Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu DAFTAR ISI
halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang...1
B.Rumusan Masalah...11
C.Tujuan Penelitian...12
D.Manfaat Penelitian...13
E.Definisi Operasional...14
BAB II L ANDASAN TEORI ... 17
A.Kemampuan Dasar Matematis ... 17
B.Penalaran matematis... 19
C.Koneksi Matematis... 24
D.Pembelajaran Metode Ekspositori ... 27
E.Pembelajaran Model CORE...29
F.Teori Belajar yang mendukung ... 36
G.Penelitian yang Relevan...39
H.Hipotesis Penelitian...43
BAB III METODE PENELITIAN... 44
A.Desain Penelitian...44
B.Populasi dan Sampel Penelitian...45
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
D.Instrumen Penelitian... 46
D.1. Tes Matematik ... 46
D.2. Lembar Observasi ... 48
D.3. Skala Sikap ... 48
E.Analisis Tes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis...49
E.1. Analisis validitas tes ... 49
E.2. Analisis Reliabilitas ... 52
E.3. Analisis Daya Pembeda ... 54
E.4. Analisis Indeks Kesukaran ... 56
E.5. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Matematika ... 58
F.Teknik Analisis Data...59
F.1. Data Hasil Tes Penalaran dan Koneksi Matematis ... 60
F.2. Data Hasil Observasi ... 66
G.Prosedur penelitian...67
H.Jadwal Penelitian...70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 71
A.Hasil Penelitian...71
A.1. Deskriptif Hasil Pengolahan Data ... 72
A.2. Analisis Hasil Pretes ... 74
A.3. Analisis Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 78
A.4.Analisis Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis...85
A.5.Hasil Penelitian tentang Skala Sikap Siswa...95
A.6. Aktivitas Guru dan Siswa selama Proses Pembelajaran ... 104
B.Pembahasan...11
1 B.1. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis .. 111
B.2. Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Model CORE ... 115
B.3. Aktivitas Guru dan Siswa... 115
B.4. Keterbatasan Penelitian ... 116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 118
A. Kesimpulan...118
B Saran...119
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 125 LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN………... 163 LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES
MATEMATIKA...180
LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN...197
LAMPIRAN D: ANALISIS DATA SKALA SIKAP DAN OBSERVASI...219
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran matematis ... 47
Tabel 3.2 Pedoman Pemberian Skor Kemampuan koneksi matematis ... 47
Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Validitas ... 50
Tabel 3.4 Uji Validitas Tes Penalaran Matematis ... 51
Tabel 3.5 Uji Validitas Tes Koneksi Matematis ... 52
Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Reliabilitas ... 53
Tabel 3.7 Uji Reliabilitas Tes Penalaran dan koneksi Matematis………53
Tabel 3. 8 Klasifikasi Daya Pembeda ... 55
Tabel 3.9 Daya Pembeda Tes Penalaran Matematis ... 55
Tabel 3.10 Daya Pembeda Tes Koneksi Matematis ... 55
Tabel 3.11 Kriteria Tingkat Kesukaran ... 57
Tabel 3.12 Tingkat Kesukaran Butir Soal Penalaran Matematis ... 57
Tabel 3.13 Tingkat Kesukaran Butir Soal koneksi Matematis ... 57
Tabel 3.14 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Penalaran Matematis...58
Tabel 3.15 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes koneksi………...59
Tabel 3.16 Klasifikasi Gain Ternormalisasi………..61
Tabel 3.17 Jadwal Kegiatan Penelitian……….70
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Penalaran Matematis ... 73
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan koneksi Matematis ... 74
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretes Penalaran dan koneksi Matematis ... 75
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
koneksi Matematis Siswa………...…78
Tabel 4.6 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Penalaran………..80
Tabel 4.7 Uji Homogenitas Varians Gain Ternormalisasi Penalaran…... 81
Tabel 4.8 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi Penalaran…... .. 82
Tabel 4.9 Klasifikasi Gain Ternormalisasi Penalaran Matematis ... 83
Tabel 4.10 Analisis Varians Gain Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Pendekatan Pembelajaran dan Kategori Siswa... 85
Tabel 4.11 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Siswa ... 85
Tabel 4.12 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi koneksi ... 88
Tabel 4.13 Uji Homogenitas Varians Gain Ternormalisasi koneksi... 89
Tabel 4.14 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Ternormalisasi koneksi …... ... 90
Tabel 4.15 Klasifikasi Gain Ternormalisasi koneksi Matematis...91
Tabel 4.16 Analisis Varians Gain Kemampuan koneksi Matematis Menurut Pendekatan Pembelajaran dan Kategori Siswa... 93
Tabel 4.17 Uji Perbedaan Rata-rata Gain Kemampuan koneksi Matematis Berdasarkan Kategori Kemampuan Siswa ... 94
Tabel 4.18 Sikap Siswa Kelas Eksperimen terhadap Pelajaran Matematika .. 96
Tabel 4.19 Sikap Siswa terhadap Pembelajaran dengan CORE ... 99
Tabel 4.20 Sikap Siswa terhadap Soal Penalaran dan koneksi Matematis ... 102
Tabel 4.21 Kesimpulan Skala Sikap Siswa ... 103
Tabel 4.22 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Pembelajaran dengan CORE ... 105
Tabel 4.23 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajaran dengan CORE ... 109
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Diagram Alur Statistik Penelitian ... ..65 Gambar 3.2 Diagram Alur Penelitian... ..69 Gambar 4.1 Diagram Batang Perkembangan Aktifitas Guru pada
Pembelajaran model CORE ... 108 Gambar 4. 2 Diagram Batang Perkembangan Aktivitas Siswa pada
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A: INSTRUMEN PENELITIAN ... 125
A.1 Silabus Bahan Ajar ... 126
A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 127
A.3 Lembar Kegitan Siswa (LKS) ... 149
A.4 Kisi-kisi Soal dan Tes Kemampuan Penalaran dan koneksi Matematis ... 163
A.5 Kisi-kisi dan Angket Sikap Siswa ... 177
A.7 Lembar Observasi Aktivitas Guru dan Siswa ... 180
LAMPIRAN B: ANALISIS HASIL UJI COBA TES MATEMATIKA B.1 Tabel Skor Uji Coba Tes Penalaran Matematis ... 186
B.2 Tabel Skor Uji Coba Tes koneksi Matematis ... 187
B.3 Perhitungan Hasil Uji Coba Tes Matematika dengan Microsoft Excell 2007 ... 188
LAMPIRAN C: ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN C.1 Kategori Kemampuan Siswa Kelas Eksperimen ... 195
C.2 Data Hasil Pretes ... 197
C.3 Data Hasil Postes ... 201
C.4 Data Gain Ternormalisasi ... 204
C.5 Perhitungan Data dan Uji Statistik untuk Data Pretes, Postes dan Gain Ternormalisasi ... 211
LAMPIRAN D: ANALISIS DATA SKALA SIKAP DAN OBSERVASI D.1 Data Skala Sikap Kelas Eksperimen ... 218
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan faktor yang berperan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dihasilkan dari sistem pendidikan
yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun
2003 Sisdiknas, yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang terdapat di
kurikulum pendidikan nasional dan dinilai cukup berperan dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Hal itu dapat ditunjukkan, pada pelaksanaan Uji Nasional,
mulai dari tingkat sekolah dasar hingga tingkat menengah mata pelajaran
matematika selalu menjadi bagian dalam pelaksanaan Ujian Nasional.
