• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Penerapan Kebijakan Moneter Islam pada Sistem Perekonomian Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Penerapan Kebijakan Moneter Islam pada Sistem Perekonomian Indonesia"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Penerapan Kebijakan Moneter Islam pada Sistem Perekonomian Indonesia

Anisa Mawaddah Nasution1*, Maryam Batubara2

1,2Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Corresponding Author: anisanasution489@gmail.com*

ABSTRACT

Economic growth is a picture of the impact of government virtues that are carried out, especially in the economic field. The challenges facing the Islamic finance industry include resolving issues of form over substance, confronting value-based social and ethical finance, and strengthening public trust. These challenges can only be faced if Islamic finance is based on the monetary perspective of Islamic economics. Monetary policy aims to achieve and maintain rupiah stability. The study is based on an analysis of the literature on conventional monetary and Islamic monetary. Policy from an Islamic perspective has not been applied in jurisdictions in Indonesia's economic system. This purpose is as stated in Law No. 6 of 2009 in Article 7. The purpose of this journal is to find out about monetary policy from an Islamic perspective. This is interesting to discuss because there is a fundamental difference between conventional monetary policy and monetary policy from the perspective of Islamic economics.

Keywords: Islamic Monetary Policy, Indonesian Economy, and Conventional Policy.

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi adalah suatu gambaran mengenai dampak kebajikan pemerintah yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Tantangan yang dihadapi industri keuangan syariah antara lain, menyelesaikan masalah bentuk di atas substansi, menghadapi keuangan sosial dan etika berbasis nilai, dan memperkuat kepercayaan publik. Tantangan-tantangan ini hanya dapat dihadapi jika keuangan Islam didasarkan pada perspektif moneter ekonomi Islam.

Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Penelitian ini didasarkan pada analisis literatur tentang moneter konvensional dan moneter Islam. Kebijakan dari perspektif Islam belum diterapkan di yuridiksi pada sistem perekonmian Indonesi. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7. Adapun tujuan jurnal ini yaitu untuk mengetahui kebijakan moneter dalam perspektif Islam. Hal ini menarik untuk dibahas karena ada perbedaan mendasar antara kebijakan moneter konvensional dengan kebijakan moneter dalam perspektif ekonomi Islam. Kata Kunci : IS, LM, Ekonomi, Kebijakan Pemerintah, Islam.

Kata Kunci: Kebijakan Moneter Islam,Perekonomian Indonesia, dan Kebijakan Konvensional.

PENDAHULUAN

Kebijakan moneter adalah instrumen bank Indonesia yang dirancang sedemikian rupa yang digunakan untuk mengendalikan variabel-variabel finansial, seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang. Hal yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang menggambarkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan perekonomian suatu negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimun dan stabilitas ekonomi.

Kebijakan moneter merupakan hal yang paling penting dalam pengendalian perekonomian nasional. Namun, perbedaan sistem ekonomi yang berlaku akan memunculkan pandangan yang berbeda tentang kebijakan moneter. Sistem ekonomi konvensional memiliki pandangan yang berbeda tentang kebijakan moneter dengan sistem

(2)

ekonomi islam. Sistem ekonomi moneter islam merupakan sistem ekonomi Islam yang memiliki tujuan yang hendak dicapai, dalam moneter islam diantaranya adalah untuk mewujudkan keadilan dan kemaslahatan. Maqashid syariah menegagkan keadilan (Iqamah al’ Adl) yaitu mewujudkan keadilan dalam semua bidang kehidupan manusia dan menghasilkan kemaslahatan (jalb al maslahah), yaitu menghasilkan kemaslahatan yang khusus untuk pihak tertentu.

