60
Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/gakkum
Peran Perempuan Dalam Pelestarian Lingkungan Menggunakan Sistem Agroforestri
The Role of Women in Environmental Preservation Using Agroforestry Systems
Alvi Syahrin 1), Nur Asiah 2), Peni Patriani 3), Dahlia K Dewi 4)*, & Andrio Bukit 5)
1)Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara,
2)Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara,
3)Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
4)Fakultas Hukum, Universitas Tjut Nyak Dhien,
5)Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara
Diterima: Desember 2022; Disetujui: Juni 2023; Dipublish: Juni 2023
*Coresponding Email: [email protected] Abstrak
Indonesia khususnya Kota Binjai menggunakan sistem agroforestri dengan memanfaatkan lahan warga Kota Binjai dengan menanam beberapa tanaman budidaya, terutama tanaman semusim hortikultura dan pohon hutan. Tujuannya untuk mengurangi penggunaan pestisida kimia dan mendapatkan hasil lahan yang ditanami tanaman hortikultura dalam waktu yang relatif cepat, dibandingkan dengan tanaman hutan yang produktivitasnya relatif lama. Yang menyedihkan adalah tanah tersebut akan menyebabkan kerusakan tanah dan tidak akan menjadi salah satu penyedia sumber oksigen (O2) di Bumi karena berkurangnya jumlah pohon yang ditanam. Ada juga beberapa kelemahan lainnya, yaitu persaingan antara pohon dan tanaman hortikultura dalam hal memperjuangkan nutrisi dan sinar matahari dan kelemahan terakhir adalah meningkatnya biaya tenaga kerja, terutama peran perempuan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah peran perempuan dalam pelestarian lingkungan dengan menggunakan sistem Agroforestri. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode observasi dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang menganalisis masalah yang diteliti. Hasil penelitiannya adalah Pemerintah harus melakukan penyuluhan atau pemaparan materi tentang sistem Agroforestri kepada perempuan secara langsung agar lebih mudah dipahami.
Kata Kunci: Perempuan; Lingkungan Hidup; Agroforestri.
Abstract
Indonesia, especially Binjai City, uses an agroforestry system by utilizing the land of the residents of Binjai City by planting several cultivated plants, especially horticultural annuals and forest trees. The goal is to reduce the use of chemical pesticides and get the yield of land planted with horticultural crops in a relatively fast time, compared to forest crops whose productivity is relatively long. The sad thing is that the land will cause soil damage and will not become one of the providers of oxygen sources (O2) on Earth due to the reduced number of trees planted. There are also several other disadvantages, namely the competition between trees and horticultural crops in terms of fighting for nutrients and sunlight and the last weakness is the increasing labor costs, especially the role of women. The problem raised in this study is the role of women in environmental conservation using the Agroforestry system. The method carried out in this study is an observation method using a qualitative descriptive method that analyzes the problem under study. The result of her research is that the Government must conduct counseling or presentation of material about the Agroforestry system to women directly so that it is easier to understand.
Keywords: Women; Environment; Agroforestry.
How to Cite: Syahrin, A., Asiah, N., Patriani, P., Dewi, D.K., & Bukit, A. (2023). Peran Perempuan Dalam Pelestarian Lingkungan Menggunakan Sistem Agroforestri, Jurnal Ilmiah Penegakan Hukum, 10 (1) 2023 : 60-66
61 PENDAHULUAN
Kota Binjai (BPIW, 2017) adalah salah satu kota di provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Binjai terletak sekitar 22 km sebelah barat ibu kota provinsi Sumatera Utara, Kota Medan. Sebelum menjadi kotamadya, Binjai merupakan ibu kota Kabupaten Langkat yang kemudian dipindahkan ke Stabat. Luas Kota Binjai sangat terbatas yang tidak biasa jika dibandingkan dengan kebanyakan wilayah Kota lainnya. Kota Binjai terdiri dari 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Binjai Selatan, Kecamatan Binjai Kota, Kecamatan Binjai Timur, Kabupaten Binjai Utara, dan Kabupaten Binjai Barat. Kota Binjai memiliki jumlah penduduk yang terbatas, yaitu pada tahun 2016 berjumlah 267.901 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 133.692 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 134.209 jiwa.
