ii
Volume 4, Nomor 1, April 2020
P–ISSN: 2579-5511 E–ISSN: 2579-6097
JURNAL PENELITIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (JPPDAS) merupakan jurnal yang diterbitkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPPTPDAS) kerjasama dengan Masyakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI). Terbitan ini telah mendapatkan P-ISSN: 2579-6097 dan E-ISSN: 2579-5511. Terbitan pertama jurnal ini adalah Volume 1 Nomor 1 yang diluncurkan pada tanggal 28 April 2017. Jurnal ini diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu setiap Bulan April dan Oktober. Setiap terbitan berisi 6 Karya Tulis Ilmiah (KTI).
SASARAN DAN RUANG LINGKUP
Karya Tulis Ilmiah yang diterbitkan dalam JPPDAS merupakan hasil-hasil penelitian yang memberikan kontribusi secara ilmiah dalam pengelolaan DAS. Ruang lingkup jurnal meliputi bidang pengelolaan lahan dan vegetasi, konservasi tanah dan air, rehabilitasi lahan, hidrologi, sosial, ekonomi, kelembagaan, penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mendukung teknologi pengelolaan DAS.
TERBITAN
JPPDAS diterbitkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPPTPDAS), Badan Litbang dan Inovasi (BLI), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kerjasama dengan Masyarakat Konservasi Air dan Tanah Indonesia (MKTI).
ISSN print/ P-ISSN : 2579-6097 ISSN electronic/ E-ISSN : 2579-5511 Edisi elektronik tersedia di
http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPPDAS
Seluruh KTI yang diterbitkan diberi nomor DOI yang digabungkan dengan awalan DOI Crossreff http://dx.doi.org/10.20886/jppdas
FREKUENSI PENERBITAN
Jurnal diterbitkan dua kali dalam setahun yaitu April dan Oktober.
KEBIJAKAN PEER REVIEW
Setiap KTI yang diterbitkan di JPPDAS akan ditelaah awal meliputi kesesuaian ruang lingkup jurnal dan tata cara penulisan menurut petunjuk penulisan. Selanjutnya telaah dilakukan minimal oleh dua reviewer dengan mempertimbangkan kebaruan, orisinalitas, metode, dan dampak keilmuan.
AKREDITASI
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (JPPDAS) telah terakreditasi Peringkat 2 berdasarkan Kutipan dari Keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 14/E/KPT/2019 tentang Hasil Akreditasi Jurnal Ilmiah
Periode 3 Tahun 2019 tanggal 10 Mei 2019. Akreditasi berlaku selama 5 (lima) tahun yaitu mulai Volume 2 Nomor 1 Tahun 2018 sampai Volume 6 Nomor 1 Tahun 2022.
iii
Volume 4, Nomor 1, April 2020
P–ISSN: 2579-5511 E–ISSN: 2579-6097
ALAMAT KORESPONDENSI Sekretariat Redaksi JPPDAS:
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS
Alamat: Jl. Jend. A. Yani – Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102, Jawa Tengah-Indonesia Telepon: +62-271-716709
Fax:+62-271-716959
Jam Kerja: Senin - Jumat, 07.30 -16.00 WIB Email:[email protected]
Website:http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPPDAS
PENYERAHAN ONLINE
Penulis yang akan menyerahkan KTI ke JPPDAS perlu melakukan registrasi untuk mendapatkan username dan password.
Registrasi pada:
http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPPDAS/user/register Login pada:
http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPPDAS/login
Karya tulis ilmiah harus dikirim secara daring. Penulis dapat memantau status dan proses telaah KTI dengan login dalam jurnal tersebut.
CHECKLIST PERSIAPAN PENYERAHAN
Sebelum mengunggah KTI, penulis diminta untuk mengecek kelengkapan penyerahannya dengan seluruh item di bawah ini. Apabila KTI tidak sesuai dengan petunjuk jurnal, maka akan dikembalikan ke penulis
1. Karya tulis ilmiah harus ditulis berdasarkan template JPPDAS dan sesuai dengan pedoman bagi penulis.
2. Format referensi berdasarkan gaya American Psychological Association (APA) edisi ke 6 dan dikelola dengan perangkat lunak Mendeley.
3. Delapan puluh persen dari referensi yang digunakan merupakan referensi primer terbitan 10 tahun terakhir.
4. Formulir pernyataan etis (Formulir JPPDAS 01_paper) dan formulir transfer hak cipta (Formulir JPPDAS 06_copyright Kesepakatan transfer) harus dilampirkan saat penyerahan KTI.
PROSES PENGEDITAN (COPY EDITING) DAN KOREKSI CETAKAN (PROOFREADING)
Setiap KTI yang diterima oleh JPPDAS akan dilakukan pengeditan untuk peningkatan kualitas tata bahasa oleh tim editorial.
iv
Volume 4, Nomor 1, April 2020
P–ISSN: 2579-5511 E–ISSN: 2579-6097
PEMERIKSAAN PLAGIARISME
Pemeriksaan plagiarisme dilakukan oleh tim editorial JPPDAS. Apabila terindikasi plagiarisme, maka KTI akan ditolak.
PENGELOLAAN REFERENSI
Untuk ketepatan pengambilan sumber informasi, silakan menggunakan perangkat lunak pengelola referensi Mendeley dalam membuat bibliografi, referensi dan kutipan dalam teks. Format referensi berdasarkan gaya APA ke 6. Mendeley adalah manajer referensi gratis yang dapat diunduh pada:
https://www.mendeley.com/Download-mendeley- desktop.
KEBIJAKAN AKSES TERBUKA
Karya tulis ilmiah dalam JPPDAS dapat diakses secara terbuka dengan tujuan mendukung pertukaran informasi dan pengetahuan secara global.
IZIN CC
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dikelola oleh BPPTPDAS, BLI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di bawah CC BY-NC-SA Creative Commons Attribution Non Komersial Berbagi seperti attribution 4.0 internasional.
PENGELOLAAN BIAYA
Jurnal ini tidak membebankan pembiayaan dalam pemrosesan. Karya tulis ilmiah yang diterbitkan secara elektronik tersedia secara bebas pada website. Penulis dapat menggunakan file dengan ekstensi .pdf yang telah diterbitkan untuk keperluan non-komersial pada website institusi atau pribadi.
PROSES INDEX DAN ABSTRAK
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai telah terindeks dari layanan berikut: Cross Ref, Google Scholar, Mendeley, Indonesian Scientific Journal Database (ISJD), PKP Publishing Services, Cite Factor, Bielefeld Academic Search Engine (BASE), dan Scientific and Literature (SCILIT).
HAK CIPTA
Jurnal ini dan kontribusi individu yang terkandung di dalamnya dilindungi oleh hak cipta BPPTPDAS, BLI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hak cipta tersebut mengikuti ketentuan dan kondisi yang berlaku dalam penggunaannya.
PERNYATAAN PRIVASI
Nama dan alamat email yang masuk dalam jurnal ini akan digunakan secara eksklusif untuk kebutuhan jurnal dan tidak akan digunakan untuk kebutuhan pihak lain.
v
Volume 4, Nomor 1, April 2020
P–ISSN: 2579-5511 E–ISSN: 2579-6097
EDITORIAL TEAM
Editor in-Chief
Dr. Ir. Tyas Mutiara Basuki, M.Sc.
(Scopus ID=26030255700)
Hidrologi dan Konservasi Tanah Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPPTPDAS)
Editor
Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc.
