PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL
Berbagai kasus SARA (suku, agama, ras, etnis dan budaya ) seringkali menjadi pemicu kerusuhan yang terjadi di Indonesia. Masih segar dalam ingatan kita tentang kasus Tolikara yang terjadi di Tolikara Papua, yang menyebabkan beberepa orang tewas, terluka dan kebakaran. Peristiwa itu terjadi pada saat pelaksanaan shalat ‘idul Fitri. Peristiwa Sampit antara Suku Dayak Vs Madura pada tahun 2001, konflik Ambon Tahun 1999, dan terakhir adalah demo aksi damai bela al Qur’an oleh jutaan kaum muslimin dari berbagai ormas Islam se-Indonesia di Jakarta, atas tuduhan kasus penistaan Agama Basuki Djahya Purnama alias Ahok. Sehingga memunculkan berbagai kontrofersi dan masih banyak kasus lagi yang suatu saat ia bisa membakar dan pecah seiring terus memanasnya suhu politik agama, sosial, budaya yang menyulut timbulnya api konflik muncul kembali. Sungguh tragis dan memilukan jika melihat hal itu terus terjadi di Indonesia sebagai Negara demokrasi yang berasaskan pancasila.
Akar masalah diatas, tentu saja tidak dapat dibi
masih menghendali tegaknya Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI). Dalam konteks ini, merupakan keharusan bagi kita bersama untuk memikirkan upaya
pemecahannya (solution). Termasuk pihak yang harus bertanggung j
adalah dunia pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan mampu memberikan penyadaran (consciousness) kepada masyarakat melalui design materi
hingga evaluasi yang menyadarkan masyarakat akan pentingnya sikap saling
menghormati perebedaan suku, agama, ras, etnis dan budaya masyarakatvIndonesia yang multikultural. Dengan kata lain, sudah selayaknya pendidikan berperan sebagai media transformasi social, budaya dan multikulturalisme.
Keywords: Pendidikan, Islam, Multikultural.
A. PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
Dalam Islam, pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik seoptimal mungkin, baik yang menyangkut aspek jasmani
akhlak maupun intelektual
pendidikan Islam berupaya mengantarkan peserta didik kearah kedewasaan pribadi manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan. Semua itu saling berhubungan sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan dan
seluruh umat manusia dan alam semesta.
Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan. Dalam hal ini tugas dan fungsi yang diemban pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan dijalankan sepanjang hayat
1 Samsul Nizar, Pengantar Dasar 2001), vii.
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL Oleh: Anik Faridah, M.Pd.I
Dosen Institut Agama Islam Ngawi
Abstrak
Berbagai kasus SARA (suku, agama, ras, etnis dan budaya ) seringkali menjadi pemicu kerusuhan yang terjadi di Indonesia. Masih segar dalam ingatan kita tentang kasus Tolikara yang terjadi di Tolikara Papua, yang menyebabkan beberepa orang tewas, terluka n kebakaran. Peristiwa itu terjadi pada saat pelaksanaan shalat ‘idul Fitri. Peristiwa Sampit antara Suku Dayak Vs Madura pada tahun 2001, konflik Ambon Tahun 1999, dan terakhir adalah demo aksi damai bela al Qur’an oleh jutaan kaum muslimin dari berbagai Indonesia di Jakarta, atas tuduhan kasus penistaan Agama Basuki Djahya Purnama alias Ahok. Sehingga memunculkan berbagai kontrofersi dan masih banyak kasus lagi yang suatu saat ia bisa membakar dan pecah seiring terus memanasnya suhu politik agama, sosial, budaya yang menyulut timbulnya api konflik muncul kembali. Sungguh tragis dan memilukan jika melihat hal itu terus terjadi di Indonesia sebagai Negara demokrasi yang berasaskan pancasila.
Akar masalah diatas, tentu saja tidak dapat dibiarkan berlarut-larut bila kita semua masih menghendali tegaknya Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI). Dalam konteks ini, merupakan keharusan bagi kita bersama untuk memikirkan upaya
). Termasuk pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal ini adalah dunia pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan mampu memberikan penyadaran ) kepada masyarakat melalui design materi-materi, metode, kurikulum hingga evaluasi yang menyadarkan masyarakat akan pentingnya sikap saling
menghormati perebedaan suku, agama, ras, etnis dan budaya masyarakatvIndonesia yang ultural. Dengan kata lain, sudah selayaknya pendidikan berperan sebagai media transformasi social, budaya dan multikulturalisme.
Islam, Multikultural.
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM
Dalam Islam, pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik seoptimal mungkin, baik yang menyangkut aspek jasmani
akhlak maupun intelektual-spiritual. Dengan optimalisasi seluruh potensi tersebut, pendidikan Islam berupaya mengantarkan peserta didik kearah kedewasaan pribadi manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan. Semua itu saling berhubungan sama lain untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan dan terciptanya kemaslahatan bagi seluruh umat manusia dan alam semesta.1
Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan. Dalam hal ini tugas dan fungsi yang diemban pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan dijalankan sepanjang hayat
Pengantar Dasar-Dasar Pemukuran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
128 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL
Berbagai kasus SARA (suku, agama, ras, etnis dan budaya ) seringkali menjadi pemicu kerusuhan yang terjadi di Indonesia. Masih segar dalam ingatan kita tentang kasus Tolikara yang terjadi di Tolikara Papua, yang menyebabkan beberepa orang tewas, terluka n kebakaran. Peristiwa itu terjadi pada saat pelaksanaan shalat ‘idul Fitri. Peristiwa Sampit antara Suku Dayak Vs Madura pada tahun 2001, konflik Ambon Tahun 1999, dan terakhir adalah demo aksi damai bela al Qur’an oleh jutaan kaum muslimin dari berbagai Indonesia di Jakarta, atas tuduhan kasus penistaan Agama Basuki Djahya Purnama alias Ahok. Sehingga memunculkan berbagai kontrofersi dan masih banyak kasus lagi yang suatu saat ia bisa membakar dan pecah seiring terus memanasnya suhu politik, agama, sosial, budaya yang menyulut timbulnya api konflik muncul kembali. Sungguh tragis dan memilukan jika melihat hal itu terus terjadi di Indonesia sebagai Negara larut bila kita semua masih menghendali tegaknya Negara Kesatuan Repubik Indonesia (NKRI). Dalam konteks ini, merupakan keharusan bagi kita bersama untuk memikirkan upaya-upaya awab dalam hal ini adalah dunia pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan mampu memberikan penyadaran materi, metode, kurikulum hingga evaluasi yang menyadarkan masyarakat akan pentingnya sikap saling toleran, menghormati perebedaan suku, agama, ras, etnis dan budaya masyarakatvIndonesia yang ultural. Dengan kata lain, sudah selayaknya pendidikan berperan sebagai media
Dalam Islam, pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik seoptimal mungkin, baik yang menyangkut aspek jasmani-rohani, akal-
optimalisasi seluruh potensi tersebut, pendidikan Islam berupaya mengantarkan peserta didik kearah kedewasaan pribadi manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan. Semua itu saling berhubungan sama lain terciptanya kemaslahatan bagi Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinu dan berkesinambungan. Dalam hal ini tugas dan fungsi yang diemban pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan dijalankan sepanjang hayat (long life
, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
education). Berdasarkan hasil Konfrensi International Pendidikan Islam, pengertian pendidikan Islam merupakan proses pengajaran, bimbingan, pelatihan dan keteladanan untuk mencapai pertumbuhan kepribadian manusia dalam segala aspeknya, baik fisik, intelektual, spiritual, keilmuan, maupun bahasa. Sehinnga sampai pada tujuan akhir, yaitu pengabdian yang sempurna terhadap Tuhan. Harapannya adalah pendidikan Islam tetap kokoh keberadanya dan member solusi alternative sesuai kebutuhan dan tantangan zamannya.
Dalam konteks ini, mantan Mendiknas, Malik Fajar mengemukakan bahwa melalui dunia pendidikan, aspek fisik
dan disadarkan. Proses pendewasaan dan penyadaran dalam konteks pendidikan merupakan aspek yang mengan
yang berpotensi positif bagi pengembangan kehidupan yang berkebudayan dan berkeadaban.2 Dengan demikian, tujuan pendidikan itu adalah menyadarkan, mencerdaskan, mendewasakan, membebaskan, dan memanusiak
Namun semua itu tidak bersifat instant butuh waktu dan arahan sehingga pada saatnya nanti dia tidak hanya mampu memahami, namun juga mampu memanifestasikan kejadian demi kejadian menjadi sebuah realita. Pendidikan sebagai upaya menyiapkan generasi penerus agar dapat bersosialisasi dengan budaya yang mereka jumpai.