Keselarasan antara sektor moneter akan mempengaruhi sektor perekonomian secara agregat. Peningkatan pembiayaan bank syariah akan mempengaruhi keseimbangan perekonomian yang akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan sistem kuangan syariah di Indonesia telah semangkin berkembang. Hal ini dapat dilihat dari instrumen moneter syariah yang telah berkembang seiring dengan peningkatan kinerja dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah. Terlihat dari semangkin meningkatnya jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah yang pada bulan juli 2021 DOK yang berhasil dihimpun perbankan syariah mencapai Rp 504 triliun dan disalurkan dalam bentuk pembiayaan sebesr Rrp 405 triliun. Perkembanganaset dan DPK dan pembiayaan perbankan syariah meningkat tiap tahun dan tumbuh positif ditengan pandemi. Per desember 2020, total aset keuangan syariah di Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp 1.802,86 triliun atau USD 127,82 miliar.

Secara komposisi angka itu masih didominasi oleh 12 bank umum syariah sebesar 65,73%. Sementara itu, jumlah rekening bank syariah meningkat, tercermin dari rekening DPK per juli 2021 mencapai 40 jua rekening, dan rekening pembiayaan mencapai 6 juta rekening. Serta adanya instrumen moneter berupa pasar Uang Antar-Bank Syariah (PUAS) dan sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) untuk membantu likuiditas perbankan syariah.

Terlebih karakter keuangan syariah memperlihatkan adanya keterkaitan lagnsung (direct link) antara sektor moneter dengan sistem perkonomian. Bertambah kokohnya sistem keuangan syariah akan meningkatkan porsi pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Hal ini terlihat dari peningkatan pembiayaan bank syariah yang berpengaruh pada jumlah barang dan jasa yang dihasilkan di masyarakat. Pada saat produktivitas masyarakat meningkat maka kemungkinan pemenuhan kebutuhan domestik akan terpenuhi dan pilihan untu melakukan ekspor barang ke luar negeri akan meningkat pula. Dengan peningkatan ekspor makan akan menambah sumber pendapatan negara dari devisa yang dihasilkan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang modal kebutuhan dalam negeri. Tujuan penelitian untuk mendskripsikan pengaruh kebijakan moneter islam terhadapa perekonomian di Indonesia. Dengan demikian, manfaat penelitian secara teoritis yaitu dapat menambah wawasan keilmuan dalam bidang ekonomi Islam.

KERANGKA TEORITIS Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter merupakan usaha yang dilakukan dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapar dapat berjalan sesuai yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan arah dan inflasi serta terjadinya peningkatan seimbang output. Hampir semua sektor

(3)

ekonomi terikat sehingga sektor moneter lebih cepat berkembag daripada sektor riil. Hal ini disebabkan karena sektor moneter lebih cepat memberikan keuntungan daripada sektor riil.

Dalam sistem moneter konvensional, instrumen yang dijadikan alat kebijakan moneter pada dasarnya ditunjukkan untuk mengendalikan uang beredar di masyarakat adalah buangan. Sedangkan dalam sistem Islam kebijakan moneter tidak memrpekanankan instrumen bunga eksisi di pasar. Fokus kebijakan moneter islam lebih tertuju pada pemeliharaan berputarnya sumber daya ekonomi. Dengan demikian, secara sederhana para regulator harus memastikan tersedianya usaha-usaha ekonomi dan produk keuangan syariah yang mampu meyerap potensi investasi masyarakat. Dengan begitu, waktu memegang uang oleh setiap pemilik dana akan diokekan seminimal mungkin, dimana waktu tersbukan sebenarnya mengahmabat velocity. Dengan kata lain, penyediaan regulasi berupa peluang usaha, produk-produk keuangan syariah serta ketentuan lainya berkaitan dengan arus uang dimasayarakat akan semangkin meningkat velocity dalam perekonomian. Salah satu kebijakan moneter adalah dengan mengendalikan jumlah uang beredar agar tidak beredar dalam jumlah yang berlebihan. Apabila jumlah uang yang beredar banyak, akan menyebabkan terjadinya peningkatan harga-harga (inflasi) yang nantinya dapat berdampak pada menurunya daya beli masyarakat.