(Scopus ID=6603222376)
Rehabilitasi Lahan Institut Pertanian Bogor (IPB)
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc.
(Scopus ID=57073753500)
Hidrologi dan Konservasi Tanah IPB, Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia (MKTI)
Muhammad Kamal, S.Si., M.GIS., P.hD.
(Scopus ID=55266523600)
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Dr. Ishak Yassir, S.Hut., M.Si.
(Scopus ID=25930199200)
Rehabilitasi Lahan Hidroklimatologi
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi KSDA
Dr. Muhammad Anggri Setiawan, M.Sc.
(Scopus ID=23487125500)
Geografi UGM
Dr. Agung Budi Supangat, S.Hut., M.T. Hidrologi BPPTPDAS Dr. rer. Agr. Evi Irawan, SP., M.Sc. Ekonomi Lingkungan BPPTPDAS Dr. Ir. Dewi Retna Indrawati, M.P. Sosial Ekonomi BPPTPDAS Dr. Irfan Budi Pramono, M.Sc.
(Scopus ID=57194592259)
Hidrologi BPPTPDAS
Saut A. Sagala, ST., M.Sc., Ph.D.
(Scopus ID=35323035100)
Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung (ITB)
Nunung Puji Nugroho, S.Hut., M.Sc., Ph.D.
(Scopus ID=56991068300)
Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografi
BPPTPDAS
Dr. S. Andy Cahyono, SP., M.Si. Ekonomi Kehutanan BPPTPDAS Yongky Indrajaya, S. Hut., M.T., M.Sc.
(Scopus ID=57189633934)
Perencanaan Hutan Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestri
Dr. Ir. Hunggul Yudono S.H. Nugroho, M.Si.
(Scopus ID=57194607752)
Hidrologi dan Konservasi Tanah Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
vi
Volume 4, Nomor 1, April 2020
P–ISSN: 2579-5511 E–ISSN: 2579-6097
Copy Editor
Dr. Ir. Endang Savitri, M.Sc. Hidrologi dan Konservasi Tanah BPPTPDAS Dr. Ir. Nining Wahyuningrum, M.Sc. Hidrologi dan Konservasi Tanah BPPTPDAS Advisory
Slamet Edi Sumanto, S.Sos, M.Si. BPPTPDAS Journal Manager
Ir. Salamah Retnowati, M.Si. BPPTPDAS Tri Hastuti Swandayani, S.Kom., M.Si. BPPTPDAS
Section Editor Web Admin
Esa Bagus Nugrahanto, S.Hut. BPPTPDAS R.M. Tommy Kusuma BPPTPDAS
Alvian Febry Anggana, S.Hut. BPPTPDAS Agung Budi Kuwadto BPPTPDAS
Arina Miardini, S.Hut., M.Sc. BPPTPDAS
Baharinawati W. Hastanti, S.Sos., M.Sc. BPPTPDAS Secretariat
Diah Auliyani, S.Hut., M.Si. BPPTPDAS Ir. Salamah Retnowati, M.Si. BPPTPDAS Upik Pramuningdiyani, S.Kom. BPPTPDAS Upik Pramuningdiyani, S.Kom. BPPTPDAS Tri Hastuti Swandayani, S.Kom., M.Si. BPPTPDAS
Proofreaders Haryani Ambarwati, S.Kom. BPPTPDAS
Esa Bagus Nugrahanto, S.Hut. BPPTPDAS
Alvian Febry Anggana, S.Hut. BPPTPDAS Layout Editor
Arina Miardini, S.Hut., M.Sc. BPPTPDAS Wahyu Wisnu Wijaya, S.Hut. BPPTPDAS
Baharinawati W. Hastanti, S.Sos., M.Sc. BPPTPDAS Uchu Waluya Heri Pahlana, S.Hut. BPPTPDAS
Diah Auliyani, S.Hut., M.Si. BPPTPDAS Eko Priyanto, S.P., M.GIS BPPTPDAS
Dr. Ir. Tyas Mutiara Basuki, M.Sc. BPPTPDAS
Sekretariat Redaksi JPPDAS: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS
Alamat: Jl. Jend. A. Yani – Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta / 57102 Telepon/Fax: (0271) 716709 dan 716959 E-mail: [email protected]; Website:http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPPDAS Diterbitkan di Surakarta, Indonesia
©2020 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS
vii
Volume 4, Nomor 1, April 2020
P–ISSN: 2579-5511 E–ISSN: 2579-6097
REVIEWER
Prof. Dr. Hidayat Pawitan, M.Sc.
(Scopus ID=55177185300)
Hidrologi Sumberdaya Air IPB
Prof. Dr. Ir. Putu Sudira, M.Sc. Hidroklimatologi UGM
Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, M.S.
(Scopus ID = 57195307987)
Sosial Ekonomi Universitas Sebelas Maret
(UNS) Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.Si.
(Scopus ID=56469817600)
Konservasi Tanah dan Air IPB, MKTI
Prof. Dr. Ahmad Maryudi, S.Hut., M.For.
(Scopus ID=48461414700)
Kebijakan Kehutanan UGM
Prof. Dr. rer. nat. Junun Sartohadi, M.Sc.
(Scopus ID=24766831900)
Geografi Tanah dan Lingkungan UGM, MKTI
Prof. Dr. rer.nat Muh Aris Marfa’i, M.Sc.
(Scopus ID=22951320200)
Penginderaan Jauh dan Kebencanaan UGM
Prof. Dr. I.G.A. K.R. Handayani, S.H., M.H.
(Scopus ID = 56460408200)
Aspek Hukum Pengelolaan DAS UNS
Dr. Ir. Ai Dariah, M.Si.
(Scopus ID=55366276400)
Konservasi Tanah dan Air Balai Penelitian Tanah (Balittanah), Badan Litbang Pertanian, MKTI Projodanoedoro, M.Sc., Ph.D.
(Scopus ID= 54083041300)
Penginderaan Jauh UGM
Dr. Ir. Maswar, M.Agric.Sc.
(Scopus ID = 56527177600)
Konservasi Tanah dan Air Balittanah, Badan Litbang Pertanian
Dr. Prabang Setyono, S.Si., M.Si.
(Scopus ID=56179823100)
Ekologi Pemodelan dan Rekayasa Lingkungan
UNS
Dr. Sapja Anantanyu, S.P., M.Si.
(Scopus ID = 57188728132)
Sosial dan Kelembagaan UNS
Sekretariat Redaksi JPPDAS: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS
Alamat: Jl. Jend. A. Yani – Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta / 57102 Telepon/ Fax: (0271) 716709 dan 716959 E-mail : [email protected]; Website: http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPPDAS Diterbitkan di Surakarta, Indonesia
©2020 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS
viii
Volume 4, Nomor 1, April 2020
P–ISSN: 2579-5511 E–ISSN: 2579-6097
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Editor dan Mitra Bestari yang telah menyunting dan memberi saran yang konstruktif terhadap Karya Tulis Ilmiah dalam Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Volume 4 Nomor 1, April 2020.
1. Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, M.S.
2. Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.Si.
