BAB II
PEMBELIAN SAHAM SECARA AKUISISI
PADA PERUSAHAAN BUKAN PMA OLEH WARGA NEGARA ASING ATAU BADAN HUKUM ASING
A. Pembelian Saham (Akuisisi) Perusahaan Perseroan Terbatas 1. Pengertian dan jenis-jenis akuisisi
Sebagaimana Pasal 5 Ayat (3) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal menjelaskan bahwa Penanam Modal Dalam Negeri dan Asing
yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dapat dilakukan
dengan cara mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas atau
membeli saham (sebagian saham) dan melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pengambilalihan saham lebih dikenal dengan istilah akuisisi. Istilah akuisisi
berasal dari bahasa Inggris yakni kata acquisition atau sering juga disebut take over. Menurut Munir Fuady, dalam buku Hukum Tentang Akuisisi, take over dan LBO32, istilah akuisisi diartikan sebagai pengambilalihan suatu kepentingan pengendalian
perusahaan oleh suatu perusahaan lain. Kamus hukum33
32
Munir Fuady, Op. Cit., hal. 3. 33
Marwan, M., dan Jimmy P, Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hal. 32 mengartikan akuisisi sebagai
Akuisisi saham secara harfiah adalah membeli atau mendapatkan sesuatu/
objek untuk ditambahkan pada sesuatu/ objek yang telah dimiliki sebelumnya.34
Akuisisi dalam terminologi bisnis merupakan pengambilalihan kepemilikan atau
pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam
peristiwa ini baik perusahaan pengambilalih atau yang diambilalih tetap eksis sebagai
badan hukum yang terpisah.35
Biasanya dalam proses akuisisi, pihak pengakuisisi memiliki ukuran yang
lebih besar dibanding dengan pihak yang diakuisisi, yang dimaksud dengan
pengendalian, menurut Abdul Moin, adalah kekuatan yang berupa kekuasaan untuk
(a) mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan, (b) mengangkat dan
memberhentikan manajemen, dan (c) mendapatkan hak suara mayoritas dalam rapat
direksi.
Dengan konteks ini maka akuisisi adalah
pengambilalihan kepemilikan perusahaan oleh pihak pengakuisisi sehingga akan
mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambilalih tersebut.
36
34
Abdul Moin, Merger, Akuisisi & Divestasi, (Yogyakarta: Ekonisia, Kampus Fakultas Hukum UII, 2003), hal. 8.
35
Ibid., hal. 8. 36
Ibid., hal. 9.
Adanya pengendalian ini maka pengakuisisi mendapatkan manfaat dari
perusahaan yang diakuisisi. Dengan demikian, akuisisi sesungguhnya merupakan
penggabungan usaha, namun kedudukan perusahaan tersebut tidak seimbang
sehingga dikatakan sebagai pengambilalihan kepemilikan perusahaan, baik terhadap
Di dalam peraturan perundang-undangan, istilah akuisisi tidak digunakan,
melainkan menggunakan istilah pengambilalihan. Berdasarkan Pasal 1 angka 11
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pengambilalihan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan
untuk mengambilalih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian
atas perseroan tersebut. Berdasarkan defenisi pengambilalihan perseroan terbatas
sebagaimana dimaksud diatas, maka dapat ditarik beberapa unsur yang melekat dalam
pengambilalihan antara lain yaitu:
a. Pengambilalihan adalah suatu perbuatan hukum;
b. Pihak yang mengambilalih adalah orang atau badan hukum;
c. Metode pengambilalihan dengan cara melakukan pengambilalihan saham;
d. Pengambilalihan saham itu dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian atas
perseroan terbatas tersebut;
Saham yang diambil alih tersebut harus bersifat signifikan dimana
pengambilalihan saham tersebut memungkinkan orang atau badan hukum yang
mengambilalih itu dapat mengendalikan perseroan yang diambilalih, dan jika saham
yang diambilalih tersebut tidak signifikan atau yang bersangkutan hanya menjadi
pemegang saham mayoritas di perseroan yang bersangkutan maka pengambilalihan
tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai pengambilalihan atau akuisisi.
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan,
dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, yang merupakan Peraturan Pelaksana dari
1995, mendefinisikan pengambilalihan adalah sama dengan yang tercantum dalam
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yakni perbuatan
hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perorangan untuk
mengambilalih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas
perseroan tersebut (Pasal 1 angka 3). Selanjutnya pengambilalihan juga berkaitan
dengan jenis-jenis pemasaran dan tujuan pengendalian dengan tujuan bagaimana cara
yang akan dilakukan untuk mendapatkan keuntungan sesuai dengan kebutuhan pasar
yang ada.
Adapun berdasarkan jenis usaha perseroan atau yang dikaitkan dengan
pemasaran, pengambilalihan dapat dibedakan menjadi:37
a. Pengambilalihan atau akuisisi horizontal yakni pengambilalihan yang bertujuan untuk mengambilalih Perseroan pesaing secara langsung yang mempunyai produk barang atau jasa yang sama ataupun memiliki wilayah pemasaran yang sama.
b. Pengambilalihan atau akuisisi vertikal adalah pengambilalihan yang bertujuan untuk menguasai sejumlah mata rantai produksi dan distribusi dari hulu sampai hilir.
c. Pengambilalihan atau akuisisi konglomerat adalah pengambilalihan yang ditujukan untuk mengambilalih Perseroan lain yang tidak memiliki kaitan bisnis yang sama secara langsung dengan Perseoran yang diambilalih.
37
Apabila dilihat dari sisi subjek yang melakukan pengambilalihan, maka dapat
dibedakan atas:38
a. Pengambilalihan eksternal yakni merupakan pengambilalihan yang terjadi dalam dua perseroan atau lebih dan tidak berada dalam 1 (satu) holding company. Contohnya adalah pengambilalihan PT H.M. Sampoerna, Tbk yang diambilalih oleh Philip Morris, Ltd.
b. Pengambilalihan Internal adalah pengambilalihan dimana baik perseroan yang diambilalih maupun perseroan yang akan diambilalih berada dalam 1 (satu)
holding company. Contohnya, pengambilalihan yang pernah dilakukan oleh Bakrie & Brothers terhadap PT. Indocopper Investama Corporation, dimana PT. Indocopper Investama Corporation merupakan anak perusahaan dari PT Bakrie & Brothers.
Apabila dilihat dari segi objek transaksi pengambilalihan, pengambilalihan
atau akuisisi dapat dibedakan sebagai berikut:39
a. Akuisisi Saham, dimana pihak yang mengambilalih atau mengakuisisi perusahaan yang diambilalih secara signifikan yang memungkinkan pihak yang mengambilalih mampu memegang kendali atas managemen perusahaan target. Untuk itu, dalam rangka melakukan akusisi saham tersebut, seseorang atau badan hukum harus menjadi pemegang saham mayoritas dalam suatu Perseroan.
b. Akuisisi Asset, dimana yang diambilalih adalah aset perseroan target dengan atau tanpa ikut mengambilalih seluruh kewajiban Perseroan target terhadap pihak ketiga. Sebagai kontraprestasi dari akuisisi ini, pihak yang mengakuisisi memberikan suatu harga yang pantas dengan cara yang sama seperti akuisisi saham.
c. Akuisisi Kombinasi, dimana pengambilalihan merupakan kombinasi antara akuisisi saham dan akuisisi asset. Misalnya dilakukan akuisisi sebesar 50% (lima puluh persen) asset perusahaan target. Demikian juga dengan kontraprestasinya, dapat saja dibayar sebagian dengan tunai dan sebagian lagi dengan saham perusahaan pengambilalih.
d. Akuisisi Bertahap, dimana akuisisi tersebut tidak dilaksanakan sekaligus. Misalnya, Perseroan target memberikan convertible bonds (obligasi yang dapat dikonversi menjadi saham), sementara Perseroan pengambilalih menjadi
38
Akuisisi & Proses Legal Due-Diligence Dalam Akuisisi Perseroan Terbatas
39
pembelinya. Dalam hal ini, pada tahap pertama, pihak yang mengambilalih memberikan dana ke Perseroan target melalui pembelian bonds (obligasi). Pada tahap selanjutnya, obligasi tersebut ditukar dengan saham, jika kinerja Perseroan yang akan diambilalih membaik.
e. Akuisisi Kegiatan Usaha, dimana kegiatan usaha yang diambilalih hanya kegiatan usaha termasuk jaringan bisnis, alat produksi, hak kekayaan intelektual dan lain sebagainya.
