YURISPRUDENSI HUKUM ISLAM DI INDONESIA DR. H. JOHN KENEDI,SH.,M.Hum
Yurisprudensi adalah serangkaian putusan hukum yang dikeluarkan oleh pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat atau dapat dikatakan himpunan putusan hakim yang digunakan sebagai sumber hukum bagi hakim untuk memutus
perkara yang sama.
Ada Empat Yurisprudensi Yaitu :
1. Yurisprudensi Tetap.
2. Yurisprudensi tidak Tetap.
3. Yurisprudensi Semi Yuridis.
4. Yurisprudensi Administrasi Ad.1. Yurisprudensi Tetap adalah putusan hakim terdahulu yg dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan untuk putusan selanjutnya.
Ad,2. Yurisprudensi tidak Tetap adalah putusan hakim terdahulu yg tidak dijadikan sebagai dasar bagi pengadilan untuk putusan selanjutnya.
Ad,3. Yurisprudensi Semi Yuridis adalah Semua penetapan pengadilan Yang didasarkan kepada permohonan seseorang yang berlaku khusus pada pemohon. Contoh : Voluntaire bukan contentiosa.
Ad.4. Yurisprudensi Administratif adalah Yurisprudensi sesuai SEMA dan berlaku hanya intern di dalam lingkup pengadilan.
Yurisprudensi termasuk Sumber hukum Formal.
Contoh Yurisprudensi adalah pencurian listerik Putusan hakim yang dapat dijadikan Yurisprudensi adalah putusan atas peristiswa hukum yang tidak jelas aturan yang mengaturnya dan putusan tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (Incrach)
Mengapa munculnya Yurisprudensi karena adanya peraturan perundang-undangan yang tidak jelas atau masih kabur sehingga menyulitkan bagi hakim dalam membuat keputusan suatu perkara.
Yurisprudensi bukanlah sesuatu yang mengikat khususnya negara yg menganut sistem civil law termasuk Indonesia.
Akan tetapi Yurisprudensi mempunyai kedudukan yg sangat penting dalam melakukan pembentukan hukum (recht Vinding) dalam rangka menciptakan keadilan, kepastian kemanfaatan hukum.
Apa dasar berlakukunya Yurisprudensi adalah Pasal 20 AB dan Pasal 22 AB serta Pasal 14 UU No. 14 Tahun 1970 juga UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dimana hakim/pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili serta memutus perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada aturan yg mengaturnya atau aturannya kabur (Pasal 10 ayat 1 dan 2).
Asas Ius Curia Novit/Curia Novit Jus artinya hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga tidak boleh menolak, memeriksa serta memutus perkara yang diajukan kepadanya.
Faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan hakim : 1. Ancaman kekerasan terhadap hakim.
2. Iming – iming uang atau hadiah.
3. Kekuasaan.
4. Opini publik.
Yurisprudensi Hukum Islam di Indonesia adalah pembaharuan hukum Islam melalui Peradilan Agama, Mislanya isbat nikah, tentang muamalat, kompilasi hukum Islam, hukum keluarga dsb.
Arti Yurisprudensi Hukum Islam.
Pembaharuan hukum Islam melalui Yurisprudensi di Pengadilan
Agama sehingga menjadi hukum positif.
Dasarnya Fikih yaitu salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam
yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai asfek kehidupan manusia baik pribadi, bermasyarakat
maupun hubungannya dengan Allah.
Contoh :
- Kompilasi Hukum Islam Sehingga Menjadi Hukum Positif - Yuridprudensi Pembaharuan Hukum Islam.
- Yuridprudensi Pembaharuan Hukum Keluarga Islam.
-Yuridprudensi Pembaharuan Hukum Perkawinan Islam.
Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum (ada 5) yaitu suatu acuan dalam membentuk perundang-undangan melalui peradilan karena peraturannya belum jelas/tidak ada.