Kebijakan Moneter Pada Masa Rasullah

Perekonomian arab pada jaman Rasullah, bukan ekonomi terbelakang yang hanya mengenak barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Pada masa Rasullah telah terjadi:

a. Valita asing dari persa dan romawi yang dikenal oleh seluruh lapisan asayarakat arab, bahkan menjadi alat bayar resminya adalah dinar dan dirham.

b. Sistem devisa bebas ditetapkan, tidak ada halangan sedikitpun untuk mengimpor dinar dan dirham.

c. Transaksi tidak tunai diterima secara luas dikalangan pedagang.

d. Cek dan Prommsory nota lazim digunakan, misalnya umar bin khottop menggunakan instrumen ini ketika melakukan impor barang-barang yang baru dari mesir ke madinah.

e. Instrumen factory (anjak utang) yang baru populer pada tahun 1980-an telah dikenal dengan nama hiwalah, tetapi tentunya bebas dari unsur riba.

Pada saat itu, bila penerima uang meningkat, maka dinar dan dirham diimpor.

Sebaliknya jika permintaan uang turun maka komoditaslah yang diimpor. Sebaliknya jika penerimaan uang turun, maka komoditaslah yang diimpor. Nila emas maupun perak yang terkandung dalam koin dinar maupun dirham sama dengan nilai nominalnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa penawaran uang uang cukup elastis. Kelebihan penawaran uang dapat diubah menjadi barang perhiasan. Kondisi ini dapat meyebabkan permintaan dan penawaran uang cukup stabil. Kebijakan moneter Rasullah, dengan demikian selalu terkait dengan sektor riil. Disisi lain mata uang sangat stabil. Kedua hal ini membawa pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang lebih tinggi.

Tujuan Kebijakan Moneter

Untuk mencapai atau menjamin berfungsi sistem moneter secara baik, biasanya otoritas moneter melakukan pengawasan padakeseluruhan sistem. Sektor moneter

(4)

merupakan jaringan yang penting dan mempengaruhi sektor riil. Kebijakan moneter merupakan instrument penting dari kebijakan publik dalam sistem ekonomi. Kebijakan moneter dalam islam bertujuan untuk:

a. Kesejahteraan ekonomi dengan kesempatan kerja penuh. Tujuan ini erat kaitanya dengan maqosid syariah. Kesejahteraan ekonomi mengambil bentuk terpenuhinya semua kebutuhan pokok manusia, dihapusnya semua sumber utama kesulitan dan peningkatan kualitas hidup secara moral dan material, juga terciptanya suatu lingkungan ekonomi dimana kita mampu memanfaatkan waktu, kemampuan fisik dan mentalnya bagi pengayaan diri, keluarga dan masyarakat. Kesejahteraan bukanlah memaksimalkan kekayaan dan konsumsi untuk diri sendiri tanpa menghiraukan orang lain, atau untuk kelompok yang lain. Manusia hidup didunia adalah sebagai khalifah allah. Sumber daya yang disediakan merupakan sumber daya yang disediakan untuk semua orang. Karena itu pemanfaatan sumber daya oleh individu adalah boleh (sah), namun dibatasi dengan sedemikian rupa tidak membahayakan bagi kebahagian dan kebaikan sosial.

b. Keadilan sosial ekonomi dan distribusi pendapatan kekayaan. Keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya. Konsep ini mengandung dua unsur pengertian, yakni: (1) Suatu bentuk keseimbagan dan perbandingan antara orang yang memiliki hak, dan (2) Hak seseorangan hendaklah diberikan dan diserahkan dengan seksama. Keadilan ini mereflesikan, bahwa imbalan materi haruslah diberikan secara wajar atas kerja keras kreativitas dan kontribusinya yang diberikan kepada output, kekayaan memang adalah hasil jerih payah individu, akan tetapi di dalam kekayaan tersebut ada hak orang lain. Kekayaan dengan demikian harus didistribusikan kepada mereka yang memiliki hak, terkait dengan tujuan ini, pengaturan bank sentral harus bersifat realistis dan mengurangi konsentrasi kekayaan dan kekuasaan ditangan segelintir orang.