Dari klasifikasi mengenai objek transaksi pengambilalihan diatas,
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya mengakui transaksi
pengambilalihan saham sebagai satu-satunya cara yang dapat dilakukan dalam
mekanisme pengambilalihan saham.
2. Alasan Akuisisi Perusahaan
Terhadap terjadinya akuisisi dalam perusahaan kesemuanya memiliki latar
belakang yang didasari atas pertimbangan-pertimbangan matang, baik demi
memperoleh keuntungan semata maupun demi keberlangsungan usaha dalam sebuah
perusahaan. Sehingga tidaklah mungkin perusahaan atau pemilik saham dan direksi
tidak memiliki berbagai alasan untuk mengambil kebijakan melakukan akuisisi pada
perusahaan.
Maka dari itu terdapat beberapa alasan terjadinya akuisisi, antara lain:40
a. Mendapatkan cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas, b. Memperoleh kemudahan dana/ pembiayaan karena kreditor lebih percaya
dengan perusahaan yang telah berdiri dan mapan, c. Memperoleh karyawan yang berpengalaman,
d. Mendapatkan pelanggan yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal,
e. Memperoleh sistem operasional dan administratif yang mapan,
f. Mengurangi resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen baru,
g. Menghemat waktu untuk memasuki bisnis baru, dan
h. Memperoleh infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.
Sedangkan menurut Sartono ada beberapa alasan yang mendorong perusahaan
untuk melakukan merger maupun akuisisi, diantaranya:41
a. Skala yang ekonomis
Yang dimaksud dengan skala yang ekonomis adalah skala operasi dengan biaya rata-rata terendah. Tidak jarang dengan melakukan merger maka usaha pemasaran dapat lebih efisien dan sistem akuntansi akan lebih baik. Skala ekonomis bukan hanya dalam artian proses produksi saja melainkan dalam bidang pemasaran, personalia, keuangan, tetapi juga bidang administrasi.
b. Memperbaiki manajemen
Kurangnya motivasi untuk mencapai profit yang tinggi, kurangnya keberanian untuk mengambil resiko sering mengakibatkan perusahaan kalah dalam persaingan yang semakin sengit, dengan merger atau akuisisi maka perusahaan dapat mempertahankan karyawannya hanya pada tingkat yang memang diperlukan sehingga kemakmuran pemegang saham dapat ditingkatkan.
c. Penghematan pajak
Sering perusahaan mempunyai potensi memperoleh penghematan pajak, tetapi karena perusahaan tidak pernah dapat memperoleh laba maka penghematan itu kecil. Dari sisi perusahaan yang sedang berkembang, hal ini mempunyai manfaat ganda, disamping adanya penghematan pajak juga untuk memanfaatkan dana yang menganggur karena perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan pada umumnya memiliki surplus kas sehingga beban pajaknya dapat menjadi besar. d. Diversifikasi
Alasan ini adalah pendorong bagi perusahaan yang ingin memiliki jenis usaha yang lebih besar tanpa harus melakukan dari awal. Dengan diversifikasi maka resiko yang harus dihadapi atas suatu saham dapat dikompensasi oleh saham yang lain dengan demikian resiko secara keseluruhan menjadi lebih kecil.
41
Alasan Melakukan Merger dan Akuisisi,
Dengan alasan-alasan diatas memberikan gambaran akan perlunya
pertimbangan yang sangat besar dalam melakukan tindakan hukum untuk melakukan
akuisisi dalam perusahaan, sehingga tujuan atau keputusan melakukan akuisisi tidak
merugikan bagi perusahaan yang ingin diakuisisi atau perusahaan yang ingin
mengakuisisi.
3. Akibat Hukum Akuisisi
Akibat hukum dari akuisisi yaitu beralihnya pengendalian perusahaan kepada
perusahaan pengakuisisi. Pemegang saham yang tidak setuju atas pengambilalihan
persoran, diberikan hak khusus yang disebut appraisal right, yaitu hak milik pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS untuk menjual
sahamnya kepada perseroan dengan harga wajar. Pemegang saham yang tidak setuju
terhadap keputusan RUPS mengenai marger, konsolidasi, akuisisi dan pemisahaan Perusahaan (MKAPP) hanya boleh menggunakan haknya sesuai Pasal 62
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dan pelaksanaan hak
tersebut tidak menghentikan proses pelaksanaan marger, konsolidasi, akuisisi dan pemisahaan perusahaan (MKAPP) tersebut.
Terjadinya akuisisi dalam sebuah perseroan tentu berpengaruh dengan
anggaran dasar perusahaan. Akuisisi sebuah perseroan dapat merubah atau tidak
merubah anggaran dasar suatu perseroan. Apabila akuisisi tidak mengakibatkan
perubahan anggaran dasar, maka akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal
dengan perubahan anggaran dasar yang membutuhkan persetujuan Menkumham,
akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal persetujuan anggaran dasar
Menkumham. Apabila akuisisi disertai perubahan anggaran dasar yang tidak
memerlukan persetujuan Menkumham, akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggak
pendaftaran akta akuisisi dalam daftar perusahaan.
4. Tahapan-Tahapan Akuisisi
Pengambilalihan saham harus dilakukan dengan cara melakukan
pengambilalihan saham secara signifikan atas saham yang telah dikeluarkan dan/ atau
yang akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau dari pemegang
saham secara langsung.
Dalam hal pengambilalihan saham dilakukan oleh badan hukum, maka direksi
perusahaan pengakuisisi sebelum melakukan perbuatan pengambilalihan saham
tersebut harus didasarkan pada keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
yang memenuhi persyaratan pengambilan keputusan sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 89 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas,
dimana RUPS tersebut harus dihadiri oleh 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah
keseluruhan saham dengan hak suara hadir/ diwakili dalam RUPS. RUPS ini baru
akan sah apabila rencana akuisisi tersebut disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali jika anggaran dasar
mengatur kuorum yang lebih besar. Apabila kuorum kehadiran dalam RUPS pertama
dinyatakan sah apabila dalam RUPS tersebut dihadiri paling sedikit oleh 2/3 (dua
pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS.
Keputusan RUPS baru dikatakan sah apabila keputusan atas rencana akuisisi
tersebut disetujui oleh 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan,
kecuali jika anggaran dasar perseroan mengatur kuorum yang lebih besar. Ketentuan
penyelenggaraan kuorum RUPS tersebut juga berlaku bagi perseroan terbuka
sepanjang tidak diatur lain di dalam peraturan Perundang-undangan dalam bidang
pasar modal.
Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh Direksi, pihak yang
mengambilalih harus menyampaikan maksudnya untuk melakukan pengambilalihan
tersebut kepada direksi perseroan yang diambilalih, dimana pihak yang akan
mengambilalih tersebut adalah perseroan atau badan hukum lain yang bukan
perseroan atau perseorangan.
