BAB II
PELAYANAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL SECARA
LANGSUNG (DIRECT INVESTMENT) BERDASARKAN UUPM DAN
PERATURAN PELAKSANANYA
A. Aspek Hukum Penanaman Modal Secara Langsung di Indonesia
1. Pengertian dan jenis-jenis penanaman modal
Untuk memahami arti dari penanaman modal, maka perlu diberikan
batasan yang jelas terhadap pengertian dari apa yang dimaksudkan dengan
penanaman modal. Hal tersebut bertujuan agar persepsi dan pemahaman tentang
penanaman modal menjadi jernih dan jelas guna menghindari adanya arti negatif
terhadap keberadaan penanaman modal, khususnya Penanaman Modal Asing
(PMA).22
Dari bunyi Pasal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa di dalam
penanaman modal asing risiko penggunaannya menjadi tanggungan penanam. Seperti yang dinyatakan pada Pasal 1 UU 1/1967 tentang PMA yang
berbunyi :
Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-Undang itu hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.
22
Sehingga jaminan kepastian hukum dalam kegiatan penanaman modal oleh
investor asing masih belum dapat terwujudkan.
Penanaman modal secara langsung dapat dimaknai sebagai suatu kegiatan
para investor yang hendak menanamkan modalnya secara langsung, yaitu dengan
hadir secara fisik di dalam menjalankan usahanya. Dengan hadirnya ataupun
dengan didirikannya perusahaan para investor tersebut Negara host maka dengan
pastilah bahwa para investor tersebut harus tunduk kepada seluruh ketentuan
hukum yang diatur pada Negara host tersebut.
Teori yang dapat dipelajari dari hubungan antar negara penerima modal
dengan penanaman modal, khususnya Penanaman Modal Asing (PMA) itu sendiri
mempunyai banyak variasi, yaitu :23
Teori yang pertama, menunjukkan adanya sikap yang ekstrim yakni tidak
menginginkan timbulnya ketergantungan dari negara-negara terhadap penanaman
modal khususnya penanaman modal asing, sehinggan dengan tegas menolak
adanya penanaman modal asing karena dianggap sebagai kelanjutan dari proses
kapitalisme. Penganut teori ini adalah Karl Marx dan Robert Magdoff.24
Teori yang kedua, berupa teori yang bersifat nasionalisme dan populisme
yang pada dasarnya diliputi kekhawatiran akan adanya dominasi penanaman
modal asing. Oleh sebab itu, menurut paham teori ini bahwa kehadiran
penanaman modal asing berakibat adanya pembagian keuntungan yang tidak
23
Ibid., hlm. 41. 24
seimbang yang terlalu banyak ada pada pihak penanaman modal asing, sehingga
menyebabkan negara penerima modal asing membatasi kegiayan penanaman
modal asing sedemikian rupa. Penganut teori ini adalah Streeten dan Stephen
Hymer.25
Teori yang ketiga, melihat peranan penanaman modal asing secara
ekonomi tradisional dan meninjaunya dari segi kenyataan, dimana penanaman
modal asing dapat membawa pengaruh pada perkembangan dan modernisasi
ekonomi negara penerima modal asing. Proses tersebut dapat dilihat pada gejala
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dunia dan mekanisme pasar yang dapat
berlangsung baik dengan atau tanpa pengaturan dan fasilitas dari negara penerima
modal asing. Pelopor dalam teori ini adalah Raymond Vernon dan Charles P.
Kindleberger.26
Dari uraian tersebut di atas, dapat ditunjukkan bahwa pengertian terhadap
penanaman modal oleh masing-masing negara penerima modal tergantung atau
ada keterkaitan dengan salah satu teori yang dianut ataukah merupakan variasi
dari berbagai teori itu.27
Lain halnya jika dilihat pengertian penanaman modal yang ada di dalam
Pasal 1 UUPM, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan penanaman modal
adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam
25
Ibid., hlm. 41. 26
Ibid., hlm. 41. 27
negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara
Republik Indonesia.
Dari pengertian di atas, maka sudah dapat disimpulkan bahwa
Undang-Undang 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal terdapat pemberlakuan asas
yang baru dimana adanya asas perlakuan yang sama bagi seluruh investor. Karena
kegiatan penanaman modal di Indonesia setelah dikeluarkannya UUPM dapat
dilakukan oleh seluruh investor baik dari dalam ataupun luar negeri tanpa adanya
perbedaan peraturan lagi.
Pengertian lain tentang penanaman modal diberikan oleh Organization
European Economic Co-operation (OEEC) yang menyatakan bahwa “direct
investment is mean acquisition of sufficient interest in an undertaking to insure its
controle by the investor“. Kesimpulan yang dapat ditarik dari rumusan tersebut
adalah penanaman modal diberi keleluasaan pengusahaan dan penyelenggaraan
pimpinan dalam perusahaan dimana modalnya ditanam, dalam arti bahwa
penanaman modal mempunyai penguasaan atas modal. Pengertian ini terlalu
menitikberatkan pada penguasaan perusahaan dan tidak memperhitungkan adanya
kemunginan penanaman modal itu dalam bentuk portfolio investment.28
Lain lagi dengan pengertian yang diberikan oleh Andean Pact, yang
menyangkut “Direct Foreign Investment” yang menekankan kepada pengertian
28
penanaman modal asing yang dilakukan oleh para penanam modal asing secara
perorangan.29
Menurut Ensiklopedia Indonesia, investasi adalah penanaman uang atau modal dalam proses produksi (dengan pembelian gedung-gedung, permesinan, bahan cadangan, penyelenggaraan uang kas serta perkembangannya). Dengan demikian, cadangan modal barang diperbsar sejauh tidak ada modal barang yang harus diganti.