3. Dr. Agung Budi Supangat, S.Hut., M.T.
4. Dr. Ir. Ai Dariah, M.Si.
5. Dr. Ir. Dewi Retna Indrawati, M.Si.
6. Dr. Ir. Hunggul Yudono S.H. Nugroho, M.Si.
7. Dr. S. Andy Cahyono, S.P., M.Si.
8. Dr. Ir. Tyas Mutiara Basuki, M.Sc.
9. Nunung Puji Nugroho, S.Hut., M.Sc., Ph.D.
10. Yongky Indrajaya, S. Hut., M.T., M.Sc.
ix
Volume 4, Nomor 1, April 2020
P–ISSN: 2579-5511 E–ISSN: 2579-6097
DAFTAR ISI (CONTENTS)
Judul Halaman
IMPLIKASI BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR
(Implication of Goverment Regulation Number 46 of 2017 Concerning Environmental Economical Aspect Towards Water and Soil Conservation)
AL. Sentot Sudarwanto ________________________________________________ 1-16 MEMBANGUN PROSES PERENCANAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
MIKRO SECARA PARTISIPATIF: SEBUAH PEMBELAJARAN
(Developing a participatory planning process of micro-watershed management: a lesson learned)
Agung Budi Supangat, Dewi Retna Indrawati, Nining Wahyuningrum, Purwanto,
dan Syahrul Donie_____________________________________________________ 17-36 STUDI KARAKTERISTIK HIDROLOGI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) JIRAK
MENGGUNAKAN TIME SERIES ANALYSIS
(Hydrological Characteristics Study of Jirak Sub Watershed Using Time Series Analysis)
Bayu Argadyanto Prabawa ______________________________________________ 37-52 POLA HUJAN DI BAGIAN HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO
DALAM PERENCANAAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR
(Rainfall pattern for water resources utilization planning in the upperstream of Bengawan Solo Watershed)
Diah Auliyani dan Nining Wahyuningrum __________________________________ 53-62 FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS BERBASIS MORFOMETRI UNTUK
PRIORITAS PENANGANAN EROSI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO (Fuzzy analytic hierarchy process based on watershed morphometry for erosion priority mapping in Oyo Sub Watershed)
Alfiatun Nur Khasanah dan Arina Miardini _________________________________ 63-78 APLIKASI METODE SIDIK CEPAT JASA LINGKUNGAN PADA DAS MIKRO
(Rapid assessment method of environmental services in the micro catchment)
Anang Widicahyono, San Afri Awang, Ahmad Maryudi, dan M. Anggri Setiawan___ 79-102
x
JURNAL PENELITIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (JPPDAS)
ABSTRAK P-ISSN : 2579-5511
Vol.4 No.1, April 2020 E-ISSN : 2579-6097
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya UDC/ ODC: 631.4+630*116
AL. Sentot Sudarwanto 1
1Fakultas Hukum, dan Peer group PPLH LPPM Universitas Sebelas Maret
IMPLIKASI BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Vol.4 No.1, April 2020, p. 1 - 16
Apabila masyarakat wilayah hulu melakukan Konservasi Tanah dan Air (KTA), masyarakat bagian hilir ikut merasakan manfaatnya, oleh sebab itu masyarakat hulu perlu diberi Imbal Jasa Lingkungan (IJL). Penulisan ini bertujuan menganalisis konsekuensi logis pengaturan tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup terhadap KTA khususnya terkait dengan jasa lingkungan. Metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan teknik analisis secara kualitatif. Hasil kajian menunjukkan IJL telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup tetapi belum ada pengaturan secara rinci terkait penghitungan jasa lingkungan KTA yang dilakukan oleh masyarakat hilir kepada masyarakat hulu. Forum Koordinasi Pengelolaan DAS bersama pemerintah membentuk tim Ad Hoc yang memiliki tugas mengelola dana jasa lingkungan. Masyarakat hilir membayar jasa lingkungan kepada masyarakat hulu sebagai penyedia jasa melalui lembaga pengelola jasa lingkungan. Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI perlu segera menyusun peraturan teknis tentang mekanisme dan penghitungan IJL KTA dari masyarakat dan pemerintah di wilayah hilir kepada pemerintah dan masyarakat di wilayah hulu.
Kata kunci: Implikasi; Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup; KTA; DAS
UDC/ ODC: 556.51
Agung Budi Supangat1, Dewi Retna Indrawati1, Nining Wahyuningrum1, Purwanto1, dan Syahrul Donie
1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPPTPDAS)
MEMBANGUN PROSES PERENCANAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MIKRO SECARA PARTISIPATIF:
SEBUAH PEMBELAJARAN
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Vol.4 No.1, April 2020, p. 17 - 36
Tahapan perencanaan merupakan bagian yang sangat penting dalam rangkaian kegiatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) skala operasional (DAS mikro). Kesulitan dan kegagalan pengelolaan DAS mikro seringkali bermula dari kegagalan dalam membangun proses perencanaan partisipatif bersama masyarakat dan kolaboratif dengan para pihak terkait. Kegiatan penelitian tindakan (action research) ini bertujuan untuk menemukan proses/tahapan perencanaan partisipatif yang lebih aplikatif berdasarkan pengalaman dan evaluasi proses yang sudah ada. Penelitian dilaksanakan di DAS Mikro Naruan, Sub DAS Keduang, DAS Bengawan Solo Hulu. Pelajaran yang dapat diambil dari kegiatan adalah sebagai berikut: 1) Basis data dasar (baseline data) detil terkait karakteristik potensi dan kerentanan wilayah DAS mikro sangat penting diketahui sebelum proses perencanaan;
2) Proses perencanaan pengelolaan DAS mikro tidak dapat sepenuhnya mengandalkan partisipasi masyarakat, tetapi perlu kombinasi antara sistem top down dan partisipatif; 3) Perencanaan yang sifatnya top down menyangkut pemberian rambu-rambu pengelolaan lahan yang benar di wilayah hulu DAS; 4) Perencanaan partisipatif dilakukan pada saat penyusunan rencana penggunaan/ pemanfaatan lahan, jenis kegiatan konservasi yang sesuai serta andil sumber daya dari masyarakat sebagai bentuk partisipasi; 5) Rencana kolaboratif perlu dibangun dengan para pihak terkait dalam rangka keterpaduan dan keberlanjutan kegiatan pengelolaan DAS mikro.
Kata kunci: Kolaborasi, DAS mikro, partisipasi, perencanaan
xi
JURNAL PENELITIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (JPPDAS)
ABSTRAK P-ISSN : 2579-5511
Vol.4 No.1, April 2020 E-ISSN : 2579-6097
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya UDC/ ODC: 556(594.59)
Bayu Argadyanto Prabawa1
1Program Studi Perencanaan Wilayah Kota, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Teknologi Yogyakarta STUDI KARAKTERISTIK HIDROLOGI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) JIRAK MENGGUNAKAN TIME SERIES ANALYSIS
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Vol.4 No.1, April 2020, p. 37 - 52
Sub Daerah ALiran Sungai (DAS) Jirak adalah salah satu aliran sungai yang muncul kembali di Gunungkidul. Aliran sungai mengalir ke dalam. Gua Kalisuci, dan menjadi sungai bawah tanah. Sungai bawah tanah ini digunakan untuk kegiatan pariwisata yang dikenal sebagai Cave Tubing. Masalah utama dari kegiatan pariwisata ini adalah terjadinya banjir. Banjir ini berasal dari debit yang berasal dari Sungai Jirak sebagai hulu dari Gua Kalisuci.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik hidrologis Sub DAS Jirak di lokasi Wisata Gua Kalisuci dengan harapan akan menambah pemahaman pengelola wisata Gua Kalisuci terkait pengaturan sistem peringatan dini dan sistem evakuasi ketika terjadi banjir. Karakteristik hidrologi ditentukan dari rating curve, jeda waktu (Tlag) dan perhitungan curah hujan efektif (Pe). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jeda waktu antara kejadian hujan dan kejadian banjir awal di Sub DAS Jirak berkisar antara 2,5 hingga 3 jam. Respon debit puncak yang cepat mengindikasikan bahwa Sub DAS Jirak memiliki sistem drainase yang cepat merespon hujan di musim hujan. Persentase curah hujan efektif ditentukan dari 17 hidrograf banjir terpilih yang nilainya meningkat dari fase awal hingga akhir musim hujan. Karakteristik hidrologi Sub DAS Jirak ini dapat digunakan oleh tim manajemen pariwisata Gua Kalisuci sebagai peringatan dini dan untuk evakuasi ketika banjir terjadi.
