• Tidak ada hasil yang ditemukan

Virus Corona Mewabah, Model Kepemimpinan Berubah

N/A
N/A
Adelwis Rafiar

Academic year: 2023

Membagikan "Virus Corona Mewabah, Model Kepemimpinan Berubah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Virus Korona Mewabah, Model Kepemimpinan Berubah

Kepemimpinan dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan memengaruhi individu/kelompok lain agar dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini sejalan dengan pengertian kepemimpinan oleh Stephen P Robbins dan Timothy A. Judge (2009) p.419, dalam Dr. Eko Purnomo dan Dr. Herlina JR Saragih (2016):

“Leadership as the ability to influence a group toward the achievement of a vision or set of goals”. Artinya kepemimpinan sebagai kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok ke arah prestasi dari suatu visi atau sasaran.

Sedangkan menurut Steven L. Mcshane and Mary Ann Von Glinow (2008) p.402, sebagai berikut,

“Leadership is about influencing, motivating and enabling others to contribute toward the effectiveness and success of the organizations of which they are members”. Kepemimpinan adalah tentang pengaruh, memotivasi dan memungkinkan orang lain untuk menyokong ke arah sukses dan efektivitas dari organisasi di mana mereka sebagai anggota.

Mengapa sebenarnya kepemimpinan dipandang sangat penting? Sebab untuk mengendalikan dan mengarahkan suatu golongan/masyarakat perlu strategi dan metode untuk memimpin, salah satu faktor yang memengaruhi keberhasilan organisasi/golongan/masyarakat tertentu adalah kepemimpinan. Selanjutnya, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga sudut pandang menurut Udik Budi Wibowo (2011), yakni: (1) Pendekatan sifat, atau karakteristik bawaan lahir, atau traits approach; (2) Pendekatan gaya atau tindakan dalam memimpin, atau style approach; (3) Pendekatan kontingensi atau contingency approach.

Model kepemimpinan memiliki peranan sangat penting dalam keberlangsungan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, tentunya untuk menghadapi berbagai macam keadaan/situasi yang terduga dan/atau tidak terduga. Artinya, ketika sebuah negara atau suatu kelompok masyarakat dihadapkan dalam situasi yang tiba – tiba dan tidak terkendali, maka pemimpin perlu “menggeser” metode kepemimpinannya jika memang sudah tidak dapat diterapkan lagi sebagai upaya untuk mengembalikan keadaan seperti sedia kala, fenomena tersebut dapat disebut dengan fleksibilitas (penyesuaian diri secara mudah dan cepat).

(2)

Fleksibilitas ini dibutuhkan ketika terjadi perkembangan dan perubahan yang mendadak serta sangat memengaruhi bahkan menentukan segala aspek kehidupan, agar terhindar dari suatu tragedi atau peristiwa yang tidak diinginkan.

Contoh nyatanya adalah seperti saat ini, seluruh penjuru dunia dilanda wabah penyakit virus korona yang bahkan sekarang muncul varian baru dengan dampak yang lebih mematikan daripada varian sebelumnya. Di Indonesia sepanjang tahun 2020 mengalami krisis hampir di segala lini kehidupan akibat pandemi Covid-19, hingga pada pertengahan tahun 2021 kasus Covid-19 belum menemukan titik aman. Mendekati akhir bulan Juni tahun ini, varian baru muncul yang berasal dari India, yang diberi nama varian delta dengan kasus yang lebih berat dan mampu melonjakkan angka infeksi di Indonesia. Virus korona varian delta menyebabkan gejala muncul lebih cepat dibandingkan varian lainnya. Hanya dalam 3 sampai 4 hari setelah terinfeksi virus ini akan menimbulkan gejala pada tubuh. Berdasarkan informasi dari BBC (15/6/2021) dalam Kompas.com, bahwa;

Sebanyak 43% penduduk Inggris telah divaksin, namun varian delta menjadi penyebab utama 90 persen kasus baru di Inggris. Lebih dari 70 negara telah terinfeksi virus varian baru ini. Sekretaris Kesehatan Inggris, Matt Hancock, menyebutkan bahwa varian delta lebih mudah menular hingga 40% dibandingkan varian alpha. Selain itu, varian ini juga menyebabkan gejala yang lebih parah sehingga angka pasien yang perlu di rawat di rumah sakit meningkat pesat.