Apabila pengambilalihan dilakukan oleh Direksi, maka pihak yang akan
mengambilalih dan perseroan yang akan diambilalih dengan persetujuan komisaris
masing-masing perseroan menyusun rancangan pengambilalihan yang memuat
sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:42
a. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan diambilalih dan perseroan yang akan mengambilalih.
42
b. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambilalih dan Direksi Perseroan yang akan diambilalih.
c. Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) UUPT untuk tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambilalih dan Perseroan yang akan diambilalih.
d. Tata cara penilaian dan konversi saham dari perseroan yang akan diambilalih terhadap saham penukarnya apabila pembayaran pengambilalihan dengan saham.
e. Jumlah saham yang akan diambilalih. f. Kesiapan pendanaan.
g. Neraca konsolidasi performa Perseroan yang akan mengambilalih setelah pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntasi yang berlaku umum di Indonesia.
h. Cara penyelesaian hak Pemegang Saham yang tidak setuju terhadap pengambilalihan
i. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Komisaris dan Karyawan Perseoran yang diambilalih.
j. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengambilalihan, termasuk jangka waktu pemberian kuasa pengalihan saham dari Pemegang Saham kepada Direksi Perseroan.
k. Rancangan perubahan Anggaran Dasar Perseroan hasil pengambilalihan jika ada.
Apabila pengambilalihan saham tersebut dilakukan langsung dari pemegang
saham maka ketentuan Pasal 125 ayat (5) dan (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Tentang Perseroan Terbatas diatas, tidak berlaku. Dengan demikian,
pengambilalihan saham perseroan lain secara langsung dari pemegang saham tidak
perlu didahului dengan membuat rencangan pengambilalihan. Kedua belah pihak
langsung melakukan perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan
mengambilalih dengan pemegang saham. Walaupun demikian, pengambilalihan
saham secara langsung ini tetap wajib memperhatikan Anggaran Dasar Perseroan
yang diambilalih tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat
Direksi perseroan yang akan melakukan pengambilalihan wajib
mengumumkan ringkasan rancangan paling sedikit dalam satu surat kabar dan
mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari perseroan yang akan melakukan
pengambilalihan dalam jangka waktu paling lama tiga puluh hari sebelum
pemanggilan RUPS. Pengumuman tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa pihak
yang berkepentingan dapt memperoleh rancangan pengambilalihan di kantor
perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS
diselenggarakan. Rancangan pengambilalihan yang telah disetujui RUPS dituangkan
kedalam akta pengambilalihan yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa
Indonesia. Salinan akta pengambilalihan perseroan tersebut wajib dilampirkan pada
penyampaian pemberitahuan kepada Menkumham tentang perubahan anggaran dasar.
B. Aspek Hukum Perusahaan Penanaman Modal 1. Bentuk-bentuk perusahaan penanaman modal
Perusahaan diartikan sebagai sebuah organisasi yang memproses perubahan
keahlian dan sumber daya ekonomi menjadi barang dan/atau jasa untuk memuaskan
atau memenuhi kebutuhan para pembeli dengan harapan memberikan laba bagi para
pemiliknya.43
43
Husein Umar, Strategic Management in Action, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 4
Selain untuk mencari keuntungan atau laba, tujuan perusahaan juga
politik, upaya pengabdian kepada masyakat dan sebagainya.44 Inilah yang disebut dengan tujuan pendirian perusahaan, yaitu tujuan ekonomis dan tujuan sosial.45
Sebagai pejabaran dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang
Penanaman modal tersebut dapat di bagi 2 (dua) bentuk penanaman modal yakni: Bentuk perusahaan penanaman modal telah dikenal sejak lama, di Indonesia
pengaturan penanaman modal diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Jo
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Jo Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1970 tentang Penanaman Modal Asing yang keduanya digantikan oleh
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Penanaman Modal,
dijelaskan bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri dapat dilakukan dalam bentuk
badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha
perseorangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sementara
untuk PMA wajib berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT). Selanjutnya
menjelaskan bahwa Penanam Modal Dalam Negeri dan Asing yang melakukan
penanaman modal dalam bentuk PT dilakukan dengan cara mengambil bagian saham
pada saat pendirian Perseroan Terbatas, membeli saham, dan melakukan cara lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
46
44
M. Fuad, Christine H, dkk, Pengantar Bisnis, cetakan ke-5 (Jakarta: PT. Gramedia 2006), hal. 22
45
Ibid.
46
a. Penanaman Modal Secara Langsung
Penanaman Modal Langsung adalah direct investment yaitu penanaman modal dengan cara mengambil alih saham atau menambah modal dalam perusahaan yang
sudah ada atau perusahaan baru.47 Dapat juga diartikan penanaman modal langsung
adalah penanaman modal yang modalnya di investasikan kedalam bidang usaha
tertentu dan modal tersebut dapat berupa uang, barang modal, know-how dan knowledge.48
Investasi secara langsung selalu dikaitkan adanya keterlibatan secara langsung
dari pemilik modal dalam kegiatan pengelolaan modal.49 Dalam penanaman modal
secara langsung, pihak investor langsung terlibat dalam kegiatan pengelolaan usaha
dan bertanggung jawab secara langsung apabila terjadi suatu kerugian.50
Penanaman modal asing secara langsung menurut Organization For Economic Cooperation (OEEC) memberikan rumusan bahwa direct investment is meant acquisition of sufficient interest in an under taking to ensure its control by the investor (suatu bentuk penanaman modal asing dimana penanam modal diberi keleluasaan penguasaan dan penyelenggaraan pimpinan dalam perusahaan dimana
47
Kamus BI 48
Hukum Penanaman Modal : Macam-macam Penanaman Modal dan berbagai
Bentuk Kerjasamanya
2014. 49
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan terhadap Pemberlakuan UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, (Jakarta: PT. Raharja Grafindo Persada, 2007), hal. 12.
50
modalnya ditanam, dalam arti bahwa penanam modal mempunyai penguasaan atas
modalnya).51
Menurut Munir Fuady, penanaman modal asing secara langsung dilihat dalam
arti sempit. Yang dimaksudkan adalah model penanaman asing yang dilakukan
dengan mana pihak asing atau perusahaan asing membeli langsung (tanpa lewat pasar
modal) saham perusahaan nasional atau mendirikan perusahaan baru, baik lewat
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atau lewat departemen lain.52
b. Penanaman Modal Tidak Langsung
Penanaman modal asing secara langsung juga memberikan pengertian bahwa
bagi pemodal asing yang ingin menanamkan modalnya secara langsung, maka secara
fisik pemodal asing hadir dalam menjalankan usahanya, dengan hadirnya atau
tepatnya dengan didirikannya badan usaha yang berstatus sebagai penanaman modal
asing, maka badan usaha tersebut harus tunduk pada ketentuan hukum di Indonesia.
Penanaman Modal tidak langsung pada umumnya merupakan penanaman
modal jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar
uang. Penanaman modal ini disebut dengan penanaman modal jangka pendek karena
pada umumnya, jual beli saham atau mata uang dalam jangka waktu yang relatif
singkat tergantung kepada fluktuasi nilai saham dan/atau mata uang yang hendak mereka jual belikan.
51
Hulman Panjaitan dan Anner Sianipar, Hukum Penanaman Modal Asing, (Jakarta: CV. Indhill Co, 2008), halaman 41.