Kata Kunci: banjir, karakteristik hidrologi, jeda waktu, hujan efektif
UDC/ ODC: 556.12(594.55)
Diah Auliyani1 dan Nining Wahyuningrum1
1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS (BPPTPDAS)
POLA HUJAN DI BAGIAN HULU DAERAH ALIRAN SUNGAI BENGAWAN SOLO DALAM PERENCANAAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA AIR
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Vol.4 No.1, April 2020, p. 53 - 62
Informasi mengenai fluktuasi hujan sangat penting terutama bagi masyarakat lokal yang masih bergantung pada sumberdaya alam. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola hujan di bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan pemanfaatan sumberdaya air. Data curah hujan tahun 1990-2016 dari 14 stasiun penakar hujan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui fluktuasi hujan dan pergeseran musim. Curah hujan tahunan di hulu DAS Bengawan Solo bervariasi antara 1.433,5 mm hingga 3.231,2 mm dengan rerata mencapai 2.224,6 mm. Tidak terjadi perubahan awal musim hujan maupun musim kemarau, namun demikian durasi musim hujan mengalami peningkatan dari 7 bulan (Oktober-April) pada periode 1990-1998 dan 1999-2007, bertambah menjadi 8 bulan (Oktober-Mei) pada periode 2008-2016. Sebesar 90% curah hujan terkonsentrasi pada musim hujan. Pemanenan air hujan dapat dilakukan untuk mengurangi runoff di musim hujan sekaligus sebagai upaya penyediaan sumberdaya air di musim kemarau.
Kata kunci: curah hujan; pergeseran musim; sumberdaya air; Bengawan Solo
xii
JURNAL PENELITIAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (JPPDAS)
ABSTRAK P-ISSN : 2579-5511
Vol.4 No.1, April 2020 E-ISSN : 2579-6097
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh disalin tanpa izin dan biaya UDC/ ODC: 631.459(594.59)
Alfiatun Nur Khasanah1 dan Arina Miardini2
1Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada
2Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS (BPPTPDAS)
FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS BERBASIS MORFOMETRI UNTUK PRIORITAS PENANGANAN EROSI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OYO
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Vol.4 No.1, April 2020, p. 63 - 78
Erosi merupakan salah satu indikasi kerusakan DAS. Dalam pengelolaan DAS perlu dilakukan urutan prioritas penanganan dengan memperhatikan karakteristik DAS, salah satunya yaitu karakter morfometri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lokasi prioritas penanganan erosi di Sub DAS Oyo berdasarkan data morfometri dengan menggunakan pemodelan Fuzzy AHP. Parameter morfometrik yang mempengaruhi erosi adalah Rbm (bifurcation ratio), Rc (circulatory ratio), Dd (drainage density), T (texture), Su (gradient), dan Rn (rugness number). Nilai tertinggi dari hasil analisis menunjukkan lokasi prioritas yang harus didahulukan penanganan erosinya. Tingkat prioritas tinggi terdapat pada 21 sub-sub DAS dengan luas 3.82 ha, tingkat sedang pada 35 sub- sub DAS dengan luas 17.780,21 ha, tingkat rendah pada 106 sub-sub DAS dengan luas 48.974,46 ha. Urutan prioritas penanganan erosi pada tingkat sub DAS sangat penting untuk menyusun rencana pengelolaan DAS dalam rangka pengendalian erosi tanah yang sesuai sebagai upaya perlindungan tanah dari erosi lebih lanjut.
Kata kunci: fuzzy-AHP; morfometri; prioritas; erosi; Sub DAS Oyo UDC/ ODC : 556.51
Anang Widicahyono1, San Afri Awang2, Ahmad Maryudi2, dan M. Anggri Setiawan3
1Program Doktor Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
2Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
3Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
APLIKASI METODE SIDIK CEPAT JASA LINGKUNGAN PADA DAS MIKRO
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Vol.4 No.1, April 2020, p. 79 - 102
Wilayah DAS terbagi habis oleh ekosistem dengan keragaman jasa lingkungan yang dapat dijadikan sebagai kerangka dasar kegiatan pengelolaan DAS. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan serta mengaplikasikan metode sidik cepat identifikasi dan penilaian jasa lingkungan pada level DAS mikro di Sub DAS Cebong, Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini menggunakan tiga prinsip dasar: (i) spasial dan hubungan antar wilayah, (ii) mekanisme hubungan sebab akibat, serta (iii) nilai potensi dan dampak. Metode sidik cepat jasa lingkungan merupakan kombinasi analisis spasial dengan pemanfaatan Sistem Informasi Geografis, analisis hubungan sebab akibat dengan metode system thinking, serta valuasi ekonomi. Hasil identifikasi sidik cepat menunjukkan keragaman jasa lingkungan di Sub DAS Cebong berupa: 1) jasa penyediaan dengan jasa utama sumber makanan dan air domestik, 2) jasa regulasi dengan jasa utama cadangan karbon dan pengendalian erosi sedimentasi, 3) jasa habitat dengan jasa utama biodiversitas, dan 4) jasa budaya dengan jasa utama pariwisata. Jasa penyediaan makanan dalam bentuk pertanian kentang memberikan nilai manfaat paling tinggi, namun memunculkan penurunan potensi jasa lingkungan lainnya. Jasa budaya berupa pariwisata, meskipun nilai manfaat langsungnya lebih rendah, namun dapat mendukung keberlanjutan pemanfaatan jasa lingkungan di dalam DAS. Penelitian ini menjadi sebuah inisiasi petunjuk teknis rencana pengelolaan DAS mikro berbasis jasa lingkungan.
Kata kunci: metode sidik cepat; jasa lingkungan; DAS Mikro
E-ISSN:2579-5511/P-ISSN:2579-6097 doi https://doi.org/10.20886/jppdas.2020.4.1.1-16
©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. 1
IMPLIKASI BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG INSTRUMEN EKONOMI LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR
(Implication of Goverment Regulation Number 46 of 2017 Concerning Environmental Economical Aspect Towards Water and Soil Conservation)
AL. Sentot Sudarwanto1
1Fakultas Hukum, dan Peer group PPLH LPPM Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Kec. Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126,
Email: [email protected]
Diterima: 1 November 2019; Direvisi: 26 Maret 2020; Disetujui: 30 Maret 2020 ABSTRACT
If the upstream community carries out the Soil and Water Conservation (SWC), whereas the downstream community participates in the benefits, therefore the upstream community needs to be rewarded with Payment Environmental Services (PES). This writing aims to analyze the logical consequences of the regulation of environmental economic instruments toward the SWC, especially related to environmental services. The research method is a normative juridical approach, using secondary data consisting of primary and secondary legal materials using qualitative analysis techniques. The results of the study show that the PES has been regulated in Government Regulation Number 46 of 2017 on Environmental Economic Instruments but there is no detailed regulation related to the calculation of SWC environmental services performed by downstream communities toward upstream communities. The Watershed Management Coordination Forum together with the government formed an Ad Hoc team whose task was to manage environmental service funds. Downstream communities pay for environmental services to the upstream communities as service providers through the environmental service management agencies.