Lebih lanjut, Fazlur Rahman menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam yang ada sekarang ini tidak benar-benar diarahkan kepada tujuan yang positif. Tujuan pendidikan Islam hanya berorientasi kepada kehidupan akhirat semata dan cenderung bersifat defensif.
Yakni, untuk menyelamatkan kaum muslimin dari pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan oleh gagasan Barat yang dating melalui berbagai disiplin ilmu, terutama gagasan yang mengancam akan meledakkan standar
ada yang membuka diri untuk menerima Barat, maka itu hanya sekedar mengikuti trend.
Pemikiran pendidikan menjadi perkembangan zaman, Mansur
dalam berbagai model, paham, dan pemikiran. Sayangnya, pendidikan acapkali dipahami hanya sebagai wahana untuk
dari itu, ia bisa dipahami sebagai med
dan ajaran keagamaan. Selain itu, juga menjadi alat pembentuk kesadaran dan karakter bangsa serta wahana untuk transformasi keadilan sosial.
Pemikiran pendidikan Islam memiliki peranan penting untuk mel
persemaian nilai-nilai budaya yang mampu menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan sosial, dan menghargai keanekaragaman tradisi masyarakat local yang belakangan mulai hilang. Hal itu akan terjadi manakala proses persemainnya melibatkan juga kedalaman spiritualitas manusia. Pendidikan juga memiliki tugas menanamkan nilai
saling menghargai diantara budaya masyarakat yang majemuk. Budaya menjadi berkembang dan bertahan di masyarakat apabila pendidikan senantiasa menanamkan
2 Malik Fajar, Kembali ke Jiwa Pendidikan: Memperleh Wacana Humanisasi Pendidikan Islam dalam Membuka Jendela Pendidikan, (Jakarta: Raja Graindo Persada, 2004),v.
3 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikuturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia (Yogyakarta: Aditya Media Publishing,2011), 27.
4 Fazlur Rahman, Islam dan Modernity: Tr University of Chichago Press,1984),86.
5 Franciz X Wahono, Kapitalisme Pendidikan
. Berdasarkan hasil Konfrensi International Pendidikan Islam, pengertian pendidikan Islam merupakan proses pengajaran, bimbingan, pelatihan dan keteladanan untuk mencapai pertumbuhan kepribadian manusia dalam segala aspeknya, baik fisik, tual, keilmuan, maupun bahasa. Sehinnga sampai pada tujuan akhir, yaitu pengabdian yang sempurna terhadap Tuhan. Harapannya adalah pendidikan Islam tetap kokoh keberadanya dan member solusi alternative sesuai kebutuhan dan tantangan s ini, mantan Mendiknas, Malik Fajar mengemukakan bahwa melalui dunia pendidikan, aspek fisik-biologis maupun aspek psikis-rohaniah manusia perlu dilatih dan disadarkan. Proses pendewasaan dan penyadaran dalam konteks pendidikan merupakan aspek yang mengandung makna mendasar. Oleh karena, sebagai dua elemen yang berpotensi positif bagi pengembangan kehidupan yang berkebudayan dan Dengan demikian, tujuan pendidikan itu adalah menyadarkan, mencerdaskan, mendewasakan, membebaskan, dan memanusiakan manusia.
Namun semua itu tidak bersifat instant butuh waktu dan arahan sehingga pada saatnya nanti dia tidak hanya mampu memahami, namun juga mampu memanifestasikan kejadian demi kejadian menjadi sebuah realita. Pendidikan sebagai upaya menyiapkan
rasi penerus agar dapat bersosialisasi dengan budaya yang mereka jumpai.
Lebih lanjut, Fazlur Rahman menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam yang ada benar diarahkan kepada tujuan yang positif. Tujuan pendidikan orientasi kepada kehidupan akhirat semata dan cenderung bersifat defensif.
Yakni, untuk menyelamatkan kaum muslimin dari pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan oleh gagasan Barat yang dating melalui berbagai disiplin ilmu, terutama
cam akan meledakkan standar-standar Islam tradisional.
ada yang membuka diri untuk menerima Barat, maka itu hanya sekedar mengikuti trend.
emikiran pendidikan menjadi topik menarik bagi semua kalangan. Seiring dengan perkembangan zaman, Mansur Fakih menengarai bahwa pendidikan memang muncul dalam berbagai model, paham, dan pemikiran. Sayangnya, pendidikan acapkali dipahami hanya sebagai wahana untuk transfer of knowledge, alat pembentuk watak. Padahal lebih dari itu, ia bisa dipahami sebagai media untuk menanamkan nilai-nilai moral, kebaikan, dan ajaran keagamaan. Selain itu, juga menjadi alat pembentuk kesadaran dan karakter bangsa serta wahana untuk transformasi keadilan sosial.5
emikiran pendidikan Islam memiliki peranan penting untuk mel
nilai budaya yang mampu menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan sosial, dan menghargai keanekaragaman tradisi masyarakat local yang belakangan mulai hilang. Hal itu akan terjadi manakala proses persemainnya melibatkan juga kedalaman spiritualitas manusia. Pendidikan juga memiliki tugas menanamkan nilai
saling menghargai diantara budaya masyarakat yang majemuk. Budaya menjadi berkembang dan bertahan di masyarakat apabila pendidikan senantiasa menanamkan
Kembali ke Jiwa Pendidikan: Memperleh Wacana Humanisasi Pendidikan Islam dalam , (Jakarta: Raja Graindo Persada, 2004),v.
Pluralisme dan Multikuturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia (Yogyakarta: Aditya Media Publishing,2011), 27.
Islam dan Modernity: Transformation of Intelectual Tradition, (Chicago and London: The University of Chichago Press,1984),86.
Kapitalisme Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001),III.
129 . Berdasarkan hasil Konfrensi International Pendidikan Islam, pengertian pendidikan Islam merupakan proses pengajaran, bimbingan, pelatihan dan keteladanan untuk mencapai pertumbuhan kepribadian manusia dalam segala aspeknya, baik fisik, tual, keilmuan, maupun bahasa. Sehinnga sampai pada tujuan akhir, yaitu pengabdian yang sempurna terhadap Tuhan. Harapannya adalah pendidikan Islam tetap kokoh keberadanya dan member solusi alternative sesuai kebutuhan dan tantangan s ini, mantan Mendiknas, Malik Fajar mengemukakan bahwa melalui rohaniah manusia perlu dilatih dan disadarkan. Proses pendewasaan dan penyadaran dalam konteks pendidikan dung makna mendasar. Oleh karena, sebagai dua elemen yang berpotensi positif bagi pengembangan kehidupan yang berkebudayan dan Dengan demikian, tujuan pendidikan itu adalah menyadarkan,
an manusia.
Namun semua itu tidak bersifat instant butuh waktu dan arahan sehingga pada saatnya nanti dia tidak hanya mampu memahami, namun juga mampu memanifestasikan kejadian demi kejadian menjadi sebuah realita. Pendidikan sebagai upaya menyiapkan
rasi penerus agar dapat bersosialisasi dengan budaya yang mereka jumpai.3
Lebih lanjut, Fazlur Rahman menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam yang ada benar diarahkan kepada tujuan yang positif. Tujuan pendidikan orientasi kepada kehidupan akhirat semata dan cenderung bersifat defensif.
Yakni, untuk menyelamatkan kaum muslimin dari pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan oleh gagasan Barat yang dating melalui berbagai disiplin ilmu, terutama standar Islam tradisional.4 Kalaupun ada yang membuka diri untuk menerima Barat, maka itu hanya sekedar mengikuti trend.
menarik bagi semua kalangan. Seiring dengan Fakih menengarai bahwa pendidikan memang muncul dalam berbagai model, paham, dan pemikiran. Sayangnya, pendidikan acapkali dipahami alat pembentuk watak. Padahal lebih nilai moral, kebaikan, dan ajaran keagamaan. Selain itu, juga menjadi alat pembentuk kesadaran dan karakter emikiran pendidikan Islam memiliki peranan penting untuk melakukan nilai budaya yang mampu menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan sosial, dan menghargai keanekaragaman tradisi masyarakat local yang belakangan mulai hilang. Hal itu akan terjadi manakala proses persemainnya melibatkan juga kedalaman spiritualitas manusia. Pendidikan juga memiliki tugas menanamkan nilai-nilai inklusif dan saling menghargai diantara budaya masyarakat yang majemuk. Budaya menjadi berkembang dan bertahan di masyarakat apabila pendidikan senantiasa menanamkan
Kembali ke Jiwa Pendidikan: Memperleh Wacana Humanisasi Pendidikan Islam dalam Pluralisme dan Multikuturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia, , (Chicago and London: The , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001),III.
norma dan tradisi secara turun temurun dari genersi tua ke generasi muda dengan visi memanusiakan manusia.6
B. ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai
dapat terlepas dari ruh dan spirit Islam.