Adapun pengertian investasi menurut pendapat para ahli adalah sebagai
berikut :
Menurut Fitzgeral, investasi adalah aktivitas yang berkaitan dengan usaha penarikan sumber-sumber (dana) yang dipakai untuk mengadakan barang modal pada saat sekarang, dan dengan barang modal padaa saat sekarang, dan dengan barang modal akan dihasilkan aliran produk baru di masa yang akan datamg.
Menurut Kamarudin Ahmad, investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.
30
Jika dilihat dari sumber dana yang digunakan daripada modal asing dan
modal dalam negeri, maka akan ditemui jenis investasi secara langsung dan tidak
langsung.
Penanaman modal ini jika ditelaah, maka akan terdapat berbagai jenis
daripada penanaman modal tersebut. Adapun jenis-jenis penanaman modal itu
adalah sebagai berikut :
29
Ibid., hlm. 44.
30
Investasi secara langsung, artinya bagi pemodal asing maupun dalam negeri yang hendak menanamkan modalnya harus secara langsung hadir secara fisik di dalam menjalankan usahanya.
Investasi secara tidak langsung, artinya bagi pemodal asing maupun
dalam negeri yang hendak menanamkan modalnya tidak perlu hadir secara fisik di dalam menjalankan usahanya, sebab pada umumnya tujuan utama dari penanam modal bukanlah mendirikan perusahaan, melainkan hanya membeli saham dengan tujuan untuk dijual kembali sehingga dengan rentan waktu yang tidak begitu lama dapat menikmati keuntungan.31
Financial asset, merupakan investasi yang tidak berwujud, seperti
dokumen (surat-surat) klaim tidak langsung dari si pemilik terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut.
Jika dilihat dari aspek modal atau kekayaannya atau yang biasa disebut
dengan penggolongan investasi menurut asetnya, maka investasi dapat
digolongkan menjadi dua jenis, yaitu investasi real asset dan financial asset.
Real asset, merupakan investasi yang berwujud, seperti gedung-gedung, kendaraan, emas dan sebagainya.
32
Jika dilihat investasi berdasarkan pengaruhnya maka ini mengartikan
bahwa investasi yang didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi atau
tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi berdasarkan pengaruh dapat
dibagi menjadi dua macam, yaitu investasi autonomus (berdiri sendiri) dan
investasi induced (memengaruhi-menyebabkan).33
Investasi autonomus (berdiri sendiri), merupakan investasi yang tidak
dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat spekulatif. Misalnya, pembelian surat-surat berharga.
31
Sentosa Sembiring, Op. Cit., hlm. 41. 32
Salim HS. dan Budi Sutrisno. Op. Cit., hlm. 37.
33
Investasi induced (memengaruhi-menyebabkan), merupakan investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang dan jasa serta tingkat pendapatan. Misalnya, penghasilan transitori, yaitu penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainya.
Jika investasi dilihat pula dari segi pembiayaannya, maka investasi dapat
digolongkan menjadi investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) dan
investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN).34
2. Dasar hukum pelaksanaan kegiatan penanaman modal
Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi
yang bersumber dari pembiayaan luar negeri.
Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) merupakan
investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri.
Pengaturan pemerintah dalam menerapkan bentuk usaha kerja sama (
joint-venture) antara penanaman modal asing dengan modal nasional dalam
penjabarannya dilaksanakan pertama kali melalui Instruksi Presidium Kabinet
Nomor 36/U/IN/6/1967 yang ditetapkan dalam bentuk usaha kerja sama joint
enterprise (perusahaan campuran)35
Jika diamati ke masa yang lalu, maka tampaknya Pemerintah menyadari
bahwa perkembangan dunia bisnis khususnya dalam menarik investasi semakin
kompetitif. Untuk itu pada tahun 1994, pemerintah pun kembali menyesuaikan
ketentuan penanaman modal asing yakni dengan menerbitkan Peraturan yang juga merupakan salah satu bentuk usaha
kerja sama (joint-venture).
34
Ibid., hlm. 38. 35
Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikian Saham Dalam Perusahaan
Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Pertimbangan
dikeluarkannya peraturan ini adalah untuk lebih mempercepat peningkatan dan
perluasan kegiatan ekonomi dan pembangunan nasional pada umumya, diperlukan
langkah-langkah untuk lebih mengembangkan iklim usaha yang semakin mantap
dan lebih menjamin kelangsungan penanaman modal asing.36
a. Keputusan Presiden RI Nomor 116 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Dasar Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1980 tentang Pembentukan
Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah. Dalam Pasal 2 disebutkan
sebagai berikut:
Untuk memotong mata rantai birokrasi investasi ini, sebenarnya berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah, antara lain dengan menerbitkan berbagai
kebijakan di bidang investasi yakni dengan diterbitkannya :
“Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah mempunyai tugas membantu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dalam menentukan kebijaksanaan di bidang perencanaan penanaman modal daerah, memberiikan persetujuan dan perijinan penanaman modal dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tertentu ditetapkan oleh Menteri Negara/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal berdasarkan kriteria tertentu, dan melaksanakan pengawasan atas pelaksanaannya.”