Kepadatan penduduk Kota Binjai pada tahun 2016 mencapai 2.969 jiwa/km2 dengan kabupaten terpadat yaitu Kecamatan Binjai Kota sebanyak 7.013 jiwa/km2 dan kabupaten dengan kepadatan terendah yaitu Kecamatan Binjai Selatan sebanyak 1.816 jiwa/km2.
Laju pertumbuhan penduduk Kota Binjai pada tahun 2015-2016 sebesar 1,21%.
Penduduk Kota Binjai paling banyak terlibat dalam pekerjaan lapangan di sektor perdagangan, diikuti oleh sektor industri dan pertanian. Lokasi Kota Binjai secara astronomis terletak antara 3°31'40"
- 3°40'2" Lintang Utara dan 98°27'3" - 98°32'32" Bujur Timur dengan ketinggian dari permukaan laut 28 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kota Binjai seluas 90,23 km2 diapit oleh dua kabupaten besar, yaitu Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang dengan topografi berupa dataran.
Kabupaten yang memiliki luas terluas adalah Kabupaten Binjai Selatan (33,2%) sedangkan kabupaten yang memiliki luas terkecil adalah Kabupaten Binjai Kota (4,57%). Dalam sistem perkotaan nasional,
Kota Binjai ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Kota Binjai juga termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional Perkotaan Mebidangro (Kota Medan-Kota Binjai-Kab. Deli Sedang-Kab.
Karo). Metropolitan Mebidangro (Ritonga
& ST, 2019) berada pada posisi strategis di jalur International Shipping Conference sehingga dapat menjadi pintu masuk bagi pengembangan kegiatan ekonomi di provinsi Sumatera Utara, di Nanggoe Aceh Darussalam, dan Sumatera Barat (Armawi, 2013). Namun, harapannya akan terjadi lingkungan di Kota Binjai yang memiliki isu-isu prioritas terkait lingkungan di Kota Binjai sebagai berikut (Malinza, 2019):
1. Limbah cair industri / bisnis tahu yang tidak dikelola dengan baik.
Pengepresan dan pencetakan tahu yang apabila dialirkan ke suangai menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas air yang mengakibatkan air terganggu oleh ekosistem di sekitarnya;
2. Perubahan Kualitas Air Masih terdapat pencemaran sumber air seperti air sungai dan air tanah/sumur yang dilakukan oleh kegiatan/usaha oleh pelaku usaha;
3. Penanganan TPA Peningkatan volume jumlah sampah setiap harinya disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya areal pemukiman dan tingkat kegiatan sosial.
Isu lingkungan yang diuraikan di atas merupakan salah satu isu aktual dari lima isu aktual modern kontemporer, yaitu globalisasi, demokratisasi, hak asasi manusia, kesetaraan gender dan lingkungan hidup. (Qamar, 2014). Masalah lingkungan seringkali tidak mendapatkan perhatian khusus oleh banyaknya populasi manusia di dunia global ini, bahkan ada yang melupakan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Menurut
62 Cambridge Dictionary, lingkungan adalah udara, air, dan tanah tempat manusia, hewan, dan tumbuhan hidup (Rahardjo &
Supatra, 2021). Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi efektivitas kegiatan sehari- hari bahkan mempengaruhi kenyamanan dalam menjalani kehidupan. Dalam hal ini, perempuan memegang peranan yang sangat penting, karena perempuan dapat mengelola kebutuhan rumah tangga dengan baik sehingga dapat menjaga keseimbangan lingkungan. Perempuan telah diakui memiliki peran yang sama dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan (Saputra & Zaini, n.d.). Dalam kaitannya dengan konservasi lingkungan, misalnya, Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) yang didirikan pada tahun 1972 yang merupakan organisasi utama PBB di bidang lingkungan mengakui pentingnya keterlibatan yang setara antara perempuan dan laki-laki, yang responsif gender, melalui agenda khusus yang membahas isu-isu lingkungan seperti perubahan iklim akibat kebakaran hutan dan konservasi lingkungan (Rangkuti, 2020). Dan juga dengan peringatan Hari Perempuan Internasional, ada fakta bahwa perempuan menjadi pusat perhatian penting karena mereka memainkan peran yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Perempuan yang berhubungan dengan lingkungan kini banyak disuarakan melalui ekofeminisme (Zein & Setiawan, 2017).