Adapun orientasi pendidikan Islam yang ingin dicapai pada peserta didik diberbagai tingkatan sekolah, yakni: Iman dan taqwa. Dalam al
dua kualitas manusia, yaitu manusia yang maupun psikis, dan asfala safilin
dapat mencapai salah satunya, dan untuk mencapai tingkat
terbaik dengan tingkatan tertinggi dan kebahagiaan dengan hidup kekal disisi Tuhannya.
Untuk meraihnya adalah dengan senantiasa beriman dan beramal saleh.
Hakikat iman dalam Islam adalah tidak hanya sekedar percaya kepada Allah, sebab ia belum tentu bertauhid, atau masih mengandung kemungkinan percaya kepada yang lain sebagai sekutu (syirik) Allah dalam keilahian. Tetapi iman adalah pembebasan manusia dari belenggu syirk (Tuhan banyak) menuju ke tauhid, dengan mencanangkan dasar kepercayaan yang diungkapkan de
Dalam tafsir al Mizan dijelaskan bahwa iman terhadap sesuatu disertai dengan kewajiban untuk mengamalkannya, kalau belum mewajibkan dirinya untuk mengamalkannya, berarti ia belum beriman. Dengan demikian, tekanan iman ad
karean itu iman kepada Allah mesti dibarengi dengan sikap kita kepada
ibadah (ritus) dan aktualisasinya dalam bentuk amal saleh yang pada gilirannya membentuk kesalehan pribadi dan sosial.
Sementar hakikat taqwa adalah imtitsa (menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan
yang dilarang-Nya). Hal ini senada dengan pendapat Nurcholis Madjid yang menyatakan bahwa istilah taqwa diartikan sebagai “
Maksudnya, kesadaran tentang adanya Tuhan dalam hidup kita.
kita mengetahui dan meyakini bahwa dalam hidup ini tidak ada jalan menghindar dari Tuhan dan pengawasan-Nya terhadap tingkah laku kita. Dengan ka
kehadiran Tuhan atau Tuhan selalu hadir dimana untuk menempuh hidup mengikuti garis
Nya.
Menurut analisa Muhaimin, setidak
mengembangkan sikap tauhid kepada anak didik melalui pendidikan, yakni anak didik dan
6 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikuturalisme
7 Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran
8 QS. Al Tin: 5-6.
9 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikuturalisme.
10 Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban
11 Muhammad Husain al-Thabathaba’i, al-‘Alam Li al-Mathbu’at, 1983), 158.
12 Nurcholis Madjid, Islam., 85.
adisi secara turun temurun dari genersi tua ke generasi muda dengan visi
ORIENTASI PENDIDIKAN ISLAM
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.7 Sehingga setiap aktivitas pendidikan tidak dapat terlepas dari ruh dan spirit Islam.
Adapun orientasi pendidikan Islam yang ingin dicapai pada peserta didik diberbagai tingkatan sekolah, yakni: Iman dan taqwa. Dalam al-Qur’an juga dikemukakan s manusia, yaitu manusia yang ahsani taqwim, yakni kualitas terbaik, baik fisik asfala safilin, yakni kualitas terendah.8 Manusia berpeluang untuk dapat mencapai salah satunya, dan untuk mencapai tingkat ahsani taqwim,
ik dengan tingkatan tertinggi dan kebahagiaan dengan hidup kekal disisi Tuhannya.
Untuk meraihnya adalah dengan senantiasa beriman dan beramal saleh.9
Hakikat iman dalam Islam adalah tidak hanya sekedar percaya kepada Allah, sebab , atau masih mengandung kemungkinan percaya kepada yang lain sebagai sekutu (syirik) Allah dalam keilahian. Tetapi iman adalah pembebasan manusia dari belenggu syirk (Tuhan banyak) menuju ke tauhid, dengan mencanangkan dasar kepercayaan yang diungkapkan dengan kalimat La ilaha illa Allah.10
Dalam tafsir al Mizan dijelaskan bahwa iman terhadap sesuatu disertai dengan kewajiban untuk mengamalkannya, kalau belum mewajibkan dirinya untuk mengamalkannya, berarti ia belum beriman. Dengan demikian, tekanan iman ad
karean itu iman kepada Allah mesti dibarengi dengan sikap kita kepada
ibadah (ritus) dan aktualisasinya dalam bentuk amal saleh yang pada gilirannya membentuk kesalehan pribadi dan sosial.11
Sementar hakikat taqwa adalah imtitsal al awaamir wa ijtinab al nawaah, (menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala sesuatu yang Nya). Hal ini senada dengan pendapat Nurcholis Madjid yang menyatakan bahwa istilah taqwa diartikan sebagai “Good consciousness”, kesadaran ketuhanan.
Maksudnya, kesadaran tentang adanya Tuhan dalam hidup kita.12 Kesadaran ini membuat kita mengetahui dan meyakini bahwa dalam hidup ini tidak ada jalan menghindar dari Nya terhadap tingkah laku kita. Dengan kata lain, kesadaran akan kehadiran Tuhan atau Tuhan selalu hadir dimana-mana (omnopresent
untuk menempuh hidup mengikuti garis-garis yang diridhoi-Nya, sesuai dengan ketentuan Menurut analisa Muhaimin, setidak-tidaknya ada empat langka
mengembangkan sikap tauhid kepada anak didik melalui pendidikan, yakni anak didik dan
Pluralisme dan Multikuturalisme., 32.
nstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 14.
Pluralisme dan Multikuturalisme., 52.
Doktrin dan Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1992), 75.
Thabathaba’i, al Mizan fi Tafsir al-Qur’an, jilid 18, (Beirut-Libanon: Mu’assasah Mathbu’at, 1983), 158.
130 adisi secara turun temurun dari genersi tua ke generasi muda dengan visi
Pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan dan disemangati Sehingga setiap aktivitas pendidikan tidak Adapun orientasi pendidikan Islam yang ingin dicapai pada peserta didik Qur’an juga dikemukakan , yakni kualitas terbaik, baik fisik Manusia berpeluang untuk ahsani taqwim,yakni manusia ik dengan tingkatan tertinggi dan kebahagiaan dengan hidup kekal disisi Tuhannya.
9
Hakikat iman dalam Islam adalah tidak hanya sekedar percaya kepada Allah, sebab , atau masih mengandung kemungkinan percaya kepada yang lain sebagai sekutu (syirik) Allah dalam keilahian. Tetapi iman adalah pembebasan manusia dari belenggu syirk (Tuhan banyak) menuju ke tauhid, dengan mencanangkan dasar Dalam tafsir al Mizan dijelaskan bahwa iman terhadap sesuatu disertai dengan kewajiban untuk mengamalkannya, kalau belum mewajibkan dirinya untuk mengamalkannya, berarti ia belum beriman. Dengan demikian, tekanan iman adalah amal, karean itu iman kepada Allah mesti dibarengi dengan sikap kita kepada-Nya dalam bentuk ibadah (ritus) dan aktualisasinya dalam bentuk amal saleh yang pada gilirannya l al awaamir wa ijtinab al nawaah, Nya dan menjauhi segala sesuatu yang Nya). Hal ini senada dengan pendapat Nurcholis Madjid yang menyatakan
”, kesadaran ketuhanan.