b. Instruksi Presiden RI Nomor 22 Tahun 1998 tentang Penghapusan Kewajiban
Memiliki Rekomendasi Instansi Teknis Dalam Permohonan Persetujuan
Penanaman Modal. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala Badan
Koordinasi Penanaman Modal Nomor 1/SK/1998 tentang Pelimpahan
36
Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Fasilitas Serta Perizinan
Pelaksanaan Penanaman Modal Dalam Negeri Tertentu Kepada Gubernur
Kepala Daerah Tingkat I. Dalam Pasal 1 butir disebutkan :
“Menteri Negara Investasi (Meninves)/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melimpahkan kewnangan penerbitan Surat Persetujuan, Fasilitas dan Perizinan Pelaksanaan Penanaman Modal kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk penanaman modal dalam negeri dengan nilai investasi sampai dengan Rp 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) yang dilaksanakan di daerahnya.”37
Berdasarkan ketentuan di atas, tampak bahwa sebenarnya pemerintah
pusat sedikit demi sedikit mulai mendelegasikan kewenangannya kepada
pemerintah daerah. Secara teoritis hal ini dapat mempermudah bagi investor untuk
melakukan kegiatan usahanya, sebab investor cukup datang ke daerah dimana ia
akan melakukan investasi.38
Dalam ketentuan sistem UU No. 32 Tahun 2004, maka kewenangan
Pemerintah Daerah di bidang investasi berupa “pelayanan administrasi Untuk mendapatkan landasan hukum yang lebih kuat tentang kewenangan
Pemda dalam pengelolaan investasi, pemerintah menyadari perlu menyesuaikan
peraturan perundang-undangan dengan potensi dan kondisi daerah. Untuk itu,
Pemerintah Pusat mendelegaskan kewenangannya penanaman modal ke
Pemeritah Daerah. Hal ini dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.
37
Ibid., hlm. 95. 38
penanaman modal” dalam hubungan dengan Pemerintah Pusat, akan meliputi
beberapa hal sebagai berikut :
a. kewenangan, tanggungjawab dan penentuan standar minimal;
b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenagan Daerah;
dan
c. fasilitasi pelaksanaan kerjasama antara Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaraan pelayanan umum.39
Kewenangan pemerintah daerah ini juga semakin dikuatkan dengan
adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik IndonesiaNomor 52 Tahun
2012 tentangPedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah, yang mana
maksud dan tujuan investasi pemerintah daerah ini dinyatakan dalam Pasal 2 yang
berbunyi :
(1) Investasi pemerintah daerah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.
(2) Manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. keuntungan sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu berupa deviden, bunga dan pertumbuhan nilai Perusahaan Daerah yang mendapatkan investasi pemerintah daerah;
b. peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu;
c. peningkatan penerimaan daerah dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan;
d. peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan; dan/atau
e. peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai akibat dari investasi pemerintah daerah.40
39
Saut P. Panjaitan, Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Investasi Menurut Sistem Undang-Undang Pemerintah Daerah dan Sistem Undang-Undang Penanaman Modal,
Penanaman modal di Indonesia telah berkembang cukup lama dalam
kurun waktu kurang lebih empat puluh tahun, dimana dalam kurun waktu tersebut
kegiatan penanaman modal di Indonesia, baik penanaman modal asing maupun
penanaman modal dalam negeri telah berkembang dan memberiikan kontribusi
dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional.41
Diharapkan dengan pemberlakuan UU 25/2007 ini dapat memberii
motivasi/dorongan bagi investor untuk meningkatkan/menambah investasinya,
maupun calon investor untuk berinvestasi di Indonesia, karena kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan arus investasi dari segi yuridis sudah dapat
dikatakan positif.
Pada tahun 2007, Presiden Republik Indonesia (Susilo Bambang
Yudhoyono) telah mengesahkan UU 25/2007 tentang Penanaman Modal yang
merupakan bukti adanya jaminan kepastian hukum bagi investor untuk
berinvestasi di Indonesia.
42
3. Kebijakan dasar penanaman modal
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 yang
menjadi arah kebijaksanaan penanaman modal ditetapkan bahwa penanaman
modal dimungkinkan pelaksanaannya di Indonesia dengan memenuhi berbagai
persyaratan-persyaratan tertentu. Di samping itu, penanaman modal asing
diarahkan untuk memperkuat tumbuhnya ekonomi nasional dalam rangka
40
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik IndonesiaNomor 52 Tahun 2012 tentangPedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah.
41
Asmin Nasution,Op. Cit., hlm. 79. 42
mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional. Hal tersebut sejalan
dengan uraian Sunaryati Hartono bahwa suatu pembahasan mengenai penanaman
modal asing tidak dapat dilihat terlepas dari peranannya di dalam pembangunan
ekonomi dan rencana pembangunan (economic planning), karena penanaman
modal asing hanya merupakan salah satu faktor saja dalam pembangunan
ekonomi.43
Selain itu, dalam GBHN secara tegas disebutkan bahwa kebijaksanaan dan
pengelolaan penanaman modal khususnya Penanaman Modal Asing (PMA)
ditetapkan dan dilakukan oleh pemerintah yang diwujudkan dalam suatu
instrumen kebijaksanaan berupa peraturan perundang-undangan seperti melalui
peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri serta keputusan
Ketua BKPM.44
Penanaman modal sebagai salah satu alternative pembiayaan
pembangunan harus dapat memfasilitasi perkembangan ekonomi, dimana
penanaman modal dapat semakin mendorong pertumbuhan ekonomi, alih Dalam suatu pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional suatu Negara,
diperlukan pembiayaan baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Kebutuhan
pembiayaan pembangunan di masa datang akan semakin besar, dimana
pembiayan tersebut tidak dapat dipenuhi hanya dari pemerintah saja melalui
penerimaan pajak dan penerimaan lainnya.
43
Sunaryati Hartono, “ Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing
(PMA) di Indonesia “, (Bandung : Bina Cipta ,1970), hlm. 1. 44
teknologi dan pengetahuan secara serta menciptakan lapangan kerja yang baru
untuk mengurangi angka pengangguran dan mampu meningkatkan daya beli
masyarakat. Untuk itu, hanya dengan mendorong penanaman modal, pertumbuhan
ekonomi terus dipacu sehingga mampu mengimbangi kemampuan ekonomi
negara-negara lain.45
Untuk itu, pembangunan ekonomi haruslah didukung oleh perkembangan
hukum karena antara keduanya saling menunjang, dimana pembangunan ekonomi
hanya dapat tercapai apabila ada kepastian hukum. Antara hukum dan ekonomi
merupakan dua sistem dari sistem kemasyarakatan yang saling berintegerasi satu
sama lain.46
Perlunya pengaturan pemerintah terhadap penanaman modal asing
dimaksudkan untuk memberiikan arah terhadap penanaman modal asing yang
dilaksanakan di Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional.