Bagaimana kedudukan Yurisprudensi dalam aliran legisme, di dalam aliran Legisme yurisprudensi dianggap kurang penting karena aliran ini diasumsikan bahwa hukum hanya terdapat
dalam undang-undang.
Sementara Indonesia menganut sistem Eropa kontinental atau Civil Law, hal ini dapat dilihat dari sejarah hukum maupun sistem penegakan hukumnya.seperti Belanda, Prancis, Italia, Jerman dll.
Indonesia menganut aliran Rechtsvinding (penemuan hukum), artinya bahwa hakim dalam mengambil keputusan harus berdasarkan peraturan perundangf-undangan tetapi hakim tetap mempunyai kebebasan dalam menafsirkan dan berpendapat
dalam perkara
Yurisprudensi Hukum Islam di Indonesia adalah pembaharuan hukum Islam melalui Peradilan Agama, Mislanya isbat nikah, tentang muamalat, kompilasi hukum Islam, hukum keluarga dsb.
Hukum Konstitusi adalah hukum dasar yang menetapkan dan mengatur Organisasi Negara.
Konstitusi adalah Keseluruhan sistem ketetanegaraan dalam suatu negara yang berupa peraturan untuk membentuk dan mengatur pemerintahan suatu negara (Herman Heller).
Konstitusi itu lebih luas dari pada Undang – Undang Dasar.
Hukum Konstitusi adalah cabang Hukum Tata Negara yang mempelajari objek material dan formal yang menjadi dasar hukum tertulis tertinggi dalam tata hukum nasional.
Hukum Konstitusi adalah hukum dasar yang menetapkan dan mengatur organisasi Negara.
Konstitusi pada dasarnya dibagi dua : 1. Konstitusi Tertulis.
2. Konsitusi Tidak tertulis.
Konstitusi berfungsi, membatasi kekuasaan Negara, mengatur tugas hubungan antar lembaga negara, sumber legitimasi kekuasaan penyelenggara Negara.
Tujuan Konstitusi sebagai hukum tertinggi adalah keadilan, ketertiban dan perwujudan nilai-nilai ideal.
Di Indonesia Hukum Konstitusi yang dimaksud adalah UUD NRI Tahun 1945.
Tiga hal muatan suatu Konstitusi : 1. Pembentukan Lembaga/Organisasi Negara.
2. Pembagian Kekuasaan/kewenangan organisasi Negara.
3. Pengaturan hubungan kewenangan antar lembaga Negara.
Untuk saudara ketahui sejak amandemen ke tiga Undang – Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka tidak ada lagi istilah Lembaga Tertinggi Negara (MPR) dan istilah Lembaga Tinggi Negara Presiden, DPR, MA, BPK, dan DPA ( DPA sekarang sudah dihapus).
Semua disebut Lembaga Negara
lembaga negara yang dibentuk atas dasar perintah undang-undang
Lembaga-lembaga tersebut adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (Komnas Perlindungan Anak), Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, Dewan Pers, dan Dewan Pendidikan
Komisi Ombudsman Nasional (KON), Komisi Hukum Nasional (KHN), Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Dewan Maritim Nasional, (DMN), Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Dewan Pengembangan
Usaha Nasional (DPUN), Dewan Riset Nasional (DRN), Dewan Pembina Industri Strategis (DPIS), Dewan Buku Nasional (DBN), serta lembaga-lembaga non-departemen
Hukum Perkawinan
a. UU Nomor 1 Tahun 1974 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975
b. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
c. UU Nomor 7 Tahun 1989 Jo UU Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama
d. UU Nomor 16 Tahun 2019 perubahan kedua atas UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
e. UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak f. UU Nomor 35 Tahun 2014 perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
g. UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT)
h. Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian
Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
i. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili
Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum
j. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili
Permohonan Dispensasi Kawin
k. Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018 l. Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 tahun 2019 m. Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 10 Tahun 2020 n. Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021