Ekofeminisme adalah cabang feminisme yang menekankan lingkungan dan hubungan antara perempuan dan bumi sebagai dasar analitis dan praktis.
Istilah ekofeminisme diperkenalkan oleh penulis Prancis Françoise d'Eaubonne dalam bukunya yang berjudul "Le Féminisme ou la Mort" (Kartini, 2016).
Konsep ini menekankan untuk tidak melihat perempuan dan lingkungan sebagai properti seperti yang sering ditegakkan oleh sistem yang menganut
patriarki. Sebagai hasil dari sistem patriarki yang mengakar kuat dalam kehidupan manusia, posisi perempuan cenderung ditempatkan pada posisi hanya untuk urusan domestik (domestik). Oleh karena itu, ketika kerusakan lingkungan terjadi, tentunya perempuanlah yang paling merasakan dampaknya. Indonesia yang masih kental dengan budaya patriarki ditunjukkan dengan persentase kepala rumah tangga laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Kesenjangan pendidikan antara laki-laki dan perempuan juga terlihat dari rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk berusia 15 tahun ke atas. RLS populasi pria lebih tinggi daripada populasi wanita.
Pada tahun 2021, RLS laki-laki telah mencapai 9,08 tahun sedangkan perempuan tertinggal 8,42 tahun. Di bidang pekerjaan, perempuan juga masih tertinggal dibandingkan dengan laki-laki.
Dari setiap 3 pria yang bekerja, ada 2 wanita yang bekerja. Selain itu, akses perempuan terhadap pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi juga masih terbatas. Populasi laki-laki yang mengakses internet mencapai 50,5 persen sedangkan perempuan hanya 44,86 persen. Dan hingga saat ini, peran perempuan masih cenderung diabaikan di Indonesia terkait dengan pelestarian lingkungan.
Di era maraknya pembangunan semua bidang saat ini, perlindungan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya harus terintegrasi, mengingat kegiatan pembangunan dapat menimbulkan risiko berupa kerusakan kemampuan dan fungsi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Namun sayangnya, lingkungan bukanlah perhatian penting dalam pembangunan. Akibatnya isu lingkungan justru menjadi masalah besar, bahkan masalah tersebut menjadi perhatian serius secara global (Rangkuti, 2015).
63 Indonesia, isu lingkungan menjadi salah satu program yang dicanangkan pemerintah berupa penanaman sejuta pohon atau dikenal juga dengan sistem Agroforestri, yaitu sistem budidaya tanaman kehutanan yaitu tanaman pohon yang dilakukan bersama dengan tanaman hortikultura (Razi, 2015). Sistem Agroforestri merupakan solusi untuk mengatasi permasalahan alih fungsi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian. Alih fungsi lahan yang mengakibatkan permasalahan lingkungan seperti banjir, kekeringan, erosi tanah, kelangkaan/kepunahan keanekaragaman hayati, penurunan kesuburan tanah terhadap perubahan lingkungan dapat dikurangi dengan sistem agroforestri (Widianto et al., 2003). Penyebabnya adalah karena penjarahan hasil hutan tanpa mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan berupa tanah longsor yang telah menjadi bentuk bencana yang dialami oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, tim peneliti akan melakukan penelitian terkait peran perempuan dalam pelestarian lingkungan dengan menggunakan sistem agroforestri dan isu lingkungan di Kota Binjai yang didukung oleh Badan Lingkungan Hidup Kota Binjai.
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data dan faktor- faktor mengapa ibu rumah tangga atau perempuan tidak berperan langsung dalam menjaga kelestarian lingkungan dengan menggunakan sistem Agroforestri di Kota Binjai sedangkan Kota Binjai merupakan kota terbesar ketiga dan terpadat di Provinsi Utar Sumatera.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang bertujuan untuk menemukan permasalahan masalah lingkungan yang terjadi di Kota Binjai, yaitu mengapa perempuan tidak diberikan peran penting dalam pelestarian lingkungan dengan menggunakan sistem
Agroforestri, sehingga dapat menemukan solusinya. Penelitian ini juga dilakukan dengan wawancara langsung dengan Kepala Subbagian Dinas Lingkungan Hidup Kota Binjai, yang akan mewawancarai tentang isu-isu yang diangkat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Faktor-Faktor Perempuan Tidak Berperan Langsung dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan dengan Menggunakan Sistem Agroforestri
Di Kota Binjai, terdapat 3 instansi pemerintah yang terlibat dalam pelaksanaan program penanaman pohon, yaitu Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Binjai, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Dinas Perlindungan Anak dan Masyarakat Kota Binjai, dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Binjai. Masing-masing instansi memiliki peran dan program khusus terkait penanaman pohon (Martini et al., 2016).