Dengan kata lain, kebijaksanaan penanaman modal asing di Indonesia, ditetapkan
berdasarkan pemikiran bahwa penanaman modal asing harus dapat memberiikan
konstribusi untuk memperkuat dan memperkukuh struktur perekonomian Salah satunya adalah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas)
pembangunan di berbagai bidang merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan.
Pembangunan tersebut terdiri dari bidang hukum, ekonomi, politik, agama,
pendidikan, social dan budaya, daerah, sumber daya alam dan lingkungan hidup,
pertahanan dan keamanan.
45
Ibid., hlm. 90. 46
nasional. Maka dengan adanya berbagai pengaturan terhadap penanaman modal
asing tidak lain dimaksudkan untuk lebih memberii peluang yang lebuh luas
kepada para penanam modal asing dalam melaksanakan kegiatannya melalui
dukungan iklim penanaman modal asing yang kondusif.47
Instrumen dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia sebagai acuan utama dalam memformat dan menata sebuah
bangsa, mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman.
Perubahan mendasar yang terjadi adalah semenjak bergulirnya bola reformasi,
seperti dilakukannya amandemen UUD 1945, demokratisasi yang melahirkan
penguatan desentralisasi dan otonomi daerah (UU Nomor 22/1999 yang telah
diganti dengan UU Nomor 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor
25/1999 yang telah diganti dengan UU Nomor 33/2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah), UU Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden
dan Wakil Presiden, penguatan prinsip-prinsip Good Governance : transparansi,
akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik.
Disamping itu dokumen perencanaan pembangunan nasional juga dipengaruhi
oleh desakan gelombang globalisasi (AFTA, WTO, dsb) dan perubahan peta
geopolitik dunia pasca tragedi 11 September 2001.48
47
Aminuddin Ilmar, Op. Cit., hlm. 41. 48
Empi Muslion, Paradigma Perubahan Dokumen Perencanaan Pembangunan
Kebijakan dasar penanaman modal dapat dilihat dalam pasal 4 UUPM
yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Pemerntah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk :
a. Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan
b. Mempercepat peningkatan penanaman modal.
(2) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
a. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;
b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegkiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peratur perundang-undangan;
c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi.
(3) Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.49
Dalam Pasal 4 ayat 2 UUPM dapat ditelaah bahwa kebijakan Pemerintah
adalah memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan
penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Hal ini
ditujukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan
kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman
modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan
menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri; bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan
keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu diciptakan
iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberiikan kepastian hukum,
49
keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi
nasional.50
4. Bidang usaha penanaman modal
Apabila dikaji dan dianalisis ketentuan yang tercantum dalam Pasal 12
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang
menyatakan bahwa :
a. Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
b. Bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah . produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
Dan jika dilihat dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun
2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup
dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman
Modal, maka bidang usaha untuk penanaman investasi digolongkan menjadi tiga
macam. Ketiga macam bidang usaha itu, meliputi :
a. Bidang usaha terbuka, adalah bidang usaha yang diperkenankan untuk
penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing.
b. Bidang usaha yang dinyatakan tertutup, adalah jenis usaha tertentu yang
dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal, yang meliputi :
1) Produksi senjata,
50
Orinton Purba, Kebijakan Penanaman Modal Di Indonesia, dikutip dari
2) Mesin,
3) Alat peledak,
4) Peralatan perang, dan
5) Bidang usaha yang dinyatakan eksplisit tertutup berdasarkan Pasal 13 ayat
(2) UUPM, seperti penjudian,objek ziarah, pemanfaatan (pengambilan)
koral alam, museum, pemukiman/lingkungan adat, industri minuman
mengandung alkohol, dll.
c. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan, adalah jenis usaha tertentu yang
dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan persyaratan
tertentu, yang tergolong dalam lima macam bidang usaha yaitu :
1) bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan
pengembangan terhadap UMKMK,
2) bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan,
3) bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal,
4) bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan lokasi tertentu, dan
5) bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus.
Penjelasan mengenai daftar bidang usaha ini juga dapat dilihat secara jelas
pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang
Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan
Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
Berdasarkan Pasal 1 (1) Perpres 36/2010, bidang usaha yang tertutup
adalah bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan
kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta
kepentingan nasional lainnya. Bidang-bidang usaha yang tertutup untuk
penanaman modal sebagaimana diatur dalam Lampiran I Perpres 36/2010, antara
lain mencakup :
a. bidang usaha budidaya ganja,
b. perjudian/kasino, dan
c. industri minuman mengandung alkohol.
Berdasarkan Pasal 2(1) Perpres 36/2010, bidang usaha yang terbuka
dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai
kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang
dicadangkan untuk Usaha mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha
yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan
kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu,
dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.
Peraturan mengenai bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan untuk
penanaman modal didasarkan pada kriteria kepentingan nasional, yaitu
perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan Usaha mikro,
Kecil, Menengah, dan Koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan
kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan
badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.
Bidang-bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan sebagaimana diatur
a. bidang usaha budidaya tanaman pangan pokok,
b. pengusahaan sarang burung walet di alam,
c. pembenihan ikan laut,
d. pembangkitan tenaga listrik skala kecil dan
e. daur ulang barang-barang bukan logam.
Dalam hal penanaman modal pada bidang usaha terbuka dengan
persyaratan, sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 Perpres 36/2010, investor wajib
mematuhi persyaratan lokasi sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang tata ruang dan lingkungan hidup.51
5. Fasilitas penanaman modal
Pada dasarnya, investor baik domestik maupun asing yang menanamkan
investasi di Indonesia diberikan berbagai kemudahan yang dimaksudkan agar
investor domestik maupun asing mau menanamkan investasinya di Indonesia.
Kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia, berupa kemudahan dalam
bidang perpajakan dan pungutan lainnya.52
51
Leks&Co, Daftar Bidang Usaha Tertutup ( Daftar Negatif Investasi), dikutip dari
Ada sepuluh bentuk fasilitas atau kemudahan yang diberikan kepada
investor, baik itu investor domestik maupun asing. Kesepuluh fasilitas itu
disajikan sebagai berikut :
52
a. Fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan nettosampai tingkat
tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu
tertentu,
b. Pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum
bisa diproduksi di dalam negeri,
c. Pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan
produksi tertentu,
d. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah
dan waktu tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal
baru yang merupakan industri pionir, yaitu industri yang memiliki
keterkaitan yang luas, memberii nilai tambah dan eksternalitas yang
tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis
bagi perekonomian nasional
e. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat,
f. Keringanan PBB,
g. Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan,
h. Fasilitas hak atas tanah,kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan
diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas
permohonan penanam modal, berupa :
2) Hak Guna Bangunan (HGB) dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
3) Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.53
i. Fasilitas pelayanan keimigrasian, pemberian izin tinggal terbatas kepada
pengusaha asing selama dua tahun. Setelah melewati tahap izin terbatas,
mereka mendapat izin tetap. Untuk itu, BKPM harus berkoordinasi
dengan imigrasi karena untuk mendapat kemudahan tersebut, harus dapat
rekomendasi dari BKPM, jika ingin mendapat izin tinggal terbatas.54
j. Fasilitas perizinan impor.Investor mendapat fasilitas perizinan impor
dengan syarat, barang yang diimpor bukan barang terlarang menurut
perundang-undangan, bukan barang yang berdampak negative terhadap
keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup dan moral bangsa.
Fasilitas yang diperoleh adalah pembebasan atau keringanan bea masuk
atas impor barang modal, mesin atau peralatan untuk kegiatan produksi,
juga termasuk untuk bahan baku untuk keperluan produksi.55 6. Penyelesaian sengketa
Manusia adalah mahluk sosial yang dalam melakukan aktifitas sehari-hari
dengan manusia lain yang dapat melakukan kontrak atau perjanjian. Pelaku bisnis
juga demikian. Setiap transaksi bisnis yang dilakukan selalu berhubungan dengan
aspek hukum terutama perikatan yang timbul dari sebuah kontrak. Tentu saja
53
Orinton Purba, Op. Cit.
54
Dhaniswara K. Harjono, Op. Cit., hlm. 79. 55
pihak-pihak yang membuat kontrak tentu berharap kontrak yang mereka buat
dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Namun demikian, tidak menuntup
kemungkinan kontrak yang mereka buat tidak berjalan seperti yang diharapkan
sehingga timbul sengketa diantara para pihak yang membuatnya. Memang resiko
timbulnya sebuah sengketa tidak dapat dihilangkan sama sekali oleh para pihak,
namun resiko timbulnya sengketa tersebut dapat kita minimalisir.
Muara konflik yang diuraikan, dikarenakan pelaku bisnis tidak
memperhatikan aspek “legal cover” dalam memproteksi bisnis mereka, khususnya
aspek kontraktual. Dalam praktik, banyak sekali pelaku usaha yang
mengesampingkan aspek hukum (kontrak) semata-mata untuk tuntutan bisnis
(Profit oriented). Pelaku bisnis mendasarkan transaksinya hanya dengan
perjanjian tidak tertulis atau bukti tertulis yang tidak kuat secara hukum dan
ketika terjadi sengketa akibatnya pelaku bisnis tidak memiliki dasar yang kuat
untuk menuntut hak-haknya berkait dengan sengketa bisnis tersebut dan akhirnya
rugi besar. 56
Masih jarang ada pelaku bisnis yang menempatkan audit hukum (legal
audit- termasuk audit kontrak) sebagai kebutuhan primer dalam bisnis padahal
alokasi biaya hukum sangat diperlukan karena dalam setiap transaksi bisnis selalu
ada resiko terjadi sengketa bisnis (sengketa hukum) sehingga alokasi dana dalam
56
Chandra Nadhi, Pentingnya Aspek “Legal Cover” Untuk Memproteksi
Bisnis
pos anggaran perusahaan untuk biaya hukum semestinya wajib dianggarkan oleh
perusahaan.57
Apabila sengketa yang terjadi antara investor domestik dengan pihak
pemerintah Indonesia dan masyarakat sekitarnya, maka hukum yang digunakan
adalah hukum Indonesia. Ada dua cara yang dapat ditempuh oleh investor
domestik untuk menyelesaiakan sengketa tersebut, yaitu :
Pada prinsipnya, investor yang menanamkan investasinya di Indonesia
mengharapkan investasi yang ditanamkannya dapat dijalankan dengan
sebaik-baiknya dan tidak menimbulkan gangguan, baik dari pihak pemerintah sendiri
maupun dari masyarakat sekitarnya. Semakin baik dan aman dalam menjalankan
usahanya, maka semakin besar keuntungan yang akan diperoleh investor di
kemudian hari. Namun, tidak tertutup kemungkinan bahwa suatu saat dalam
kegiatan investasi tersebut akan terjadi suatu persoalan yang timbul diantara
investor dengan pemerintah atau malah dengan amsyarakat sekitar.
58
1)Penyelesaian sengketa melalui non-litigasi atau lazim disebut dengan
alternative dispute resolution (ADR), melalui :
a)Konsultasi;
b)Negoisasi;
c)Mediasi;
d)Konsiliasi; atau
57
Loc. Cit.
58
e)Penilaian ahli.
2)Litigasi, yaitu pihak investor domestik mengajukan gugatan ke pengadilan
di wilayah tempat perbuatan hukum dan tempat sengketa terjadi dan
menunggu hasil Pengadilan yang akan memutuskan pekara tersebut.