Hal ini menunjukkan bahwa seberapa besar risiko kematian yang akan ditimbulkan oleh varian delta, tentunya fenomena ini dianggap mengancam bagi kelangsungan hidup umat manusia, tidak terkecuali Indonesia yang telah terkonfirmasi sekitar 2.379.397 orang pada 8 Juli 2021. Akibat dari banyaknya kasus kematian yang muncul akan memengaruhi aspek kehidupan manusia yang lain secara otomatis, misalnya adalah sektor perekonomian dan pendidikan.

Untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran virus korona, maka pemerintah membatasi segala aktivitas masyarakat di luar rumah, padahal pekerjaan sebagian besar masyarakat berada di luar rumah—akibatnya produktivitas masyarakat mengalami penurunan yang berimbas pula pada perekonomian negara. Begitu pula pada sektor pendidikan, para pelajar dituntut untuk belajar di rumah dengan segala keterbatasan yang ada, tidak jarang terdapat pelajar kurang mampu yang tidak bisa mengikuti kegiatan pembelajaran sebab saat

(3)

ini kegiatan belajar melalui jaringan internet, yang bagi sebagian orang terasa memberatkan.

Dan masih banyak dampak yang terjadi pada sektor lain yang sama – sama berisiko, kenyataan yang demikian merupakan wujud dari ketidaksesuaian antara unsur – unsur kebudayaan (masyarakat) yang membahayakan kehidupan sosial dan menghambat terpenuhinya kebutuhan – kebutuhan pokok masyarakat, akibatnya terjadi kepincangan ikatan sosial (Soekanto, 2013—dalam Ayu Linda, 2020).

Pandemi virus korona telah menciptakan berbagai tuntutan yang besar bagi pemimpin negara, para pemimpin di sektor bisnis ataupun di sektor lainnya. Dengan kasus wabah yang mendunia dan menciptakan ketidakpastian dalam mengambil keputusan dan tindakan, membuat para pemimpin kesulitan menghadapinya. Dampak Covid-19 tidak hanya menyerang sektor kesehatan namun mampu menggorok sendi – sendi kehidupan masyarakat, karena efeknya yang sangat luas dan dengan kecepatan yang maksimal membuat kondisi alam semesta semakin tidak terduga, karenanya menyebabkan disorientasi, manajemen konflik yang hilang kendali, dan gangguan pada kehidupan seluruh masyarakat di dunia.

Sehingga oleh beberapa sebab itulah dibutuhkan model kepemimpinan baru yang fleksibel dan cocok untuk diterapkan pada masa pandemi saat ini serta efektif dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul. Karena, model – model lama sudah tidak mampu memimpin situasi saat ini, yang nyatanya tatanan sosial dan kestabilitasan negara tidak dalam kondisi yang baik, kehidupan masyarakat kini pun mengalami sebuah krisis yang belum kunjung membaik.

Sikap pertama kali yang perlu dan harus dilakukan oleh pemimpin (khususnya pemerintah) adalah menyadari bahwa negara sedang mengalami krisis akut dan memerlukan tindakan eksekusi yang cepat dan tepat. Oleh karenanya pemerintah perlu menekan bias kenormalan yang dapat menimbulkan pikiran bahwa kasus Covid-19 varian baru merupakan hal yang remeh. Berikutnya adalah memulai memikirkan hal yang tepat dan bagaimana merespons krisis yang terjadi, agaknya pemerintah mampu memandang solusi krisis tidak seperti melihat permasalahan yang biasa terjadi, sebab wabah korona efeknya tidak terduga dan tiba – tiba secara cepat mampu mengubah rencana – rencana yang telah tersusun sebelumnya. Seperti yang telah diutarakan di awal bahwa perlu penyesuaian besar dan memberikan respon secara efektif, respon dapat dilaksanakan dengan skala besar dan berkelanjutan, misalnya kebijakan belajar dari rumah, bekerja dari rumah, memakai masker, dan lainnya. Namun juga dibarengi dengan keputusan dan pemikiran yang matang akan

(4)

akibat – akibat yang berdatangan dari pengeluaran kebijakan – kebijakan tersebut, contohnya seperti penyediaan fasilitas internet dan alat untuk pelajar yang kurang mampu seiring berjalannya sekolah daring, dan lain sebagainya. Inilah model kepemimpinan efektif untuk mengantisipasi kemungkinan – kemungkinan bertambahnya kasus yang tercipta. Menurut Gemma D’Auria dan Aaron De Smet, McKinsey & Company (2020),

Hal yang dibutuhkan oleh para pemimpin saat terjadi krisis bukanlah penanganan yang telah terencana sebelumnya, melainkan perilaku dan pola pikir yang dapat mencegah reaksi yang berlebihan terhadap krisis dan bagaimana menghadapi tantangan ke depan.