Sumarmo (2010a: 1) menyatakan bahwa pendidikan matematika
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
(doing math) dapat memberikan sumbangan yang penting kepada siswa dalam
pengembangan nalar, berfikir logis, sistematis, kritis, cermat dan bersikap terbuka
dalam menghadapi berbagai permasalahan. Hal ini berarti pendidikan matematika
diyakini mampu mendorong dan memaksimalkan potensi seseorang sebagai calon
sumber daya manusia yang handal, untuk dapat bersikap kritis, logis dan inovatif
dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya.
Depdiknas (2006) menyatakan pada Standar Isi (SI) mata pelajaran
matematika ditujukan untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah,
tujuan mata pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam koneksi;
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika;
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi
yang diperoleh;
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam koneksi.
Hal ini sesuai dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang
dirumuskan dalam National Council of Teacher of Mathematics(2000) yaitu:
(1) komunikasi matematis (Mathematical Communication); (2) Penalaran
matematis (Mathematical Reasoning); (3) Pemecahan masalah matematis
(Mathematical Problem Solving); (4) koneksi matematis (Mathematical
Connections); (5) represntasi matematis (Mathematical Power). Senada dengan
pernyataan di atas, Soemarmo (2002) menyatakan kemampuan-kemampuan di atas
disebut daya matematis (mathematical power) atau keterampilan matematis (doing
math). Keterampilan matematis berkaitan dengan karakteristik matematis yang
dapat digolongkan dalam berfikir tingkat rendah dan berfikir tingkat tinggi.
Aktivitas berfikir yang menyangkut tingkat rendah termasuk kegiatan melakukan
operasi hitung sederhana, menerapkan rumus matematika secara langsung,
mengikuti prosedur (algoritma) yang baku, sedangkan aktivitas berfikir yang
menyangkut tingkat tinggi termasuk kemampuan memahami matematika secara
lebih mendalam, mengamati data dan menggali ide yang tersirat, menyusun
konjektur, analogi dan generalisasi menalar secara logis, menyelesaikan masalah
(problem solving), berkomunikasi secara matematis dan mengaitkan ide matematis
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
keterampilan yang baik dalam pembelajaran matematika, tentunya minimal satu
dari lima kemampuan dasar matematika tersebut wajib dimiliki siswa bahkan akan
lebih baik jika dua atau lebih kemampuan dasar matematika dimiliki siswa.
Telah kita ketahui, soal-soal dan buku pelajaran yang diberikan kepada
siswa hampir semua materi dan soal-soal yang disajikan memenuhi kelima aspek
kemampuan matematis di atas, namun tetap saja pada kenyataannya untuk siswa
tingkat menengah kemampuan penalaran dan koneksi yang dimilki siswa masih
kurang memuaskan.
Secara empirik ditemukan bahwa siswa-siswa sekolah menengah (high
school) dan perguruan tinggi (college) mengalami kesukaran menggunakan
strategi dan kekonsistenan penalaran logika (logical reasoning), Numedal
(Kurniawan, 2007). Senada dengan pernyataan di atas, Sumarmo (1987)
menemukan bahwa keadaan skor kemampuan siswa dalam penalaran matematika
sangat rendah.
Pada penelitian lainnya, Rusgianto (2002) menunjukkan kemampuan siswa
mengaplikasikan pengetahuan matematika yang dimilikinya dalam kehidupan
yang nyata masih belum memuaskan. Senada dengan penelitian di atas Ruspiani
(Kurniawan, 2007: 8) mengungkapkan bahwa rerata kemampuan mengoneksi
matematis siswa tingkat menengah masih rendah, nilai reratanya 60 pada skor total
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
Pengembangan kemampuan berpikir, perlu mendapat perhatian yang serius,
karena sejumlah hasil studi yang diungkapkan oleh (Suryadi, 2005) menunjukkan
pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan
kemampuan berpikir tahap rendah yang bersifat prosedural. Studi Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) (1999) yang dilakukan di
38 negara, antara lain menjelaskan bahwa sebagian besar pembelajaran
matematika belum berfokus pada pengembangan penalaran matematik siswa.
Siswa masih mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada persoalan yang
menuntut kemampuan penalaran maupun kemampuan koneksi (Suherman dkk,
2003).
Pada beberapa hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat dimaknai
bahwa cukup jelas untuk kemampuan berfikir tahap tinggi yang di dalamnya
terdapat kemampuan penalaran dan koneksi matematis, siswa masih mengalami
kesulitan.
Hasil temuan rendahnya kemampuan siswa Indonesia tidak hanya
diungkapkan dari para peneliti nasional. Akan tetapi hasil penelitian internasional
seperti Program for International Students Assessment (PISA) tahun 2006 dan The
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 juga
menunjukkan hal yang sama. Menurut Kesumawati (Anriani, 2011: 2-3) siswa
Indonesia berturut-turut berada pada peringkat ke-52 dari 57, serta ke-36 dari 48
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
mengenai kemampuan koneksi, penalaran, komunikasi, pengetahuan tentang fakta,
prosedur, penerapan pengetahuan dan pemahaman konsep.
Peneliti menyimpulkan dari beberapa hasil penelitian sebelumnya,
kurangnya kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa disebabkan oleh
beberapa faktor seperti kurangnya pemahaman awal pada mata pelajaran tersebut
dan kurangnya persiapan siswa terhadap materi tersebut.