52
Perbedaan antara Penanaman Modal langsung dengan Penanaman Modal
tidak langsung adalah sebagai berikut: 53
a. pada Penanaman Modal tak langsung, pemegang saham tidak memiliki kontrol pada pengelolaan perseroan sehari-sehari
b. Pada Penanaman Modal tak langsung, biasanya resiko ditanggung sendiri oleh pemegang saham sehingga pada dasarnya tidak dapat menggugat perusahaan yang menjalankan kegiatannya.
c. Kerugian pada Penanaman Modal tidak lansung, pada umumnya tidak dilindungi oleh hukum kebiasaan Internasional.
Sedangkan menurut Jonker S, tentang jenis-jenis penanaman modal yaitu: 54
a. Penanaman Modal langsung (Direct Invesment), yakni investasi yang dilaksanakan dengan kepemilikan proyek yang kelihatan wujudnya, kajian mengenai resiko dan hasil yang diterima dari Penanaman Modal tersebut dilakukan melalui studi kelayakan investasi yang menyangkut semua aspek-aslek keuangan, aspek ekonomi/sosial, aspek pemasaran, aspek teknis/produksi, aspek hukum serta aspek organisasi dan menajemen.
b. Penanaman Modal tidak langsung (Indirect Invesment), yakni Penanaman Modal yang dilakukan dengan membeli surat-surat berharga yang diterbitkan oleh perseroan ataupun yang diterbitkan oleh Olter ego dari pemerintah, kajian mengenai resiko dan hasil yang diterima dari investasi dimaksudkan dilakukan melalui analisis atas data-data yang berkaitan dengan portofolio investasi yang diminati, data-data tersebut didapatkan dari emiten maupun sumber-sumber lainnya.
2. Bentuk Hukum Perusahaan Penanaman Modal
Bentuk hukum perusahaan penanaman modal, dalam perkembangannya dapat
digolongkan dengan dua bentuk yaitu Penanaman Modal Asing (PMA) dan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
53
Ismail Suny, Tinjauan dan Pembahasan UU Penanaman modal Asing &Kredit Luar Negeri, (Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita, 1972), hal. 13.
54
a. Penanaman modal asing (PMA)
Penanaman modal asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk
melakukan usaha diwilayah negara republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam
modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang
berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.55 Dalam melakukan kegiatan penanaman modal, penanam moda asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara republik
Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.
Dalam melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas
penanaman modal asing dapat melakukannya dengan cara mengambil bagian saham
pada saat pendirian perseroan terbatas atau membeli saham atau melakukan cara lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terhadap ketentuan yang mengharuskan penanaman modal asing (PMA)
harus berbentuk PT, hal ini diterangkan dalam bagian penjelasan UUPM, yaitu
merupakan salah satu upaya pemerintah dalam memberikan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan PMA.
Berikut adalah instrumen kepastian hukum yang diberikan dalam PT
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas (UUPT):
55
1. Badan Hukum, karena:
a. Pengesahan anggaran dasarnya dari Menteri Hukum dan Ham, apabila PT belum ada pengesahan maka statusnya belum sebagai badan hukum dan segala tanggung jawab dan kewajibannya sama halnya dengan persekutuan firma. Melalui mekanisme ini, memperlihatkan bahwa adanya kepastian hukum terhadap setiap tindakan dan kegiatan usaha PT harus sesuai dengan UUPT dan anggaran dasar. Hal-hal tersebut tidak dapat dilakukan hanya berdasarkan nama orang perorangan saja seperti pada badan usaha yang tidak berbadan hukum. b. PT merupakan bentuk organisasi yang teratur, ada RUPS, direksi, dan
komisaris.
c. Memiliki harta kekayaan sendiri, berarti mengenal adanya pemisahan harta kekayaan pribadi dengan harta kekayaan perusahaan
d. Dapat melakukan hubungan hukum sendiri, atas nama perseroan; dan e. Mempunyai tujuan sendiri, yaitu mencari keuntungan
2. Tanggung jawab pemegang saham terbatas, maksudnya terbatas pada nilai saham yang diambilnya, kecuali dalam hal:
a. Persyaratan PT sebagai badan hukum belum terpenuhi;
b. Pemegang saham memanfaatkan PT untuk kepentingan pribadi;
c. Terlibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan PT dan menggunakan kekayaan PT;
d. Pemegang saham secara melawan hukum menggunakan kekayaan PT sehingga perseroan tidak dapat melunasi utang-utangnya
3. Berdasarkan perjanjian:
a. Didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih (perorangan atau badan hukum); b. Adanya kesepakatan para pihak yang mendirikan PT; dan
c. Kewajiban mengambil bagian pada saat pendirian
4. Melakukan kegiatan usaha;
6. Jangka waktu dapat tidak terbatas. Tapi khusus untuk penanaman modal asing, jangka waktu di batasi selama 30 tahun. Jika di bandingkan dengan bentuk usaha yang tidak berbadan hukum, dari ketiga organ perseroan di atas (point 1 huruf b), masing-masing organ memiliki kapasitas dan kewajiban masing-masing dalam menjalankan kegiatan usaha perseroan yag dituangkan dalam anggaran dasar dan/atau UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas.
b. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal
untuk melakukan usaha diwilayah negara republik Indonesia yang dilakukan oleh
penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.56
Dapat dipahami bahwasannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang menjelaskan tentang
Penanaman modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan
usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman
modal diwilayah negara Republik Indonesia. Menurut penjelasan Undang-Undang
Nomor 25 tahun 2007 Tentang penanaman modal tersebut pemerintah memiliki
tujuan agar penyelenggaraan penanaman modal sesuai dengan pembangunan
ekonomi nasional, sehingga dapat mempercepat kemakmuran rakyat. Untuk itu
Dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal disebutkan penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam
bentuk badan usaha yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha
perseorangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, contoh badan
usaha yang berbentuk badan hukum adalah PT, koperasi, dan yayasan.
56
pemerintah berharap keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat dalam penanaman
modal merupakan faktor yang sangat penting. Serta perlu diselenggarakan
pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri dengan cara rehabilitasi
pembaharuan, perluasan, pembangunan dalam bidang produksi barang dan jasa.
Maka daripada itu sangat diperlukan untuk menciptakan iklim yang baik
disetiap tatanan penanaman modal dan agar terciptanya kemudahan dan ketegasan
usaha demi kepentingan nasional, sehingga ditetapkan ketentuan-ketentuan yang
mendorong investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk
itu perlu dibukanya bidang-bidang usaha yang diperuntukan bagi sektor swasta,
selayaknya bermaksud didasarkan pada kemampuan rakyat Indonesia sendiri. Serta
memanfaatkan modal dalam negeri yang dimiliki dalam suatu usaha dengan tujuan
memperoleh keuntungan dari usaha tersebut. Investasi ini nantinya sebagai wahana
dimana dana ditempatkan dengan harapan untuk dapat memelihara atau menaikkan
nilai atau memberikan hasil yang positif bagi warga negara.
Sementara itu dilihat dari Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970, pada Pasal 1 yang dimaksud dengan “Modal Dalam
Negeri” ialah Bagian dari pada kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan
benda-benda yang dimiliki oleh Negara maupun Swasta Nasional atau swasta Asing
yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu
usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan Pasal 2 Undang-Undnag
modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 Pasal ini dapat terdiri atas perorangan dan/
atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.
Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 dalam Pasal 1
menyebutkan: Modal Dalam Negeri diartikan juga sebagai sumber produktif dari
masyarakat Indonesia yang dapat digunakan bagi pembangunan ekonomi pada
umumnya. Modal dalam negeri adalah modal yang merupakan bagian dari kekayaan
masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda (bergerak dan tidak
bergerak), yang dapat disisihkan/ disediakan untuk menjalankan suatu usaha/
perusahaan, contoh dari kekayaan termasuk didalamnya adalah: tanah, bangunan,
kayu di hutan, dan lain-lain). Kekayaan tersebut dapat dimilki oleh negara
(pemerintah) dan swasta. Disamping itu alat-alat pembayaran luar negeri yang dimilki
oleh negara dan swasta nasional yang disisihkan/ disediakan untuk menjalankan
usahanya di Indonesia termasuk pula sebagai modal dalam negeri.
Pasal 2 menerangkan yang dimaksud dengan Penanaman modal dalam negeri
ialah penggunaan modal tersebut dalan Pasal 1 bagi usaha-usaha yang mendorong
pembangunan ekonomi pada umumnya. Penanaman tersebut dapat dilakukan secara
langsung, yakni oleh pemiliknya sendiri atau tidak langsung, yakni melalui pembelian
obligasi-obligasi, surat-surat kertas perbendaharaan negara, emisi-emisi lainnya
(saham-saham) yang dikeluarkan oleh perusahaan, serta deposito dan tabungan yang
berjangka sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun.
Bidang usaha yang dapat menjadi garapan Penanaman Modal Dalam Negeri
bidang-bidang yang perlu dipelopori oleh pemerintah dan wajib dilaksanakan oleh
pemerintah, misalnya yang berkaitan dengan rahasia dan pertahanan Negara.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di luar bidang-bidang tersebut dapat
diselenggarakan oleh swasta nasional, misalnya perikanan, perkebunan, pertanian,
telekomunikasi, jasa umum, perdaganagan umum.
Adapun syarat-syarat yang di kategorikan ke dalam PMDN :57
1) Permodalan: menggunakan modal yang merupakan kekayaan masyarakat Indonesia baik langsung maupun tidak langsung
2) Pelaku Investasi: Negara dan swasta
Pihak swasta dapat terdiri dari orang dan atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum di Indonesia
3) Bidang usaha: semua bidang yang terbuka bagi swasta, yang dibina, dipelopori atau dirintis oleh pemerintah
4) Perizinan dan perpajakan: memenuhi perizinan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Antara lain: izin usaha, lokasi, pertanahan, perairan, eksplorasi, hak-hak khusus, dll
5) Batas waktu berusaha: merujuk kepada peraturan dan kebijakan masing-masing daerah.
6) Tenaga kerja: wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan tertentu belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia. Mematuhi ketentuan UU ketenagakerjaan (merupakan hak dari karyawan).
3. Tata Cara Pendirian dan Perizinan
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Perseroran Terbatas,
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Sedangkan ketentuan Pasal 7
57
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan
perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam
bahasa Indonesia dan setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada
saat Perseroan didirikan. Pengertian orang dalam pengertian disini adalah dalam
pengertian orang pribadi ataupun badan hukum.
Mengenai tata cara pendirian Perusahan PMA pertama tama dengan
mengajukan izin Sementara untuk pendirian Perseroan Terbatas Penanaman Modal
Asing (PT PMA) melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). dengan
terlebih dahulu memperhatikan Perpres No. 39 Tahun 2014 untuk mengetahui apakah
bidang usaha PT PMA tersebut terbuka untuk investasi asing, dan jika terbuka berapa
besar komposisi penanaman modal asing yang diperbolehkan. Untuk pendirian PT
PMA, harus mengajukan aplikasi kepada BKPM untuk pendaftaran penanaman
modal.
Untuk lebih awal dipahami berdasarkan ketentuan Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan perseroan didirikan
oleh dua orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia
dan setiap pendiri Perseroan wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan
didirikan. Selanjutnya dalam Pasal 8 ayat 1 menyatakan akta pendirian memuat
Keterangan lain sebagaimana dimaksud di atas juga harus memuat
sekurang-kurangnya: 58
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan;
b. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;
c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor.
Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib
memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari
instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
Izin sebagaimana dimaksud diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu.59
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah kegiatan penyelenggaraan suatu
perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan
wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan
nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai
dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat. 60
PTSP di bidang penanaman modal bertujuan untuk membantu penanam
modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi
mengenai penanaman modal, dengan cara mempercepat, menyederhanakan
58
Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 59
Pasal 25 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 60
pelayanan, dan meringankan atau menghilangkan biaya pengurusan perizinan dan
nonperizinan.
Ruang lingkup PTSP di bidang penanaman modal mencakup pelayanan untuk
semua jenis perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal yang diperlukan
untuk melakukan kegiatan penanaman modal. PTSP di bidang penanaman modal
diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Penyelenggaraan PTSP di
bidang penanaman modal oleh pemerintah dilaksanakan oleh BKPM.
Dalam menyelenggarakan PTSP di bidang penanaman modal sebagaimana
dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal: 61
a. Kepala BKPM mendapat Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang dari Menteri Teknis/ Kepala LPND yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Penanaman Modal; dan
b. Menteri Teknis/ Kepala LPND, Gubernur atau Bupati/ Walikota yang mengeluarkan Perizinan dan Non perizinan di bidang Penanaman Modal dapat menunjuk Penghubung dengan BKPM.
Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a Peraturan Presiden
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman
Modal terdiri atas:62
a. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi;
61
Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu diBidang Penanaman Modal.
62
b. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang meliputi:
1. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi;
2. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;
3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;
4. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional;
5. Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan
6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah menurut undang-undang.
Kewenangan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini diperkuat lagi
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, meliputi koordinasi:63
a. antar instansi pemerintah;
b. antar instansi pemerintah dengan Bank Indonesia;
c. antar instansi pemerintah dengan pemerintah daerah; dan d. koordinasi antar pemerintah daerah.
Tugas dan fungsi BKPM ditentukan dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tugas dan fungsi BKPM adalah:
a. melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman modal;
b. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;
c. menetapkan norma, standar dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan penanaman modal;
d. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dan memberdayakan badan usaha;
e. menyusun peta penanaman modal Indonesia; f. mempromosikan penanaman modal;
g. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing, menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan
63
informasi yang seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;
h. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;
i. mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia;
j. mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu; dan
k. melaksanakan pelayanan penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah daerah
dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota.
Penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh pemerintah provinsi
dilaksanakan oleh PDPPM, sedangkan Penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman
modal oleh pemerintah kabupaten/ kota dilaksanakan oleh PDKPM. Dalam
menyelenggarakan PTSP di bidang penanaman modal sebagaimana dimaksud pada
Pasal 11 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Gubernur memberikan
pendelegasian wewenang pemberian perizinan dan nonperizinan di bidang
penanaman modal yang menjadi urusan pemerintah provinsi kepada kepala PDPPM.
Urusan pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat (2) Peraturan
Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang
Penanaman Modal, meliputi:64
64
a. Urusan pemerintah provinsi di bidang penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/ kota berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi; dan
b. Urusan pemerintah di bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal yang diberikan Pelimpahan Wewenang kepada Gubernur.
Penyelenggaraan PTSP di bidang Penanaman Modal oleh pemerintah
kabupaten/ kota dilaksanakan oleh PDKPM. Dalam menyelenggarakan PTSP di
bidang Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 ayat (1) Peraturan
Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang
Penanaman Modal, Bupati/ Walikota memberikan pendelegasian wewenang
pemberian perizinan dan non perizinan di bidang penanaman modal yang menjadi
urusan pemerintah kabupaten/kota kepada kepala PDKPM. Urusan pemerintah
kabupaten/ kota diatur dalam Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun
2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.
Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal dapat
memberikan pelimpahan tugas kepada pemerintah kabupaten/ kota. Jenis perizinan
penanaman modal, antara lain:65
a. Pendaftaran Penanaman Modal; b. Izin Prinsip Penanaman Modal;
c. Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal; d. Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal;
e. Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan, Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (merger) dan Izin Usaha Perubahan;
65
f. Izin Lokasi;
g. Persetujuan Pemanfaatan Ruang; h. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); i. Izin Gangguan (UUG/ HO);
j. Surat Izin Pengambilan Air Bawah Tanah; k. Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
l. Hak atas tanah;
m. Izin-izin lainnya dalam rangka pelaksanaan penanaman modal.
Permohonan pendaftaran penanaman modal adalah permohonan yang
disampaikan oleh penanam modal untuk mendapatkan persetujuan awal pemerintah
sebagai dasar memulai rencana penanaman modal. Permohonan pendaftaran
disampaikan ke PTSP BKPM, PTSP PDPPM, PTSD PDKPM sesuai kewenangannya.
Permohonan pendaftaran dapat diajukan oleh:
a. pemerintah negara lain dan/ atau warga negara asing dan/ atau badan
usaha asing
b. pemerintah negara lain dan/ atau warga negara asing dan/ atau badan
usaha asing bersama dengan warga negara Indonesia dan/ atau badan
hukum Indonesia;
c. perseorangan warga negara Indonesia dan/ atau badan usaha Indonesia
lainnya.
Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat (1)
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009
tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, dengan
bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM, dengan dilengkapi persyaratan bukti diri pemohon:66
a. surat dari instansi pemerintah negara yang bersangkutan atau surat yang
dikeluarkan oleh kedutaan besar/kantor perwakilan negara yang
bersangkutan di Indonesia untuk pemohon adalah negara lain;
b. rekaman paspor yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan
asing;
c. rekaman Anggaran Dasar (Article of Association) dalam bahasa Inggris atau terjemahannya dalam bahasa Indonesia dari penterjemah tersumpah
untuk pemohon adalah untuk badan usaha asing;
d. rekaman KTP yang masih berlaku untuk pemohon adalah perseorangan
Indonesia;
e. rekaman Akta Pendirian perusahaan dan perubahannya beserta
pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon adalah badan
usaha Indonesia;
f. rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah perseorangan Indonesia
maupun badan usaha Indonesia;
g. permohonan pendaftaran ditandatangani di atas materai cukup oleh
seluruh pemohon (bila perusahaan belum berbadan hukum) atau oleh
direksi perusahaan (bila perusahaan sudah berbadan hukum);
66
h. Surat kuasa asli bermaterai cukup untuk pengurusan permohonan yang
tidak dilakukan secara langsung oleh pemohon/direksi perusahaan;
i. ketentuan tentang surat kuasa sebagaimana dimaksud pada butir h diatur
dalam Pasal 63 peraturan ini.
Pendaftaran diterbitkan dalam 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya
permohonan yang lengkap dan benar.
Izin prinsip penanaman modal, yang selanjutnya disebut izin prinsip adalah
izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat
memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya
memerlukan fasilitas fiskal.
Permohonan izin prinsip bagi perusahaan penanaman modal asing yang
bidang usahanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3)
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009
tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan ke
PTSP BKPM dengan menggunakan formulir izin prinsip, sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy berdasarkan investor module BKPM. 67
Permohonan izin prinsip sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 34 ayat (1)
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009
67
tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal dilengkapi
persyaratan sebagai berikut:68
a. bukti diri pemohon
1) Pendaftaran bagi badan usaha yang telah melakukan pendaftaran; 2) Rekaman akta pendirian perusahaan dan perubahannya;
3) Rekaman pengesahan anggaran dasar perusahaan dari Mentri Hukum dan HAM;
4) Rekamanan nomor pokok wajib pajak (NPWP). b. keterangan rencana kegiatan, berupa:
1) uraian proses produksi yang mencantumkan jenis bahan baku dan dilengkapi dengan diagram ulir (flow chart);
2) uraian kegiatan usaha sektor jasa.
c. rekomendasi dari instansi pemerintah terkait, bila dipersyaratkan;
d. permohonan izin prinsip disampaikan oleh direksi perusahaan ke PTSP BKPM;
e. permohonan yang secara tidak langsung disampaikan oleh direksi perusahaan PTSP BKPM harus dilampiri surat kuasa asli;
f. ketentuan tentang surat kuasa sebagaiman dimaksud pada butir e diatur dalam Pasal 63 peraturan ini.
Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) Peraturan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang
Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal, diterbitkan izin prinsip
dengan tembusan kepada:69
a. Menteri Dalam Negeri; b. Menteri Keuangan;
c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia u.p. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum;
d. Menteri yang membina bidang usaha penanaman modal yang bersangkutan;
e. Menteri Negara Lingkungan Hidup [bagi perusahaan yang diwajibkan AMDAL atau Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)];
68
Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal.
69
f. Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah (bagi bidang usaha yang diwajibkan bermitra);
g. Gubernur Bank Indonesia;
h. Kepala Badan Pertanahan Nasional (bagi penanaman modal yang akan memiliki lahan);
i. Duta Besar Republik Indonesia di negara asal penanam modal asing; j. Direktur Jenderal Pajak;
k. Direktur Jenderal Bea dan Cukai;
l. Direktur Jenderal Teknis yang bersangkutan; m. Gubernur yang bersangkutan;
n. Bupati/ walikota yang bersangkutan; o. Kepala PDPPM;
p. Kepala PDKPM.
Izin prinsip diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak
diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar. Permohonan izin prinsip untuk
penanaman modal dalam negeri diajukan oleh:70
a. Perseorangan warga negara Indonesia;
b. Perseroan Terbatas (PT) dan/ atau perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia;
c. Commanditaire Vennootschap (CV), atau Firma (Fa), atau usaha perseorangan;
d. Koperasi;
e. Yayasan yang didirikan oleh warga negara Indonesia/ perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; atau
f. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah.
Permohonan izin prinsip sebagaimana dimaksud pada Pasal 35 ayat (1)
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun 2009
tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal disampaikan oleh
pemohon ke Perizinan Terpadu Satu Pintu Badan Koordinasi Penanaman Modal
70
Pasal 35 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 12 Tahun
(PTSP BKPM), Perizinan Terpadu Satu Pintu Penanaman Modal Perangkat Daerah
Provinsi bidang Penanaman Modal (PTSP PDPPM), Perizinan Terpadu Satu Pintu
Penanaman Modal Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal
(PTSP PDKPM) sesuai kewenangannya dengan menggunakan formulir izin prinsip,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dalam bentuk hardcopy atau softcopy
berdasarkan investor module BKPM. Izin prinsip diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan dengan lengkap dan benar.
Permohonan izin prinsip untuk penanaman modal dalam negeri diajukan oleh:71 a. perseorangan warga negara Indonesia;
b. Perseroan Terbatas (PT) dan/atau perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia;
c. Commanditaire Vennootschap (CV), atau Firma (Fa), atau usaha perseorangan;
d. Koperasi;
e. Yayasan yang didirikan oleh warga negara Indonesia/perusahaan nasional yang seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia; atau
f. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau Badan Usaha Milik Daerah.