c. Stabilitas nilai uang. Stabilitas uang mempunyai pengaruh besar terhadap kehidupan perekonomian baik secara ediologi maupun praktek, karena uang menentukan nilai dan harga suatu barang dan jasa. Tidak menentukan uang mengakibatkan kerusakan perekonomian, karena ekonomi didasarkan pada prinsip penawaran sebelum permintaan, sehingga peramalan suatu harga dengan tepat sulit dilakukan. Stabilitas uang adalah prioritas utama dalam kegiatan manajemen moneter islam. Stabilitas nilai uang yang tercermin dalam stabilitas tingkat harga sangat berpengaruh terhadap realisasi mencapai tujuan pembangunan ekonomi suatu negara seperti, pemenuhan kebutuhan pokok, pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan, tingkat pertumbuhan ekonomi riil yang optimun perluasan kesempatan kerja dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Prinsip Kebijakan Moneter

Menurut Wahyudi (2013) dijelaskan kebijakan moneter dalam islam berpijak pada prinsip-prinsip dasar ekonomi islam adalah sebagai berikut:

a. Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah pemilik yang absolut.

b. Manusia merupakan pemimpin di bumi, tetapi bukan pemilik sebenarnya.

(5)

c. Semua yang dimiliki dan didaptkan oleh manusia adalah karena siezin Allah, dan oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung.

d. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.

e. Kekayaan harus diputar

f. Menghilangkan jurang perbedaan anatar individu dalam perekonomian, dapat menghapus konflik antara golongan.

g. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.

Kebijakan moneter islam harus bebas dari unsur riba dan bunga bank. Dalam islam riba, yang termasuk didalamnya yaitu bunga bank yang diharamkan secara tegas. Dengan adanya pengharaman ini maka bunga bank yang dalam ekonomi kapitalis menjadi instrumen utama manajemen moneter menjadi tidak berlaku lagi. Manajemen moneter dalam islam didasarkan pada prinsip bagi hasil.

Instrumen Kebijakan Moneter Islam

Ada empat instrumen yang digunakan untuk mengatur uang yang beredar, yaitu:

a. Operasi pasar terbuka (open market operation) adalah pemerintah mengendalikan jumlah uang yang beredar dengan cara menjual atau membeli surat-surat berhagra milik pemerintah (govemment security).

b. Fasilitas diskonto (discounto rate) adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umum yang menjamin ke bank sentral.

c. Rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio) penetapan rasio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil dibandingkan sebelumnya.

d. Imbauan moral (moral persuasion) dengan imbauan moral, otoritas moneter mencoba mengarahkan atau mengendalikan jumlah uang yang beredar.

Mengenai stabilitas nilai uang yang ditegaskan oleh M. Umar Chapra, kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian islam adalah stok uang, sasaranya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengekspolitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum (Aisyah&Nurmala, 2019).

Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaanya secara prinsip, kebijakan moneter syariah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam pemilihan target dan instrumenya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis instrumennya tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai target/ sasaran operasionalnya.

Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu intrumen-istrumen konvensional

(6)

yang mengandung unsur bunga (bank rates, discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar ekonomi islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti reserve requirement, overall and selecting kredit ceiling, moral suasion and change in monetary base.

Uang menurut Ekonomi Islam

Untuk memenuhi kebutuhna hidupnya, masyarakat tidak dapat melakukan semuanya secara seorang diri. Ada kebutuhan yang dihasilkan oleh pihak lain, dan untuk mendapatkanya seorang individu harus menukarnya dengan barang atau jasa yang dihasilkanya. Namun, dengan kemajuan zaman, merupakan suatu hal yang tidak praktis jika untuk memenuhi suatu kebutuhan, setiap individu harus menunggu atau mencari orang yang mempunyai barang atau jasa yang dibutuhkanya dan secara bersamaan membutuhkan barang atau jasa yang dimilikinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sarana lain yang berfungsi sebagai media pertukaran dan satuan pengur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Jauh sebelum bangsa barat menggunakan uang dalam setiap transaksinya, dunia islam telah mengenail alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut, bahkan Al-qur’an secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai dinar dan dirham.