Hal tersebut diperkuat dengan pendapat (Wahyudin, 1999) menemukan
empat kelemahan yang ada pada siswa, yaitu
(1) Kurang memiliki pengetahuan prasyarat yang baik
(2) Kurang memiliki kemampuan untuk memahami dan menggali konsep-konsep
dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah teorema) yang berkaitan dengan
pokok bahasan yang dibicarakan.
(3) Kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak atau menggali
sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang berkaitan dengan pokok
bahasan tertentu.
(4) Kurang memiliki kemampuan menyimak kembali sebuah jawaban yang
diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak) dan kurang memiliki
kemampuan nalar logis dalam persolan atau soal-soal matematika.
Penalaran matematis yang dimaksud adalah kemampuan siswa untuk
membuat sebuah kesimpulan setelah siswa mengalami proses belajar matematika.
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan.
Sedangkan, koneksi yang dimaksud adalah kemampuan mengaitkan pengetahuan
matematis yang dimiliki siswa dengan konsep matematis lain, dengan mata
pelajaran lain dan dengan kehidupan nyata. Menurut Wahyudin (2008) pendekatan
koneksi meminta para siswa bertanggung jawab untuk apa yang sudah mereka
pelajari dan untuk menggunakan pengetahuan itu untuk memahami dan memaknai
gagasan.
Salah satu contoh permasalahan terhadap kurangnya kemampuan penalaran
dan koneksi yang terjadi pada mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah
Menengah Kejuruan, misalnya pada materi keliling dan luas bangun datar yang
terkait pada bidang keahlian pada mata pelajaran (produktif) Tata Hidang, ketika
siswa diberi permasalahan sebagai berikut :
“Berapa panjang skirting cloth untuk menutup meja ukuran 3 m × 1 m
dengan ketinggian 75 cm”. Berdasarkan pengalaman, siswa sering mengalami
kesulitan untuk menetapkan konsep yang harus diterapkan untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dijelaskan, ketika siswa berhadapan
dengan suatu permasalahan, mereka menyadari bahwa hal tersebut dapat dilihat
dari berbagai sudut pandang, artinya mereka menyadari bahwa untuk dapat
menyelesaikan masalah tersebut siswa harus dapat mengonstruksikan pengetahuan
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
informasi, ide-ide serta konsep pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang telah
ia miliki sehingga dapat ditemukan solusi dari permasalahan tersebut.
Pada penelitian ini dipilih materi Geometri Dimensi Dua. Dipilihnya
materi tersebut karena peneliti mencoba untuk membuat instrumen penelitian yang
berhubungan dengan mata pelajaran bidang produktif (Tata Hidang) yang siswa
dapat pada semester sebelumnya. Ternyata setelah dilihat materi dimensi dua yang
bersesuaian dengan mata pelajaran produktif (Tata Hidang) siswa dibandingkan
dengan materi lain. Hal ini dimaksud agar siswa lebih mudah memahami soal-soal
dan dapat memaknai kegunaan ilmu matematika pada mata pelajaran utama
mereka yaitu produktif. Selain itu materi geometri dipilih karena pada penyelesain
soal-soal geometri dimensi dua banyak terdapat hal-hal yang mengukur
kemampuan penalaran dan koneksi. Hal ini senada dengan pendapat Abdussakir
(Siregar, 2011: 6) geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika
menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari
sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari
pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan.
Agar permasalahan tersebut dapat diatasi, sehingga kemampuan penalaran
dan koneksi dapat ditingkatkan maka diperlukan sebuah model pembelajaran
matematika sesuai dengan bahar ajar yang dapat memaknai sebuah proses
pembelajaran, karena pembelajaran matematika merupakan suatu arena bagi
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
Sejalan dengan pendapat Wahyudin (1999) di atas tentang 4 kelemahan yang
dialami siswa pada proses pembelajaran, maka dipilih model pembelajaran
Connecting, Organizing, Reflecting dan Extending (CORE) yang ingin diterapkan
dalam pembelajaran matematika pada penelitian ini, untuk menghubungkan,
mengorganisasikan, menggambarkan dan menyampaikan pengetahuan yang ada
dalam pikiran siswa serta memperluas pengetahuan mereka. Pada tahap
connecting, siswa diajak untuk dapat mengaitkan pengetahuan baru yang akan
dipelajari dengan pengetahuan lain. Organizing membawa siswa untuk dapat
mengoranisasikan pengetahuannya. Kemudian dengan reflecting siswa dilatih
untuk dapat menjelaskan kembali pengetahuan yang telah mereka peroleh dan
extending siswa dapat memperluas pengetahuan mereka sehingga mereka dapat
menggunakan pengetahuan tersebut pada mata pelajaran produktif.
Model pembelajaran CORE merupakan model pembelajaran yang
menekankan kemampuan berpikir siswa untuk menghubungkan,
mengorganisasikan, mendalami, mengelola dan mengembangkan informasi yang
didapat. Pada model pembelajaran ini kegiatan aktivitas belajar sangat ditekankan
kepada siswa, guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator dan mediator.
Siswa dituntut untuk dapat berpikir lebih luas terhadap informasi yang
didapatnya. Kegiatan mengoneksikan konsep lama-baru, siswa dilatih untuk
mengingat informasi lama dan menggunakan informasi/konsep lama tersebut
ide-Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
ide, dapat melatih kemampuan siswa untuk mengorganisasikan, mengelola
informasi yang telah dimilikinya. Kegiatan refleksi, merupakan kegiatan
memperdalam, menggali informasi untuk memperkuat konsep yang telah
dimilikinya. Kegiatan extending (memperluas), dengan kegiatan ini siswa dilatih
untuk, memperluas informasi yang sudah didapatnya, menggunakan informasi dan
dapat menemukan konsep dan informasi baru yang bermanfaat. Hal tersebut
menimbulkan motivasi dan pengetahuan yang mampu menghasilkan pemaknaan
dan pemahaman dalam belajar. Pembelajaran dengan model CORE diduga dapat
bermanfaat bagi usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran matematika dalam
upaya meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa.