Kesadaran ini membuat kita mengetahui dan meyakini bahwa dalam hidup ini tidak ada jalan menghindar dari ta lain, kesadaran akan omnopresent) mendorong kita Nya, sesuai dengan ketentuan- tidaknya ada empat langkah untuk mengembangkan sikap tauhid kepada anak didik melalui pendidikan, yakni anak didik dan
nstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan,
Libanon: Mu’assasah
kita diharuskan mencontoh sifat uluhiyah, rububiyah, mulkiyah
Pertama, Tauhid uluhiyah menyembah kepada selain-
pandangan ini akan menghasilkan nilai kreatif, mandiri, bebas dan
Kedua, Tauhid Rububiyah
mengatur, dan memelihara alam seisinya. Alam ini diserahkan oleh Allah kepada manusia untuk mengelolanya. Dalam proses pendidikan banyak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengadakan penelitian, eksperimen dan sebagainya. Sehingga menghasilkan nilai-nilai yang positif berupa sikap rasional empirik, objektif
objektif-matematis.
Ketiga, Tauhid Mulkiyah
yang menguasai segalanya, baik alam maupun manusia, dunia maupun akhirat.
Aktualisasinya dalam proses pendidikan adalah terwujudnya kesadaran dan penghayatan terhadap nilai-nilai amanah dan tanggung jawa
Keempat, Tauhid Rahmaniyah
pemaaf dan sebagainya. Proses pendidikan ini adalah terwujudnya sikap telaten dan sabar dalam usaha pendidikan, serta terwujudnya sikap kasih sayang, toleran dan saling menghargai antara guru dan peserta didik, dan menghargai sesama peserta didik. Selain itu, juga ditanamkan nilai solidaritas terhadap alam sekitar, sehingga menghasilkan sikap solidaritas kemanusiaan dan terhadap alam sekitar.
C. PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI SOLU TERBENTUKNYA NKRI
Indonesia merupakan bangsa berpenduduk besar yang memiliki semboyan
“Bhineka Tunggal Ika”, berbeda
bahasa, adat istiadat dan budaya mewarnai bangsa Indonesia. Sebagai ne
multikultural pada satu pihak menjadi keuntungan dan kekayaan bagi negeri ini manakala dikelola dengan baik, dan akan menghasilkan sinergisitas yang kokoh, tetapi dilain pihak akan menjadi ancaman besar menimbulkan malapetaka sosial, politi
tatkala keragaman tidak terkelola dengan baik.
Namun, faktanya kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini mengalami perubahan mendasar dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sayangnya, perubahan itu mengarah pada dampak disintegra
suku dan agama dari sabang sampai merauke. Sebagaimana disampaikan Mohammad Qodari selaku direktur lembaga penelitian Indo Barometer mengungkapkan bahwa sikap toleran dalam kehidupan masyarakat Indonesi
“lampu merah”.14
13 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam
14 Mohammad Qodari, Jawa Pos, Jum’at, 6 Nopember 2015
Multikuturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia Publishing,2011), 199.
kita diharuskan mencontoh sifat-sifat Allah sebagaimana tercermin dalam dimensi:
uluhiyah, rububiyah, mulkiyah dan rahmaniyah.13
uluhiyah yang berarti hanya Allahlah yang patut disembah, jangan -Nya (syirik). Dalam proses pendidikan Islam, aktualisasi dalam pandangan ini akan menghasilkan nilai-nilai positif yang berupa sikap rasional kritis,
terbuka.
Rububiyah yang bermakna bahwa Allah yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya. Alam ini diserahkan oleh Allah kepada manusia untuk mengelolanya. Dalam proses pendidikan banyak memberikan kesempatan kepada ik untuk mengadakan penelitian, eksperimen dan sebagainya. Sehingga
nilai yang positif berupa sikap rasional empirik, objektif
Mulkiyah yang berpandangan bahwa Allah pemilik segalanya dan yang menguasai segalanya, baik alam maupun manusia, dunia maupun akhirat.
Aktualisasinya dalam proses pendidikan adalah terwujudnya kesadaran dan penghayatan nilai amanah dan tanggung jawab.
Rahmaniyah yang bermakna bahwa Allah Maha pengampun, pemaaf dan sebagainya. Proses pendidikan ini adalah terwujudnya sikap telaten dan sabar dalam usaha pendidikan, serta terwujudnya sikap kasih sayang, toleran dan saling ara guru dan peserta didik, dan menghargai sesama peserta didik. Selain itu, juga ditanamkan nilai solidaritas terhadap alam sekitar, sehingga menghasilkan sikap solidaritas kemanusiaan dan terhadap alam sekitar.
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI SOLU TERBENTUKNYA NKRI
Indonesia merupakan bangsa berpenduduk besar yang memiliki semboyan
“Bhineka Tunggal Ika”, berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Beragam suku, agama, etnis, bahasa, adat istiadat dan budaya mewarnai bangsa Indonesia. Sebagai ne
multikultural pada satu pihak menjadi keuntungan dan kekayaan bagi negeri ini manakala dikelola dengan baik, dan akan menghasilkan sinergisitas yang kokoh, tetapi dilain pihak akan menjadi ancaman besar menimbulkan malapetaka sosial, politik, agama, dan budaya tatkala keragaman tidak terkelola dengan baik.
Namun, faktanya kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini mengalami perubahan mendasar dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sayangnya, perubahan itu mengarah pada dampak disintegrasi bangsa dan konflik antar umat manusia yang berbeda suku dan agama dari sabang sampai merauke. Sebagaimana disampaikan Mohammad Qodari selaku direktur lembaga penelitian Indo Barometer mengungkapkan bahwa sikap toleran dalam kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini ternyata sudah berada di status
angan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2003), 155.
Jawa Pos, Jum’at, 6 Nopember 2015. Dalam Ali Maksum, Pluralisme dan Multikuturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Aditya Media
131 sifat Allah sebagaimana tercermin dalam dimensi: tauhid ang berarti hanya Allahlah yang patut disembah, jangan Nya (syirik). Dalam proses pendidikan Islam, aktualisasi dalam nilai positif yang berupa sikap rasional kritis, yang bermakna bahwa Allah yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam seisinya. Alam ini diserahkan oleh Allah kepada manusia untuk mengelolanya. Dalam proses pendidikan banyak memberikan kesempatan kepada ik untuk mengadakan penelitian, eksperimen dan sebagainya. Sehingga nilai yang positif berupa sikap rasional empirik, objektif-enpiris, dan yang berpandangan bahwa Allah pemilik segalanya dan yang menguasai segalanya, baik alam maupun manusia, dunia maupun akhirat.
Aktualisasinya dalam proses pendidikan adalah terwujudnya kesadaran dan penghayatan yang bermakna bahwa Allah Maha pengampun, pemaaf dan sebagainya. Proses pendidikan ini adalah terwujudnya sikap telaten dan sabar dalam usaha pendidikan, serta terwujudnya sikap kasih sayang, toleran dan saling ara guru dan peserta didik, dan menghargai sesama peserta didik. Selain itu, juga ditanamkan nilai solidaritas terhadap alam sekitar, sehingga menghasilkan sikap
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL SEBAGAI SOLUSI JAWABAN Indonesia merupakan bangsa berpenduduk besar yang memiliki semboyan beda tetapi tetap satu jua. Beragam suku, agama, etnis, bahasa, adat istiadat dan budaya mewarnai bangsa Indonesia. Sebagai negeri plural dan multikultural pada satu pihak menjadi keuntungan dan kekayaan bagi negeri ini manakala dikelola dengan baik, dan akan menghasilkan sinergisitas yang kokoh, tetapi dilain pihak k, agama, dan budaya Namun, faktanya kondisi masyarakat Indonesia dewasa ini mengalami perubahan mendasar dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Sayangnya, perubahan itu si bangsa dan konflik antar umat manusia yang berbeda suku dan agama dari sabang sampai merauke. Sebagaimana disampaikan Mohammad Qodari selaku direktur lembaga penelitian Indo Barometer mengungkapkan bahwa sikap a dewasa ini ternyata sudah berada di status
, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2003), 155.
Pluralisme dan , (Yogyakarta: Aditya Media
Faktor pluralitas dan kemajemukan sering menjadi sebab munculnya konflik antar kelompok masyarakat, baik dalam scope global maupun local. Dalam skala global, sering terjadi peperangan antar anatara Negara atau blok budaya, sementara dalam skala local, sering terjaadi pertikaian antar sesame warga dan masyarakat dalam satu Negara. Di Indonesia, konflik antar etnis seperti tragedy Kemanusiaan Sambas dan Sampit (Kalimantan), konflik antar agama seperti di Maluku, Poso, dan Ambon, gejolak social yang tiada henti di Aceh dan Papua. Berlangsung aksi
mulai dari peristiwa penyerang Front Pembela Islam (FPI) terhadap acara yang diselenggarakan oleh AKKBB (Aliansi untuk Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan) di tugu Monas tahun 2008, kerus
pembakaran Gereja, penyerangan terhadap pesantren Syi’ah di Bangil Pasuruan dan Terakhir aksi pembakaran bendera HTI oleh Anggota Banser ( Barisan Ansor Serbaguna) pada perayaan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2
betapa rapuhnya konstruksi kebangsaan berbasis pluralism di Negara kita.
