• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Penyakit Jantung Katup di Indonesia; masalah yang hampir terlupakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of Penyakit Jantung Katup di Indonesia; masalah yang hampir terlupakan"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kardiologi Indonesia

J Kardiol Indones. 2012;33:205-8 ISSN 0126/3773

205

Editorial

Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 33, No. 4 • Oktober - Desember 2012

Penyakit Jantung Katup di Indonesia : masalah yang hampir terlupakan

Amiliana M Soesanto

Penyakit jantung katup masih banyak dijumpai pada masyarakat Indonesia. Walaupun perhatian para ahli jantung di Indonesia terhadap penyakit ini tidak sebesar perhatian terhadap penyakit jantung koroner, namun bukan berarti penyakit ini tidak menimbulkan masalah kesehatan yang bermakna.

Tatalaksana definitif dari kelainan ini adalah koreksi terhadap deformitas struktural katup, baik dengan intervensi bedah maupun non bedah. Keterlambatan intervensi akan mengakibatkan luaran yang buruk dengan penurunan kualitas hidup, serta peningkatan angka kesakitan dan kematian.

Pada tahun 2003,European Society of Cardiology melaporkan hasil survey/registri mengenai penyakit jantung katup Eropa. Hal ini dianggap relevan karena prevalensi penyakit ini masih relatif tinggi, ter­

dapatnya perubahan etiologi, dan beberapa perubahan tatalaksana yang umumnya berupa intervensi bedah maupun non bedah.1 Beberapa panduan tatalaksana penyakit jantung katup telah diterbitkan. European Society of Cardiology baru menerbitkan panduannya yang baru pada tahun 2012 ini. Karena studi random berskala besar mengenai penyakit jantung katup sangat jarang dilakukan, maka sebagian besar rekomendasi dalam panduan tersebut berdasarkan pada studi non

Corresponding Address:

Dr. dr. Amiliana M Soesanto, SpJP. Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI, dan Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. E-mail: [email protected]

random, studi kecil, studi retrospektif, opini para ahli, dan registri (level of evidence C dan B).2 Perlu disadari bahwa studi­studi tersebut kebanyakan dilakukan pada pasien di Eropa dan Amerika dengan jenis penyakit jantung katup dan kondisi pasien yang sangat mungkin berbeda dengan di Indonesia.

Epidemiologi

Dalam beberapa dekade terakhir telah terjadi perubahan etiologi penyakit jantung katup. Walaupun sebagian besar terjadi pada negara maju, namun pada negara berkembang mulai terlihat perubahan komposisi etiologi tipe penyakit jantung katup tersebut. Pada umumnya, penyakit jantung katup (organik)disebab­

kan karena infeksi rematik, kelainan degeneratif, dan

modern type” atau etiologi baru penyakit jantung katup. Etiologi baru atau ”modern type” ini antara lain adalah akibat infeksi HIV, akibat obat­obatan (obat penekan napsu makan), dan kelainan idiopatik lainnya (sindrom antiphospholipid).3 Pada registri katup Eropa, kelainan katup yang paling banyak adalah stenosis aorta akibat degeneratif (kalsifikasi).1 Indonesia belum mempunyai data resmi mengenai prevalensi penyakit jantung katup menurut etiologi maupun jenis kelainannya. Pada RS Jantung Harapan Kita (RSJHK) sebagai pusat rujukan jantung nasional, terlihat bahwa stenosis aorta akibat degeneratif adalah jenis kelainan katup yang jarang dijumpai. Hal ini belum tentu disebabkan karena prevalensi yang rendah, namun mungkin karena deteksi yang kurang atau

(2)

Jurnal Kardiologi Indonesia

206 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 33, No. 4 • Oktober - Desember 2012 rendahnya kesadaran pasien untuk datang berobat.

Kelainan yang paling sering dijumpai pada RSJHK adalah kelainan katup mitral akibat degeneratif dan rematik.

Berbeda dengan laporan dari negara maju, penyakit rematik masih cukup banyak dijumpai dalam masyarakat Indonesia baik di perkotaan apalagi di pedesaan. Penyakit jantung rematik paling sering mengenai katup mitral, diikuti oleh kelainan katup aorta. Tidak jarang terjadi kelainan kombinasi beberapa katup. Kelainan degeneratif yang paling banyak dilaporkan pada registri katup Europa adalah stenosis aorta, sedangkan pada RSJHK prolaps katup mitral adalah kelainan degeneratif yang paling sering dijumpai. Kelainan katup akibat infeksi HIV, obat­

obatan, maupun kelainan idiopatik lain sangat jarang dijumpai di RSJHK.

Perjalanan penyakit dan saat dilakukan intervensi

Hipertensi pulmoner adalah komplikasi yang paling sering dijumpai pada kelainan katup, terutama mitral.