Hasil penelitian yang dilakukan, Tamalene (2010), di dalam tesisnya dengan judul “Pembelajaran Matematika dengan Model CORE melalui
Pendekatan Keterampilan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP”, menjelaskan bahwa kemampuan penalaran
matematis siswa yang menggunakan pembelajaran model CORE lebih baik
dibandingkan siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
Berdasarkan hasil temuan pada penelitian sebelumnya, peneliti mencoba
untuk melakukakan penelitian dengan model pembelajaran yang sama dan satu
kemampuan yang sama yaitu penalaran dipadukan dengan kemampuan koneksi
namun sampel yang diambil berbeda yaitu berasal dari Sekolah Menengah
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
Sikap siswa terhadap pembelajaran model CORE dapat dipandang sebagai
cerminan proses pembelajaran yang terjadi di kelas. Proses pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif mengajukan masalah dan
menyelesaikan masalah tersebut serta diberi kesempatan untuk berinteraksi serta
berdiskusi baik dengan sesama siswa maupun dengan guru, memungkinkan siswa
merasa senang dan termotivasi untuk belajar. Bila hal ini benar-benar terjadi
dalam proses pembelajaran, bukan mustahil sikap positif siswa terhadap
pembelajaran yang diikuti tumbuh. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu untuk
mengkaji sikap siswa terhadap matematika, pembelajaran dengan model CORE
dan soal-soal penalaran dan koneksi matematis
Sebagai bentuk kepedulian insan pendidikan yang bertanggung jawab,
peneliti ingin membuat sebuah penelitian yang membahas hal-hal yang berkenaan
dengan permasalahan di atas, dengan singkat penulis mengangkat tema “Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa di Sekolah Menengah Kejuruan”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang
mendapatkan pembelajaran model CORE lebih baik daripada siswa yang
mendapat pembelajaran model ekpositori?
2. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran model CORE lebih baik daripada siswa yang mendapat
pembelajaran model ekpositori?
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat
Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah)?
4. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat
Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah)?
5. Bagaimanakah respon siswa SMK terhadap pembelajaran model CORE?
C. Tujuan Penelitian
Berpedoman pada rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menelaah dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE
dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran model
ekpositori.
2. Menelaah dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan koneksi
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran model
ekpositori.
3. Menelaah dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau
dari tingkat Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah).
4. Menelaah dan mendeskripsikan peningkatan kemampuan koneksi
matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau
dari tingkat Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah).
5. Mengetahui respon siswa SMK terhadap pembelajaran model CORE.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Untuk Peneliti
Memberikan gambaran atau informasi tentang peningkatan yang terjadi
pada kemampuan penalaran serta koneksi matematis yang mendapat
pembelajaran model CORE baik berdasarkan keseluruhan maupun
berdasarkan kemampuan siswa.
2. Untuk Guru
Memberikan sumbangan pemikiran yang signifikan terhadap upaya
perencanaan pembelajaran pada pokok bahasan matematika serta kerangka
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
meningkatkan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa, serta
dapat dijadikan sebagai sebuah rujukan dalam meningkatkan kemampuan
kompetensi dasar matematika siswa pada umumnya.
3. Bagi sekolah
Tindakan yang dilakukan dengan menerapkan pembelajaran model CORE
dapat menjadi salah satu cara yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa. Pembelajaran model
CORE diharapkan pihak sekolah lebih memperhatikan model pembelajaran
siswa yang dibuat guru dalam perangkat pembelajaran (RPP) agar tidak
monoton dan menggunakan model pembelajaran yang lebih bervariasi agar
siswa lebih tertantang lagi pada pembelajaran.
E. Definisi Operasional
Untuk memberikan arahan dan batasaan yang jelas mengenai aspek-aspek
yang akan diungkapkan dalam penelitian ini perlu dijelaskan beberapa batasan
sebagai berikut :
1. Penalaran Matematis
Penalaran matematis (mathematical reasoning) adalah pemikiran logis
matematika yang menggunakan logika induktif dan deduktif untuk
menghasilkan kesimpulan. Kemampuan penalaran matematis mencakup
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
solusi serta memberikan penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan
atau pola yang ada.
2. Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan mengaitkan konsep
matematika dengan matematika (antar topik matematika), matematika
dengan bidang ilmu lain, dan matematika dengan kehidupan nyata. Pada
penelitian ini indikator kemampuan koneksi yang dilihat adalah
kemampuan matematika dengan bidang ilmu lain dan kemampuan
matematika kehidupan nyata.
3. Model CORE
Model pembelajaran yang mengharapkan siswa untuk dapat
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dengan cara menghubungkan dan
mengorganisasikan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama kemudian
memikirkan kembali konsep yang sedang dipelajari serta diharapkan siswa
dapat memperluas pengetahuan mereka selama proses belajar mengajar
berlangsung.
4. Pembelajaran Model Ekspositori
Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang biasa digunakan
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
pada guru. Pembelajarannya bersifat informatif di mana guru memberi dan
menjelaskan materi pelajaran dengan cara ceramah, siswa
mendengarkan dan mencatat penjelasan yang disampaikan guru, siswa
mengerjakan latihan secara mandiri dan siswa dipersilahkan untuk
bertanya apabila tidak mengerti selama pembelajaran berlangsung.
5. Sikap siswa dalam penelitian ini adalah sikap siswa terhadap
matematika dan pembelajaran matematika dengan pembelajaran model
CORE yaitu sikap yang menunjukkan rasa sukanya terhadap
matematika dan pembelajaran matematika, kesungguhannya dalam
pembelajaran matematika dan apresiasinya terhadap soal-soal penalaran
dan koneksi matematis.
6. Peningkatan
Peningkatan yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan penalaran dan
koneksi matematis siswa, yang ditinjau berdasarkan gain ternormalisasi
44
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen ini
subyek tidak dikelompokkan secara acak. Menurut Ruseffendi (2005) penelitian
eksperimen pada umumnya dilakukan untuk membandingkan dua kelompok atau
lebih dan menggunakan ukuran-ukuran statistik tertentu.
Desain penelitian yang digunakan adalah non equivalent groups
pretest-posttest design (McMillan & Schumacher, 2001). Desain ini dipilih karena peneliti
beranggapan bahwa subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti
menerima keadaan subjek seadanya. Penelitian dilakukan pada siswa dari dua
kelas yang sudah terbentuk, dengan model pembelajaran yang berbeda. Kelompok
pertama diberikan pembelajaran model CORE dan merupakan kelompok
eksperimen, sedangkan kelompok kedua merupakan kelompok kontrol yang
memperoleh pembelajaran ekspositori. Desain pada penelitian ini berbentuk:
Kelompok eksperimen : O X O
Kelompok kontrol : O - O
Keterangan :
X : Pembelajaran Model CORE
45
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pembelajaran
model CORE terhadap kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa,
dalam penelitian ini dilibatkan kategori Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang
dan rendah) hanya untuk kelas eksperimen. Pembagian level kemampuan tinggi,
sedang dan rendah berdasarkan (Afgani, 2004) 30% untuk kelas tinggi, 40%
untuk kelas sedang, 30% rendah.