Ekonomi islam secara jelas telah membedakan antara money dan capital. Dalam islam, uang adalah public good/milk masyarakat, dan oleh karenanya penimbunan uang (atau dibiarkan tidak produktif) berarti mengurangi jumlah uang beredar, implikasinya, proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak rakus dan malasberamal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian (Latifah, 2015). Oleh karenanya islam melarang penumpukan\penimbunan harta, memonopoli kekayaan, “al khanzu” sebagaimana telah disebutkan dalam QS At-Ttaubah 34-35.

Uang dalam pandangan al-Ghazali & ibnu khaldun jauh sebelum adam smith menulis buku “the wealth of nations” pada tahun 1776 di eropa. Abu hamis al gahazali dalam kitapnya “ihya ulumuddin” telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan uang berfungsi sebagai media penukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri. Maksudnya, adalah uang diciptakan untuk mempelancar pertukaran dan menetapkan nilai yang wajar dari pertukuran tersebut, dan uang bukan merupakan sebuah komiditi. Menurut al-ghazali uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi mereflesikan semua warna. Maknanya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi mereflesikan harga semua barang. Dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function) yang artinya adalah jika uang digunakan untuk mebeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah studi kepustakaan (library research). Merupakan penelitian yang dilakukan melalui mengumpulkan data atau karya

(7)

tulis ilmiah yang bertujuan dengan obyek penelitian atau pengumpulan data yang bersifat kepustkaan, aau telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya tertumpu pada penelaah kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan (Hughes, 2008).

Adapun masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan kebijakan ekonomi moneter islam dalam sistem perekonomian Indonesia. Pada bagian ini dilakukan pengkajian mengenai konsep dan teori yang digunakan berdasarkan literatur yang tersedia, terutama dari artikel-artikel yang dipublikasihkan dalam berbagai jurnal ilmiah.

Kajian pustaka atau studi pustaka merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khusunya penelitian akademik yang tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teroitis maupun aspek manfaat praktis. Sehingga dengan menggunakan metode penelitian ini penulis dapat dengan mudah meyelesaikan masalah yang hendak diteliti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Islam

Kebijakan moneter Islam harus bebas dari unsur riba dan buga bank. Dalam Islam riba yang termasuk didalamnya bunga bank diharamkan secara tegas. Dengan adanya pengharaman ini maka bunga bank yang dalam ekonomi kapitalis menjadi intrument utama manajemen moneter menjadi tidak berlaku lagi. Manajemen monter dalam Islam didasarkan pada prinsip bagi hasil. Prinsip-prinsip lain yang ada dalam kebijakan moneter secara sehat yaitu, Termasuk pertimbangan mengenai kebijakan ekonomi pemerintah dalam kerangka koordinasi kebijakan moneter dengan kebijakan makro lain. Sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang sehat ( good govermance), yaitu berkejelasan tujuan, konsisten, transparan, dan berakuntabilitas.

Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan kebijakan discuont rate tersebut. Bank sentral Islam memerlukan instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi kebijakan ekonomi moneter dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar.

Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol jumlah uang beredar dalam ekonomi. Kebijakan moneter merupakan usaha yang dilakukan dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang bereda dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan hara dan infasi serta terjadinya peningkatan seimbang atau output. Hamir semua sektor ekonomi terikat sehingga sektor moneter lebih cepat berkemvang dari pada sektor riil.

Dalam hal ini, keselarasan antara sektor moneter akan mempengaruhi sektor perekonomian secara agregat. Peningkatan pembiyaan bank syariah akan mempengaruhi keseimbangan perekonomian yang akhirnya akan berepngaruh pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan sistem keuangan syariah di Indonesia telah semangkin berkembang. Hal ini dapat dilihat dari instrumen moneter syariah yang telah berkembang seiiring dengan peningkatan kinerja dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah.

