DOI: 10.36526/tr.v%vi%i.2717
Available online at https://ejournal.unibabwi.ac.id/index.php/transformasi
KONTAK: Ade Mirza, [email protected], UniversitasTanjungpura Pontianak
PENGENALAN KONSEP BANGUN RUANG PADA PESERTA DIDIK TUNANETRA DI SLB
Anisa Zuhairia1, Ade Mirza*2, Rustam3, Dede Suratman4, Dona Fitriawan5
1,2,3,4,5 Pendidikan Matematika FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak Indonesia
email korespondensi : [email protected]
Diterima : (12-04-2023), Revisi: (09-06-2023), Diterbitkan : (25-06-2023) ABSTRAK
Peserta didik tunanetra memiliki keterbatasan dalam memperoleh informasi visual.
Pada umumnya peserta didik hanya memanfaatkan indera yang masih berfungsi selain penglihatan, sehingga pada saat pembelajaran hanya mengandalkan penjela- san verbal dari guru dan membutuhkan bantuan benda konkret yang dapat diraba.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pengenalan konsep geome- tri pada peserta didik tuna netra, dan mengetahui peningkatan hasil belajar serta antusiasme dalam pembelajaran dengan media benda konkret. Penelitian ini me- rupakan penelitian kualitatif-deskriptif. Cara pengumpulan data dilakukan dengan observasi, dokumentasi, dan tes. Subjek penelitian adalah seluruh peserta didik tu- nanetra kelas VIII di SLB Negeri Rasau Jaya. Hasil analisis menunjukkan pengenalan konsep bangun ruang dilakukan dengan tiga tahapan yaitu tahap pendahuluan, ke- giatan inti, dan tahapan penutup. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya pe- ningkatan rata-rata hasil belajar sebesar 33,33% setelah menggunakan media ben- da konkret. Selain itu, peserta didik tunanetra menunjukkan antusiasme positif da- lam pembelajaran dengan bantuan media benda konkret.
Kata kunci : Peserta didik tunanetra, Pembelajaran Geometri, Media Benda Konkret
Pendahuluan
Anak tunanetra memiliki hambatan pada indra penglihatannya sehingga mereka tidak dapat menerima informasi visual dengan baik (Aziz, 2015). Hambatan pen- glihatan tersebut mengakibatkan mereka menghadapi kesulitan dalam menerima informasi pelajaran. Somantri (2012) mengemukakan bahwa anak tunanetra bi- asanya mengalami kesulitan belajar untuk mengelompokkan objek berdasarkan bentuk yang menonjol, bentuk tertentu, berdasarkan lebar atau kedalaman. Se- hingga perkembangan kognitif mereka cenderung terhambat dibandingkan anak normal pada umumnya.
Menurut Piaget, setiap anak melalui 4 tahapan perkembangan kognitif, salah satunya adalah tahap operasional konkret. Tahap operasional konkret dialami anak usia 7 sampai 11 tahun (Sunarto & Hartono, 2013). Usia tersebut terdapat pada peserta didik di sekolah yang ditandai dengan kemampuannya untuk berpikir secara abstrak, mengurutkan angka atau bilangan, mengelompokkan benda yang masih berhubungan dengan benda yang bersifat konkret.
Anak usia sekolah dasar sudah mulai belajar geometri berupa bentuk-bentuk bangun ruang. Buzzi et al. (2015) mengemukakan bahwa perkembangan anak di sekolah dasar sangat tergantung pada pemahaman konsep geometri. Geometri termasuk mata pelajaran matematika yang membahas tentang bentuk, transfor- masi dan ruang-ruang yang memuatnya (Gorini, 2009; Timothy, 2018), sehingga penting kiranya memberikan pengenalan konsep bangun ruang pada peserta didik
ABSTRACT
Blind students have limitations in obtaining visual information. In general, they only use the senses that still function apart from sight, so that during learning they only rely on verbal explanations from the teacher and the help of concrete objects that can be touched. This research aims to describe the process of introducing the concept of geometry, and knowing the increase in learning outcomes and enthusiasm in learning with concrete objects as media. This research is a qualitative-descriptive type. Data collection is done by observation, documentation, and tests. The research subjects were all class VIII blind students at SLB Negeri Rasau Jaya. The results of the analysis show that the introduction of the spatial concept is carried out in three stages, namely the preliminary stage, the core activity, and the closing stage. The results also showed an average increase in learning outcomes of 33.33% after using concrete objects as media. In addition, blind students show positive enthusiasm in learning with the help of concrete objects.