Kondisi tersebut akan menimbulkan masalah lebih lanjut berupa regurgitasi trikuspid dan gagal jantung kanan. Tindakan intervensi pada kelainan katup akan menurunkan tekanan arteri paru. Namun demikian, pada beberapa kasus, penurunan tekanan arteri pulmoner pasca bedah dapat tertunda (hipertensi pulmoner persisten) dan hal ini akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas dini pasca bedah.

Akhir­akhir ini issue kontroversi yang sering dibicarakan adalah pilihan antara intervensi bedah dini pada pasien asimtomatik atau menunda intervensi sampai tiba saatnya (timing of intervention) sesuai panduan yang dianut.4,5 Sebagian pusat jantung yang memiliki angka keberhasilan operasi yang sangat tinggi dengan mortalitas yang sangat rendah memilih melakukan intervensi bedah dini sebelum timbul kondisi yang mensyaratkan timing of surgery.

Sementara itu di Indonesia, karena pasien penyakit katup terutama rematik kebanyakan berasal dari tingkat sosial dan pendidikan yang rendah, maka tak jarang mereka terlambat mencari pertolongan kesehatan. Seringkali mereka sampai ke tangan dokter jantung pada kondisi yang sudah lanjut sehingga risiko operasi sudah tinggi dan luaran klinis pasca intervensi menjadi kurang optimal.

Pada kondisi lanjut, penentuan apakah tindakan intervensi bedah sudah terlambat atau tidak, harus didasari oleh pertimbangan antara keuntungan dan risiko. Tidak jarang dokter dihadapkan pada pilihan antara tindakan pembedahan dengan risiko tinggi atau terapi konservatif dengan alasan kondisi jantung yang sedemikian buruk sehingga risiko operasi menjadi terlalu tinggi dengan prediksi mortalitas/morbiditas perioperatif yang tinggi. Pada umumnya penderita penyakit jantung katup dengan tampilan klinis gagal jantung kanan dan fungsi ventrikel kanan yang buruk, hipertensi pulmoner berat, resistensi vaskular paru yang tinggi, serta regurgitasi trikuspid berat akan meningkatkan morbiditas/mortalitas yang lebih tinggi dan menghasilkan luaran klinis pasca operasi yang tidak baik.

Menurut Carabello, karena tekhnik pembedahan yang telah maju, tindakan pembedahan pada beberapa kelainan katup bahkan yang sudah lanjut, walaupun berisiko tinggi dan luarannya relatif kurang baik bila dibandingkan tindakan operasi dalam masa “good timing of surgery”, namunpada umumnya luaran pasca operasi masih tetap lebih baik bila dibandingkan terapi medikamentosa.6 Apakah kondisi ini juga terjadi di Indonesia ? Tentu saja luaran tersebut erat kaitannya dengan beratnya penyakit, komorbiditas, kemampuan/fasilitas rumah sakit, kemampuan staf medis dan kerja sama antar kelompok yang terdiri dari tim bedah, kardiolog, anestesi, intensivis, serta perawatan pasca operasi. Sayang sekali belum ada studi di Indonesia yang meneliti kondisi klinik dan parameter hemodinamik yang menjadi batasan untuk tidak lagi melakukan pembedahan pada kasus katup tertentu.

Perubahan paradigma pada intervensi terhadap kelainan katup

Sejak beberapa dekade terakhir terjadi perubahan paradigma terapi definitif atau intervensi terhadap kelainan katup. Dengan semakin baiknya teknik pembedahan perbaikan katup, maka para ahli bedah jantung cenderung untuk melakukan perbaikan anatomi katup dibandingkan dengan penggantian dengan katup prostetik terutama pada kelainan katup mitral. Keuntungan perbaikan katup adalah lebih rendahnya morbiditas dan mortalitas perioperatif, fungsi ventrikel kiri yang dipertahankan karena korda dipreservasi, bebas antikoagulan, dan durabilitas yang

(3)

Soesanto AM: Penyakit Jantung Katup di Indonesia

207 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 33, No. 4 • Oktober - Desember 2012

relatif lebih baik.7,8 Belakangan ini perbaikan katup bahkan sudah mulai dikerjakan pada kelainan katup mitral rematik. Bila perbaikan katup tidak dapat dilakukan, maka penggantian katup akan dilakukan.

Secara umum, ada dua pilihan katup prostetik ; mekanik dan bioprostetik. Pilihan terhadap jenis katup prostetik ditentukan terutama berdasarkan pertimbangan durabilitas dan perlunya penggunaan antikoagulan seumur hidup. Walaupun beberapa panduan telah membantu pengambilan keputusan pemilihan katup, namun panduan tersebut umumnya berdasarkan dari studi­studi di negara barat. Oleh sebab itu perlu dipertanyakan apakah panduan tersebut sesuai untuk kondisi di Asia, khususnya di Indonesia dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang bervariasi dan lokasi tinggal pasien yang sampai di daerah amat perifer.