Therefore, the Ministry of Environment and Forestry of the Republic of Indonesia needs to immediately compile technical regulations on the mechanism and calculation of SWC from communities and governments in the downstream region to the government and communities in the upstream region.
Keywords: Implication; instruments of living environmental economic; soil and water conservation
ABSTRAK
Apabila masyarakat wilayah hulu melakukan Konservasi Tanah dan Air (KTA), masyarakat bagian hilir ikut merasakan manfaatnya, oleh sebab itu masyarakat hulu perlu diberi Imbal Jasa Lingkungan (IJL). Penulisan ini bertujuan menganalisis konsekuensi logis pengaturan tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup terhadap KTA khususnya terkait dengan jasa lingkungan. Metode penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan teknik analisis secara kualitatif. Hasil kajian menunjukkan IJL telah diatur dalam Peraturan
2 ©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup tetapi belum ada pengaturan secara rinci terkait penghitungan jasa lingkungan KTA yang dilakukan oleh masyarakat hilir kepada masyarakat hulu. Forum Koordinasi Pengelolaan DAS bersama pemerintah membentuk tim Ad Hoc yang memiliki tugas mengelola dana jasa lingkungan.
Masyarakat hilir membayar jasa lingkungan kepada masyarakat hulu sebagai penyedia jasa melalui lembaga pengelola jasa lingkungan. Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI perlu segera menyusun peraturan teknis tentang mekanisme dan penghitungan IJL KTA dari masyarakat dan pemerintah di wilayah hilir kepada pemerintah dan masyarakat di wilayah hulu.
Kata kunci: Implikasi; Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup; KTA; DAS
I. PENDAHULUAN
Sumber daya alam bisa diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di lingkungan alam, dan manusia bisa memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Meningkatnya jumlah manusia berdampak pada semakin besarnya pemanfaatan sumber daya alam untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Hal ini akan diikuti dengan munculnya berbagai permasalahan lingkungan yaitu menurunnya daerah resapan, penurunan kualitas lingkungan, dan berubahnya pola cuaca sehingga menyebabkan ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan ketersediaan sumber daya dalam kuantitas dan kualitas yang memadahi.
Hal ini merupakan ciri bahwa daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) menurun, yang dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian dan tata kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, daya dukung DAS harus ditingkatkan dengan pengelolaan yang melibatkan masyarakat dan berbagai institusi yang punya tugas pokok fungsi terkait pengelolaan DAS.
Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan manusia di dalam DAS serta segala
aktivitasnya agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
Kebijakan dalam pengelolaan lingkungan hidup telah diatur, namun permasalahan lingkungan masih terus terjadi. Kebijakan yang mengatur tidak cukup untuk mengendalikan dan menyelesaikan permasalahan lingkungan, jika pelaksanaan dan pengawasannya cenderung normatif, sementara eksploitasi sumber daya terus dilakukan, maka terjadi degradasi lingkungan. Tanah dan air merupakan sumber daya vital sebagai penyangga kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Solusi permasalahan degradasi lingkungan khususnya tanah dan air adalah peraturan perundang-undangan terhadap perlindungan konservasi lingkungan, dan kebijakan publik lembaga pengelola KTA yang berkualitas, responsif dan aplikatif.
(Samedi, 2015) menyebutkan faktor sosial dan ekonomi merupakan faktor dominan yang menjadi tantangan besar dalam upaya konservasi. Efektivitas pelaksanaan konservasi dapat dicapai dengan kelengkapan hukum yang memadai untuk
©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. 3
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Journal of Watershed Management Research) Vol. 4 No. 1, April 2020 : 1-16
E-ISSN:2579-5511/P-ISSN:2579-6097
membuat sumber daya alam bermanfaat secara berkelanjutan.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembayaran jasa lingkungan merupakan salah satu instrumen ekonomi sebagai bagian dari instrumen pengelolaan lingkungan hidup. Lingkungan beserta segenap komponen didalamnya memiliki peran dalam mendukung kehidupan, tetapi belum dipertimbangkan dalam sistem ekonomi. Hal ini menjadi dasar bagi konsep pembayaran jasa lingkungan.
Perwujudan pembayaran jasa lingkungan berupa penghargaan atau reward yang diberikan oleh para pemanfaat air karena keberadaan air di dataran rendah dalam hal ini hilir sangat bergantung pada ketersediaan air yang ada di kawasan hulu (Sutopo, Sanim, Saukat, & Mawardi, 2011). Selama ini masyarakat daerah hulu diminta untuk melakukan KTA, sedangkan masyarakat bagian hilir ikut merasakan manfaatnya. Masyarakat hilir sebagai penerima manfaat perlu membayar dana kompensasi sebagai imbal jasa kepada masyarakat hulu sebagai pengasil jasa lingkungan.
Pembayaran jasa lingkungan atau Payment for Environment Service (PES) merupakan pemberian penghargaan kepada pengelola atau penghasil jasa lingkungan dari suatu lahan atau ekosistem berupa pembayaran dana kompensasi/insentif atau dana konservasi untuk kepentingan pengelolaan. Salah satu program PES yang sudah dilaksanakan di Indonesia adalah Program Pengembangan Kebijakan dan
Percontohan PES atau IJL di DAS Krueng Montala, Jantho, Kabupaten Aceh Besar oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Komisi Ekonomi dan Sosial untuk Asia dan Pasifik (UN-ESCAP) bersama World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Kantor Program Aceh dan Badan Pengelola Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Aceh sejak Desember 2011 (Wardah & Farsia, 2013). Menurut Wardah dan Farsia (2013), pelaksanaan Program PES di Krueng Montala ini, terdapat beberapa hal yang perlu dievaluasi antara lain, pertama perangkat hukum di tingkat nasional dan lokal belum mendukung pelaksanaan program PES khususnya untuk jasa lingkungan air, karena belum adanya mekanisme standar yang disepakati untuk pelaksanaan PES.
Kedua, mekanisme dan standar pembayaran PES di Krueng Montala masih pada tahap awal, sehingga masyarakat belum mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung.
Program IJL saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Dalam pengelolaan DAS selama ini masyarakat daerah hulu melakukan KTA dan masyarakat bagian hilir ikut merasakan manfaatnya.
Masyarakat hilir sebagai penerima manfaat perlu membayar dana kompensasi sebagai imbal jasa kepada masyarakat hulu, maka perlu dipikirkan mekanisme pemberian kompensasinya.
Sampai saat ini, pengaturan mengenai mekanisme pemberian dan penghitungan IJL KTA dari masyarakat dan pemerintah di
4 ©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.
wilayah hilir kepada pemerintah dan masyarakat di wilayah hulu belum ada.
Berdasarkan masalah tersebut di atas, tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis konsekuensi logis pengaturan tentang instrumen ekonomi lingkungan hidup terhadap KTA khususnya terkait dengan IJL.
II. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan mencermati pijakan yuridis yang mengatur tentang topik persoalan penelitian.
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kajian literatur, sedangkan sumber data terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer terdiri dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air, serta Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Bahan hukum sekunder terdiri dari literatur dan jurnal nasional maupun internasional yang mengkaji tentang IJL.