Key words: Blind students, Geometry learning, Concrete object media
dengan gangguan penglihatan.
Pada peserta didik tunanetra, materi bangun ruang mulai dikenalkan pada jenjang sekolah menengah. Bangun ruang yang dipelajari adalah kubus, balok, dan tabung. Penelitian yang dilakukan Safitri (2018) menunjukkan bahwa pembelaja- ran dengan kotak sortasi berpengaruh pada kemampuan mengenal bentuk spasial sehingga meningkatkan nilai rata-rata dari 40,66 menjadi 74,66. Risaldi et al.
(2014) melakukan penelitian terkait cara guru mengajar sifat-sifat bangun geome- tri pada peserta didik tunanetra. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru menggunakan tiga teknik pembelajaran untuk menyampaikan materi, salah sa- tunya metode analogi. Teknik analogi dilakukan dengan cara guru memberi penje- lasan sifat-sifat bangun geometri dengan alat peraga berupa model geometri dari setiap bangun.
Wawancara yang dilakukan dengan seorang guru di SLB Negeri Rasau Jaya pada tanggal 9 Juni 2022 memberikan informasi bahwa peserta didik tunanetra memiliki kemampuan yang masih rendah pada materi pengenalan konsep bangun ruang. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya perolehan nilai mereka. Ren- dahnya hasil belajar tersebut diperkirakan karena peserta didik kesulitan dalam memahami materi bangun ruang akibat kurang tepatnya proses pembelajaran yang dilaksanakan. Proses pembelajaran di SLB Negeri Rasau Jaya belum menggu- nakan media benda konkret untuk mendukung pemahaman peserta didik.
Untuk mencapai pemahaman peserta didik tunanetra secara optimal, perlu dilakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan mereka. Peserta didik tunanetra dapat melakukan eksplorasi untuk belajar mengetahui lingkungan seki- tarnya. Mereka memperoleh pelajaran tentang lingkungan ketika mengamati den- gan indera pendengaran, peraba, pengecap dan pembau (Saputri & Wangid, 2013).
Proses pembelajaran pada peserta didik tunanetra memerlukan media dari benda konkret atau benda nyata agar mereka dapat menerima materi secara keseluru- han.
Supena (2022) menyatakan bahwa prinsip mengajar untuk peserta didik tu- nanetra salah satunya adalah dengan prinsip keperagaan. Layanan dan alat peraga khusus diperlukan untuk mendukung kemampuan akademik peserta didik tuna- netra (Irdamurni, 2019). Menurut Daryanto (2013) alat peraga atau media benda konkret dapat digunakan untuk membantu penyampaian informasi selama proses pembelajaran. Informasi tersebut dapat membangkitkan minat belajar peserta di- dik. Media benda konkret dapat menghindari hambatan dalam penyampaian in-
formasi dan memaksimalkan penyampaian informasi secara utuh kepada peserta didik.
Alternatif media pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pengena- lan konsep bangun ruang yaitu dengan menggunakan media benda konkret (Heward, 2013). Media konkret dapat digunakan untuk membantu pengenalan konsep bangun ruang pada peserta didik tunanetra. Anak tunanetra harus meng- gunakan media yang bisa dijangkau indra selain penglihatan. Media yang dapat memaksimalkan penggunaan indra pendengaran dan perabaan cocok diterapkan pada pembelajaran. Bagi pesrta didik tunanetra, cara terbaik untuk menerima in- formasi lingkungan sekitar mengenai bentuk dan objek bangun ruang adalah den- gan menggunakan media yang dapat di sentuh (Buzzi et al., 2015; Schmidt, 2017).