71
C. Pembelian Saham Secara Akuisisi Pada Perusahaan Bukan PMA Oleh Warga Negara Asing Atau Badan Hukum Asing.
1. Akuisisi Perusahaan Penanaman Modal berdasarkan UUPT dan Anggaran Dasar.
Ketentuan yuridis secara umum mengenai pengambilalihan atau akuisisi yakni
terdapat dalam Pasal 125 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas yang menjelaskan bahwa pengambilalihan dapat dilakukan oleh
badan hukum atau orang perseorangan. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan oleh
badan hukum berbentuk Perseroan, Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum
Pengambilalihan harus berdasarkan keputusan RUPS. Namun jika pengambilalihan
dilakukan melalui direksi, maka pihak yang akan mengakuisisi menyampaikan
maksudnya kepada direksi perseroan yang hendak diakuisisi.
Pasal 125 ayat (7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas menyebutkan bahwa pengambilalihan saham perseroan lain langsung dari
pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan,
tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan
mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran
dasar perseroan yang diambil alih.
Akuisisi perusahaan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengambilalihan
perusahaan dengan cara membeli saham mayoritas perusahaan sehingga menjadi
pemegang saham pengendali. Dalam peristiwa akuisisi, baik perusahaan yang
mengambil alih (pengakuisisi) maupun perusahaan yang diambil alih (diakuisisi)
Akibat adanya keinginan akuisisi pada PT, maka Direksi PT yang akan
diakuisisi dan pihak pengakuisisi masing-masing menyusun Usulan Rencana Akusisi.
Usulan Rencana Akusisi wajib mendapat persetujuan Komisaris PT yang akan
diakuisisi atau lembaga serupa dari pihak pengakuisisi. Usulan Rencana Akusisi
digunakan sebagai bahan penyusunan Rancangan Akuisisi yang disusun secara
bersama-sama antara Direksi PT yang akan diakuisisi dengan pihak pengakuisisi.
Ringkasan rancangan Akuisisi wajib diumumkan Direksi PT pengakuisisi dalam 2
surat kabar harian serta diberitahukan secara tertulis kepada karyawan PT
Pengakuisisi paling lambat 14 hari sebelum pemanggilan RUPS.
Rancangan akuisisi wajib disetujui RUPS dari PT yang akan diakuisisi.
Rancangan akuisisi juga harus disetujui oleh “pemegang kekuasaan” dari Pihak
Pengakuisisi. Apabila pihak pengakuisisi berbentuk PT, maka rancangan akusisi
harus disetujui RUPS. Pada pihak pengakuisisi berbentuk koperasi. Jika pihak
pengakuisisi berbentuk yayasan maka rancangan akusisi harus disetujui rapat dewan
pembina yayasan. Disetujui oleh para sekutu atau pemilik CV dan Firma.
Rancangan Akuisisi yang telah disetujui selanjutnya dituangkan dalam Akta
Akuisisi yang dibuat di hadapan notaris dan ditulis dalam bahasa Indonesia. Akta
Akuisisi yang sudah disahkan Notaris selanjutnya didaftarkan kepada Menkumham.
Akibat hukum dari akuisisi yaitu beralihnya hak dan kewajiban suatu
perusahaan yang diakuisisi kepada pengakuisisi. Pemegang saham yang tidak setuju
menjual sahamnya kepada perseroan dengan harga wajar. Pemegang saham yang
tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai MKAPP hanya boleh menggunakan
haknya sesuai pasal 62 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas, dan pelaksanaan hak tersebut tidak menghentikan proses pelaksanaan
MKAPP.
Apabila akuisisi PT diikuti dengan perubahan AD yang membutuhkan
persetujuan Menkumham, akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal persetujuan
AD oleh Menkumham. Perubahan Anggaran Dasar yang harus mendapatkan
persetujuan Menkumham menurut Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas meliputi:
a. nama Perseroan dan/ atau tempat kedudukan Perseroan; b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan; c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya modal dasar;
e. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/ atau
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
Apabila akusisi PT disertai perubahan AD yang tidak memerlukan
persetujuan Menkumham, akusisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran
akta akuisisi dalam daftar perusahaan. Di sisi lain, apabila akuisisi PT tidak
mengakibatkan perubahan AD, akuisisi dianggap mulai berlaku sejak tanggal
penandatanganan Akta akuisisi di hadapan notaris.
Jika ada pemegang saham yang tidak setuju dengan akuisisi suatu perseroan,
maka pemegang saham tersebut oleh hukum diberikan suatu hak khususu yang
yang tidak setuju terhadap pengambilalihan tetapi mereka kalah suara dalam forum
RUPS atau tindakan corporate lainnya untuk menjual saham yang dipegangnya kepada perseroan yang bersangkutan, sedangkan perseroan yang menerbitkan saham
tersebut wajib membeli kembali saham perseroan yang diterbitkan tersebut dengan
harga yang wajar.
2. Hal-hal yang terkait dengan peraturan penanaman modal a. Persyaratan batasan pemilikan saham asing
Persyaratan batasan pemilikan saham asing merupakan suatu ketetapan yang
telah diatur dalam undang-undang penanaman modal, dimana besaran pemilikan
tersebut dijelaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 yang telah
diubah menjadi Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014.
Berikut besaran kepemilikan saham yang telah ditentukan dan atas
perubahannya adalah sebagai yang dapat dijadikan dasar sebagai syarat penanaman
modal di atur didalam Perpres Nomor 36 Tahun 2010 yang mana telah diubah dalam
Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan adalah sebagai berikut:72
72
Tabel 1
Bidang Usaha dengan Pembatasan Kepemilikan Modal Asing Meningkat
No Bidang Usaha Kepemilikan Modal
Asing berdasar
1 Pembangkit Listrik >10 MW maksimal 95% maksimal 95%
(maksimal 100%
2 Transmisi Tenaga Listrik maksimal 95% maksimal 95%
(maksimal 100% apabila dalam rangka KPS dalam rangka konsesi)
3 Distribusi Tenaga Listrik maksimal 95% maksimal 95%
(maksimal 100% apabila dalam rangka KPS dalam rangka konsesi)
B. Bidang Perhubungan
1 Penyediaan Fasilitas Pelabuhan (dermaga, gedung, penundaan kapal, terminal peti kemas, terminal curah cair, terminal curah kering, dan terminal
Ro-maksimal 49% maksimal 49%
Ro) rangka konsesi)
2 Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor
Tertutup maksimal 49%
dengan persyaratan rekomendasi
Menteri Perhubungan
3 Pembangunan Terminal:
- terminal penumpang angkutan darat (terbatas hanya pada fasilitas umum)
- terminal barang untuk umum
Tertutup maksimal 49%
dengan persyaratan rekomendasi Menteri Perhubungan
C. Bidang Kesehatan
1 Usaha Industri Farmasi
- industri bahan baku obat
- industri obat jadi
maksimal 75% maksimal 85%
D. Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
1 Pembuatan Sarana Promosi Film maksimal 100% maksimal 51%
untuk investor ASEAN
E. Bidang Keuangan
1 Modal Ventura maksimal 80% maksimal 85%
Tabel 2:
Bidang Usaha Yang Disesuaikan Dengan Undang-Undang
No Bidang Usaha Kepemilikan Modal
Asing berdasar
A. Bidang Pertanian
1 Perbenihan Hortikultura maksimal 95% maksimal 30%
2 Budidaya Hortikultura maksimal 95% maksimal 30%
3 Industri Pengolahan Hortikultura
maksimal 95% maksimal 30%
4 Usaha Penelitian Hortikultura dan Usaha Laboratorium Uji Mutu Hortikultura