Seiring dengan perkembangan tekhnik pembedahan katup, bidang kardiologi juga mengalami kemajuan pesat dalam intervensi terhadap kelainan katup.

Pada pusat­pusat jantung di beberapa negara maju, perbaikan atau penggantian katup telah banyak dilakukan dengan intervensi perkutan. Transcatheter Aortic Valve Implantation (TAVI) merupakan pilihan untuk pasien stenosis aorta dengan risiko tinggi untuk pembedahan.2 Pada kelompok pasien tersebut, prosedur transkateter dan pembedahan untuk penggantian katup aorta memiliki angka survival 1 tahun yang sama.9 Sementara itu data dari the EVEREST (Endovascular Valve Edge to Edge Repair Study) trial dan hasil registri dari Eropa dan Amerika menunjukkan bahwa pemasangan klips katup mitral memiliki keberhasilan sekitar 75% dan relatif aman dan dapat ditolerir bahkan oleh pasien dengan risiko tinggi untuk dilakukan pembedahan.2,10 Seleksi terhadap katup mitral yang ideal untuk dilakukan klips memerlukan kriteria ekokardiografi yang cukup ketat.

Masalah

Di Indonesia operasi penggantian katup makin sering dilakukan sejak sekitar tahun ‘80an, dan jumlahnya semakin hari semakin meningkat hingga saat ini. Mengingat usia ketahanan katup prostetik adalah sekitar 10 – 15 tahun tergantung jenisnya, maka dapat disadari bahwa belakangan ini akan semakin banyak pasien dengan katup prostetik yang memerlukan penggantian katup prostetik

baru (redo) karena katup prostetik yang terdahulu telah mengalami malfungsi. Pada penderita kelainan jantung katup yang dioperasi pada masa kanak­kanak, di kemudian hari dapat terjadi patients-prosthetic mismatch akibat pertumbuhan tubuhnya. Hal ini juga memerlukan penggantian katup buatan kembali (redo).

Pemeriksaan ekokardiografi merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendeteksi malfungsi katup prostetik maupun adanya patients-prosthetic mismatch.

Dengan makin berkembangknya teknologi reparasi katup, maka diharapkan masalah tersebut akan menjadi berkurang.

Pemeliharaan terhadap katup prostetik perlu dijelaskan pada penderita katup prostetik untuk meningkatkan ketahanan fungsi katup prostetik tersebut. Penggunaan antikoagulan oral seumur hidup pada pemakai katup prostetik mekanik memiliki konsekuensi khusus yang harus disadari oleh dokter dan pasien. Oleh karena itu pemilihan jenis katup prostetik harus dilakukan secara seksama dan didiskusikan bersama antar dokter dan pasien.

Secara umum pemilihan jenis katup prostetik ditentukan oleh faktor usia, jenis kelamin, periode reproduksi wanita, dan komorbiditas. Pada negara sedang berkembang termasuk Indonesia, faktor tingkat sosial dan/atau pendidikan, lokasi tempat tinggal, dan bahkan jenis pekerjaan sebaiknya juga menjadi pertimbangan pemilihan katup prostetik. Bila pasien tinggal di daerah terpencil dimana suplai obat antikoagulan sulit dan pemeriksaan rutin International Normalized Ratio (INR) sulit dilakukan, atau bila pasien adalah pekerja kasar yang berisiko tinggi untuk terjadi perdarahan akibat kecelakaan kerja, maka penggunaan katup prostetik mekanik harus betul­

betul dipertimbangkan dengan seksama. Pertimbangan faktor­faktor tersebut untuk memilih jenis katup prostetik pernah diungkapkan dalam suatu artikel dari Saudi Arabia yang mempertanyakan apakah panduan pemilihan jenis katup prostetik dari negara maju sesuai untuk negara berkembang.11

Keluhan klinis penyakit jantung rematik terutama stenosis mitral biasanya mulai timbul pada kaum perempuan pada dekade 3. Periode itu juga merupakan periode reproduksi. Oleh karena itupenyakit jantung katup dalam kondisi kehamilan menjadi masalah penting dalam penanganan penderita penyakit katup jantung umumnya. Penggunaan obat antikoagulan oral pada perempuan usia reproduksi juga memerlukan perhatian khusus, mengingat efeknya yang tidak baik bagi janin.

(4)

Jurnal Kardiologi Indonesia

208 Jurnal Kardiologi Indonesia • Vol. 33, No. 4 • Oktober - Desember 2012

Penutup

Penyakit jantung katup di Indonesia masih banyak dijumpai, walaupun angka yang tepat belum dilaporkan. Kondisi masyarakat Indonesia yang berbeda dengan negara maju menyebabkan pola penyakit jantung katup yang berbeda disertai dengan masalah yang spesifik untuk negara berkembang, sehingga panduan dari negara lain belum tentu dapat diaplikasikan secara utuh pada pasien­pasien kita.

