• Tidak ada hasil yang ditemukan

View/Open

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View/Open"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Identifikasi Masalah

Bagaimana hak atas informasi dan hak atas keamanan, kenyamanan dan keselamatan diatur dalam perjanjian baku antara JNE dan konsumen. Bagaimana PT JNE menerapkan Pasal 18 UUPK tentang hak atas kompensasi bagi konsumen.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bahwa ketentuan kontrak baku dan klausul-klausul yang tercantum dalam nota penyerahan tidak memuat klausul-klausul yang dilarang sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUPK. Untuk mengetahui syarat dan ketentuan yang dikenakan oleh perusahaan pengiriman barang kepada konsumen mengenai batasan tanggung jawab penggantian kerugian konsumen.

Kegunaan Penelitian

Sebagai masukan kepada pemerintah khususnya lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa konsumen, baik melalui pengadilan maupun lembaga di luar pengadilan, dan semua pihak terutama yang terkait dengan perlindungan konsumen mengenai perjanjian baku dan belum lengkapnya informasi yang memuat batasan tanggung jawab dalam penerimaan pengiriman barang.

Kerangka Pemikiran

JNE menyatakan membatasi tanggung jawab pelaku usaha atas keterlambatan penerimaan barang di tempat tujuan. Informasi yang tidak jelas ini merupakan suatu perjanjian baku yang berarti membatasi tanggung jawab pelaku usaha dalam hal perjanjian kontrak.

Metode Penelitian

Melihat kejadian antara pelaku usaha jasa pengiriman barang dengan pengirim barang (konsumen) terkait dengan hal tersebut di atas, maka maksud dan tujuan disahkannya Undang-undang Perlindungan Konsumen pada tanggal 20 April 1999 diharapkan dapat menyasar masyarakat Indonesia agar lebih waspada terhadap hal tersebut. segala hak dan kewajiban kewajibannya menjadi tanggung jawab pelaku usaha, dimana dikatakan bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen, perlu ditingkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri dan mengembangkan sikap perusahaan yang bertanggung jawab. aktor. 28. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum normatif, yaitu penelitian yang didasarkan pada kajian terhadap aspek-aspek hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku serta norma-norma yang hidup dan berkembang di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mencari hukum positif serta upaya penemuan hukum (dalam bentuk konkrit) yang cocok diterapkan untuk menyelesaikan permasalahan hukum tertentu dengan mengkaji dan menganalisis secara logis ketentuan-ketentuan perjanjian baku mengenai hak atas informasi dan kompensasi melalui penyerahan barang. perjanjian antara konsumen dengan perusahaan jasa pengiriman barang dan dokumen.

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis yaitu deskriptif dan analitis.30 Dalam penelitian ini penulis mencoba mendeskripsikan dan menganalisis perlindungan konsumen atas hak atas informasi dan hak atas kompensasi. Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan secara tidak langsung terhadap objek penelitian dengan tujuan memperoleh data sekunder 31 Data sekunder adalah data dalam bentuk jadi seperti Data sekunder yang berasal dari bahan hukum primer seperti data analisis dan dokumen hukum serta buku-buku hukum (literatur).

Data sekunder untuk bahan hukum tersier yaitu berbagai bahan pendukung seperti surat kabar, jurnal hukum, internet, kamus, dan lain-lain.

Sistematika Penulisan

TINJAUAN PUSTAKA PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pengertian Perjanjian dan Syarat Sah Perjanjian

Penugasan adalah suatu hubungan hukum yang terjalin antara 2 (dua) orang atau lebih, dalam bidang harta kekayaan, dimana salah satu pihak berhak melaksanakan kinerja dan pihak lain wajib melaksanakan kinerja tersebut.36.

Asas-Asas Umum Perjanjian

Menurut pendapat Salim H.S yang dikutip Titik Triwulan, asas kebebasan berkontrak adalah asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak: 38. Asas konsensualisme artinya suatu kesepakatan terjadi sejak tercapainya kesepakatan antara para pihak. . Dengan kata lain, perjanjian itu sah dan mempunyai akibat hukum sejak tercapainya kesepakatan para pihak mengenai obyek perjanjian.

Asas ini disebut juga dengan asas kepastian hukum, karena asas ini berkaitan dengan akibat-akibat suatu perjanjian. Yang dimaksud dengan “semua perjanjian” adalah bahwa pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian yang dimaksud bukan hanya perjanjian yang disebutkan namanya, tetapi juga perjanjian yang tidak disebutkan namanya. Yang dimaksud dengan “sah” adalah pembentuk undang-undang menyatakan bahwa terjalinnya suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dan harus mengikat para pihak secara hukum sehingga terwujud asas kepastian hukum.

