daerah endemis DBD. DBD tak hanya mendatangkan wabah, tetapi juga memicu dampak sosial ekonomi yang negatif. Secara sosial kerugian muncul antara lain kepanikan dalam keluarga, meninggalnya anggota keluarga, dan memperpendek umur penduduk. Oleh karena itu, studi ini dilakukan untuk memahami gambaran penyakit DBD di Kabupaten Jombang.

METODE

Riset ini menggunakan desain cross sectional dengan metode deskriptif. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yaitu data penderita DBD yang terekam di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang. Studi ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pada bulan Desember 2016.

Kuesioner, kamera, dan alat tulis digunakan sebagai alat pengumpulan data.

HASIL

Epidemiologi kasus DBD Berdasarkan waktu

Distribusi kasus DBD sepanjang tahun 2015 -2016 tertinggi pada bulan Januari dan Februari mengalami penurunan hingga Agustus selanjutnya mengalami peningkatan bulan September –Desember. Secara rinci distribusi kasus DBD berdasarkan waktu pada Gambar 1.

(3)

PREPOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 16074 Sumber : Dinkes Kab. Jombang, 2016

Gambar 1. Perkembangan kasus DBD di Kabupaten Jombang tahun 2015-2016

Berdasarkan Tempat

Distribusi kasus DBD tertinggi di wilayah Puskesmas Cukir 146 kasus diikuti Puskesmas Mayangan 104 kasus dan Puskesmas Peterongan 53 kasus. Distribusi kasus DBD di lima Puskesmas di wilayah Kabupaten Jombang secara rinci pada Gambar 2.

Gambar 2. Distribusi kasus DBD tertinggi di lima puskesmas di Kabupaten Jombang tahun 2016

Berdasarkan Orang

Distribusi kasus DBD paling tinggi pada golongan umur 5 hingga 14 tahun dan paling rendah pada golongan umur lebih dari 44 tahun. Distribusi kasus DBD berdasarkan golongan pada Gambar 3.

Gambar 3. Persebaran kasus DBD menurut golongan umur di Kabupaten Jombang tahun 2016

0 50 100 150 200 250

153 103

51 43 25 35

20 22 31 48 45 70 250

202

88 72

39 23 23 54 89 81 107 42

2015 2016

146

104

53 47 44

0 20 40 60 80 100 120 140 160

4 14

65

17 1

< 1 1 - 4 5 -14 15 - 44

> 44

(4)

PREPOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 16075 PEMBAHASAN

Sistem peringatan dini KLB merupakan sistem observasi yang mendukung respons terhadap perubahan atau penyimpangan yang terjadi di masyarakat. Persyaratan yang berkaitan dengan kecenderungan sakit/kematian atau pencemaran pangan/lingkungan, sehingga dapat diambil tindakan segera dan tepat untuk mencegah/meminimalkan kecelakaan. Tujuan dari kegiatan SKD KLB adalah untuk mempercepat dan memperkuat surveilans potensi wabah yang dilakukan, yaitu dengan meningkatkan kelengkapan dan keakuratan pelaporan W2 serta pelaporan dan analisis data secara berkala untuk setiap indikator penyakit menular. SKD. Sistem peringatan dini terjadinya wabah DBD diawali dengan pelaporan kasus di fasilitas kesehatan ke Kantor Kabupaten Jombang, setelah itu informasi adanya kasus diteruskan ke Puskesmas asal setempat untuk segera dilakukan penyelidikan epidemiologi. Cara pengumpulan dan pengiriman sampel ketika terdeteksi adanya dugaan DBD di lapangan adalah dengan mengimbau masyarakat untuk membawanya ke Puskesmas terdekat atau puskesmas pemerintah setempat kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan diagnosisnya. Salah satu SKD-KLB adalah survei ulat yang dilakukan sekolah. Survei jentik ini disebut dengan pelacakan jentik murid (Sismantik), tetapi tidak semua sekolah memiliki kegiatan ini (Depkes RI, 2003)