Akar masalah diatas, tentu saja tidak bisa dibiarkan berlarut masih menghendaki tegaknya Nrgara Kesatuan Republik Indone
konteks ini, menjadi keharusan bagi kita bersama untuk memikirkan upaya pemecahannya.
Termasuk pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal ini adalah dunia pendidikan.
Sehingga pendidikan dalam posisinya berperan sebagai media transforma dan multikulturalisme.
Dalam konteks ini, penulis berupaya menawarkan prespektif lain, bagaimana menggagas pendidikan Islam multikultural. Pendidikan model ini diharapkan dapat terciptanya sikap dan budaya saling menghormati, menghargai
agama, dan lainnya yang ada di masyarakat untuk sinergi mewujudkan masyarakat multikultural, damai, dan toleran. Melalui keterbukaan dan dialog, menumbuhkan tata nilai, memupuk persahabatan antara siswa yang beraneka ragam, suku, r
serta mengembangkan sikap saling memahami. Bentuk pendidikan seperti inilah mungkin yang diharapkan oleh banyak pihak, dalam rangka untuk mengantisipasi konflik social keagamaan menuju perdamaian.
Franz Magnis Suseno mendefinisikan pendidika
yang mengandaikan kita untuk membuka visi tentang cakrawala yang luas, dan mampu melintasi batas kelompok etnis atau tradisi budaya dan agama kita. Sehingga, kita mampu melihat “kemanusiaan” sebagai sebuah keluarga yang me
cita-cita. Inilah pendidikan dasar kemanusiaan untuk perdamaian, kemerdekaan, dan solidaritas.16
Secara sederhana, pendidikan multikulturalisme me pendidikan tentang keragaman keagamaan dan kebudayaan dal
social-kultural dan lingkungan masyarakat tertentu. Dalam konteks ini, pendidikan dituntut mampu merespons perkembangan keragaman masyarakat dan populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok social.
15 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikuturalisme.
16 Franz Magnis-Suseno, 2000. Dalam Pendidikan Agama Islam di Indonesia
Faktor pluralitas dan kemajemukan sering menjadi sebab munculnya konflik antar kelompok masyarakat, baik dalam scope global maupun local. Dalam skala global, sering terjadi peperangan antar anatara Negara atau blok budaya, sementara dalam skala local, ng terjaadi pertikaian antar sesame warga dan masyarakat dalam satu Negara. Di Indonesia, konflik antar etnis seperti tragedy Kemanusiaan Sambas dan Sampit (Kalimantan), konflik antar agama seperti di Maluku, Poso, dan Ambon, gejolak social i di Aceh dan Papua. Berlangsung aksi-aksi kekerasan yang memuncak mulai dari peristiwa penyerang Front Pembela Islam (FPI) terhadap acara yang diselenggarakan oleh AKKBB (Aliansi untuk Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan) di tugu Monas tahun 2008, kerusuhan di Temanggung Jawa Tengah yang berujung pembakaran Gereja, penyerangan terhadap pesantren Syi’ah di Bangil Pasuruan dan Terakhir aksi pembakaran bendera HTI oleh Anggota Banser ( Barisan Ansor Serbaguna) pada perayaan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2018 di Garut Jawa Barat. Menjadi bukti betapa rapuhnya konstruksi kebangsaan berbasis pluralism di Negara kita.
Akar masalah diatas, tentu saja tidak bisa dibiarkan berlarut-larut bila kita semua masih menghendaki tegaknya Nrgara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam konteks ini, menjadi keharusan bagi kita bersama untuk memikirkan upaya pemecahannya.
Termasuk pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal ini adalah dunia pendidikan.
Sehingga pendidikan dalam posisinya berperan sebagai media transforma
Dalam konteks ini, penulis berupaya menawarkan prespektif lain, bagaimana menggagas pendidikan Islam multikultural. Pendidikan model ini diharapkan dapat terciptanya sikap dan budaya saling menghormati, menghargai perbedaan budaya, etnis, agama, dan lainnya yang ada di masyarakat untuk sinergi mewujudkan masyarakat multikultural, damai, dan toleran. Melalui keterbukaan dan dialog, menumbuhkan tata nilai, memupuk persahabatan antara siswa yang beraneka ragam, suku, r
serta mengembangkan sikap saling memahami. Bentuk pendidikan seperti inilah mungkin yang diharapkan oleh banyak pihak, dalam rangka untuk mengantisipasi konflik social keagamaan menuju perdamaian.15
Franz Magnis Suseno mendefinisikan pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mengandaikan kita untuk membuka visi tentang cakrawala yang luas, dan mampu melintasi batas kelompok etnis atau tradisi budaya dan agama kita. Sehingga, kita mampu melihat “kemanusiaan” sebagai sebuah keluarga yang memiliki perbedaan dan kesamaan cita. Inilah pendidikan dasar kemanusiaan untuk perdamaian, kemerdekaan, dan Secara sederhana, pendidikan multikulturalisme memiliki definisi sebagai pendidikan tentang keragaman keagamaan dan kebudayaan dalam meresponss perubahan
kultural dan lingkungan masyarakat tertentu. Dalam konteks ini, pendidikan dituntut mampu merespons perkembangan keragaman masyarakat dan populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok social.
Pluralisme dan Multikuturalisme., 203.
Suseno, 2000. Dalam Ali Maksum, Pluralisme dan Multikuturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Aditya Media Publishing,2011), 199.
132 Faktor pluralitas dan kemajemukan sering menjadi sebab munculnya konflik antar kelompok masyarakat, baik dalam scope global maupun local. Dalam skala global, sering terjadi peperangan antar anatara Negara atau blok budaya, sementara dalam skala local, ng terjaadi pertikaian antar sesame warga dan masyarakat dalam satu Negara. Di Indonesia, konflik antar etnis seperti tragedy Kemanusiaan Sambas dan Sampit (Kalimantan), konflik antar agama seperti di Maluku, Poso, dan Ambon, gejolak social aksi kekerasan yang memuncak mulai dari peristiwa penyerang Front Pembela Islam (FPI) terhadap acara yang diselenggarakan oleh AKKBB (Aliansi untuk Kebebasan Beragama dan Berkepercayaan) uhan di Temanggung Jawa Tengah yang berujung pembakaran Gereja, penyerangan terhadap pesantren Syi’ah di Bangil Pasuruan dan Terakhir aksi pembakaran bendera HTI oleh Anggota Banser ( Barisan Ansor Serbaguna) 018 di Garut Jawa Barat. Menjadi bukti betapa rapuhnya konstruksi kebangsaan berbasis pluralism di Negara kita.
larut bila kita semua sia (NKRI). Dalam konteks ini, menjadi keharusan bagi kita bersama untuk memikirkan upaya pemecahannya.
Termasuk pihak yang harus bertanggung jawab dalam hal ini adalah dunia pendidikan.
Sehingga pendidikan dalam posisinya berperan sebagai media transformasi social, budaya Dalam konteks ini, penulis berupaya menawarkan prespektif lain, bagaimana menggagas pendidikan Islam multikultural. Pendidikan model ini diharapkan dapat perbedaan budaya, etnis, agama, dan lainnya yang ada di masyarakat untuk sinergi mewujudkan masyarakat multikultural, damai, dan toleran. Melalui keterbukaan dan dialog, menumbuhkan tata nilai, memupuk persahabatan antara siswa yang beraneka ragam, suku, ras dan agama, serta mengembangkan sikap saling memahami. Bentuk pendidikan seperti inilah mungkin yang diharapkan oleh banyak pihak, dalam rangka untuk mengantisipasi konflik social-
n multikultural adalah pendidikan yang mengandaikan kita untuk membuka visi tentang cakrawala yang luas, dan mampu melintasi batas kelompok etnis atau tradisi budaya dan agama kita. Sehingga, kita mampu miliki perbedaan dan kesamaan cita. Inilah pendidikan dasar kemanusiaan untuk perdamaian, kemerdekaan, dan iliki definisi sebagai am meresponss perubahan kultural dan lingkungan masyarakat tertentu. Dalam konteks ini, pendidikan dituntut mampu merespons perkembangan keragaman masyarakat dan populasi sekolah,
Pluralisme dan Multikuturalisme: Paradigma Baru , 199.