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sub Bagian Dinas Lingkungan Hidup, terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaan program penanaman pohon dengan menggunakan sistem Agroforestri.
Kendala utamanya adalah keterbatasan lahan, terbatasnya ketersediaan benih berkualitas baik, serta kurangnya bantuan untuk pelestarian lingkungan menggunakan sistem agroforestri ditambah peningkatan biaya tenaga kerja. Padahal, jika sistem Agroforestri diterapkan, maka akan mengurangi penggunaan pestisida kimia.
Pestisida kimia jika digunakan terus menerus dalam jangka waktu yang lama akan merusak lingkungan dan meningkatkan residu yang berbahaya bagi tanaman dan manusia yang mengkonsumsinya. Dasar hukum pelestarian lingkungan hidup ini adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tantangan utama pengembangan lahan hutan dengan
64 menggunakan sistem Agroforestri adalah kurangnya atau terbatasnya lahan di Kota Binjai. Karena Kota Binjai sudah dijadikan perumahan atau tempat hiburan bagi masyarakat yang bisa menghasilkan uang.
Padahal jika ada lahan dari lahan masyarakat yang dapat dijadikan hutan kemasyarakatan dengan menggunakan sistem Agroforestri, Masyarakat dan Pemerintah Kota Binjai juga akan mendapatkan manfaat yang optimal dan mewujudkan pemerataan ekonomi, ditambah dengan terbukanya akses lapangan kerja dan diharapkan juga dapat berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Apalagi lahan masyarakat bisa ditanami Tanaman Kopi atau Bunga dengan menggunakan sistem Agroforestri, sehingga banyak masyarakat dari luar Kota Binjai yang bersama-sama datang ke Kota Binjai untuk datang ke Kota Binjai, hanya untuk berekreasi atau membeli hasil panennya.
Saat ini, Pemerintah Dinas Lingkungan Hidup Kota Binjai mendorong masyarakat untuk melakukan program penanaman pohon dengan tujuan untuk membangun taman kota masyarakat di atas lahan milik pribadi yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai penghijauan atau reboisasi lahan pribadi dan menjamin keberlangsungan kegiatan penanaman pohon melalui pendampingan dan pemantauan secara intensif. Terkait lahan masyarakat yang dijadikan lahan hutan dengan sistem Agroforestri, masyarakat masih belum menerimanya karena kepemilikan lahan tersebut. Begitu juga masih banyak lahan yang masih memiliki status kepemilikan yaitu PTPN yang bukan milik Pemerintah Kota Binjai. Oleh karena itu, Kota Binjai saat ini sangat membutuhkan lahan untuk dijadikan lahan hutan yang dapat ditanami tanaman hutan dan tanaman pertanian atau hortikultura atau tanaman bunga.
Peran Perempuan Dalam Pelestarian Lingkungan Dengan Menggunakan Sistem Agroforestri
Gender merupakan konstruksi sosial yang membedakan karakteristik pekerjaan berdasarkan sifat, feminin yang secara normatif didistribusikan pada perempuan dan maskulin yang secara normatif didistribusikan pada laki-laki berdasarkan nilai dan norma dalam kebudayaan. Salah satu cara melihat aspek gender dalam agroforestri adalah melalui mekanisme pembagian kerja, curahan waktu kerja, dan pengambilan keputusan. Gender bersinggungan dengan berbagai faktor sosial, yaitu usia, status sosial, ekonomi, dan etnis yang membedakan keterampilan, peluang, dan hambatan bagi laki-laki dan perempuan untuk mengambil peran dalam ranah pengelolaan agroforestri, yang kemudian mengonstruksi persepsi mengenai perbedaan pengetahuan, aktivitas, dan tanggung jawab yang dimiliki laki-laki dan perempuan dalam mengelola sumber daya alam (Kinasih &
Wulandari, 2021).