Setelah data sekunder yang diperlukan di dalam penelitian ini terkumpul, maka selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan analisis kualitatif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konservasi Tanah dan Air
Tanah dan air merupakan sumberdaya alam utama sebagai penyokong kehidupan makhluk hidup di bumi. Kedua sumber daya tersebut mudah mengalami kerusakan dan terdegradasi terutama karena berbagai aktivitas pembangunan seperti kegiatan pertanian, industri, infrastuktur, serta perumahan. Degradasi lahan juga dapat disebabkan oleh pembukaan atau pemanfaatan hutan yang hanya berorientasi ekonomi tanpa memperhatikan kaidah lingkungan baik melalui kegiatan pengusahaan hutan, konversi kawasan hutan menjadi areal pertambangan, perkebunan, dan pemukiman yang kurang terencana dengan baik. Kerusakan tanah bisa terjadi karena hilangnya unsur hara, erosi tanah, serta pencemaran tanah. Adapun kerusakan air dapat berupa mengeringnya mata air atau berkurangnya debit air, penurunan kualitas air akibat sedimentasi, dan pencemaran air. Jika tanah dan air mengalami kerusakan maka fungsi utama tanah sebagai penopang kehidupan akan terganggu. Oleh karena itu, diperlukan upaya KTA untuk menjaga kualitasnya agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Hal ini merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah bersama masyarakat.
Konservasi sumber air penting untuk dilakukan salah satunya dengan cara vegetatif melalui penanaman lahan kritis
©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. 5
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Journal of Watershed Management Research) Vol. 4 No. 1, April 2020 : 1-16
E-ISSN:2579-5511/P-ISSN:2579-6097
di daerah tangkapan air. Salah satu contoh upaya konservasi air yang berpotensi untuk pengembangan IJL (payment for enviromental services) sekaligus upaya dalam menekan deforestasi adalah kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan air di Kawasan Suaka Alam Marapi Provinsi Sumatera Barat (Riska, Bambang, &
Budiyono, 2013). Penerapan pembayaran jasa lingkungan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kerusakan fungsi hidrologi Sub DAS Way Betung Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung dengan bentuk pembayaran berupa uang tunai, pembangunan pedesaan, bantuan bibit dan pupuk dan hewan ternak (Arafat, Wulandari, & Qurniati, 2015).
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air, menyebutkan bahwa KTA merupakan upaya pelindungan, pemulihan, peningkatan, dan pemeliharaan fungsi tanah pada lahan sesuai dengan kemampuan dan peruntukan lahan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan dan kehidupan yang lestari.
Berbagai tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air dimana setiap perlakuan yang diberikan pada suatu wilayah DAS, akan mempengaruhi tata air pada wilayah tersebut dan tempat-tempat di hilirnya.
Kegiatan KTA antara lain meliputi pengendalian erosi dan banjir, pengaturan pemanfaatan air, peningkatan daya guna lahan, peningkatan produksi dan pendapatan petani termasuk peningkatan peran serta masyarakat (Wahyudi, 2014).
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi pangan, meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan dan menjaga kelestarian lingkungan dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan kering berlereng dengan menerapkan teknologi KTA yang tepat (Heryani &
Sutrisno, 2013). Penelitian yang dilakukan Katharina (2007) pada usaha tani kentang menunjukkan bahwa usaha pertanian yang menerapkan teknik konservasi memperoleh pendapatan yang lebih rendah daripada yang tidak menerapkan teknik konservasi. Namun demikian analisis jangka panjang (20 tahun ke depan), usaha tani yang menerapkan teknik konservasi memberikan keuntungan yang lebih tinggi daripada tidak mengadopsi teknik konservasi. Hal ini menunjukkan bahwa konservasi yang dilakukan petani sekarang atau saat ini merupakan investasi jangka panjang dan berkelanjutan. Oleh karena itu, petani yang menerapkan teknik konservasi terhadap lahan usahataninya harus diberikan insentif dan kepada masyarakat yang melakukan kegiatan konservasi diberikan imbal jasa terhadap konservasi yang dilakukannya.
Koordinasi di antara para stakeholder, instansi terkait dan peningkatan peran serta masyarakat dalam penerapan KTA diperlukan untuk pengembangan teknologi KTA dalam sistem usaha tani yang berkelanjutan. Peran serta masyarakat di dalam KTA melalui berbagai upaya pemberdayaan yang diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah melalui penyuluhan dan pelatihan. Untuk mengikutsertakan masyarakat dalam penyelenggaraan KTA maka dilaksanakan
6 ©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.
pendekatan pengelolaan DAS terpadu berbasis masyarakat.
Pengelolaaan DAS berbasis masyarakat dilaksanakan secara terencana dan terpadu bersifat parsitipatif dengan melibatkan peran serta berbagai unsur masyarakat bersama–sama pemerintah baik provinsi maupun kabupaten/kota serta unsur swasta yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan DAS.
Para pihak terkait pengelolaan DAS yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, LSM Pemerhati Lingkungan Hidup, sektor swasta/pelaku usaha, Kelompok tani dan masyarakat, akademisi, Lembaga Masyarakat Desa dan Hutan (LMDH) dan Forum Koordinasi pengelolaan DAS. Hal tersebut dimaksudkan agar semua institusi yang berkepentingan bersama- sama dengan masyarakat untuk melakukan pengelolaan DAS secara terintegerasi. Oleh karena sistem pemerintahan di Indonesia berbasis administrasi maka perlu pijakan yuridis berupa Peraturan Daerah (Perda) tentang pengelolaan DAS, dimana salah satu klausul pasalnya menyebutkan kerjasama lintas daerah dalam pengelolaan DAS antar wilayah. Oleh karena itu, kegiatan KTA melalui pengelolaan DAS berbasis masyarakat yang dilaksanakan secara terencana dan terpadu perlu dilakukan dengan sistem partisipatif agar masyarakat sadar terhadap pentingnya lingkungan, terutama tanah dan air, sehingga masyarakat tergerak untuk melaksanakan konservasi di lingkungan sekitarnya melalui kerjasama antar pemilik kepentingan, yakni masyarakat, swasta dan pemerintah.
B. Imbal Jasa Lingkungan Sebagai Kewajiban Kompensasi Pemerima Kemanfaatan Hasil Konservasi Tanah Dan Air
1. Pijakan yuridis pengaturan imbal jasa lingkungan
a) Undang-undang Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air
Penyelenggaraan KTA diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air (UUKTA). Konservasi tanah dan air dilaksanakan berdasarkan asas:
partisipatif, keterpaduan, keseimbangan, keadilan, kemanfaatan, kearifan lokal,, dan kelestarian.
Pasal 3 UUKTA, disebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan konservasi tanah dan air adalah melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan yang jatuh, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah, dan mencegah terjadinya konsentrasi aliran permukaan; menjamin dan mengoptimalkan fungsi tanah pada lahan agar mendukung kehidupan masyarakat untuk mewujudkan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup secara seimbang dan lestari; meningkatkan daya dukung DAS; meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan memberdayakan keikutsertaan masya- rakat secara partisipatif; dan menjamin kemanfaatan KTA secara adil dan merata untuk kepentingan masyarakat.