Tidak tercantum maksimal 30%
5 Usaha Jasa Hortikultura Lainnya:
Tidak tercantum maksimal 30%
Sumber: Perpres Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan
Tabel 3:
Bidang usaha yang tidak tercantum dalam Perpres No. 36 Tahun 2010 menjadi terbuka dengan persyaratan di Perpres No. 39 Tahun 2014
No Bidang Usaha Kepemilikan Modal
1 Jasa Konstruksi Migas:
- Platform
-Tangki Spherical
-Instalasi Produksi Hulu Minyak dan Gas Bumi di Darat
- Geologi dan Geofisika
- Panas Bumi
Tidak Tercantum
Tidak tercantum
maksimal 49%
maksimal 95%
3 Jasa Penunjang Migas Tidak tercantum PMDN
4 Industri Penghasil Pellet Biomassa untuk Energi
Tidak tercantum Kemitraan
5 Pemeriksaan dan Pengujian Instalasi Tenaga Listrik
Tidak tercantum PMDN
B. Bidang Pekerjaan Umum
1 Pengelolaan dan pembuangan sampah yang tidak berbahaya
Tidak tercantum maksimal 95%
(baik dalam rangka KPS maupon Non KPS)
C. Bidang Perdagangan
2 Penyelenggaraan Perdagangan Alternatif:
- Penyelenggaraan system perdagangan alternatif - Peserta system perdagangan alternatif
Tidak Tercantum Kepemilikan modal dalam negeri 100%
3 Pialang Berjangka Tidak Tercantum maksimal 95%
4 Perdagangan Eceran:
- Perdagangan eceran bukan di supermarket
- Perdagangan eceran bukan di department store
- Perdagangan eceran Tekstil
- Perdagangan eceran kosmetik
- Perdagangan eceran elektronik
- Perdagangan eceran melalui pemesanan pos atau internet
- Perdagangan eceran makanan dan minuman
Tidak Tercantum Kepemilikan modal dalam negeri 100%
D. Bidang Perhubungan
1 Angkutan Multimoda Tidak Tercantum maksimal 49%
untuk investor ASEAN maksimal 60%
Pada tabel 1 diatas bidang usaha dengan pembatasan kepemilikan modal asing
meningkat yaitu dalam bidang ESDM dalam Perpres 36 Tahun 2010 kepemilikan
modal asing maksimal 95% didalam Perpres 39 Tahun 2014 menjadi 95% (maksimal
100% apabila dalam rangka kerja sama pemerintah swasta/ KPS selama masa
konsesi), bidang perhubungan dalam Perpres 36 Tahun 2010 kepemilikan modal
asing maksimal 49% didalam Perpres 39 Tahun 2014 menjadi 49% (maksimal 95%
apabila dalam rangka kerja sama pemerintah swasta/ KPS selama masa konsesi),
bidang kesehatan dalam Perpres 36 Tahun 2010 kepemilikan modal asing maksimal
75% didalam Perpres 39 Tahun 2014 menjadi 85%, bidang pariwisata dan ekonomi
kreatif dalam Perpres 36 Tahun 2010 kepemilikan modal asing maksimal 100%
didalam Perpres 39 Tahun 2014 menjadi 51% untuk investor ASEAN dan bidang
keuangan dalam Perpres 36 Tahun 2010 kepemilikan modal asing maksimal 80%
didalam Perpres 39 Tahun 2014 menjadi 85%.
Pada tabel 2 bidang usaha yang disesuaikan dengan Undang-Undang pada
bidang pertanian dalam Perpres 36 Tahun 2010 kepemilikan modal asing 95% dalam
Perpres 39 Tahun 2014 kepemilikan modal asing maksimal 30%.
Pada tabel 3 bidang usaha yang yang tidak tercantum dalam Perpres Nomor
36 Tahun 2010 menjadi terbuka dengan persyaratan di Perpres Nomor 39 Tahun 2014
yaitu dalam bidang ESDM jasa konstruksi migas dimana dalam perpres 36 tahun
2010 tidak tercantum namun dalam perpres 39 tahun 2014 kepemilikan modal asing
maksimal 75%, jasa survei dimana dalam Perpres 36 tahun 2010 tidak tercantum
bidang pekerjaan umum dimana dalam perpres 36 tahun 2010 tidak tercantum namun
dalam perpres 39 tahun 2014 kepemilikan modal asing maksimal 95% (baik dalam
rangka KPS maupun non KPS), bidang Perdagangan dimana dalam perpres 36 tahun
2010 tidak tercantum namun dalam perpres 39 tahun 2014 kepemilikan modal asing
maksimal 33%, bidang perhubungan dimana dalam perpres 36 tahun 2010 tidak
tercantum namun dalam perpres 39 tahun 2014 kepemilikan modal asing maksimal
60% untuk investor ASEAN.
b. Persyaratan bidang usaha
Dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal telah ditentukan tiga golongan bidang usaha. Ketiga golongan bidang usaha
itu, meliputi:73
1) bidang usaha terbuka;
2) bidang usaha tetutup; dan
3) bidang usaha terbuka dengan persyaratan.
Pada dasarnya semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,
kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
Bidang usaha yang terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk
ditanamkan investasi, baik oleh investor asing maupun investor domestik.74
73
Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 54.
74
Ibid.
Bidang
kegiatan penanaman modal oleh penanam modal.75
Di dalam Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup bagi
penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing, yang
meliputi:
Sedangkan bidang usaha yang
terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai
kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu.
76
1) Produksi senjata; 2) Mesiu;
3) Alat peledak; 4) Peralatan perang;
5) Bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
Penjabaran lebih lanjut dari perintah Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal telah dituangkan dalam Peraturan
Presiden Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan
Daftar Bidang Usaha Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Dalam Lampiran I Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 telah diatur rinci
tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup.
75
Pasal 1 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
76
Ada 15 daftar bidang usaha yang tertutup, baik untuk investasi domestik
maupun investasi asing. Kedua puluh daftar bidang usaha yang tertutup untuk
investasi yaitu:77
1) Budidaya Ganja
2) Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora
(CITES)
3) Pemanfaatan (pengambilan) koral/ karang dari alam untuk bahan bangunan/ kapur/ kalsium dan souvenir/ perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam.
4) Industri Bahan Kimia yang Dapat Merusak Lingkungan: a) Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Proses Merkuri
b) Industri Bahan Aktif Pestisida: Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DDT), Aldrin, Endrin, Dieldrin, Chlordane, Heptachlor, Mirex, dan
Toxaphene
c) Industri Bahan Kimia Industri: Polychlorinated Biphenyl (PCB), Hexachlorobenzene
d) Industri Bahan Perusak Lapisan Ozone (BPO): Carbon Tetrachloride (CTC), Methyl Chloroform, Methyl Bromide, Trichloro Fluoro Methane (CFC-11), Dichloro Trifluoro Ethane (CFC-12), Trichloro Trifluoro Ethane113), Dichloro Tetra Fluoro Ethane (CFC-114), 'Chloro Pentafluoro Ethane (CFC-115), Chloro Trifluoro Methane (CFC-13), Tetrachloro Difluoro Ethane (CFC-112), Pentachloro Fluoro Ethane (CFC-111), Chloro Heptafluoro Propane (CFC-217), Dichloro Hexafluoro Propane (CFC-216), Trichloro Pentafluoro Propane (CFC-215), Tetrachloro Tetrafluoro Propane (CFC-214), Pentachloro Trifluoro Propane (CFC-213), Hexachloro Difluoro Propane (CFC-211), Bromo Chloro Difluoro Methane (Halon-1211), Bromo Trifluoro Methane (Halon-1301), Dibromo Tetrafluoro Ethane (Halon-2402), R-500, R-502.
5) Industri Bahan Kimia Daftar-1 Konvensi Senjata Kimia Sebagaimana Tertuang Dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia.
6) Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt).
7) Penyelenggaraan dan Pengoperasian Terminal Penumpang Angkutan Darat.
77