Pembelajaran yang dilakukan baik pada kelompok eksperimen maupun
kontrol dilakukan sendiri oleh peneliti. Hal ini dilakukan agar tindakan
pembelajaran yang direncanakan oleh peneliti dapat terlaksana dengan maksimal.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Pariwisata
tahun ajaran 2011/2012.
Pemilihan tingkat kelas dalam hal ini kelas XI, dikarenakan peneliti
menelaah bahwa materi bahan ajar yang ingin disampaikan pada penelitian ini
terdapat di kelas XI. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik
Purposive Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2010). Pertimbangan pengambilan sampel dikarenakan kelas
yang dijadikan sampel memiliki kemampuan awal yang setara. Hal tersebut dilihat
46
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
sampel penelitian, yaitu kelas XI boga 1 sebagai kelas kontrol dan XI boga 2
sebagai kelas ekspeimen.
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah pembelajaran dimensi dua melalui
model CORE sebagai variabel bebas, sedangkan variabel terikatnya adalah
kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa.
D. Instrumen Penelitian
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan instrumen
yang disusun dalam bentuk tes yang dijawab oleh responden secara tertulis.
Instrumen yang digunakan berupa:
D.1. Tes Matematika
Tes matematika yang digunakan berupa tes kemampuan penalaran dan
koneksi. Agar kemampuan matematis tersebut dapat terlihat dengan jelas maka tes
akan dibuat dalam bentuk uraian. Tes tertulis ini terdiri dari tes awal (pretes) dan
tes akhir (postes). Tes diberikan pada setiap siswa. Soal-soal pretes dan postes
dibuat ekuivalen/sama. Tes awal dilakukan untuk mengetahui Kemampuan Awal
Siswa setiap kelompok dan digunakan sebagai tolak ukur peningkatan prestasi
belajar sebelum mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran yang
akan diterapkan, sedangkan tes akhir dilakukan untuk mengetahui perolehan hasil
belajar dan ada tidaknya perubahan yang signifikan setelah mendapatkan
47
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
Berikut ini adalah pedoman pemberian skor untuk tes kemampuan
penalaran dan koneksi matematis.
Tabel 3.1
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Penalaran Matematis
Skor Indikator
0 Tidak ada jawaban
1 Menjawab tidak sesuai dengan aspek pertanyaan tentang penalaran atau
menarik kesimpulan salah
2 Dapat menjawab hanya sebagian aaspek pertanyaan tentang penalaran dan
dijawab dengan benar
3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan
dijawab dengan benar
4 Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab
dengan benar dan jelas atau lengkap
(Menggunakan Holistic Scoring Rubrics dikemukakan ole Cai, Lanen dan Jakabesin (1996))
Tabel 3.2
Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Koneksi Matematis
Skor Indikator
0 Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan ketidakpahaman
tentang konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa
1 Hanya sedikit dari penjelasan yang benar
2 Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan
benar
3 Penjelasan secara matematis masuk akal namun hanya sebagian lengkap dan
benar, walaupun tidak tersusun secara logis atau terdapat sedikit kesalahan bahasa
4 Penjelasan secara matematis masuk akal dan jelas serta tersusun secara logis
dan sistematis
(Menggunakan Holistic Scoring Rubrics dikemukakan ole Cai, Lanen dan Jakabesin (Izzati, 2010))
Pedoman pemberian skor dimaksudkan agar hasil penilaian yang diberikan
48
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
jawaban siswa selalu berpedoman pada patokan yang jelas sehingga mengurangi
kesalahan pada penilaian.
D.2. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengamati penampilan dan
perkembangan siswa terkait dengan konsep diri yang dimiliki siswa.
sedangkan aktivitas guru yang diamati kemampuan guru dalam menerapkan
pembelajaran model CORE. Tujuannya adalah untuk dapat memberikan refleksi
pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik.
Observasi tersebut dilakukan oleh peneliti dan satu orang guru matematika.
D.3. Skala Sikap
Skala sikap siswa bertujuan untuk mengetahui sikap siswa selama
pembelajaran melalui model CORE. Sikap siswa tersebut berkenaan dengan sikap
siswa terhadap pembelajaran model CORE. Skala sikap yang dibuat mempunyai
indikator: 1) Sikap siswa terhadap mata pelajaran matematika; 2) Sikap siswa
terhadap pembelajara model CORE; 3) Sikap siswa terhadap soal kemampuan
penalaran dan koneksi matematis. Skala sikap ini terdiri dari pernyataan positif
dan negatif. Pembuatan skala sikap berpedoman pada bentuk skala Likert dengan
empat option. Menurut Suherman (Siregar, 2009) pemberian skor untuk setiap
pernyataan adalah 1 (STS), 2 (TS), 3 (S), 4 (SS), untuk pernyataan favorable
49
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
untuk pernyataan unfavorable (pernyataan negatif). Empat option tersebut berguna
untuk menghindari sikap ragu-ragu atau rasa aman dan tidak memihak pada suatu
pernyataan yang diajukan pada siswa.
E. Analisis Tes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis
Sebelum penyusunan tes kemampuan representasi matematis siswa dibuat
kisi-kisi soal terlebih dahulu. Kemudian tes tersebut diukur face validity dan
content validity oleh ahli (expert) dalam hal ini dosen pembimbing dan rekan
sesama mahasiswa pascasarjana. Langkah selanjutnya adalah tes diujicobakan
untuk memeriksa keterbacaan, validitas item, reliabilitas, daya pembeda, dan
tingkat kesukarannya. Uji coba dilakukan pada siswa kelas XII SMK Pariwisata
pada jurusan yang sama, yang sebelumnya telah mendapatkan materi yang akan
diteskan pada penelitian.
Analisis instrumen menggunakan Software Microsoft Excell 2007
kemudian masing-masing hasil yang diperoleh dikonsultasikan.