Pasal 5 dan 6 UUKTA memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk mengatur dan menyelenggarakan KTA atau dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada perangkat
©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. 7
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Journal of Watershed Management Research) Vol. 4 No. 1, April 2020 : 1-16
E-ISSN:2579-5511/P-ISSN:2579-6097
Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskannya kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Selanjutnya di dalam Pasal 7, disebutkan bahwa yang bertanggung- jawab terhadap penyelenggaraan KTA adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah, pemegang hak atas tanah, pemegang kuasa atas tanah, pemegang izin, dan/atau pengguna lahan yang wajib mengikuti prinsip konservasi dan menghormati hak yang dimiliki setiap orang. Pelaksanaan penyelenggaraan KTA dilaksanakan berdasarkan unit DAS, ekosistem, dan satuan lahan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu dan berbasis masyarakat.
Dalam hal pendanaan sebagaimana diatur pada Pasal 31 UUKTA, Pendanaan penyelenggaraan KTA menjadi tanggung jawab Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah, pemegang hak atas tanah, pemegang kuasa atas tanah, pemegang izin, dan/atau pengguna lahan, baik sendiri-sendiri maupun bekerja sama.
Sumber pendanaan dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), badan hukum, badan usaha, perseorangan, dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sumber lain yang sah dan tidak mengikat, termasuk yang berasal dari pembayaran IJL terhadap penyelenggaraan konservasi tanah dan Air. Pengelolaan sumber pendanaan, harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
Pembayaran IJL dalam penyeleng- garaan KTA dikenakan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dan penerima manfaat atas sumber daya Tanah dan Air sebagaimana diatur dalam Pasal 32 UUKTA. Selanjutnya dalam Pasal 33 UUKTA, kewajiban/tanggung jawab membayar pemanfaat jasa lingkungan yaitu Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk penyelenggaraan KTA terkait kewajiban pelayanan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan penerima manfaat atas sumber daya tanah dan air bertanggung jawab membayar untuk kepentingan penyeleng- garaan KTA.
Berdasarkan hal tersebut penyeleng- garaan KTA dalam pengelolaan DAS menjadi tanggungjawab semua pihak yang berkepentingan dan yang mendapat manfaat dari kelestarian lingkungan DAS, maka pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat yang mendapat manfaat atau memanfaatkan tanah dan air berkewajiban untuk turut serta dalam upaya KTA melalui pembayaran IJL kepada pemerintah atau masyarakat penghasil jasa lingkungan. Peran aktif masyarakat dalam pengelolaan DAS dapat berupa pengelolaan jasa lingkungan dan partisipasi aktif masyarakat dalam penyelenggaraan KTA.
b) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup di dalam Pasal 4, menyebutkan bahwa IJL merupakan salah satu instrumen perencanaan
8 ©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.
pembangunan dan kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah. Perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan dan kegiatan ekonomi antara lain pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA), penataan ruang, konservasi SDA dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pasal 10, kompensasi/IJL antar daerah diberikan oleh Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup atas manfaat dan/atau akses terhadap Jasa Lingkungan Hidup yang dikelola dan/atau dipulihkan oleh Penyedia Jasa Lingkungan Hidup. Salah satu jasa lingkungan hidup yang diberikan imbal jasa adalah perlindungan tata air.
Selanjutnya di Pasal 11, bentuk kompensasi/IJL antar daerah meliputi uang; atau sesuatu lainnya yang dapat dinilai dengan uang yang nilainya ditentukan dengan mempertimbangkan biaya ekonomi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup; biaya pemberdayaan masyarakat; dan biaya pelaksanaan kerjasama.
Pasal 14, kompensasi/IJL antar daerah antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah serta antar Pemerintah Daerah dilaksanakan melalui mekanisme: hibah daerah dari Pemerintah Pusat selaku Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup kepada Pemerintah Daerah selaku Penyedia Jasa Lingkungan Hidup atau sebaliknya; atau hibah daerah atau belanja bantuan keuangan urusan lingkungan hidup dari Pemerintah Daerah selaku Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup kepada Pemerintah Daerah selaku Penyedia Jasa Lingkungan Hidup dituangkan dalam perjanjian kerjasama.
Perjanjian kerjasama paling sedikit memuat: para pihak; tujuan; jumlah;
sumber pendanaan; persyaratan; tata cara penyaluran; tata cara pelaporan dan pemantauan; dan hak dan kewajiban pemberi dan penerima sebagaimana diatur dalam Pasal 15. Selanjutnya pada Pasal 16, disebutkan bahwa dalam melaksanakan kerjasama kompensasi/ IJL antar daerah antara Penyedia Jasa Lingkungan Hidup dan Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup dapat membentuk wadah atau forum kerjasama Kompensasi/lmbal Jasa Lingkungan Hidup Antar Daerah; dan/atau meminta bantuan fasilitator. Sebagai fasilitator yaitu Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Provinsi sesuai kewenangannya;
dan/atau fasilitator yang berasal dari orang perseorangan, organisasi lingkungan hidup, perguruan tinggi, atau organisasi lain yang disepakati.
Pasal 47, diatur mengenai pembayaran jasa lingkungan hidup yaitu berupa fasilitasi mekanisme pengalihan sejumlah uang dari Pemanfaat Jasa Lingkungan Hidup kepada Penyedia Jasa Lingkungan Hidup dalam perjanjian terikat berbasis kinerja guna mendorong masyarakat untuk melaksanakan upaya Konservasi Sumber Daya Alam dan Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup dan mendukung kinerja pelaksanaan Kompensasi/lmbal Jasa Lingkungan Hidup Antar Daerah.
2. Pelaksanaan Imbal Jasa Lingkungan di beberapa daerah
Pemanfaatan sumber daya alam yang melampaui batas akan mempengaruhi ketersediaan jasa lingkungan di masa yang akan datang. Pemanfaatan kawasan
©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. 9
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Journal of Watershed Management Research) Vol. 4 No. 1, April 2020 : 1-16
E-ISSN:2579-5511/P-ISSN:2579-6097
hutan, sumber daya air dan sumber daya alami lainnya memungkinkan adanya IJL untuk diterapkan sehingga berkelanjutan.
IJL diartikan sebagai sistem pemberian imbalan kepada penghasil jasa lingkungan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jasa lingkungan. Instrumen IJL sebagai instrumen pengelolaan lingkungan yang strategis dalam perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan yang sekaligus akan memberdayakan dan memperbaiki kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitarnya (Sudarma, 2014). Dalam pelaksanaan sistem pembayaran jasa lingkungan perlu diidentifikasi agen ekonomi yang bertanggungjawab sebagai penyedia jasa dan agen lain sebagai penerima manfaat dengan membangun hubungan sebab-akibat yang diperlukan yaitu hubungan antara wilayah hulu (upstream) kepada keadaan sumberdaya air di wilayah hilir (down-stream) dalam DAS yang bersangkutan (Dasrizal, Ansofino, Juita, & Jolianis, 2012).
Pada dasarnya tujuan dari IJL adalah untuk merestorasi dan melindungi ketersediaan barang dan jasa lingkungan yang berkelanjutan. Misalnya, pembayaran jasa lingkungan di Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat sebagai perlindungan ekosistem mangrove yang memberikan manfaat sebagai sumber air, tambak, wisata, maupun sebagai perlindungan daerah pesisir (Idrus, Ismail, & Ekayani, 2016).
Peraturan perundangan yang mengatur mengenai IJL sudah ada yaitu Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017
Tentang Instrumen Ekonomi Ligkungan Hidup. Konsep IJL sudah dilakukan di beberapa wilayah di Indonesia. Namun, dalam pelaksanaan IJL, masing-masing daerah memiliki mekanismenya sendiri didasarkan pada kebutuhan serta kearifan lokalnya.