1. Landasan Kultural Pendidikan
Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman khazanah budaya yang perlu dilestarikan melalui pendidikan formal. Generasi muda juga perlu dibekali pendidikan yang mampu membentuk karakter ke
Untuk menunjang pelaksanannya, l
pijakan dalam mengembangkan model pendidikan ini mencakup tiga landasan, yaitu: 17
Pertama, Pancasila sebagai landasan ideal bangsa. Sebagai kristalisasi nilai nilai luhur bangsa, pancasila mengandung pesan nilai, moral,
toleransi yang termaktub dalam sila
bangsa, maka Pancasila harus terwujud dalam kehidupan sehari Kedua,Undang
konstitusional. Yang didalamnya m
masyarakat maupun berbangsa. Hal ini dapat dicermati dalam pembukaan UUD dan batang tubuh UUD. Muatannya menganjurkan pentingnya keselarasan hak dan kewajiban setiap warga Negara.
Ketiga,Undang
Tahun 2003 sebagai landasan operasional penyelenggaraan pendidikan nasional.
Didalamnya mengandung implikasi perlunya mendesain pembelajaran yang sesuai dengan budaya masyarakat, norma masyarakat, dan kebutuhan masyarakat.
2. Pendidikan Islam Berbasis Multikultural
Konsep pendidikan Islam berbasis multikultural adalah pendidikan yang berorientasi pada realitas persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia dan umat manusia secara keseluruhan. Yakni, pendidikan untuk merespon di
masyarakat Islam khususnya dalam interaksi sosial dan antar agama.
Terdapat beberapa karakter dalam menggagas pendidikan Islam berbasis multikultural, antara lain;
Pertama, pendidikan Islam harus mempunyai karakter lembaga pendidikan umum yang bercirikan Islam. Artinya, disamping menonjolkan pendidikannya dengan penguasaan atas ilmu pengetahuan, namun karakter keagamaan juga menjadi bagian integral dan harus dikuasai serta menjadi bagian dari kehidupan siswa sehari-hari.
Kedua, pendidikan Islam jug
pendidikan yang berbasis pada pluralitas. Artinya, bahwa pendidikan yang diberikan kepada siswa tidak menciptakan suatu pemahaman yang tunggal, termasuk didalamnya juga pemahaman tentang realitas keberagamaan. Kesadaran multikulturalisme dan pluralisme tidak lahir begitu saja. Namun membutuhkan proses yang sangat panjang, sebagai realitas pemahaman yang komprehensif dalam melihat suatu fenomena.
Ketiga, pendidikan Islam harus mempunyai karakter sebagai lembaga pendidikan yang menghidupkan sistem demokrasi dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang memberi keluasan dalam mengekspresikan pendapatnya. Dalam
17 Ali Maksum, Pluralisme dan Multikuturalisme.
18 Ibid, 230-231.
asan Kultural Pendidikan
Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman khazanah budaya yang perlu dilestarikan melalui pendidikan formal. Generasi muda juga perlu dibekali pendidikan yang mampu membentuk karakter ke-Indonesiaan.
Untuk menunjang pelaksanannya, landasan Yuridis yang dapat dijadikan pijakan dalam mengembangkan model pendidikan ini mencakup tiga landasan, , Pancasila sebagai landasan ideal bangsa. Sebagai kristalisasi nilai nilai luhur bangsa, pancasila mengandung pesan nilai, moral,
toleransi yang termaktub dalam sila-sila pancasila. Sebagai Falssafah dan ideologi bangsa, maka Pancasila harus terwujud dalam kehidupan sehari-
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan landasan konstitusional. Yang didalamnya mengandung muatan nilai, norma, dan etika masyarakat maupun berbangsa. Hal ini dapat dicermati dalam pembukaan UUD dan batang tubuh UUD. Muatannya menganjurkan pentingnya keselarasan hak dan kewajiban setiap warga Negara.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003 sebagai landasan operasional penyelenggaraan pendidikan nasional.
Didalamnya mengandung implikasi perlunya mendesain pembelajaran yang sesuai dengan budaya masyarakat, norma masyarakat, dan kebutuhan masyarakat.
ndidikan Islam Berbasis Multikultural
Konsep pendidikan Islam berbasis multikultural adalah pendidikan yang berorientasi pada realitas persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia dan umat manusia secara keseluruhan. Yakni, pendidikan untuk merespon di
masyarakat Islam khususnya dalam interaksi sosial dan antar agama.
Terdapat beberapa karakter dalam menggagas pendidikan Islam berbasis multikultural, antara lain;18
, pendidikan Islam harus mempunyai karakter lembaga pendidikan cirikan Islam. Artinya, disamping menonjolkan pendidikannya dengan penguasaan atas ilmu pengetahuan, namun karakter keagamaan juga menjadi bagian integral dan harus dikuasai serta menjadi bagian dari kehidupan , pendidikan Islam juga harus mempunyai karakter sebagai pendidikan yang berbasis pada pluralitas. Artinya, bahwa pendidikan yang diberikan kepada siswa tidak menciptakan suatu pemahaman yang tunggal, termasuk didalamnya juga pemahaman tentang realitas keberagamaan. Kesadaran ultikulturalisme dan pluralisme tidak lahir begitu saja. Namun membutuhkan proses yang sangat panjang, sebagai realitas pemahaman yang komprehensif dalam melihat suatu fenomena.
pendidikan Islam harus mempunyai karakter sebagai lembaga ang menghidupkan sistem demokrasi dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang memberi keluasan dalam mengekspresikan pendapatnya. Dalam
Pluralisme dan Multikuturalisme., 206.
133 Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman khazanah budaya yang perlu dilestarikan melalui pendidikan formal. Generasi muda juga perlu dibekali andasan Yuridis yang dapat dijadikan pijakan dalam mengembangkan model pendidikan ini mencakup tiga landasan, , Pancasila sebagai landasan ideal bangsa. Sebagai kristalisasi nilai- nilai luhur bangsa, pancasila mengandung pesan nilai, moral, etika, dan rasa
sila pancasila. Sebagai Falssafah dan ideologi -hari.
Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan landasan engandung muatan nilai, norma, dan etika masyarakat maupun berbangsa. Hal ini dapat dicermati dalam pembukaan UUD dan batang tubuh UUD. Muatannya menganjurkan pentingnya keselarasan hak dan ikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003 sebagai landasan operasional penyelenggaraan pendidikan nasional.
Didalamnya mengandung implikasi perlunya mendesain pembelajaran yang sesuai dengan budaya masyarakat, norma masyarakat, dan kebutuhan masyarakat.
Konsep pendidikan Islam berbasis multikultural adalah pendidikan yang berorientasi pada realitas persoalan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia dan umat manusia secara keseluruhan. Yakni, pendidikan untuk merespon dinamika masyarakat Islam khususnya dalam interaksi sosial dan antar agama.
Terdapat beberapa karakter dalam menggagas pendidikan Islam berbasis , pendidikan Islam harus mempunyai karakter lembaga pendidikan cirikan Islam. Artinya, disamping menonjolkan pendidikannya dengan penguasaan atas ilmu pengetahuan, namun karakter keagamaan juga menjadi bagian integral dan harus dikuasai serta menjadi bagian dari kehidupan a harus mempunyai karakter sebagai pendidikan yang berbasis pada pluralitas. Artinya, bahwa pendidikan yang diberikan kepada siswa tidak menciptakan suatu pemahaman yang tunggal, termasuk didalamnya juga pemahaman tentang realitas keberagamaan. Kesadaran ultikulturalisme dan pluralisme tidak lahir begitu saja. Namun membutuhkan proses yang sangat panjang, sebagai realitas pemahaman yang komprehensif dalam pendidikan Islam harus mempunyai karakter sebagai lembaga ang menghidupkan sistem demokrasi dalam pendidikan. Sistem pendidikan yang memberi keluasan dalam mengekspresikan pendapatnya. Dalam
konteks ini sekolah menfasilitasi “mimbar bebas”, dengan memberikan kesempatan kepada semua civitas untuk berbicara atau me
bertanggung jawab. Selain itu juga membudayakan “ lembaga pendidikan Islam.