Alat pengumpul data yang baik dan dapat dipercaya adalah yang memiliki
tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi atau sedang. Oleh karena itu, sebelum
instrumen tes digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba pada siswa yang telah
mendapatkan materi yang akan disampaikan. Setelah uji coba, dilakukan analisis
untuk mengetahui tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya
50
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu E.1. Analisis validitas tes
Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal
terhadap skor total. Hasil perhitungan validitas ini dapat digunakan untuk
menyelidiki lebih lanjut butir-butir soal yang mendukung dan yang tidak
mendukung. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi. Karena
tes yang akan digunakan berupa uraian, maka untuk mendapatkan validitas butir
soal digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson, yaitu:
= =1 − =1 =1
2
=1 − =1 2 =1 2 − =1 2
(Suherman dan Kusumah, 1990: 14)
dengan:
: koefisien validitas,
: skor butir soal data ke - i,
: skor total data ke - i,
n: jumlah siswa.
Hasil perhitungan koefisien korelasi diinterpretasikan dengan
[image:31.612.125.514.260.563.2]menggunakan klasifikasi koefisien validitas yang dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 3.3.
Klasifikasi Koefisien Validitas tes menurut J.P Guilford yaitu:
51
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
0,80 < 1,00 Validitas sangat tinggi (sangat baik)
0,60 < 0,80 Validitas tinggi (baik)
0,40 < 0,60 Validitas sedang (cukup)
0,20 < 0,40 Validitas rendah (kurang)
0,00 < 0,20 Validitas sangat rendah
0,00 Tidak valid
Sumber: (Suherman dan Kusumah, 1990: 147)
Berikut ini dijelaskan hasil ujicoba tes kemampuan penalaran
matmatis melalui uji validitas yang diinterpretasikan pada Tabel 3.4
dengan Excell, hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
B.3
[image:32.612.139.525.111.518.2]Tabel 3.4
Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis
No
Soal Koef.Korelasi Interpretasi
t hitung
t
tabel Keterangan
1 0.771 Tinggi 6.40 2.04 Valid
2 0.516 Sedang 3.19 2.04 Valid
3 0.546 Sedang 3.44 2.04 Valid
4 0.537 Sedang 3.36 2.04 Valid
Pada empat butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan
penalaran matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh
tiga soal (soal nomor 2,3 dan 4) yang mempunyai validitas sedang, dan
satu soal sisanya mempunyai validitas tinggi. Pada Tabel 3.4 ditunjukkan
52
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
Selanjutnya akan dijelaskan hasil ujicoba tes kemampuan koneksi
matematis melalui uji validitas yang diinterpretasikan pada Tabel 3.5
dengan Excell, yang hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada
[image:33.612.140.501.219.480.2]Lampiran B.3.
Tabel 3.5
Pada empat butir soal yang digunakan untuk menguji kemampuan
koneksi matematis tersebut berdasarkan kriteria validitas tes, diperoleh tiga
soal (soal nomor 1,3 dan 4) yang mempunyai validitas tinggi, dan satu soal
sisanya mempunyai validitas sedang. Pada Tabel 3.5 ditunjukkan bahwa
nilai t tabel lebih kecil dari t hitung jadi dinyatakan keempat soal valid.
E.2. Analisis Reliabilitas
Suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut
relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama pada waktu yang Validitas Tes Kemampuan Koneksi Matematis
No
Soal Koef.Korelasi Interpretasi
t hitung
t
table keterangan
1 0.856 Tinggi 8.91 2.04 Valid
2 0.664 Sedang 4.69 2.04 Valid
3 0.753 Tinggi 6.05 2.04 Valid
53
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
berbeda (Suherman dan Kusumah, 1990). Untuk tes berbentuk uraian
perhitungan reliabilitas tes dapat digunakan rumus Cronbach’s Alpha,
yaitu: 11 =
−1 1−
2 =1
2 ,
(Suherman dan Kusumah, 1990: 194),
dengan:
r11 : derajat reliabilitas,
n : jumlah butir soal,
si2 : variansi skor butir soal data ke-i
st2 : variansi skor total data ke-i
Peneliti menggunakan program Excell untuk menghitung
reliabilitas. Hasil derajat reliabilitas soal kemudian diinterpretasikan
[image:34.612.136.537.170.629.2]dengan menggunakan klasifikasi derajat reliabilitas pada tabel berikut
Tabel 3.6
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas tes menurut J.P Guilford yaitu:
Besarnya 11 Interpretasi
11 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah
0,20 < 11 0,40 Derajat reliabilitas rendah
0,40 < 11 0,70 Derajat reliabilitas sedang
0,70 < 11 0,90 Derajat reliabilitas tinggi
0,90 < 11 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi
Sumber: (Suherman dan Kusumah, 1990: 147)
Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk
54
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
peneliti menggunakan program Excell pada Tabel 3.7. Hasil perhitungan
reliabilitas tes untuk kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa
[image:35.612.137.528.218.564.2]dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.7
Reliabilitas Tes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis
No. 11 Interpretasi Keterangan
1 0,64 Sedang Penalaran
2 0,66 Sedang Koneksi
E.3. Analisis Daya Pembeda
Daya pembeda suatu butir soal menyatakan seberapa jauh
kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang
dapat menjawab soal dan siswa yang tidak dapat menjawab soal
(Suherman dan Kusumah, 1990: 199). Daya pembeda dihitung dengan
membagi subjek menjadi dua kelompok setelah diurutkan menurut
peringkat perolehan skor hasil tes. Kelompk tersebut adalah 50%
kelompok atas (kelas unggul) dan 50% kelompok bawah (kelas assor).
��= −
� atau ��=
− �
(Suherman dan Kusumah, 1990: 201),
dengan:
DP: Daya Pembeda,
JBA: jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar,
55
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu JSA: jumlah siswa kelompok atas,
JSB: jumlah siswa kelompok bawah
Proses penentuan kelompok unggul dan asor ini dengan cara terlebih
dahulu mengurutkan skor total setiap siswa mulai dari skor tertinggi
sampai dengan yang terendah, untuk perhitungan lengkapnya
menggunakan Excell.