Di Kabupaten Lombok Barat sudah membentuk suatu wadah organisasi pengelolaan jasa lingkungan sumberdaya air untuk melestarikan kawasan konservasi melalui kesediaan untuk membiayai kegiatan konservasi dan perbaikan ekonomi bagi kelompok masyarakat miskin di daerah hulu melalui penarikan uang pembayaran jasa lingkungan sebesar antara Rp 500,- - Rp 5.000,- bagi pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dari dana yang terkumpul sebesar 75% akan digunakan untuk upaya konservasi dan pengentasan kemiskinan, dan 25% akan disetorkan ke Kas Pemerintah Daerah (Sudiyono, 2012). Sebagai dasar hukumnya adalah Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan, Peraturan Bupati Lombok Barat Nomer 7 Tahun 2009 tentang Susunan Organisasi, Tata Kerja, Tugas dan Wewenang Institusi Multi Pihak (IMP) sebagai petunjuk pelaksanaannya.
Serta Keputusan Bupati Lombok Barat Nomer 1072/207/Dishut/2009 tentang Pembentukan Institusi Multi Pihak Pengelolaan Jasa Lingkungan Kabupaten Lombok Barat, serta Peraturan Bupati Lombok Barat Nomer 42 tahun 2008 Tentang Obyek, Tarif, Tata Cara Pembayaran dan Sanksi Administratif.
Program IJL di Krueng Montala Aceh dalam pelaksanaannya terdapat beberapa
10 ©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license.
hal yang perlu dievaluasi, pertama perangkat hukum di tingkat nasional dan lokal karena belum adanya mekanisme standar yang disepakati. Kedua, mekanisme dan standar pembayaran PES di Krueng Montala masih pada tahap awal, sehingga masyarakat belum mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung (Wardah & Farsia, 2013). Contoh lain adalah kesepakatan program IJL di Sub-DAS Cikapundung, Jawa Barat antara Kelompok Tani Giri Putri Desa Cikole dengan Pustanling, serta Kelompok Tani Syurga Air Desa Suntenjaya sebagai penyedia jasa dengan PT. Aetra Air Jakarta sebagai pemanfaat jasa dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Kabupaten Bandung berperan sebagai mediator dalam kesepakatan ini.
Pada pelaksanaannya, mekanisme IJL di Sub-DAS Cikapundung dikategorikan sebagai mekanisme IJL yang belum sepenuhnya mencerminkan mekanisme IJL yang berkelanjutan, karena masalah kelembagaan dalam pengelolaan dan monitoring perkembangannya di lapangan. Selain itu dana yang diberikan kepada kelompok tani juga masih tergolong belum mencukupi untuk aktivitas konservasi lahan (Napitupulu, Asdak, & Budiono, 2013). Penerapan pembayaran jasa lingkungan juga dilakukan di Kecamatan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat. Pembayaran jasa dilakukan terhadap dua jenis jasa yang menjadi potensi untuk diinisiasi pembayaran jasa lingkungan yaitu jasa pengatur dari intrusi air laut dan jasa budaya dari wisata mangrove. Penerapan pembayaran jasa sangat ditentukan dari bagaimana mengidentifikasi jasa
potensial, yaitu dengan menentukan nilai ekonomi, pemanfaat, dan penyedia jasa lingkungan mangrove serta mekanisme pembayaran (Idrus et al., 2016).
Berdasarkan beberapa permasalahan yang terjadi dalam implementasi IJL, maka partisipasi berbagai pihak perlu dilakukan secara terpadu dan terintegerasi, diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan, dan yang paling penting adalah pemerintah harus memberikan payung hukum baik ditingkat nasional maupun daerah sebagai dasar pijakan bagi pelaksanaan IJL agar berkelanjutan.
C. Norma Hukum/ Peraturan Pelaksanaan yang Diharapkan.
Pasal 34 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah dan Air mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai IJL dan pendanaan penyelenggaraan KTA dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan perlu diatur lebih lanjut secara teknis dalam bentuk peraturan menteri. Sampai saat ini Peraturan Pemerintah yang dimaksud belum terwujud sebagaimana amanat UUKTA
Pengaturan mengenai imbal jasa lingkungan telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 43 Ayat (4) dan Pasal 55 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 47, bahwa IJL hidup merupakan salah satu instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagai insentif dengan pengembangan sistem pembayaran jasa
©2020 JPPDAS All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. 11
Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Journal of Watershed Management Research) Vol. 4 No. 1, April 2020 : 1-16
E-ISSN:2579-5511/P-ISSN:2579-6097
lingkungan hidup. Selanjutnya pada Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai pengembangan sistem Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup dalam bentuk Peraturan Menteri dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkewajiban untuk menterjemahkan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tersebut untuk dibuat sebuah petunjuk pelaksanaan tentang pengaturan mekanisme atau penghitungan IJL yang sampai saat ini belum ada. Hal tersebut karena Kementerian Lingkungan Hidup sedang disibukkan dengan pembuatan berbagai peraturan teknis sebagai amanat dari peraturan pemerintah tentang Perizinan Berusaha Terintegerasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS). Akibatnya persoalan pemberian IJL ini belum bisa dilaksanakan dengan baik dan benar oleh masyarakat dan pemerintah wilayah hilir.
Peraturan Menteri lingkungan hidup dan kehutanan mengenai pengembangan sistem Pembayaran Jasa Lingkungan Hidup, sebagai pelaksanaan dari amanat yang ada pada Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 Tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup, belum ada.
Apabila kepentingan daerah mendesak terkait dengan pembayaran IJL hidup, maka daerah bisa membuat peraturan daerah yang mengatur mengenai para pihak, tujuan, jumlah, sumber pendanaan, persyaratan, tata cara penyaluran, tata cara pelaporan dan pemantauan, serta
hak dan kewajiban pemberi dan penerima IJL. Peraturan Daerah tersebut dibuat sesuai dengan kebutuhan pengaturan IJL yang spesifik untuk masing-masing daerah.
D. Model Mekanisme Pembayaran Imbal Jasa Lingkungan Konservasi Tanah Dan Air
Kerjasama antara hulu dan hilir juga menjadi salah satu indikator keterpaduan dalam pengorganisasian pengelolaan DAS.
Selama ini kerjasama pembayaran jasa lingkungan belum dapat berjalan karena partisipasi para pihak masih rendah dan belum berjalan secara kontinyu dan terkoordinasi. Skema kerjasama melalui pembayaran jasa lingkungan adalah dengan membangun kerjasama para pihak yang mendapatkan manfaat yaitu masyarakat bagian tengah dan hilir berkontribusi dalam perbaikan kerusakan DAS bagian hulu sehingga ketersediaan air dapat terjaga (Fatahilah, 2013). Untuk menginisiasi dan menjembatani kerjasama antara pihak yang membutuhkan jasa lingkungan yang berada di hilir DAS dengan pengelola lingkungan yang berada di ekosistem DAS hulu dan tengah, diperlukan pihak ketiga baik dari pihak pemerintah maupun pihak lain, sehingga kerjasama yang disepakati dapat saling menguntungkan kedua belah pihak, mampu beroperasi dan berjalan berkelanjutan (Komarawidjaja, 2017).
Pengelolaaan DAS berbasis masyarakat dilaksanakan secara terencana dan terpadu dengan melibatkan peran serta berbagai unsur masyarakat bersama–
sama Pemerintah Kabupaten/Kota serta unsur swasta yang didukung oleh Forum