Adapun model kepemimpinan yang efektif dalam menghadapi krisis global akibat pandemi Covid-19 adalah sebagai berikut:

1. Pertama, kepemimpinan berorientasi hasil. Di mana pemimpin era baru pasca Covid-19 harus mampu memadukan antara karakter, style dan nilai kepemimpinan dengan performa yang bisa diukur, dinilai, dan dirasakan manfaatnya oleh publik. Sehingga, kebijakan yang telah dikeluarkan memang benar – benar memiliki dampak yang baik dan menolong masyarakat untuk keluar dari persoalan;

2. Kedua, kepemimpinan berbasis nilai (value). Studi Copeland (2014) menunjukkan tiga karakter utama kepemimpinan model ini, di antaranya, autentisitas, (komitmen) etik, dan transformatif. Di tengah situasi yang tak pasti dan berubah, autensitas pemimpin mutlak diperlukan. Pemimpin yang autentik mempunyai gagasan dan platform kebijakan yang terukur, mempunyai komitmen etik yang kuat serta mampu mendorong terjadinya perubahan di tingkat masyarakat. Pemimpin harus mampu melakukan sebuah revolusi ke arah yang baik apabila memang sangat dibutuhkan dan bersifat mendesak, apalagi dalam konteks wabah virus korona—pemimpin harus mampu mengubah kebiasaan – kebiasaan atau tradisi masyarakat yang berpotensi membahayakan keberlangsungan hidup masyarakat sendiri.

Perubahan inilah yang terwujud dalam berbagai hal, salah satunya adalah kebijakan. Kebijakan yang dikeluarkan pun harus memikirkan dampak bagi masyarakat, sehingga kebijakan yang ditetapkan harus rasional dan tepat;

(5)

3. Ketiga, kepemimpinan berbasis bukti. Di situasi politik dan ekonomi ke depan yang tak dapat diprediksi secara tepat, proses pembuatan kebijakan publik harus berdasarkan bukti dan data. Pemerintah harus didukung tim panel ahli untuk mendesain kebijakan yang terencana dan partisipatoris. Sebab bukti dan data merupakan tolok ukur keadaan masyarakat yang sebenar-benarnya, itulah mengapa harus dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan kebijakan agar tepat dan segera memulihkan keadaan. Sebaik-baiknya kebijakan lebih baik jika sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sungguh – sungguh menjadi solusi di tengah kekacauan ini;

4. Keempat, kepemimpinan teknokratik yang menggabungkan kemampuan manajerial, basis pengetahuan dan pengalaman memimpin. Artinya pemimpin dipilih berdasarkan bidang dan kualitas ilmu pengetahuannya. Kemampuan teknis dan kepemimpinan akan dipilih melalui proses birokratis dengan dasar pengetahuan dan performa khusus dan istimewa, bukan pemilihan yang didasarkan demokratis oleh orang – orang tanpa pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan. Pemimpin merupakan orang – orang yang memiliki kompetensi dan kualifikasi dibidangnya;

5. Kelima, kepemimpinan yang punya visi ekonomi jangka panjang untuk mewujudkan keinginan Indonesia untuk lepas dari jerat negara berpendapatan menengah (middle-income trap) pada 2045. Dalam hal ini, pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang memiliki strategi untuk mengelola sumber daya manusia dan alam dengan sebaik mungkin, mampu mengarahkan masyarakat ke dalam masyarakat yang produktif dan inspiratif untuk membangun kembali perekonomian Indonesia dalam menghadapi era 5.0 dan masa emas di tahun 2045.

Berikut adalah lima perilaku dan pola pikir yang dapat membantu para pemimpin untuk mengambil tindakan terbaik dalam mengatasi pandemi virus korona dan krisis lainnya di masa depan menurut Gemma D’Auria dan Aaron De Smet, McKinsey & Company (2020),

(6)

yakni: (1) Persiapan untuk merespons krisis: Membentuk jaringan satuan tugas (satgas); (2) Memperkuat karakter pemimpin dalam masa krisis: Manfaat atas sikap ‘deliberate calm’ dan

‘bounded optimism’; (3) Membuat keputusan di tengah ketidakpastian: Berhenti sejenak untuk menilai dan mengantisipasi, lalu bertindak; (4) Menunjukkan empati: Menghadapi tragedi kemanusiaan sebagai prioritas pertama; (5) Berkomunikasi secara efektif:

Mempertahankan transparansi dan memberikan pemberitahuan rutin.