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan
menggunakan tabel berikut:
[image:36.612.141.531.223.543.2]Tabel 3.8
Klasifikasi Daya Pembeda
Besarnya �� Interpretasi
�� 0,00 Sangat jelek
0,00 <�� 0,20 Jelek
0,20 <�� 0,40 Cukup
0,40 <�� 0,70 Baik
0,70 <�� ≤ 1,00 Sangat baik
Sumber: (Suherman dan Kusumah, 1990: 202)
Hasil perhitungan daya pembeda untuk tes penalaran dan koneksi
matematis disajikan masing-masing dalam Tabel 3.9 dengan Excell dan
Tabel 3.10 dengan Excell berikut ini:
Tabel 3.9
Daya Pembeda Tes Penalaran Matematis
56
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
1 0.64 Baik
2 0.36 Cukup
3 0.30 Cukup
[image:37.612.138.530.109.518.2]4 0.69 Baik
Tabel 3.10
Daya Pembeda Tes Koneksi Matematis
No Soal DP Ket
1 0.39 Cukup
2 0.39 Cukup
3 0.30 Cukup
4 0.30 Cukup
Hasil ke empat tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes
penalaran dan koneksi matematis yang masing-masing terdiri dari empat
butir soal, dinyatakan layak digunakan karena masih berada pada taraf
daya pembeda cukup dan baik.
E.4. Analisis Indeks Kesukaran
Analisis indeks kesukaran setiap butir soal dihitung berdasarkan
jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil tes yang diperoleh
siswa diklasifikasikan benar dan salah seperti pada analisis daya pembeda.
Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesukaran adalah:
= +
� + � ,
57
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu dengan,
IK: Indeks Kesukaran,
JBA: jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar,
JBB: jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar,
JSA: jumlah siswa kelompok atas,
JSB: jumlah siswa kelompok bawah.
Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan
[image:38.612.137.532.219.533.2]menggunakan tabel berikut.
Tabel 3.11
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Besarnya Interpretasi
= 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 < 0,30 Soal sukar
0,30 < 0,70 Soal sedang
0,70 < < 1,00 Soal mudah
= 1,00 Soal terlalu mudah
Sumber: (Suherman dan Kusumah, 1990: 213)
Hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran tiap butir soal tes penalaran
dan koneksi matematis yang terangkum dalam Tabel 3.12 dengan Excell
dan Tabel 3.13 dengan Excell berikut ini:
Tabel 3.12
Tingkat Kesukaran Butir Soal Penalaran Matematis
58
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
1 0.35 Sukar
2 0.46 Mudah
3 0.40 Sedang
[image:39.612.134.511.113.526.2]4 0.46 Mudah
Tabel 3.13
Tingkat Kesukaran Butir Soal Koneksi Matematis
Nomor Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi
1 0.47 Sukar
2 0.22 Mudah
3 0.26 Sedang
4 0.32 Mudah
Hasip pada kedua tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk soal tes penalaran
dan koneksi matematis yang masing-masing terdiri dari empat butir soal,
dinyatakan layak digunakan karena masih berada pada taraf kesukaran yang
bervariasi. Pada soal dengan taraf kesukaran sukar soal dikonsultasikan lagi ke
dosen pembimbing untuk direvisi ulang agar masih dapat digunakan.
E.5. Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Matematika
Rekapitulasi dari semua perhitungan analisis hasil uji coba tes kemampuan
[image:39.612.154.504.114.190.2]penalaran dan koneksi matematis disajikan secara lengkap dalam Tabel 3.14 dan
Tabel 3.15 di bawah ini:
59
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Penalaran Matematis
Nomor Soal Interpretasi Validitas Interpretasi Tingkat Kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi Reliabilitas
1 Tinggi Baik Sukar
Sedang
2 Sedang Cukup Mudah
3 Sedang Cukup Sedang
[image:40.612.127.510.133.604.2]4 Sedang Baik Mudah
Tabel 3.15
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Soal Tes Koneksi Matematis
Nomor Soal Interpretasi Validitas Interpretasi Tingkat Kesukaran Interpretasi Daya Pembeda Interpretasi Reliabilitas
1 Tinggi Cukup Sukar
Sedang
2 Sedang Cukup Mudah
3 Tinggi Cukup Sedang
4 Tinggi Cukup Mudah
Berdasarkan hasil analisis keseluruhan terhadap hasil ujicoba tes
kemampuan penalaran dan koneksi matematis yang dilaksanakan di SMKN kelas
60
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
pembeda dan tingkat kesukaran soal, maka dapat disimpulkan bahwa soal tes
tersebut layak dipakai sebagai acuan untuk mengukur kemampuan penalaran dan
koneksi matematis siswa di SMKN kelas XI Jasa Boga yang merupakan
responden dalam penelitian ini.
F. Teknik analisis data
Data-data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes dianalisis secara
statistik, sedangkan data dari hasil pengamatan observasi pembelajaran dianalisis
secara deskriptif.
Pengolahan data penulis menggunakan bantuan program software SPSS
17, dan Microsoft Excell 2007.
F.1. Data Hasil Tes Penalaran dan Koneksi Matematis
Penelitian ini ingin melihat peningkatan kemampuan penalaran dan
koneksi matematis siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang belajar
melalui pembelajaran dengan model CORE dan siswa yang mendapat
pembelajaran model ekspositori, serta perbedaan kemampuan penalaran dan
koneksi matematis siswa ditinjau dari tingkat Kemampuan Awal Siswa. Oleh
karena itu, uji statistik yang digunakan adalah uji t dan Analisis Varians
(ANAVA) .
Data yang diperoleh dari hasil tes diolah melalui tahap-tahap sebagai
61
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem
penskoran yang digunakan.
2. Membuat tabel skor pretes dan postes siswa kelas eksperimen dan kelas
kontrol.
3. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran
dihitung dengan rumus gain ternormalisasi, yaitu:
Gain ternormalisasi (g) = −
� −
Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan
[image:42.612.138.529.237.548.2]klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 3.16 Klasifikasi Gain (g)
Besarnya Gain (g) Interpretasi
g 0,7 Tinggi
0,3 g < 0,7 Sedang
g <0,3 Rendah
(Hake, 1999)
Melakukan uji normalitas untuk mengetahui kenormalan data skor
pretes dan gain kemampuan penalaran dan koneksi matematis
menggunakan uji statistik Kolmogorof-Smirnov (Jika data ≤ 30 data)
atau Shapiro-Wilk (Jika data > 30 data). Perhitungan melalui Uji
62
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
sebagai pengganti uji kai kuadrat untuk ukuran sampel yang lebih
kecil. Kriteria pengujian adalah
tolak H0 apabila Asymp.Sig ≤ taraf signifikansi (�= 0,05)
terima H0 apabila Asymp.Sig > taraf signifikansi (�= 0,05).
Adapun rumusan hipotesisnya adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Jika datanya tidak berdistribusi normal, maka uji yang dilakukan adalah uji
statistik non-parametrik seperti uji Mann-Whitney.