Kajian yang dilakukan oleh (Mardhatillah et al., 2020) juga menunjukkan bahwa angka kesakitan akibat DBD tertinggi berada di bulan Januari disusul oleh bulan Desember. Hal ini sesuai dengan curah hujan di Indonesia dari bulan November hingga Maret. Penderita terbanyak berada pada kelompok umur yang berisiko tertular DBD, yaitu kelompok umur dan anak usia 15 tahun memiliki risiko tertular DBD 19,06 kali lebih tinggi dibandingkan anak usia ≥ 15 tahun. Hal ini disebabkan oleh kelompok umur dan sistem kekebalan tubuh; 15 tahun, masih kurang dibandingkan kelompok umur ≥ 15 tahun. DBD sering kali dialami anak-anak berusia antara 5 hingga 14 tahun. Pasalnya, anak di bawah 15 tahun masih memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Pada saat yang sama, sistem kekebalan tubuh anak- anak berusia 15 tahun ke atas mulai menjadi lebih kompleks. Oleh karena itu, demam berdarah lebih sering terjadi pada anak-anak.

Daya hidup Aedes aegypti vektor DBD diakibatkan oleh berubahnya iklim. Berubahnya iklim mengakibatkan transisi curah hujan, temperatur, kelembapan, arah udara memiliki pengaruh pada ekosistem darat dan laut. Tentu saja adanya perubahan di ekosistem memiliki pengaruh pada perkembangbiakan nyamuk Aedes. Curah hujan ialah aspek yang memengaruhi tempat perindukan nyamuk. Curah hujan yang tinggi mengakibatkan adanya genangan-genangan air yang berperan untuk tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti.

Temperatur optimal bagi perkembangbiakan nyamuk adalah 25-270C. Kemudian kelembapan ideal adalah 70-98%. Faktor lain yang memengaruhi adalah nyamuk Aedes aegypti berkembang biak di wilayah pemukiman penduduk. Daerah yang memiliki kasus DBD biasanya wilayah dengan jumlah penduduk yang tinggi. Kepadatan penduduk di Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kepadatan penduduk menunjukkan tingkat persebaran penduduk. Tingginya kepadatan penduduk mengindikasikan semakin banyak warga yang berada di daerah tersebut. Kepadatan penduduk mampu menaikkan kasus penularan DBD karena makin banyak manusia maka nyamuk Aedes aegypti semakin mudah mendapatkan makanan. Mobilitas penduduk adalah salah satu faktor yang memengaruhi kejadian DBD di sebuah daerah. Perpindahan warga yang besar melancarkan pemencaran penyakit dari satu tempat lainnya (Arisanti & Suryaningtyas, 2021)

Di Kota Bandar Lampung, klimaks kasus DBD terjadi pada bulan Maret (2016), Januari (2017), dan Juli (2018). Pada waktu tersebut, temperatur udara berkisar antara 27,80-28,80 C.

Penyebaran penyakit DBD erat kaitannya dengan berkembangnya vektor. Nyamuk tidak mampu mengontrol temperatur tubuhnya sendiri sesuai dengan lingkungan yang berubah,

(5)

PREPOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 16076 sehingga proses metabolisme dan daur hidupnya bergantung pada temperatur dan lingkungan sekitarnya. Temperatur rata-rata optimal untuk berkembangnya nyamuk adalah sekitar 25°C hingga 27°C. Pada suhu 35 °C, perkembangan nyamuk melambat atau pertumbuhan nyamuk berhenti total pada suhu di bawah 10 °C atau di atas 40 °C. Suhu udara memengaruhi aktivitas menggigit, perilaku istirahat dan kawin, penyebaran dan lamanya siklus gonotrofik.

Setelah telur menempel pada wadah lembap berisi air, perkembangan embrio Ae. aegypti secara penuh terjadi pada suhu 25 °C hingga 30 °C dalam waktu 72 jam. Teori ini sesuai penelitian laboratorium oleh (Mohammed & Chadee, 2011) yang menunjukkan bahwa 98%

telur menetas dalam waktu 48 jam pada suhu 24-25 °C. Diperlukan kelembapan yang tinggi dan hal ini mempengaruhi pernapasan nyamuk. Nyamuk bernapas melalui saluran trakea yang disebut spirakel, spirakel terbuka tidak memiliki pengaturan ketika kelembapan rendah.