Terlihat dari semakin meningkatnya jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah pada bulan juli 2021 DPK berhasil

(8)

dihimpun perbankan syariah mencapai Rp 504 triliun dan disalurkan dalam bentuk pembiayaan sebesar Rp 405 triliun. Perkembangan aset dan DPK dan pembiayaan perbankan syariah meningkat tiap tahun dan tumbuh positif di tengah pandemi. Per desember 2020, total aset keuangan syarah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai rp 1.802,86 triliun atau USD 127,82 miliar. Secara komposisi angka itu didominasi oleh 12 bank umum syariah sebesar 65,73%. Sementara itu, jumlah rekening bank syariah meningkat, tercermin dari rekening DPK per juli 2021 mencapai 40 juta rekening, dan rekening pembiayaan mencapai 6 juta rekening. Kendati demikian, perkembangan bank syariah menghadapi berbagai tantangan. Antara lain perubahan ekosistem keuangan yang cepat karena perubahan teknologi diikitu perubahan ekpektasi masyarakat yang mengingikan produk dan layanan yang lebih mudah diakses serta sesua kebutuhan. Tantanganya dari skala usaha, daya saing, kapasitas modal, risiko digital, cyber security, dan sistem failure risk.

Untuk itu OJK menerbitkan Roadmap pengembangan Perbankan Syarian Indonesia (RPS2SI) 2020-2025 sebagai langkah strategis untuk selaraskan arah pengembangan perbankan syariah Indonesia serta menjadi katalisator akselerasi pengembangan Syariah.

Perbankan syariah masih memiliki kelemahan seperti model bisnis, indeks literasi dan inklusi, kuantitas dan kualitas SDM dan teknologi yang belum memadai. Sehingga diperlukan transformasi agar jadi perbankan syariah yang berdaya saing tinggi. Kokohnya sistem keuangan syariah akan meningkatkan porsi pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Hal ini terlihat dari peningkatan pembiayaan bank syariah yang berpengaruh pada jumlah barang dan jasa yang dihasilkan di masyarakat. Pada saat produktivitas masyarakat meningkat maka kemungkinan pemenuhan kebutuhan domestik akan terpenuhi dan pilihan untuk melakukan ekspor barang keluar negeri akan meningkat pula.

Aplikasi Moneter Islam di Indonesia

Dalam menjalankan fungsi-fungsi bank sentralnya terhadap bank-bank yang berdasarkan syariah mempunyai instrumen-instrumen sebagai berikut: Giro wajib minimum bisa juga disebut staturory reserve requerement adalah simpanan minimum bank-bank umum dalam bentuk giro pada BI yang besarnya ditetapkan persentase tertentu dari dana pihak ketiga. Dana pihak ketiga yang dimaksud disini adalah giro eadiah, tabungan mudharabah, deposito investasi mudharabah, dan kewajiban lainya. Dana pihak ketiga dalam IDR ini tidak termasuk dana yang diterima oleh Bank dari Bank Indonesia (BI) dan BPR sedangkan dana ketiga dalam mata uang asing meliputi giro wadiah, deposito investasi, dan kewajiban laiya.

Sertifikat investasi mudharabah antar bank syariah. Sertifikat IMA adalah suatu instrumen yang digunakan Bank-bank syariah yang kelebihan dana untuk mendapatkan keuantungan dan dilain pihak sebagai sarana penyedia dana jangka pendek bagi bank-bank syariah yang kekurangan dana. Sertifikat wadiah bank Indonesia. SWBI adalah BI yang sesuai dengan syariah islam yang digunakan dalam OMO. Selain itu SWBI ini juga dapat digunakan oleh Bank-bank syariah yang mempunyai kelebihan likuiditas sebagai sarana penitipan dana jangka pendek.