Artinya, sikap mental seseorang pada saat memulai suatu perjanjian harus mampu membayangkan bahwa syarat-syarat yang diperlukan telah terpenuhi, sedangkan niat telah ada.

Perjanjian Menurut Bentuknya

Akibat Perjanjian

Debitur dikatakan wanprestasi apabila karena kesalahannya ia tidak memenuhi kewajiban-kewajiban yang diatur dalam perjanjian. Untuk menentukan kapan debitur akan dinyatakan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah perjanjian yang dibuat telah menetapkan batas waktu pelaksanaannya atau tidak. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila suatu perjanjian telah menetapkan batas waktu pemenuhan pelaksanaannya, maka salah satu pihak dianggap wanprestasi apabila telah lewat waktu yang ditentukan dalam perjanjian.

Keadaan Memaksa (Force Majeure)

Pemenuhan prestasi secara teoritis masih memungkinkan, namun dalam prakteknya akan memberatkan debitur. Jadi teori subjektif ini memperhatikan kepribadian debitur ketika terjadi situasi yang kuat, misalnya kesehatan, kemampuan, dan keuangan debitur. Debitur dalam memenuhi prestasinya mengalami keadaan yang tidak disangka-sangka atau berada dalam keadaan berkuasa terhadap obyek akad yaitu barang-barang.

Jadi teori objektif ini menyadari adanya faktor-faktor di luar kemampuan manusia yang tidak dapat diprediksi sebelumnya, misalnya kebakaran, bencana alam.

Hapusnya Perjanjian

Perjanjian Jasa Pengiriman Barang sebagai Perjanjian Pemborongan

  • Para Pihak dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
  • Hak dan Kewajiban Pengangkut Jasa Pengiriman Barang sebagai
  • Bentuk Perjanjian Baku dalam Jasa Pengiriman Barang sebagai
  • Unsur Pengangkut dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Merujuk pada isi Pasal 1601 huruf b KUH Perdata tentang perjanjian untuk melakukan pekerjaan, maka perusahaan jasa pengiriman barang termasuk dalam outsourcing pekerjaan. Hasil yang diinginkan oleh perusahaan jasa pengiriman barang adalah pelayanan pengiriman barang yang baik kepada konsumen dalam jangka waktu yang telah ditentukan, dan konsumen wajib membayar harga pengangkutan barang tersebut sesuai kontrak kerja sesuai perjanjian kontrak yang disepakati bersama. Dalam pemborongan, pekerjaan ini berkaitan dengan unsur pengangkutan karena menyangkut jasa pengiriman barang.

Meminta ganti rugi apabila barang yang dikirimkan hilang, rusak atau tertunda padahal pihak pengirim barang yaitu perusahaan jasa pengiriman barang telah memperoleh keuntungan atau menerima keuntungan. Ganti rugi apabila barang yang dikirim hilang, rusak atau tertunda karena kelalaian dan kegagalan pihak pelaku usaha jasa pengiriman barang. Perjanjian baku bukanlah perjanjian murni karena pada saat dibuat hanya satu pihak yang mengetahuinya yaitu pencipta sendiri/tidak ada perundingan (perjanjian sepihak).

Umumnya perjanjian baku memerlukan tanda tangan atau inisial pihak yang 'dipaksa' untuk menerima isi perjanjian tersebut.

Hukum Perlindungan Konsumen

  • Definisi Konsumen dan Pelaku Usaha
  • Hak dan Kewajiban Konsumen
  • Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
  • Ganti Rugi
  • Ketentuan Pencantuman Klausula Baku dalam Perjanjian Baku

Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur ​​mengenai kondisi dan garansi barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan mengenai penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan; Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan baku mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; Pemberian ganti rugi, ganti rugi dan/atau ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat penggunaan, penggunaan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

Memberikan ganti rugi, ganti rugi dan/atau penggantian atas barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan akibat pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat konsumsi barang dan/atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan.” Dalam UUPK, petunjuk mengenai besaran ganti rugi yang dapat dituntut kepada pelaku usaha adalah kerugian akibat konsumsi barang dan/atau jasa.

menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak mengeluarkan uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen;

Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab pada Umumnya

  • Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability)
  • Praduga Selalu Bertanggung Jawab (Presumption of Liability)
  • Tanggung Jawab berdasarkan Kesalahan (Liability Basen on Fault)
  • Pembatasan Tanggung Jawab (Limitation of Liability)

Ada pendapat yang mengatakan bahwa strictibility adalah suatu asas tanggung jawab yang menyatakan bahwa kesalahan bukanlah suatu faktor penentu. Berkaitan dengan asas tanggung jawab ini dikenal empat varian khususnya dalam doktrin hukum pengangkutan, yaitu: Pengangkut dapat melepaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian itu disebabkan oleh hal-hal di luar kekuasaannya.