Perlunya membentuk pendidikan Islam berbasis multikultural adalah merupakan inisiasi yang lahir dari realitas sejarah
Indonesia yang dianggap gagal dalam membangun citra kemanusiaan. Dimana, pendidikan seolah hanya mencetak orang
mempunyai integritas keilmuan dan akhalq ilmuwan. Seperti lahirnya para koruptor yang menyengsarakan bangsa ini. Disatu sisi, pendidikan agama yang ada hanya menciptakan ahli agama yang cara berpikirnya parsial dan sempit. Akhirnya, semakin banyak orang pintar ilmu agama semakin kuat pertentangan dan konflik dalam kehidupan. Inilah potret siste
citra manusia.
Untuk merealisasikan cita
lembaga pendidikan Islam perlu menerapkan sistem pengajaran yang berorientasi pada penanaman kesadaran multikulturalisme dalam kehid
program pendidikan yang sangat strategis dalam menumbuhkan kesadaran multikulturalisme adalah: pendidikan sekolah harus membekali siswanya dengan kerangka (frame work)
pengetahuan yang dipero D. PENGEMBANGAN
KULTURAL
Karena masyarakat Indonesia yang majemuk, maka kurikulum Pendidikan Agama islam (PAI) yang ideal adalah kurikulum yang dapat menunjang proses siswa menjadi manusia yang demokratis, pluralis, multikultural dan menekankan penghayatan hidup serta refleksi untuk menjadi manusia yang utuh, yaitu generasi muda yang tidak hanya pandai tetapi juga bermoral dan etis, serta mampu hidup dalam suasana demokratis satu den
Langkah-langkah yang perlu diperhatikan oleh pembuat kurikulum, penulis text book dan guru untuk mengembangkan kurikulum Pendidikan Islam berbasis multikultural di Indonesia, adalah sebagai berikut:
Pertama, m
saat ini kepada filososfi yang lebih sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan dan unit pendidikan.
Sebagaimana dapat dilihat dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 37 ayat, 1:
No Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah 1 Pendidikan agama
2 Pendidikan kewarganegaraan 3 Bahasa
4 Matematika
5 Ilmu pengetahuan alam 6 Ilmu pengetahuan sosial 7 Seni dan budaya
konteks ini sekolah menfasilitasi “mimbar bebas”, dengan memberikan kesempatan kepada semua civitas untuk berbicara atau mengkritik tentang apa saja, asal bertanggung jawab. Selain itu juga membudayakan “reasoning
lembaga pendidikan Islam.
Perlunya membentuk pendidikan Islam berbasis multikultural adalah merupakan inisiasi yang lahir dari realitas sejarah pendidikan khususnya di Indonesia yang dianggap gagal dalam membangun citra kemanusiaan. Dimana, pendidikan seolah hanya mencetak orang-orang yang pintar namun tidak mempunyai integritas keilmuan dan akhalq ilmuwan. Seperti lahirnya para koruptor engsarakan bangsa ini. Disatu sisi, pendidikan agama yang ada hanya menciptakan ahli agama yang cara berpikirnya parsial dan sempit. Akhirnya, semakin banyak orang pintar ilmu agama semakin kuat pertentangan dan konflik dalam kehidupan. Inilah potret sistem pendidikan yang gagal dalam menciptakan Untuk merealisasikan cita-cita pendidikan yang mecerdaskan bangsa, lembaga pendidikan Islam perlu menerapkan sistem pengajaran yang berorientasi pada penanaman kesadaran multikulturalisme dalam kehidupan. Adapun beberapa program pendidikan yang sangat strategis dalam menumbuhkan kesadaran multikulturalisme adalah: pendidikan sekolah harus membekali siswanya dengan (frame work) yang memungkinkannya menyusun dan memahami pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan dan budayanya.
PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Karena masyarakat Indonesia yang majemuk, maka kurikulum Pendidikan Agama islam (PAI) yang ideal adalah kurikulum yang dapat menunjang proses siswa manusia yang demokratis, pluralis, multikultural dan menekankan penghayatan hidup serta refleksi untuk menjadi manusia yang utuh, yaitu generasi muda yang tidak hanya pandai tetapi juga bermoral dan etis, serta mampu hidup dalam suasana demokratis satu dengan yang lain, dan menghormati hak orang lain.
langkah yang perlu diperhatikan oleh pembuat kurikulum, penulis dan guru untuk mengembangkan kurikulum Pendidikan Islam berbasis multikultural di Indonesia, adalah sebagai berikut:
, mengubah filosofi kurikulum dari yang berlaku seragam seperti saat ini kepada filososfi yang lebih sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap jenjang pendidikan dan unit pendidikan.
Sebagaimana dapat dilihat dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 Tentang Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 37 ayat, 1:
Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah Pendidikan agama
Pendidikan kewarganegaraan
Ilmu pengetahuan alam Ilmu pengetahuan sosial Seni dan budaya
134 konteks ini sekolah menfasilitasi “mimbar bebas”, dengan memberikan kesempatan ngkritik tentang apa saja, asal reasoning” bagi civitas di Perlunya membentuk pendidikan Islam berbasis multikultural adalah pendidikan khususnya di Indonesia yang dianggap gagal dalam membangun citra kemanusiaan. Dimana, orang yang pintar namun tidak mempunyai integritas keilmuan dan akhalq ilmuwan. Seperti lahirnya para koruptor engsarakan bangsa ini. Disatu sisi, pendidikan agama yang ada hanya menciptakan ahli agama yang cara berpikirnya parsial dan sempit. Akhirnya, semakin banyak orang pintar ilmu agama semakin kuat pertentangan dan konflik m pendidikan yang gagal dalam menciptakan cita pendidikan yang mecerdaskan bangsa, lembaga pendidikan Islam perlu menerapkan sistem pengajaran yang berorientasi upan. Adapun beberapa program pendidikan yang sangat strategis dalam menumbuhkan kesadaran multikulturalisme adalah: pendidikan sekolah harus membekali siswanya dengan yang memungkinkannya menyusun dan memahami
KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM BERBASIS Karena masyarakat Indonesia yang majemuk, maka kurikulum Pendidikan Agama islam (PAI) yang ideal adalah kurikulum yang dapat menunjang proses siswa manusia yang demokratis, pluralis, multikultural dan menekankan penghayatan hidup serta refleksi untuk menjadi manusia yang utuh, yaitu generasi muda yang tidak hanya pandai tetapi juga bermoral dan etis, serta mampu hidup dalam
gan yang lain, dan menghormati hak orang lain.
langkah yang perlu diperhatikan oleh pembuat kurikulum, penulis dan guru untuk mengembangkan kurikulum Pendidikan Islam berbasis engubah filosofi kurikulum dari yang berlaku seragam seperti saat ini kepada filososfi yang lebih sesuai dengan tujuan, misi, dan fungsi setiap Sebagaimana dapat dilihat dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 Tentang
8 Pendidikan jasmani dan olahraga 9 Keterampilan / kejuruan
10 Muatan lokal
Gambaran urutan penulisan materi dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah menunjukkan mata pelajaran yang berbasis nilai diutamakan pada urutan awal daripada mata pelajaran lain.
Filosofi kurikulum pada tingkat dasar, lebih menekankan pendidikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan kemanusiaan peserta didik baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat bangsa, dan dunia. Filososfi yang progressif seperti humanisme, progresifme,
dijadikan landasan pengembangan kurikulum.
Kedua, teori kurikulum tentang konten haruslah berubah dari teori yang mengartikan konten sebagai substantif yang berisikan fakta, teori, generalisasi kepada pengertian yang mencakup
harus dimiliki generasi muda.
Ketiga, teori belajar yang digunakan dalam kurikulum masa depan yang memperhatikan keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan politik tidak boleh lagi hanya mendasarkan diri pada teor
dan menempatkan siswa dalam suatu kondisi
didasarkan pada teori belajar yang menempatkan siswa sebagai makhluk sosial, budaya, politik, dan hidup sebagai anggota aktif masyarak
Keempat, proses belajar yang dikembangkan untuk siswa haruslah pula berdasarkan proses yang memiliki tingkat isomophism yang tinggi dengan kenyataan sosial. Artinya, proses belajar yang mengandalkan siswa belajar individualistik harus
bersaing secara kelompok dalam situasi positif. Dengan cara demikian maka perbedaan antar individu dapat dikembangkan sebagai suatu kelompok dan siswa terbiasa hidup dengan berabagai keragaman b
ekonomi, dan aspirasi politik.