Apabila sengketa yang terjadi antara investor asing yang berkaitan dengan
tindakan nasionalisasi oleh pihak pemerintah Indonesia dan masyarakat
sekitarnya, maka penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan dengan dua (2)
cara, yaitu :59
1)Musyawarah dan mufakat, yaitu dengan cara melakukan pembahasan
bersama dengan maksud untuk mencapai keputusan dan kesepakatan atas
penyelesaian sengketa secara bersama-sama.
2)Arbitrase internasional, merupakan cara untuk mengakhiri perselisihan
yang timbul antara Pemerintah Indonesia dengan investor asing, dimana
kedua belah pihak sepakat menggunakan lembaga arbitrase atau arbiter
perorangan di luar wilayah hukum Indonesia, yang bersifat internasional.
Biasanya lembaga arbitrase yang dipilih adalah arbitrase internasional
yang berkedudukan di Paris.
Pertimbangan utama bagi investor melakukan investasi adalah adanya
jaminan hukum penyelesaian sengketa penanaman modal, adanya cara
penyelesaian sengketa melalui arbitrase luar negeri merupakan pilihan para
59
investor dengan pertimbangan bahwa para investor khususnya asing tidak
mengenal atau memahami sistem hukum di Negara tempat ia melakukan
investasi.60
B. Pelayanan Kegiatan Penanaman Modal
Di Indonesia sendiri penyelesaian sengketa penanaman modal di atur di
dalam UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Secara khusus dalam
Pasal 32 UUPM diatur sebagai berikut :
(1)Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat.
(2)Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.
(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.
1. Pelayanan perizinan
Berdasarkan Pasal 1 ayat (6) Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun
2009, yang termasuk dalam pelayanan perizinan adalah segala bentuk persetujuan
60
Anggi Sitorus, Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal, dikutip dari
untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.61
Secara konseptual UU No. 32 tahun 2004 sebagai pengganti dari UU No.
22 tahun 1999 mencita-citakan otonomi yang seluas-luasnya, sesuai dengan Pasal
18 ayat (5) UUD 1945. Namun cita-cita tersebut, belum didukung “political will”
pemerintah. Hal ini tergambar melalui peraturan perundang-undangan yang dibuat
tumpang tindih, sebagaimana terlihat dalam pembagian/pelimpahan urusan di Untuk meningkatkan pelayanan kepada investor, dalam Pasal 25 ayat (5)
UUPM secara tegas dikemukakan, pelayanan dilakukan secara terpadu satu pintu.
Apa yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang tersebut cukup ideal yakni
para investor dalam mengurus berbagai perizinan untuk menjalankan kegiatan
penanaman modal, tidak perlu mendatangi ke berbagai instansi pemberi izin.
Dalam Pasal 1 ayat (6) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal Nomor 6 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan dan
Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal,
dicantumkan bahwa yang dimaksud dengan perizinan adalah segala bentuk
persetujuan untuk melakukan penanaman modal, yang dikeluarkan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
61
Leks&CoLawyers, Hukum Penanaman Modal,dikutip dari
bidang pertanahan, hal ini bila terjadi terus menerus, dapat dipastikan jalannya
otonomi akan semakin lambat, ketergantungan Daerah pada Pemerintah Pusat
akan tidak terhindari, sehingga Daerah akan terus-menerus tak ubahnya seperti
“Ayam ras”. Padahal Pemerintah Daerah seharus menjadi “ayam kampung”, yakni
mencari makan dan minum sendiri untuk memenuhi tuntutan kehidupannya.
Sehingga kreativitas daerah untuk membangun kepastian hukum dan keadilan
menuju kemakmuran dapat terwujud.62
Perbaikan iklim investasi di daerah merupakan keniscayaan bagi
peningkatan kinerja investasi nasional. Salah satu aspek yang perlu segera
dibenahi dalam upaya perbaikan iklim investasi di daerah tersebut, adalah kondisi
pelayanan perizinan bidang investasi yang diselenggarakan oleh para aparatur
pemerintah di daerah. Secara faktual, pelayanan yang diberikan aparatur
pemerintah daerah dalam bidang tersebut ”kurang menguntungkan” para calon
investor yang berniat menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan
terutama oleh lamanya waktu yang diperlukan dalam proses perizinan tersebut.
Keadaan yang demikian ini tentu saja harus diperbaiki, khususnya melalui
penerapan sistem pelayanan terpadu di daerah.63
Perihal kewenangan daerah di bidang penanaman modal, ditegaskan
kemudian dalam UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa lingkup
kewenangan daerah di bidang penanaman modal adalah dalam penyelenggaraaan
62
Elita Rahmi, Tarik Menarik antara Desentralisasi dan Sentralisasi Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Urusan Pertanahan, (Jambi: Fakultas Hukum UNJA, 2009), hlm.138.
63
Asropi, Bunga Rampai Administrasi Publik: Dimensi Pelayanan Publik dan
pelayanan administrasi penananaman modal. Tidak ada penjelasan detail tentang
ketentuan tersebut, demikian pula belum ada kebijakan turunan untuk
menjabarkan ketentuan dimaksud. Namun demikian, penggunaan istilah
“administrasi” tampaknya merupakan pembatasan terhadap kewenangan daerah di
bidang penanaman modal. Dengan pembatasan kewenangan ini, daerah tidak lagi
memiliki kewenangan terkait dengan pengambilan keputusan stratejik seperti
pemberian izin persetujuan penanaman modal, izin pelaksanaan, dan fasilitas
penanaman modal. Dengan demikian, berdasarkan UU No. 32/2004 Pemerintah
Pusat dapat mengembalikan kewenangan daerah di bidang penanaman modal
pada kondisi sebelum ditetapkannya UU No. 22/1999, yakni kewenangan dalam
pemberian perizinan: Izin Lokasi, Izin Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha,
Hak Pengelolaan, IMB, dan Izin UUG/HO.64
2. Pelayanan non perizinan
Ruang lingkup pelayanan penanaman modal yang diselengarakan BKPM
selain mencakup kegiatan pelayanan perizinan, juga mencakup kegiatan
pelayanan non-perizinan. Pasal 1 ayat 6 Peraturan Kepala BKPM No.12 tahun
2009 (“Perka BKPM 12/2009”) menyebutkan definisi layanan non-perizinan
sebagai segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi
mengenai penanaman modal, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pedoman Tata Cara Permohonan Non-Perizinan Penanaman Modal
selain diatur dalam Perka BKPM 12/2009, juga diatur dalam ketentuan yang
64
dikeluarkan oleh instansi teknis/kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen
(LPND) terkait, gubernur dan bupati/walikota.