Kelembaban yang rendah menyebabkan air yang berada di dalam tubuh nyamuk menguap, sehingga cairan tubuh nyamuk pun keluar (Sembiring & Susanna, 2011). Kelembapan yang rendah (di bawah 60%) memperpendek siklus hidup nyamuk dan tidak cukup bagi DENV untuk berkembang biak di dalam tubuh nyamuk (Putri et al., 2020).

KESIMPULAN

Distribusi kasus DBD sepanjang tahun 2015 -2016 tertinggi pada bulan Januari dan Februari mengalami penurunan hingga Agustus selanjutnya mengalami peningkatan bulan September –Desember. Persebaran kasus DBD tertinggi di wilayah Puskesmas Cukir sebanyak 146 kasus diikuti Puskesmas Mayangan sebanyak 104 kasus dan Puskesmas Peterongan sebanyak 53 kasus. Kemudian kasus DBD paling tinggi pada golongan usia 5-14 tahun dan paling rendah pada golongan usia lebih dari 44 tahun.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Dinas Kesehatan Jombang karena telah diizinkan untuk mempelajari mengenai kasus DBD. Kepada Program Studi Ilmu Kedokteran Tropis FK Universitas Airlangga yang telah memfasilitasi kegiatan magang di Dinas Kesehatan Jombang. Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Nusa Cendana yang mendukung dalam penulisan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arisanti, M., & Suryaningtyas, N. H. (2021). Kejadian Demam Berdarah Dengue (Dbd) Di Indonesia Tahun 2010-2019. Spirakel, 13(1), 34–41.

https://doi.org/10.22435/spirakel.v13i1.5439

Depkes. (2003). Program Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) di Kabupaten/Kota. Ditjen P2M Depkes RI.

Jombang, Dinkes. (2016). Profil Kesehatan Kabupaten Jombang Tahun 2015.

Kemenkes. (2011). Modul pengendalian demam berdarah dengue. Direktorat jenderal pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Dasar.

Mardhatillah, S., Ambiar, R. I., & Erlyn, P. (2020). Gambaran Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Dempo Kota Palembang. Mesina, 1(2), 23–32.

Mohammed, A., & Chadee, D. D. (2011). Effects of different temperature regimens on the development of Aedes aegypti (L.) (Diptera: Culicidae) mosquitoes. Acta Tropica,

(6)

PREPOTIF : Jurnal Kesehatan Masyarakat Page 16077 119(1), 38–43. https://doi.org/10.1016/J.ACTATROPICA.2011.04.004

Putri, D. F., Triwahyuni, T., Husna, I., Parasitologi, D., Kedokteran, F., Malahayati, U., Kedokteran, M., Kedokteran, F., & Malahayati, U. (2020). Hubungan Faktor Suhu dan Kelembaban Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue ( DBD ) di Kota Bandar Lampung The Relationship Between Temperature and Humidity Factors with Cases of Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) in Bandar Lampung City. Jurnal Analis Kesehatan, 9(1), 17–23.

Sembiring, T. U. J., & Susanna, D. (2011). Entomologi kesehatan : antropoda pengganggu kesehatan dan parasit yang dikandungnya. UI Press.

WHO. (2011). Comprehensive Guideline for Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Revised and expanded edition.

Zumaroh. (2015). Evaluasi Pelaksanaan Surveilans Kasus Demam Berdarah Dengue Di Puskesmas Putat Jaya Berdasarkan Atribut Surveilans. Jurnal Berkala Epidemiologi, 3(1), 82–94.

Referensi

Dokumen terkait

ix Institut Teknologi Nasional DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Proyeksi kenaikan jumlah penduduk skala jawa barat...4 Tabel 3.1 Proyeksi kenaikan jumlah penduduk skala jawa barat