Permasalahan gender membuat peran perempuan tidak begitu diperhitungkan, apalagi jika dikaitkan dengan sektor pertanian. Kecenderungan laki-laki yang bekerja di sektor pertanian membuat peran perempuan menjadi tersisihkan. Padahal peran perempuan dalam setiap proses agroforestri memiliki andil yang cukup besar. Peran gender berkaitan dengan peran yang dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki baik dalam kegiatan produktif maupun reproduktif. Kegiatan produktif adalah kegiatan yang dapat menghasilkan uang seperti pedagang, buruh, petani, dan kegiatan lainnya. Kegiatan reproduktif adalah kegiatan mengurus rumah tangga seperti mengasuh anak, memasak, dan kegiatan lainnya (Kinasih & Wulandari, 2021).
Pada sistem agroforestri yang komprehensif, gender menyebabkan
65 timbulnya spesialisasi kerja antara laki- laki dan perempuan pada aktivitas atau pengelolaan komoditas tertentu.
Perempuan cenderung memprioritaskan kebutuhan subsisten untuk rumah tangga.
Mereka tergerak mengelola hasil sekunder yang tidak signifikan bernilai ekonomi seperti hasil hutan bukan kayu (HHBK), sehingga mereka memiliki pengetahuan khusus tentang pengelolaan HHBK. Selain itu, peran perempuan pun dibatasi agar mereka dapat membagi tugas antara memasak, mengurus anak, dan berbagai kegiatan produktif lain seperti bertani sayur, peternakan kecil-kecilan, pengelolaan pangan, dan lain-lain.
Dalam konteks agroforestri masa kini, pembagian kerja berdasarkan gender sudah lebih fleksibel dan dapat dinegosiasikan. Ini disebabkan karena keterbatasan tenaga kerja yang kemudian mengaburkan pembatas tegas antara pekerjaan maskulin dan feminin.
Akibatnya, kontribusi antara perempuan dan laki-laki dalam pengelolaan agroforestri berada dalam bias yang kabur.
Seiring berjalannya waktu, peran perempuan dalam kegiatan reproduktif rumah tangga turut termanifestasikan ke ranah pertanian. Perempuan turut mengerjakan pekerjaan fisik yang semula dipersepsikan untuk laki-laki. Keterlibatan gender dalam kegiatan produktif persentasenya hampir sama namun perempuan dominan dalam kegiatan reproduktif yang menyebabkan perempuan menanggung peran ganda (Widhiningtyas et al., 2019). Selama ini peran perempuan dalam sektor agroforestri sangat tinggi namun seringkali tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, karena perempuan yang turut bekerja di usahatani, tidak dianggap berprofesi sebagai petani, tetapi hanya sebagai istri atau anggota keluarga petani, yang wajib membantu segala pekerjaan suami atau anggota keluarga. Perempuan dilimpahkan
banyak beban pekerjaan, namun perempuan tetap tidak memiliki peluang dalam pengambilan keputusan.
Perempuan amat jarang atau bisa dikatakan tidak pernah dilibatkan dalam perundingan-perundingan di tingkat masyarakat maupun dengan pemerintah atau perusahaan.
Oleh karena itu, peran perempuan sangat diperlukan dalam menjaga kelestarian lingkungan di Kota Binjai dengan memanfaatkan lahan yang dapat ditanami tanaman hutan dan tanaman pertanian atau hortikultura serta tanaman bunga dengan sistem Agroforestri. Badan Lingkungan Hidup juga harus berperan dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat khususnya ibu rumah tangga untuk dapat memanfaatkan lahannya sendiri untuk mengamankan tanaman hutan dan tanaman bunga atau kopi yang dapat menghasilkan ekonomi yang stabil bagi masyarakat Kota Binjai.