Untuk meningkatkan pelayanan dan memperbaiki luaran klinis diperlukan panduan tatalaksana penyakit jantung katup yang lebih sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Hal tersebut harus didasari dari data­data ilmiah yang didapat dari pasien­pasien kita sendiri dan pusat­pusat jantung di Indonesia. Registri nasional untuk kelainan jantung katup adalah suatu langkah awal untuk menyiapkan suatu panduan tatalaksana penyakit jantung katup di Indonesia.

Daftar Pustaka

1. Iung B, Baron G, Butchart GE, Delahaye F, Ba¨rwolf CG, Levang OW, et al. A prospective survey of patients with valvular heart disease in Europe: The Euro Heart Survey on Valvular Heart Disease. Eur Heart J. 2003; 24: 1231­43.

2. Vahanian A, Alfieri O, Andreotti F, Antunes MJ, Esquivias GB, Baumgartner H, et al. Guidelines on the management of valvular heart disease (version 2012). The Joint Task Force on the Management of Valvular Heart Disease of the European

Society of Cardiology (ESC) and the European Association for Cardio­Thoracic Surgery (EACTS). Eur Heart J. 2012.

3. Soler JS, E G. VALVE DISEASE ; Worldwide perspective of valve disease. Heart. 2000; 83: 721–5.

4. Schaff HV. Asymptomatic Severe Mitral Valve Regurgitation:

Observation or Operation? Circulation. 2009; 119: 768 ­ 9.

5. Grayburn PA. Should We Operate on Asymptomatic Patients With Severe Mitral Regurgitation ? J Am Coll Cardiol Img.

2008; 1: 142 ­ 4.

6. Carabello BA. Is it Ever Too Late to Operate on the Patient With Valvular Heart Disease? Journal of the American College of Cardiology. 2004; 44: 376 ­ 83.

7. Goldman ME, Mora F, Guarino T, Fuster V, BP. M.

Mitral valvuloplasty is superior to valve replacement for preservation of left ventricular function: an intraoperative two­dimensional echocardiographic study. J Am Coll Cardiol 1987 Sep;10(3):568­75. 1987.

8. Adams D, Rosenhek R, Falk V. Degenerative mitral valve regurgitation: best practice revolution. Eur Heart J 2010; 31:

1958­67.

9. Smith CR, Leon MB, Mack MJ, Miller DC, Moses JW, Svensson LG, et al. Transcatheter versus Surgical Aortic­Valve Replacement in High­Risk Patients. N Engl J Med 2011; 264:

2187­98.

10. Feldman T, Kar S, Rinaldi M, Fail P, Hermiller J, Smalling R, et al. Percutaneous Mitral Repair With the MitraClip System Safety and Midterm Durability in the Initial EVEREST (Endovascular Valve Edge­to­Edge REpair Study) Cohort. Journal of the American College of Cardiology. 2009; 8: 686­94.

11. Halees ZA. The Choice of Valve Prosthesis: Are the Guidelines for Everyone? Asian cardiovascular & thoracic annals. 2007; 15:

457­58.

Referensi

Dokumen terkait

Faktor Risiko yang Dapat Diubah dan Tidak Dapat Diubah pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner di RSUP HAM.. Yang dipersiapkan oleh:

Kejadian Angina pada pasien PJK multivessel stabil kandidat untuk operasi CABG dengan gambaran EKG normal didapatkan lebih sering pada kelompok pasien yang hanya mendapat terapi

11 Penelitian yang dilakukan oleh Fox dkk dalam European Heart Journal tahun 2001 menunjukkan hal yang sama bahwa terjadi peningkatan pasien gagal jantung seiring

Pada kelompok usia 1-2 tahun didapatkan mayoritas pasien mempunyai status gizi normal berdasarkan penilaian berat badan menurut usia, tinggi badan menurut

Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mengurangi kematian dan komplikasi selama pembedahan dengan menyediakan informasi mengenai surgical

Faktor Risiko yang Dapat Diubah dan Tidak Dapat Diubah pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner di RSUP HAM.. Yang dipersiapkan oleh:

Berdasarkan hasil analisis 45 pasien didapatkan bahwa riwayat penyakit yang menyebabkan risiko henti jantung yang berhubungan dengan terjadinya ROSC pada henti

Terapi penurun lipid n = 6 Golongan Obat Jumlah Pasien % Simvastatin Gemfibrozil 5 1 83,3 16,7 KESIMPULAN Obat yang banyak digunakan pada faktor risiko kardioserebrovaskular