Referensi

Wibowo, U. B. (2011). Teori Kepemimpinan. Badan Kepegawaian Daerah Kota Yogyakarta [skripsi].[internet].[diunduh 26 September 2017]. Tersedia pada: http://staff. uny. ac.

id/sites/default/files/tmp/C, 20201113. [6 Juli 2021]

http://staffnew.uny.ac.id/upload/131656351/pengabdian/C+2011- 13+Teori+Kepemimpinan.pdf

Sagala, H. S., & Sos, S. (2018). Pendekatan & Model Kepemimpinan. Prenada Media. [6 Juli 2021] https://books.google.com/books?

hl=id&lr=&id=sMNoDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=Pendekatan+

%26+Model+Kepemimpinan&ots=g41omEPmQT&sig=dVOGGhkEJUR2fpjhmKG YoU0JKcw

Purnomo, E., IP, S., SE, M., & Saragih, H. J. (2016). Teori Kepemimpinan Dalam. Yayasan Nusantara Bangun Jaya. [7 Juli 2021] http://opac.lib.idu.ac.id/unhan-

ebook/assets/uploads/files/b71a3-buku-kepemimpinan.pdf

Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. (2021). Peta Sebaran. [8 Juli 2021] https://covid19.go.id/peta-sebaran

Google. (2021). Informasi Kesehatan, Informasi & Referensi terkait COVID-19. [8 Juli 2021]

https://www.google.com/intl/id_id/covid19/#trends-&-data Wikipedia. (2021). Pandemi COVID-19 di Indonesia. [8 Juli 2021]

https://id.wikipedia.org/wiki/Pandemi_COVID-19_di_Indonesia

Faradiba, N. (Kompas.com). Mengenal Corona Varian Delta, Lebih Menular dari Varian Lainnya. (Juni, 2021). [8 Juli 2021]

https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/16/130000623/mengenal-corona-varian- delta-lebih-menular-dari-varian-lainnya

Tavika, S. (Kumparan.com). Dampak Dari Pandemi Covid-19 Terhadap Pendidikan Di Indonesia. (Oktober, 2020). [8 Juli 2021] https://kumparan.com/sri-tavika/dampak- dari-pandemi-covid-19-terhadap-pendidikan-di-indonesia-1uMCZt3yJ1Q

(7)

Linda, A. (2020). Dampak Pandemi Covid 19 dalam Berbagai Sektor Kehidupan Masyarakat.

Kompasiana. [8 Juli 2021]

https://www.kompasiana.com/ayulindaa/5f68381a097f363d6f1a51e4/dampak- pandemi-covid-19-dalam-berbagai-sektor-kehidupan-masyarakat?page=all

Gemma D’Auria dan Aaron De Smet. (2020). Kepemimpinan di Masa Krisis: Menghadapi Wabah Virus Corona dan Tantangan di Masa Depan. McKinsey & Company. [8 Juli 2021]

https://www.mckinsey.com/id/~/media/McKinsey/Locations/Asia/Indonesia/Our

%20Insights/Leadership%20in%20a%20crisis%20Responding%20to%20the

%20coronavirus%20outbreak%20and%20future%20challenges/Leadership-in-a- crisis-Responding-to-the-coronavirus-outbreak.pdf

Referensi

Dokumen terkait

Suatu organisasi dapat mencapai tujuan dan sasarannya apabila didalam organisasi tersebut mempunyai pemimpin dengan gaya kepemimpinan yang mampu

Komitmen Organisasi (X2).. Untuk membangun komitmen diperlukan kepemimpinan yang baik dalam rangka bisa mengarahkan dan memotivasi untuk mencapai tujuan atau sasaran

8) GL. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan kegiatan kelompol mencapai tujuan organisasi dengan efektifitas maksimum dan kerjasama dari tiap-tiap

Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu untuk mencapai tujuan tertentu

Mereka menyadari, bahwa kepemimpinan adalah suatu proses yang memerlukan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dalam mencapai suatu tujuan, dan mengarahkan organisasi dengan

Pengembangan organisasi seko- lah sebagai organisasi pembelajaran ke- hadiran dan peran kepemimpinan visio- ner sangat diperlukan untuk mencapai tujuan utama dari pendidikan

Kepemimpinan adalah suatu proses dimana seseorang mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan dan mengarahkan organisasi dengan cara yang membuatnya lebih kohesif

Sumber Daya dan Administrasi Menyediakan manajemen organisasi kepemimpinan transformasional dalam mencapai tujuan sekolah Meningkatkan kualitas belajar siswa Memberdayakan staf