SIMPULAN
Sistem Agroforestri dapat menjadi salah satu cara untuk menjaga kelestarian lingkungan dan juga menjadi langkah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan dan sistem pangan berkelanjutan dalam hal mengurangi angka gizi buruk yang masih cukup tinggi di Indonesia. Caranya adalah dengan memanfaatkan sebagian lahan atau lahan hutan yang ditanami sesuai dengan kondisi iklim di kawasan hutan dan juga pemeliharaan tanaman harus sesuai untuk mewujudkan keberhasilan sistem agroforestri. Dengan lahan hasil perjuangan masyarakat kota Binjai, dapat dimanfaatkan sebagai hutan kemasyarakatan dengan menggunakan sistem Agroforestri. Namun, Kota Binjai saat ini sangat membutuhkan lahan untuk dapat merealisasikannya dan membutuhkan tenaga kerja dalam merawat tanaman sistem agroforestri.
66 Oleh karena itu, Badan Lingkungan Hidup berperan sangat penting dalam memberikan sosialisasi kepada masyarakat khususnya Ibu Rumah Tangga untuk dapat memanfaatkan lahannya sendiri untuk menanam hutan dan tanaman bunga atau kopi yang dapat menghasilkan perekonomian yang stabil bagi masyarakat Kota Binjai dan sebagai tenaga kerja yang dapat merawatnya dengan baik, sehingga dapat mengurangi biaya untuk tenaga kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Armawi, A. (2013). Kajian Filosofis Terhadap Pemikiran Human-Ekologi Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Alam (Philosophical Studies of Human Ecology Thinking on Natual Resource Use). Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 20(1), 57–67 BPIW, P. (2017). Profil Kota Binjai.
http://perkotaan.bpiw.pu.go.id/v2/kota- sedang/91
Kartini, P. J. S. (2016). Melihat Postfeminisme dalam
Konteks Indonesia.
https://www.jurnalperempuan.org/wacana- feminis/category/all/7
Kinasih, S. R., & Wulandari, I. (2021). Pembagian Kerja Berdasarkan Gender dalam Pengelolaan Agroforestri di Hulu DAS Citarum. Umbara, 6(1), 29–44.
Malinza, A. N. (2019). Efektivitas Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Kota Binjai Dalam Penanggulangan Pencemaran Lingkungan. 1–65.
http://repository.umsu.ac.id/handle/12345 6789/3360
Martini, E., Roshetko, J. M., Purnomosidhi, P., &
Sebastien, G. (2016). Kebutuhan Penyuluhan Agroforestri untuk Rehabilitasi Lahan di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. 50.
Qamar, S. (2014). Peran Perempuan Dalam Pelestarian Lingkungan Hidup Menurut Tinjauan Islam. Jurnal Al-Maiyyah, 7(1), 72–
85.
Rahardjo, H. J., & Supatra, S. (2021). KOMUNITAS SWASEMBADA BEBAS POLUSI KARBON DI RUSUN TANGERANG SELATAN. Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa), 3(2), 2993–3008.
Rangkuti, S. S. (2020). Hukum Lingkungan &
Kebijaksanaan Ling Nasional Ed 4. Airlangga University Press.
Razi, M. (2015). Tinjauan Teoritis Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Bogor:
Universitas Nusa Bangsa.
Ritonga, I. T. L., & ST, E. M. M. (2019). Pusat Perbelanjaan Kawasan Pesisir Belawan.
Jurnal Sains Dan Teknologi ISTP, 11(2), 174–
186.
Saputra, N., & Zaini, Y. P. M. (n.d.). PERAN PEREMPUAN DALAM PELESTARIAN MANGROVE.
Widhiningtyas, S., Itta, D., & Hafizianor, H. (2019).
ADOPSI MASYARAKAT TERHADAP PEMBUDIDAYAAN JELUTUNG HUTAN RAWA
GAMBUT DESA TUMBANG NUSA
KABUPATEN PULANG PISAU, KALIMANTAN TENGAH. Jurnal Sylva Scienteae, 2(2), 276–
284.
Widianto, Hairiah, K., Suharjito, D., & Sardjono, M. a.
(2003). Fungsi dan peran agroforestri. World Agroforestry Centre (ICRAF), 3(Bagian 1), 1–
49.
http://www.worldagroforestrycentre.org/so uthernafrica/regions/southeast_asia/public ations?do=dl&pub_id=77&file=http://www.
worldagroforestry.org/sea/Publications/file s/lecturenote/LN0003-04.PDF&first_last=ok Zein, L. F., & Setiawan, A. R. (2017). Gambaran Umum Ekofeminisme. Lλ×Λrs, Agustus 2017, 1--10