Jika penelitian sebelumnya (Safitri, 2018) telah melakukan pembelajaran dengan menerapkan media kotak sortasi (1 kotak dengan berbagai jenis bangun ruang di dalamnya) dan memperoleh peningkatan kemampuan belajar, maka pada penelitian ini dilakukan pembelajaran dengan media konkret yang berbeda. Media yang dimaksud merupakan benda konkret yang berbentuk sesuai bangun ruang yang akan dipelajari atau dapat disebut sebagai satu media satu bangun ruang.
Tahapan pembelajaran dilakukan seperti peserta didik pada umumnya hanya saja guru memberikan perhatian lebih pada saat membantu peserta didik meraba me- dia yang digunakan. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana proses pengenalan konsep bangun ruang melalui media benda konkret pada peserta didik tunanetra SLB Negeri Rasau Jaya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif–deskriptif. Menurut Suryabrata )2009) penelitian deskriptif dilakukan untuk memperoleh informasi sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Deskriptif dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menggali informasi proses pembelajaran serta antusias peserta didik tunanetra SLB Negeri Rasau Jaya dengan memperhatikan fenomena subjek saat pembelajaran, kemudian dinarasikan dengan kata-kata.
Penelitian dilaksanakan di SLB Negeri Rasau Jaya Kalimantan Barat. Subjek penelitian adalah peserta didik tunanetra kelas VIII sebanyak 5 orang dan satu guru kelas di SLB Negeri Rasau Jaya. Adapun peneliti bertindak sebagai observer guna mendapatkan informasi proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar.
Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, dokumentasi dan tes. In- strumen yang digunakan berupa lembar observasi dan soal tes.
Model Miles dan Huberman (Hartoyo et al., 2019) digunakan untuk mengana- lisis data. Data yang didapat dari hasil observasi pembelajaran dan tes hasil belajar kemudian direduksi. Reduksi dilakukan untuk memilih data yang sesuai dengan data yang diperlukan. Informasi yang telah direduksi selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk narasi, kemudian ditarik kesimpulan Dokumentasi dilakukan untuk memperkuat data yang ada.
Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil observasi, dokumentasi dan tes diperoleh data tentang menge- nai proses pengenalan konsep bangun ruang menggunakan media atau alat peraga berupa benda konkret, hasil belajar, dan antusisme peserta didik tunanetra SLB Negeri Rasau Jaya. Pada pembelajaran materi bangun ruang, guru sudah me- nyiapkan RPP yang digunakan sebagai acuan proses pembelajaran. Pembelajaran dilakukan dengan 2 jam pertemuan, yang setiap jamnya berdurasi 35 menit.
Proses pembelajaran memiliki beberapa tahapan. Di awal pembelajaran guru memberi salam, mengecek kehadiran, memberi motivasi dengan cara membagikan media benda konkret kepada peserta didik, serta menyampaikan tujuan pembela- jaran materi bangun ruang. Pada pembelajaran inti, guru mengarahkan peserta didik untuk meraba alat peraga bangun ruang. Guru menyampaikan materi dan membantu peserta didik untuk meraba letak dari sifat-sifat yang dijelaskan. Se- lanjutnya peserta didik mencatat materi yang sudah dijelaskan menggunakan tuli- san Braille dan diberi kesempatan bertanya jika belum memahami materi yang diajarkan. Sebelum pembelajaran berakhir, guru meminta peserta didik untuk membuat kesimpulan terkait materi yang telah disampaikan.