Berdasarkan Pasal 13 ayat 3 Perka BKPM 12/2009, yang termasuk dalam
jenis-jenis pelayanan non-perizinan dan kemudahan lainnya, antara lain:
1. Fasilitas bea masuk atas impor mesin. Jangka waktu penerbitan Surat Persetujuan pemberian fasilitas menurut Pasal 46 ayat 4 Perka BKPM 12/2009 selambat-lambatnya7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar. Jangka waktu pemberian fasilitas ini diberikan untuk 2 tahun dan dapat diperpanjang;
2. Fasilitas bea masuk atas impor barang dan bahan. Jangka waktu penerbitan Surat Persetujuan pemberian fasilitas menurut Pasal 50 ayat 6 Perka BKPM 12/2009 selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar. Sama dengan fasilitas impor mesin, jangka waktu izin ini diberikan untuk 2 tahun dan dapat diperpanjang; 3. Usulan untuk mendapatkan fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) badan.
Jangka waktu penerbitan surat usulan untuk mendapatkan fasilitas PPh menurut Pasal 53 ayat 4 Perka BKPM 12/2009 selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar; 4. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), adalah angka pengenal yang
dipergunakan sebagai izin untuk memasukkan (impor) mesin/ peralatan, barang, dan bahan untuk dipergunakan sendiri dalam proses produksi perusahaan penanaman modal yang bersangkutan. Jangka waktu penerbitan API-P menurut Pasal 54 ayat 5 Perka BKPM 12/2009 selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar. Perusahaan pemilik API-P wajib melakukan pendaftaran ulang di PTSP BKPM setiap 5 tahun sejak tanggal penertiban; 5. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), adalah pengesahan
rencana jumlah, jabatan, dan lama penggunaan tenaga kerja asing yang diperlukan sebagai dasar untuk persetujuan pemasukan tenaga kerja asing dan penerbitan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Jangka waktu penerbitan Surat Keputusan Pengesahan RPTKA menurut Pasal 56 ayat 4 Perka BKPM 12/2009 selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar;
7. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), adalah izin bagi perusahaan untuk mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing dalam jumlah, jabatan, dan periode tertentu. Perusahaan Penanaman Modal dan KPPA dapat mengajukan permohonan IMTA atas tenaga kerja asing yang telah memiliki visa untuk bekerja. Jangka waktu penerbitan Surat Keputusan IMTA menurut Pasal 59 ayat 5 Perka BKPM 12/2009 selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar;
8. Insentif Daerah;
9. Layanan informasi dan layanan pengaduan.
Menurut Pasal 14 Perka BKPM 12/2009, ruang lingkup pedoman tatacara
permohonan non-perizinan penanaman modal sebagaimana tercantum dalam Pasal
13 ayat 3 huruf a sampai g diatur dalam Perka BKPM 12/2009. Sementara
pedoman tatacara permohonan non-perizinan penanaman modal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat 3 huruf h mengikuti ketentuan yang dikeluarkan
oleh instansi teknis/kepala LPND terkait, gubernur dan bupati/walikota.
Fasilitas Fiskal mencakup fasilitas bea masuk atas impor mesin, fasilitas
bea masuk atas impor barang dan bahan, dan usulan untuk mendapatkan fasilitas
PPh badan. Sementara, fasilitas non-fiskal mencakup yaitu:
a. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), adalah angka pengenal yang dipergunakan sebagai izin untuk memasukkan (impor) mesin/ peralatan,
barang, dan bahan untuk dipergunakan sendiri dalam proses produksi
perusahaan penanaman modal yang bersangkutan. Jangka waktu
penerbitan API-P menurut Pasal 54 ayat 5 Perka BKPM 12/2009
selambat-lambatnya 4 (empat) hari kerja sejak diterimanya permohonan
yang lengkap dan benar. Perusahaan pemilik API-P wajib melakukan
b. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), adalah pengesahan
rencana jumlah, jabatan, dan lama penggunaan tenaga kerja asing yang
diperlukan sebagai dasar untuk persetujuan pemasukan tenaga kerja asing
dan penerbitan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Jangka
waktu penerbitan Surat Keputusan Pengesahan RPTKA menurut Pasal 56
ayat 4 Perka BKPM 12/2009 selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak
diterimanya permohonan yang lengkap dan benar;
c. Rekomendasi Visa Untuk Bekerja (TA.01), adalah rekomendasi yang
diperlukan guna memperoleh visa untuk maksud kerja bagi tenaga kerja
warga negara asing. Jangka waktu penerbitan rekomendasi TA.01 menurut
Pasal 58 ayat 4 Perka BKPM 12/2009 selambat-lambatnya 1 (satu) hari
kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan benar.