Kelima,evaluasi yang digunakan haruslah meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik, sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan. Alat evaluasi yang digunakan harus
tujuan dan informasi yang ingin dikumpulkan. Seperti penggunaan assesment (portofolio, catatan, observasi, wawancara) dapat digunakan.
Untuk menuju sebuah pendidikan Islam yang menghargai pluralisme, selain aspek kurikulum y
diubah dengan model baru yang lebih komunikatif. Aspek perbedaan harus menjadi titik tekan dari setiap pendidik. Yang harus disadari oleh pendidik adalah bahwa setiap peserta didik merupakan “manusi
upaya peyeragaman. Dalam prespektif ini, pendidikan Islam memberikan materi kajian perbandingan agama dan nilai
keadilan, kebebasan dan demokrasi adalah sebuah keniscayaan.
jasmani dan olahraga Keterampilan / kejuruan
Muatan lokal
Gambaran urutan penulisan materi dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah menunjukkan mata pelajaran yang berbasis nilai diutamakan pada urutan awal daripada mata pelajaran lain.
i kurikulum pada tingkat dasar, lebih menekankan pendidikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan kemanusiaan peserta didik baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat bangsa, dan dunia. Filososfi yang progressif seperti humanisme, progresifme, dan rekonstruksi sosial dapat dijadikan landasan pengembangan kurikulum.
teori kurikulum tentang konten haruslah berubah dari teori yang mengartikan konten sebagai substantif yang berisikan fakta, teori, generalisasi kepada pengertian yang mencakup nilai, moral, prosedur dan keterampilan yang harus dimiliki generasi muda.
, teori belajar yang digunakan dalam kurikulum masa depan yang memperhatikan keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan politik tidak boleh lagi hanya mendasarkan diri pada teori psikologi belajar yang bersifat individualistik dan menempatkan siswa dalam suatu kondisi value free, tetapi harus pula didasarkan pada teori belajar yang menempatkan siswa sebagai makhluk sosial, budaya, politik, dan hidup sebagai anggota aktif masyarakat, bangsa dan dunia.
proses belajar yang dikembangkan untuk siswa haruslah pula berdasarkan proses yang memiliki tingkat isomophism yang tinggi dengan kenyataan sosial. Artinya, proses belajar yang mengandalkan siswa belajar individualistik harus ditinggalkan dan diganti dengan cara belajar berkelompok dan bersaing secara kelompok dalam situasi positif. Dengan cara demikian maka perbedaan antar individu dapat dikembangkan sebagai suatu kelompok dan siswa terbiasa hidup dengan berabagai keragaman budaya, sosial, intelektualitas, ekonomi, dan aspirasi politik.
evaluasi yang digunakan haruslah meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik, sesuai dengan tujuan dan konten yang dikembangkan. Alat evaluasi yang digunakan haruslah beragam sesuai dengan sifat tujuan dan informasi yang ingin dikumpulkan. Seperti penggunaan assesment (portofolio, catatan, observasi, wawancara) dapat digunakan.
Untuk menuju sebuah pendidikan Islam yang menghargai pluralisme, selain aspek kurikulum yang harus didesain, aspek pendekatan dan pengajaran agama diubah dengan model baru yang lebih komunikatif. Aspek perbedaan harus menjadi titik tekan dari setiap pendidik. Yang harus disadari oleh pendidik adalah bahwa setiap peserta didik merupakan “manusia yang unik”. Karenanya, tidak boleh ada upaya peyeragaman. Dalam prespektif ini, pendidikan Islam memberikan materi kajian perbandingan agama dan nilai-nilai prinsip Islam. Seperti, toleransi, keadilan, kebebasan dan demokrasi adalah sebuah keniscayaan.
135 Gambaran urutan penulisan materi dalam kurikulum sekolah dasar dan menengah menunjukkan mata pelajaran yang berbasis nilai diutamakan pada urutan i kurikulum pada tingkat dasar, lebih menekankan pendidikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan kemanusiaan peserta didik baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat bangsa, dan dunia. Filososfi dan rekonstruksi sosial dapat teori kurikulum tentang konten haruslah berubah dari teori yang mengartikan konten sebagai substantif yang berisikan fakta, teori, generalisasi nilai, moral, prosedur dan keterampilan yang , teori belajar yang digunakan dalam kurikulum masa depan yang memperhatikan keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan politik tidak boleh lagi i psikologi belajar yang bersifat individualistik , tetapi harus pula didasarkan pada teori belajar yang menempatkan siswa sebagai makhluk sosial,
at, bangsa dan dunia.
proses belajar yang dikembangkan untuk siswa haruslah pula berdasarkan proses yang memiliki tingkat isomophism yang tinggi dengan kenyataan sosial. Artinya, proses belajar yang mengandalkan siswa belajar ditinggalkan dan diganti dengan cara belajar berkelompok dan bersaing secara kelompok dalam situasi positif. Dengan cara demikian maka perbedaan antar individu dapat dikembangkan sebagai suatu kelompok dan siswa udaya, sosial, intelektualitas, evaluasi yang digunakan haruslah meliputi keseluruhan aspek kemampuan dan kepribadian peserta didik, sesuai dengan tujuan dan konten yang lah beragam sesuai dengan sifat tujuan dan informasi yang ingin dikumpulkan. Seperti penggunaan assesment Untuk menuju sebuah pendidikan Islam yang menghargai pluralisme, selain ang harus didesain, aspek pendekatan dan pengajaran agama diubah dengan model baru yang lebih komunikatif. Aspek perbedaan harus menjadi titik tekan dari setiap pendidik. Yang harus disadari oleh pendidik adalah bahwa a yang unik”. Karenanya, tidak boleh ada upaya peyeragaman. Dalam prespektif ini, pendidikan Islam memberikan materi nilai prinsip Islam. Seperti, toleransi,
Fajar, Malik. Kembali ke Jiwa Pendidikan: Memperleh Wacana Humanisasi Pendidikan Islam dalam Membuka Jendela Pendidikan
Husein, Imam. Indonesia Butuh Sekolah Multikultural 2015.
Maksum, Ali. Pluralisme dan Multikuturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia, Yogyakarta: Aditya Media Publishing,
Madjid, Nurcholis, Islam Doktrin dan Peradaban
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran
2009.
--- Wacana Pengembangan Pendidikan Islam Nizar, Samsul. Pengantar Dasar
Media Pratama, 2001.
Rahman, Fazlur. Islam dan Modernity: Transformation of Intelectual Tradition and London: The University of Chichago Press,1984.
Al Thabathaba’i, Muhammad, Husain.
Libanon: Mu’assasah al
Wahono, Franciz X. Kapitalisme Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Kembali ke Jiwa Pendidikan: Memperleh Wacana Humanisasi Pendidikan Islam dalam Membuka Jendela Pendidikan, Jakarta: Raja Graindo Persada, 2004.
Indonesia Butuh Sekolah Multikultural, Jawa Pos, Jum’at, 6
Pluralisme dan Multikuturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama , Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2011.
Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta: Paramadina, 1992.
Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen Kelembagaan, Kurikulum hingga Strategi Pembelajaran, Jakarta: Rajawali Pers,
Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2003.
Pengantar Dasar-Dasar Pemukuran Pendidikan Islam Media Pratama, 2001.
Islam dan Modernity: Transformation of Intelectual Tradition and London: The University of Chichago Press,1984.
Al Thabathaba’i, Muhammad, Husain. al Mizan fi Tafsir al-Qur’an Libanon: Mu’assasah al-‘Alam Li al-Mathbu’at, 1983.
Kapitalisme Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
136 Kembali ke Jiwa Pendidikan: Memperleh Wacana Humanisasi Pendidikan
, Jakarta: Raja Graindo Persada, 2004.
, Jawa Pos, Jum’at, 6 Nopember Pluralisme dan Multikuturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama
, Jakarta: Paramadina, 1992.
Pendidikan Islam dari Paradigma Pengembangan, Manajemen , Jakarta: Rajawali Pers, , Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2003.
r Pemukuran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Islam dan Modernity: Transformation of Intelectual Tradition, Chicago Qur’an, jilid 18, Beirut- , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.