Pengangkut dapat melepaskan diri dari tanggung jawab jika ia dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan kesalahannya. Tanggung jawab berdasarkan kesalahan (Liability Basen on Fault) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on error) Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on error atau tanggung jawab berdasarkan kesalahan) adalah suatu hal yang wajar. prinsip umum yang antara lain, berlaku dalam hukum pidana dan perdata.. pembatasan (asas pembatasan tanggung jawab) sangat populer di kalangan pelaku usaha untuk dimasukkan sebagai klausul pengecualian dalam perjanjian baku yang mereka buat.

Tanggung jawab pelaku usaha juga berlaku terhadap kerugian yang diakibatkan oleh perbuatannya atau orang yang menjadi pelakunya.

PERLINDUNGAN KONSUMEN PT. JNE DALAM PERJANJIAN

Resi Pengiriman

Resi pengiriman JNE mengatur keselamatan dan keamanan konsumen/barang pada poin-poin standar ketentuan pengiriman berikut ini. JNE berhak menolak menerima atau mengangkut dokumen atau barang tertentu dari perorangan atau perusahaan berdasarkan kebijakan JNE sendiri. Perusahaan jasa pengiriman barang pasti mengalami kesulitan dalam pengiriman barang karena kondisi fisik yang lelah dan kondisi alam yang tidak memungkinkan untuk mengirimkan barang.

Kompensasi dan klaim diberikan oleh JNE sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pelaku usaha yang bergerak di bidang jasa pengiriman. Hal ini ditetapkan dalam ketentuan pengiriman standar di bagian belakang tanda terima pengiriman, yaitu. Penetapan nilai tanggung jawab JNE ditentukan dengan memperhitungkan nilai dokumen atau barang pengganti pada waktu dan tempat penyerahan, tanpa mengaitkannya dengan nilai komersial dan kerugian akibat sebagaimana diatur dalam pasal 8 (2) di atas.

Pencantuman Klausula Baku yang dilarang pada Perjanjian Pengiriman

JNE tidak boleh terikat pada perjanjian selain yang tertulis dalam SSP ini, kecuali perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh pejabat JNE yang berwenang bertindak untuk dan atas nama JNE. JNE tidak bertanggung jawab atas denda, kehilangan atau kerusakan selama dokumen atau barang pengirim berada dalam penjagaan Bea dan Cukai atau pejabat lain yang berwenang. Penetapan nilai kewajiban JNE ditentukan dengan memperhitungkan nilai dokumen atau barang pengganti pada waktu dan tempat penyerahan, tanpa mengaitkannya dengan nilai komersial dan kerugian yang diakibatkan sebagaimana diatur pada poin 8 (2) di atas.

JNE bertindak sebagai agen pengirim pada saat mengirimkan dokumen atau barang melalui maskapai penerbangan tertentu. Tanpa mengurangi hak umum pengirim, JNE berhak menuntut ganti rugi kepada pihak maskapai atas kerugian atau biaya yang ditanggung pengirim.

Praktik Mengajukan Klaim Ganti Rugi di Perusahaan Jasa Pengiriman

  • Studi Kasus
  • Tanggapan perusahaan jasa pengiriman barang PT. JNE

Pengakuan informasi layanan pengiriman barang yang tidak jelas ini hanya dicantumkan pada website PT. JNE menjadi resi pengiriman, resi pengiriman merupakan bukti perjanjian pengiriman barang antara pelaku usaha dan konsumen. Bahwa konsumen/pengguna jasa pengiriman barang harus mendapat informasi yang jelas mengenai jasa pengiriman barang, seperti ketentuan tertulis yang juga harus ditunjukkan kepada konsumen dalam memilih paket jasa pengiriman barang.

Keselamatan dan keamanan dalam pengiriman barang merupakan faktor penting yang ingin dicapai oleh konsumen/pengguna jasa pengiriman barang. Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan ini adalah konsumen, perusahaan jasa pengiriman produk. Hubungan hukum yang timbul dalam pelaksanaan jasa pengiriman barang adalah hubungan hukum antar kontrak kerja.

Berdasarkan ketentuan di atas, konsumen/pengguna jasa pengiriman barang yang merasa dirugikan dapat menuntut tanggung jawab kepada badan usaha. Selain itu penulis mencoba memberikan saran sebagai bahan pertimbangan dalam penyelenggaraan pengiriman barang. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat mengenai penyediaan jasa pengiriman barang guna menjamin terwujudnya hak-hak konsumen pengguna jasa pengiriman barang.

Referensi

Dokumen terkait

Perbuatan melawan hukum dianggap terjadi dengan melihat adanya perbuatan dari pelaku yang diperkirakan memang melanggar undang-undang, bertentangan dengan hak orang lain, beretentangan