Selain melalui 3 tahapan tersebut pembelajaran yang dilaksanakan juga men- cakup beberapa prinsip belajar untuk peserta didik tunanetra yaitu pengelolaan waktu, akses informasi dengan media alternatif, merekam informasi, bantuan orang lain, membaca dan menulis catatan, serta keaktifan peserta didik. Adapun beberapa tahapan pembelajaran pengenalan konsep bangun ruang pada peserta didik tunanetra melalui media benda konkret sebagai berikut.
Tahap pendahuluan
Guru membuat rancangan untuk pembelajaran materi bangun ruang melalui me- dia benda konkret. Rancangan tersebut disiapkan dalam bentuk RPP dan media benda konkret. Guru memulai pembelajaran dengan memberi salam kemudian meminta salah satu peserta didik untuk memimpin doa. Guru mendata kehadiran peserta didik dan menanyakan bagaimana keadaannya.
Apersepsi diberikan guru melalui proses tanya jawab terkait benda-benda yang ada di lingkungan sekitar dan membentuk bangun ruang. Contohnya: kotak MP3, bola, kaleng, tempat pensil, dan sebagainya. Selanjutnya guru memberikan media benda konkret dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk me- rabanya. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai motivasi agar peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Guru mengaitkan cerita tentang benda seki- tar dengan materi yang akan dipelajari serta menyampaikan tujuan pembelajaran.
Kegiatan inti
Pada pembelajaran inti, peserta didik meraba alat peraga atau media yang ber- bentuk bangun ruang. Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik menge- nai nama bangun yang diraba. Selanjutnya guru menyampaikan materi dengan ca- ra memberikan arahan kepada peserta didik untuk meraba bagian-bagian dari benda konkret yang dipegang. Guru membantu peserta didik untuk meraba media benda konkret dan mengarahkan tangannya guna mengetahui letak sisi, rusuk, dan titik sudut dari bangun kubus, balok dan tabung. Selain memberi penjelasan dan menunjukkan letak sifat bangun ruang tersebut, guru juga mengajak peserta didik untuk ikut menentukan banyak sisi, rusuk dan titik sudut disetiap bangun ruang.
Gambar 1. Guru membantu peserta didik meraba benda konkret Guru meminta peserta didik secara bergantian menunjukkan letak sisi, rusuk dan titik sudut pada benda konkret yang sedang dipegang.
Gambar 2. Peserta didik meraba benda konkret kubus
Setelah selesai menyampaikan materi sifat-sifat bangun ruang, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencatat materi yang telah dipelajari menggunakan tulisan Braille. Guru berkeliling melihat aktivitas peserta didik pada saat menulis catatan.
Gambar 3. Peserta didik mencatat materi dengan tulisan Braile
Sebelum pembelajaran berakhir, guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami.
Penutup
Guru mengarahkan peserta didik untuk membuat kesimpulan tentang materi yang telah disampaikan. Guru juga memberikan pesan moral kepada peserta didik un- tuk menjaga semangat dalam proses belajar. Pembelajaran diakhiri dengan mem- berikan tes untuk mengetahui adanya peningkatan hasil belajar setelah ilakukan pembelajaran menggunakan media benda konkret pada materi pengenalan ban- gun ruang.
Hasil tes menunjukkan adanya peningkatan setelah menggunakan media benda konkret. Hal itu dibuktikan dengan nilai rata-rata peserta didik saat pembe- lajaran dengan menggunakan metode ceramah sebesar 52, sedangkan saat pem- belajaran dengan menggunakan media benda konkret diperoleh nilai rata-rata se- besar 85,33.
Menurut Irham et al. (2013), keberhasilan peserta didik mengikuti dan me- nyelesaikan proses pembelajaran dapat dilihat dari capaian hasil belajar. Proses belajar dikatakan berhasil jika peserta didik memperoleh nilai yang tinggi dan proses belajar dapat dikatakan kurang atau belum berhasil jika nilai peserta didik rendah atau di bawah batas normal yang telah ditentukan. Adapun untuk menge- tahui kemampuan belajar peserta didik tunenatra pada pelajaran bangun ruang melalui media benda konkret digunakan tes secara lisan.