(9)

Bank sentral islam harus menjalankan kebijakan moneternya untuk menghasilkan suatu pertumbuhan dalam sirkulasi uang yang mencakup untuk membiai pertumbuhan potensial dalam output selama periode jangka menengah dan panjag dalam kerangka harga- harga yang stabil dan sasaran ekonomi lainya. Tujuanya untuk menjamin ekspansi moneter yang tepat, tidak terlalu lambat dan tidak terlalu cepat, tatpi cukup mampu menghasilkan pertumbuhan yang memadai yang dapat menghasilkan kesejahteraan merata bagi masyarakat. Realistis serta mencakup jangka menengah dan jangka panjang.

Untuk mewujudkan sasaran islam ini tidak saja harus melakukan reformasi perekonomian dan masayrakat sejalan dengan syariat islam, tetapi juga memerlukan peran positif pemerintah dan semua kebijakan negara termasuk fiskal, moneter dan pendapatan harus sejalan seirama. Praktik-praktik yang monopolistis harus dihilangkan dan setiap usaha harus dilakukan untuk menggalakkan semua faktor yang mampu menghasilkan peningkatan barang dan jasa.

Mekanisme Kebijakan Moneter Konvensional

Persoalan pertama yang perlu mendapat perhatian secara mendalam terkait dengan kebijakan moneter adalah apakah proses kebijakan moneter, khususnya mekanisme transmisi, memiliki hubungan yang positif terhadap ekonomi sektor riil. Karena jika sektor moneter tidak memiliki dampak langsung terhadap ekonomi sektor riil, dapat dipastikan bahwa ekonomi berkembang dalam dalam lingkaran ribawi. Mekanisme transimisi adalah saluran atau mekanisme yang menjembatani kebijakan moneter dan ekonomi.

Moneteris beragumentasi bahwa uang sangat penting dalam mempengaruhi output.

Sebaliknya Keynes beragumentasi bahwa terdapat variabel lain yang juga mempengaruhi output riil, seperti pengeluaran pemerintah. Para ahli ekonomi moneter belakangan ini bersepakat dengan para pembuat kebijakan bahwa kebijakan moneter mempengaruhi sektor riil, setidaknya dalam jangka pendek dan menekankan mekanisme transimisi oneter pada saluran kredit.

Pada dasarnya transmisi kebijakan moneter merupakan interaksi antara bank sentral sebagai otoritas moneter dengan perbankan dan lembaga keuangan lainya, serta pelaku ekonomi lainya di sektor riil. Interaksi ini terjadi melalui dua tahapan proses perputaran uang. Pertama interaksi antara bank sentral dengan perbankan dan lembaga keungan lainya dalam berbagai transaksi dipasar keuangan. Kedua, intraksi yang berkaitan dengan fungsi intermediasi antara industri perbankan dan lembaga keuangan lainya dengan para pelaku ekonomi dalam berbagai kegiatan di sektor riil.

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan moneter adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral atau otoritas moneter yang meliputi bentuk pengendalian besaran moneter atau suku bunga untuk mencapai tujuan perekonomian yang diinginka. Tujuan kebijakan moneter yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7 (Purwanto, 2017).

(10)

Kebijakan moneter dalam islam berpijak pada prinsip-prinsip dasar ekonomi islam sebagai kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah pemilik yang sebenarnya, semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin allah, dan oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung, kekayaan tidak boleh ditumpuk ataupun ditimbun, kekayaan harus diputar, menghilangkan jurang perbedaan antara individu dalam perekonomian, dapat mengahpus konflik antar golongan, dan menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk bagi anggota masyarkat yang miskin. Instrumen moneter keuangan syariah adalah hukum syariah.