4. Menguji homogenitas varians data skor pretes, postes dan gain kemampuan
penalaran matematis dan koneksi matematis menggunakan uji Homogeneity
of Variance (Levene Statistic).
Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : �12 =�22 varians gain ternormalisasi kemampuan penalaran atau
koneksi matematis kedua kelompok homogen
H1 : �12 ≠ �22 varians gain ternormalisasi kemampuan penalaran atau
koneksi matematis kedua kelompok tidak homogen
Keterangan:
�12: varians skor gain ternormalisasi kelompok eksperimen
�22: varians skor gain ternormalisasi kelompok kontrol
63
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
tolak H0 apabila Asymp.Sig ≤ taraf signifikansi (� = 0,05)
terima H0 apabila Asymp.Sig > taraf signifikansi (�= 0,05)
Kemudian dilanjutkan dengan uji kesamaan rerata untuk data pretes untuk
mengetahui bahwa kedua kelmpok berasal dari kelas yang tingkat
kemampuannya sama dan uji perbedaan untuk data gain ternormalisasi untuk
mengetahui peningkatan kemampuan yang terdapat di dua kelas. Jika data
berdistribusi normal dan homogen, maka uji yang dilakukan adalah uji
statistik t, sedangkan jika datanya berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka uji yang dilakukan adalah uji statistik t’.
5. Melakukan uji kesamaan dua rerata pada data skor pretes kedua kelompok
eksperimen dan kontrol untuk masing-masing kemampuan, penalaran dan
koneksi, dengan menggunakan independent samples t-test. Hipotesis yang
diajukan adalah:
H0∶ � =�
H1∶ � ≠ �
Keterangan:
� : rerata pretest penalaran atau koneksi kelompok eksperimen
� : rerata pretest penalaran atau koneksi kelompok kontrol
Selanjutnya melakukan uji perbedaan dua rerata untuk data skor gain
ternormalisasi pada kedua kelompok tersebut. Berikut ini adalah rumusan
64
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
H0∶ �� =��
H1∶ �� >��
Keterangan:
�� : rerata gain ternormalisasi penalaran atau koneksi kelompok
eksperimen
�� : rerata gain ternormalisasi penalaran atau koneksi kelompok
kontrol
Kriteria pengujian adalah
tolak H0 apabila Asymp.Sig ≤ taraf signifikansi (�= 0,05)
terima H0 apabila Asymp.Sig > taraf signifikansi (�= 0,05)
kemudian untuk mengetahui perbedaan peningkatan yang terdapat di kelas
yang diberikan pembelajaran model CORE saja, dilihat berdasarkan Kemampuan
Awal Siswa (KAS) tinggi, sedang dan rendah diujikan dengan uji statistik Analisis
Varians (ANAVA) satu jalur.
6. Uji statistik yang digunakan adalah analisis varian ANAVA satu jalur
menggunakan Compare means One Way ANOVA, Jika data normal dan homogen
maka menggunakan uji Compare means One Way ANOVA scheffe tetapi jika data
normal dan tidak homogen maka menngunakan One Way ANOVA Games Howell.
Sedangkan jika datanya tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka uji
yang dilakukan adalah uji statistik non-parametrik Kruskal Wallis H.
65
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
H0 ∶ �� =�� = ��
H1 ∶ � ≠ � , untuk minimal terdapat dua (i,j)
dimana : i≠ j, i = get, ges, ger
(paling sedikit ada satu tanda = yang tidak terpenuhi)
Kriteria pengujian adalah
tolak H0 apabila Asymp.Sig ≤ taraf signifikansi (�= 0,05)
terima H0 apabila Asymp.Sig > taraf signifikansi (� = 0,05)
μget = rata−rata gain ternormalisasi kelas eksperimen berkemampuan tinggi
μges = rata−rata gain ternormalisasi kelas eksperimen berkemampuan sedang
μger = rata−rata gain ternormalisasi kelas eksperimen berkemampuan rendah
H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan penalaran atau koneksi matematis
siswa yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat
Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah).
H1 : Terdapat perbedaan kemampuan penalaran atau koneksi matematis siswa
yang mendapatkan pembelajaran model CORE ditinjau dari tingkat
Kemampuan Awal Siswa (tinggi, sedang, rendah).
Normal Tidak Normal
N-Gain
66
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
[image:47.612.107.497.104.427.2]
Homogen Tidak homogen
Gambar 3.1 Diagram Alur Statistik Penelitian
F.2. Data Hasil Observasi
Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses
pembelajaran berlangsung yang dirangkum dalam lembar observasi. Tujuannya
adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran
berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya dan sesuai
dengan skenario yang telah dibuat. Selain itu, lembar observasi ini digunakan
untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara
kuantitatif dan kualitatif.
a. Data Hasil skala sikap
Sebelum digunakan, skala sikap yang telah dibuat terlebih dahulu diuji
face validitynya dengan meminta pertimbangan dosen pembimbing agar
Uji Non Parametrik (Uji Mann-Whitney) Uji Homogenitas
Uji Parametrik (Uji –t) / Uji ANAVA
67
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
memenuhi persyaratan, sehingga diperoleh 25 butir pernyataan yang digunakan
sebagai instrumen penelitian. Instrumen skala sikap dalam penelitian ini diberikan
kepada siswa kelompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir
atau setelah posttest. Untuk menganalisa respon siswa pada skala sikap yang
diberikan, digunakan dengan mengkomulatif semua jawaban siswa pada setiap
option soal, kemudian diubah kedalam bentuk persen. Selain diubah ke dalam
persen data hasil skala sikap di intervalkan dengan menggunakan program MSI.
G. Prosedur penelitian 1. Tahap Persiapan
a. Merancang instrumen penelitian (seperti: silabus, RPP, soal tes penalaran
dan koneksi matematis, LKS, set kartu pertanyaan, lembar jawaban kartu
pertanyaan, papan nama kelompok, pembagian kelompok, lembar
observasi, dan angket skala sikap) dan meminta penilaian ahli.
b. Melakukan uji coba instrumen penelitian dan dianalisis daya pembeda,
tingkat kesukaran, validitas, dan reliabilitas instrumen tersebut.
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan ini adalah:
a. Melaksanakan pretes untuk mengukur kemampuan penalaran dan
68
Lala Isum, 2012
Pembelajaran Matematika dengan Model CORE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Di Sekolah Menengah Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia|repository.upi.edu
b. Melaksana