Tabel 1. Nilai peserta didik sebelum pembelajaran dengan media benda konkret
No Inisial Nama
Skor tugas harian
Nilai Tuntas Belum Tuntas
1 SA 70 √
4 NI 55 √
2 MPR 50 √
3 S 50 √
5 ADT 35 √
Jumlah 260 1 4
Rata-rata 52 20 80
Sebelum dilakukan proses pembelajaran menggunakan media benda konkret, diperoleh data nilai tugas harian peserta didik yaitu tugas yang dilakukan guru untuk mengukur pemahaman peserta didik pada materi bangun ruang sebelum dilakukan pembelajaran menggunakan media benda konkret. Data pada Tabel 1 menunjukkan 4 dari 5 peserta didik tidak tuntas Nilai rata-rata diperoleh sebesar 52 dengan persentase nilai yang tuntas mencapai 20%. Artinya, ketuntasan pada materi bangun ruang belum memenuhi KKM yang telah ditentukan sebesar 65.
Selanjutnya guru kelas VIII SLB Negeri Rasau Jaya melakukan pembelajaran materi bangun ruang dengan menggunakan media benda konkret.
Tabel 2 menunjukkan bahwa setelah pembelajaran menggunakan media konkret diperoleh nilai rata-rata peserta didik sebesar 85,33. Peserta didik dinya- takan tuntas sebanyak 5 orang. Persentase ketuntasan mencapai 100%. Hal ini menunjukkan pembelajaran yang dilaksanakan menggunakan media benda konk- ret dapat membantu meningkatkan pemahaman peserta didik pada materi bangun ruang.
Tabel 2. Hasil belajar peserta didik setelah menggunakan media benda konkret
No Inisial Nama
Skor tugas harian
Nilai Tuntas Belum Tuntas
1 SA 100 √
4 NI 100 √
2 MPR 80 √
3 S 73,33 √
5 ADT 73,33 √
Jumlah 426,66 5 0
Rata-rata 85,33 100 0
Selain itu, dapat diketahui juga antusiasme peserta didik dari semangat dan minat dalam mengikuti pembelajaran menggunakan media benda konkret.
Tabel 3. Hasil observasi antusisme peserta didik dalam pembelajaran menggunakan media benda konkret
Aspek Indikator yang diamati
Hasil
Pengamatan Deskripsi
Ada Tidak
Antusisme peserta didik saat pembe- lajaran mengguna- kan media benda kon- kret
1. Peserta didik mende- ngarkan materi dengan seksama
√
Peserta didik memperhatikan guru ketika memberi materi.
2. Peserta didik aktif ber- tanya mengenai materi yang dijelaskan oleh guru √
Peserta didik mempunyai ke- mauan dalam belajar dan aktif bertanya mengenai bangun ruang yang sedang dipegangnya 3. Peserta didik meman-
faatkan sumber belajar dengan baik
√
Peserta didik meraba alat peraga yang sedang dipegang
4. Ada usaha dan kemauan untuk mempelajari alat peraga yang diberikan oleh guru
√
Peserta didik berdiskusi dengan temannya dan saling bertanya mengenai nama benda yang se- dang dipegang
5. Dapat menjawab perta- nyaan guru dengan tepat saat proses pembelajaran
√
Peserta didik dapat menjawab pertanyaan yang guru berikan
Tabel 3 menunjukkan bahwa peserta didik lebih aktif mengikuti pembelajaran, fokus menyimak materi, aktif bertanya, dan dapat menjawab pertanyaan dari guru.