Tujuan kebijakan moneter yaitu untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah sebagaiamana tercantum dalam UU No. 3 tanun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Adapun contoh tentang penerapan instrument kebijakan moneter islam di beberapa negara yaitu Sudan, Iran, dan Indonesia. Pelaksanaan ekonomi konvensional, fungsi uang disamakan dengan komoditinya dan bunga sebagai harganya. Pasar ini adalah pasar moneter yang tumbuh sejajar dengan pasar riil (barang dan jasa) berupa pasar uang, pasar modal, pasar obligasi, dan pasar derivatif. Akibatnya, dalam ekonomi konvensional timbul dikotomi sektor riil dan moneter. Dengan keadaan pandemi covid 19 Bank Indonesia melakukan langkah sebagai berikut dalam mejalankan kebijakan moneter seperti melanjutkan kebijakan stabilitas nilai tukar rupiah agar sejalan dengan fundamental dan mekanisme pasar dan memperkuat strategi operasi moneter, mempercepat langkah-langkah pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing, memperkuat implementasi kebijakan untuk mendorong UMKM dan memperkuat ekosistem ekonomi dan keuangan digital.

Saran yang dapat diambil dari artikel ini adalah bahwa implementasi kebijakan moneter Islam sangat penting untuk mencapai stabilitas ekonomi dan mendukung keadilan sosial. Artikel ini juga menghadapi beberapa tantangan yanh dihadapi oleh industri keuangan Islam, seperti mengatasi masalah bentuk atas substansi, mengadopsi keuangan sosial dan etis berbasis nilai, dan memperkuat kepercayaan publik. Selain itu, artikel juga membahas instrumen kebijakan moneter yang digunakan dalam ekonomi Islam, seperti rasio cadangan, susi moral, rasio pinjaman, rasio pembiayaan kembali, rasio bagu hasil, sukuk Islam, dan sertifikat investasi pemerintah. Saran lainya adalah untuk memperhatikan konsep uang dalam Islam dan fungsinya sebagai alat komunikasi, serta pentingnya menghindari penimbunan uang dan kekayaan monopoli.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S.,& Nurmala,S. (2019). Aktualisasi Kebijakan Moneter Islam dalam Permasalahan Makro Ekonomi Islam. Syariah.

Al-Arif, N. R. (2010). Teori Makro Ekonomi Islam: Konsep, Teori, dan Analisis, Bandung: Alfabeta.

Asnuri, W. (2015). Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Al-Iqtishad: Journal of Islamic Economics.

Ayuniyyah, Q., Achsani, N.A., & Ascarya. (2010). Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Kkonvensional. Iqtishodia: Jurnal Ekonomi Islam, 6-17.

(11)

Daniar. (2016). Transmisi Kebijakan Moneter Syariah: Sebuah Analisa. Falah: Jurnal Ekonomi Islam, 90-102.

Hughes, R. (2008). Metodologi Penelitian Pendidikan Kopetensi dan Praktiknya. Journal of Chemical Information and Modelling.

Karim, Adiwarman A., (2001). Ekonomi Makro Islam, Jakarta : Gema Insani Press Manan, Abdul, (2012). Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan

Peradilan Agama, Jakarta: Kencana,

Mannan, Muhammad Abdul, (1993). Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta:

Dana Bhakti Wakaf.

Muhammad., (2002). Kebijakan Fiskal dan Moneter Dalam Ekonomi Islami. Jakarta:

Salemba Empat.

Latifah, N. A. (2015). Kebijakan Moneter Dalam Perspektif Ekonomi Syariah. Jurnal Ekonomi Modernisasi.

OJK. (2020). Snapshot Perbankan Syariah Indonesia 2020. Otoritas Jasa Keuangan.

Purwanto, H. (2017). Kebijakan Pengendalian Moneter di Indonesia dalam Perspektif Perbankan Syariah. Syariati: Jurnal studi al-Qur’an Dan Hukum.

Sugianto, Harmain, H., & Harahap, N. (2012). Mekanisme Trasmisi Kebijakan Moneter Syariah. Human Falah, 50-74

UU No. 3 Tahun 2004 pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Wahyudi, A. (2013). Kebijakan Moneter Berbasis Prinsip-Prinsip Islam. Justica Islamica, 57-80.

Referensi

Dokumen terkait

In particular, we observe that YES and NO in languages spoken in South Africa appear to be intimately and, crucially, distinctively associated with discourse and, particularly,