Rekomendasi ini berlaku untuk jangka waktu 2 bulan sejak diterbitkan;
d. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), adalah izin bagi
perusahaan untuk mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing dalam
jumlah, jabatan, dan periode tertentu. Perusahaan Penanaman Modal dan
KPPA dapat mengajukan permohonan IMTA atas tenaga kerja asing yang
telah memiliki visa untuk bekerja. Jangka waktu penerbitan Surat
Keputusan IMTA menurut Pasal 59 ayat 5 Perka BKPM 12/2009
selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang
lengkap dan benar;65
65
` Permohonan fasilitas fiskal dan permohonan baru fasilitas non-fiskal bagi
penanaman modal diajukan kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dalam hal perubahan/ perpanjangan
fasilitas non-fiskal, permohonan diajukan kepada PTSP BKPM, PTSP Perangkat
Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM) atau PTSP Perangkat
Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (PDKPM).66
C. Pengawasan Kegiatan Penanaman Modal
Pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota mempunyai peranan sangat
penting dalam meningkatkan pelaksanaan investasi di Indonesia. Dalam Pasal 30
UUPM telah ditentukan kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota. Yang dimaksud dengan kewenangan pemerintah adalah hak dan
kekuasaan pemerintah untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan.
Pada dasarnya, kewajiban pemerintah dan/atau pemerintah daerah adalah
untuk menjamin kepastian dan kemanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman
modal. Kewenangan tersebut mencakup ruang lingkup lintas provinsi. Dalam
Pasal 2 ayat (3) pada angka 7 ditentukan tentang kewenangan pemerintah dalam
bidang penanaman mmodal, yang meliputi pemberian izin dan pengendalian
penanaman modal untuk usaha berteknologi strategis yang mempunyai derajat
kecanggihan tinggi dan beresiko tinggi dalam penerapannya (seperti :
persenjataan, nuklir, dan rekayasa genetik).
66
Sementara itu, dalam Pasal 30 ayat (7) UUPM telah ditentukan bahwa
kewenangan pemerintah disajikan sebagai berikut :
1) Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak
terbarukan dengan resiko lingkungan yang tinggi,
2) Penanaman modal di bidang industri yang merupakan prioritas tinggi
pada skala nasional,
3) Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan
penghubung antar wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi,
4) Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan
dan keamanan nasional,
5) Penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan
modal asing terkait dengan perjanjian internasional,
6) Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan pemerintah
menurut undang-undang,
7) Penanaman modal yang menggunakan modal pemerintah negara lain
yang didasarkan atas perjanjian yang dibuat oleh pemerintah dengan
pemerintah negara lain.
Walaupun ketujuh kewenangan itu mejadi kewenangan pemerintah itu
sendiri, namun kewenangan itu dapat dilakukan oleh :
1) Pemerintah yang menyelenggarakan sendiri;
2) Melimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintahan;
3) Menugaskan kepada pemerintahan kabupaten/kota.\
Sejumlah ketentuan terkait perizinan investasi langsung (direct
investment) diatur dalam Perka BKPM Nomor 5 Tahun 2013. Ada pula ketentuan
mengenai kewajiban perusahaan terbuka untuk tunduk pada ketentuan perizinan
penanaman modal seperti dalam Pasal 49 Perka 5 Tahun 2013. Ketentuan Perka 5
Tahun 2013 yang mengharuskan perusahaan terbuka untuk tunduk pada ketentuan
ini sebenarnya bukanlah hal baru. Hal tersebut sebelumnya diatur dalam
67
Instrumen pengendalian sudah banyak diciptakan diantaranya adalah
dengan monitoring secara fisik di lapangan, monitoring melalui Laporan Kegiatan
Penanaman Modal/LKPM, pengawasan kegiatan explorasi dan eksploitasi, dan
masih banyak lagi pengawasan yang sudah dilaksanakan. Namun kalau
diperhatikan semua instrument pengawasan tersebut belum maksimal kerjanya.
LKPM yang mewajibkan investor memberiikan laporan kegiatannya secara
periodik ternyata tidak banyak yang melakukannya, paling banter antara 30-40%
saja yang secara rutin melaporkan LKPM-nya.68
Untuk membantu kegiatan pengendalian penanaman modal yang notabene selalu berhubungan dengan lokasi, maka tidak ada instrument lain yang lebih
67
Leo Wisnu Susapto/Lita Paromita Siregar, BKPM Atur Kepemilikan Perusahaan
Terbuka, dikutip dar
68
Badan Koordinasi Penanaman Modal, Sistem informasi geografi ( SIG ) Sangat
Handal Untuk Pengendalian Investasi, dikutip dar
handal selain SIG. Sistem informasi geografi mengandung tiga pengertian utama,
yaitu:
a. Sistem yang berarti suatu kumpulan faktor yang berkumpul untuk
mendukung suatu pekerjaan terintegrasi dimana tidak boleh ada satu
unsur/factorpun yang boleh ditinggal.
b. Informasi yang menjadi bagian dari komunikasi, artinya informasi akan
menjadi alat komunikasi yang handal bila informasi ini akurat, terkini dan
diyakini kebenarannya.
c. Geografi adalah suatu ilmu yang mendeskripsikan fenomena di permukaan
bumi dalam hubungannya dengan letak lintangnya di permukaan bumi.
Jadi kalau ibu dari segala ilmu semua telah mengetahui bahwa filosofi lah
bendanya, maka yang patut diketahui, bahwa bapak dari segala ilmu
adalah geografi.69
Dengan SIG kita akan sediakan informasi spasial lokasi dengan koordinat
lintang bujurnya, luasan, pola lahan, situasi landscape sekitar lokasi penanaman
modal, informasi spasial secara time series melalui satelit penginderaan jauh yang
saat ini semakin murah harganya, pembaharuan data atribut penanaman modal
setiap hari, informasi ketersediaan prasarana di lingkungan penanaman modal,
pantauan penginderaan jauh tentang kondisi terrain lapangan di lokasi penanaman
modal dan sekitarnya dan sebagainya.. dan sebagainya.70
69
Ibid. 70