Kondisi antusias peserta didik dalam pembelajaran tersebut didukung oleh peneli-
tian sebelumnya yang menyebutkan bahwa digunakannya alat peraga berupa me- dia konkret saat proses pengenalan konsep bangun ruang dapat meningkatkan rasa ingin tahu, minat baru serta membangkitkan motivasi peserta didik dalam melakukan aktivitas pembelajaran (Arsyad, 2015). Peningkatan semangat belajar yang dirasakan peserta didik pada pembelajaran materi bangun ruang dikarena- kan peserta didik dapat meraba secara langsung alat peraga sesuai materi yang dipelajari. Hal ini menjadi penyemangat dan menarik minat mereka untuk mencari berbagai informasi mengenai alat peraga bangun ruang yang sedang digunakan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bah- wa proses pengenalan konsep bangun ruang pada peserta didik tunanetra dapat dilakukan dengan bantuan media benda konkret dengan melalui tahapan pembe- lajaran, yaitu pendahuluan, inti, dan penutup. Nilai tes hasil belajar peserta didik meningkat setelah pembelajaran dilakukan dengan bantuan media benda konkret.
Nilai rata-rata hasil belajar sebelum dan sesudah menggunakan media benda konkret meningkat sebesar 33,33% yaitu dari 52 menjadi 85,33. Antusiasme pe- serta didik juga meningkat pada pembelajaran menggunakan media benda konkret.
Respon peserta didik lebih aktif mengikuti pembelajaran, fokus menyimak materi, aktif bertanya, dan dapat menjawab pertanyaan dari guru..
Daftar Pustaka
Arsyad, A. (2015). Media Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Aziz, S. (2015). Pendidikan Seks Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Gava Media.
Buzzi, M. C., Buzzi, M., Leporini, B., & Senette, C. (2015). Playing with geometry: A multimodal android app for blind children. ACM International Conference
Proceeding Series, 28(April 2017), 134–137.
https://doi.org/10.1145/2808435.2808458
Gorini, Catherine A. (2009). Geometry Handbook. Facts On File.
Daryanto. (2013). Media Pembelajaran. Yogyakarta: Gava Media.
Hartoyo, A., Nursangaji, A., & Suratman, D. (2019). Pengembangan Kompetensi Sikap dalam Pembelajaran Matematika Secara Holistik Bersumber Qur’an. Jurnal
Pendidikan Matematika dan IPA, 10(1), 149.
https://doi.org/10.26418/jpmipa.v10i1.30033
Heward, W. L. (2013). Exceptional Children: An Introduction To Special Education.
Pearson Education.
Irdamurni. (2019). Pendidikan Inklusi: Solusi dalam Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Prenadamedia Group.
Irham, M., Wiyani, & A, N. (2013). Psikologi Pendidikan: Teori dan Aplikasi dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Risaldi, L., Jaeng, M., & Bennu, S. (2014). Profil Teknik Guru Mengajarkan Sifat-Sifat Kubus, Balok, Tabung, Dan Bola pada Siswa Kelas IV Tunanetra di SDLB ABCD
Muhammadiyah Palu. Aksioma, 3(2).
https://doi.org/10.22487/aksioma.v3i2.35
Safitri, Y. W. (2018). Metode Direct Learning Berbantuan Kotak Sortasi Terhadap Kemampuan Mengenal Bangun Ruang Pada Anak Tunanetra. Jurnal Pendidikan Khusus 10(2).
Saputri, A. E., & Wangid, M. N. (2013). Pembelajaran Sains Sd Untuk Siswa Tunanetra Di Slb-a Yaketunis. Jurnal Prima Edukasia, 1(2), 124–134.
https://doi.org/10.21831/jpe.v1i2.2630
Schmidt, A. J. (2017). GEOVIB - An Application to Support Visually Impaired and Blind Children in Following Geometry Lectures. Thesis.
Somantri, Sutjihati T. H. (2012). Perkembangan Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.
Sugiyono. (2021). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sunarto, & Hartono, B. A. (2013). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Supena, A. (2022). Pendidikan Inklusi Untuk ABK. CV Budi Utama.
Timothy, D. J. (2018). Routledge handbook on tourism in the Middle East and North Africa. In Routledge Handbook on Tourism in the Middle East and North Africa.
https://doi.org/10.4324/9781315624525