BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cita-cita Bangsa Indonesia dengan kemerdekaannya ialah kebebasan
untuk hidup mandiri membangun masyarakat adil dan makmur di atas tumpah
darahnya yang kaya akan berbagai sumber alam untuk bergerak bebas di dunia,
membantu atas dasar persamaan derajat dan mewujudkan suatu dunia yang damai.
Agar cita-cita luhur tersebut dapat diwujudkan, kemerdekaan yang telah berhasil
direbut harus diisi dengan berbagai bidang pembangunan. Karena dengan
pembangunan, yaitu pembangunan secara menyeluruh dalam semua sector yang
melibatkan semua lapisan masyarakat dalam pembangunan, tujuan mulia yang
dicita-citakan tersebut dapat terwujud.1
Salah satu aspek yang berperan dalam pembangunan tersebut adalah
dengan adanya penanaman modal atau investasi yang besar. Kegiatan penanaman
modal di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1967, yaitu sejak dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.
Keberadaan kedua instrumen hukum itu diharapkan agar investor baik investor
asing maupun investor domestik dapat menanamkan investasinya di Indonesia.2
1
Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2007), hlm. 2.
2
Terlepas dari pendapat pro dan kontra terhadap kehadiran investasi asing,
dimana pihak investor dalam negeri takut didominasi dan dieksploitasi oleh para
investor asing. Padahal di sisi lain, pihak investor asing sangat dibutuhkan untuk
perkembangan suatu Negara. Namun secara teoritis kiranya dapat dikemukakan
bahwa kehadiran investasi asing di suatu negara mempunyai manfaat yang cukup
luas (multiplier effect). Manfaat yang dimaksud yakni kehadiran investor asing
dapat menyerap tenaga kerja di negara penerima modal, dapat menciptakan
demand bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisa apalagi
investor asing yang berorientasi ekspor, dapat menambah penghasilan negara dari
sektor pajak, adanya alih teknologi (transfer of technology) maupun alih
pengetahuan (transfer of know how).3
Sekalipun kehadiran investor membawa manfaat bagi negara penerima
modal, di sisi lain investor yang hendak menambahkan modalnya juga tidak lepas
dari orientasi bisnis (business oriented), apakah modal yang diinvestasikan aman
dan bisa menghasilkan keuntungan. Selain pertimbangan ekonomi, investor juga
mempertimbangkan non-ekonomi seperti jaminan keamanan, stabilitas politik,
penegakan hukum dan sosial budaya merupakan faktor penentu yang tidak kalah
pentingnya untuk menentukan keberhasilan investasi.4
Pada masa Orde Baru, jumlah investasi yang diinvestasikan di Indonesia
cukup tinggi yaitu investasi infrastruktur dianggarkan 7 hingga 8 persen dari
Produk Domestik Bruto. Pertumbuhan penanaman modal swasta asing secara
3
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung : CV. Nuansa Aulia, 2007), hlm. 8.
langsung (foreign direct investment)-yakni, yang dana-dana investasinya langsung
digunakan untuk menjalankan kegiatan bisnis atau mengadakan alat-alat atau
fasilitas produksi seperti memberii lahan, membuka pabrik-pabrik, mendatangkan
mesin-mesin, membeli bahan baku, dan sebagainya di Negara-negara dunia ketiga
seperti di Indonesia ini, telah berlangsung secara sangat cepat selama sekian
dasawarsa terakhir ini. Apabila pada tahun 1962 nilai totalnya baru mencapai
sekitar US$ 2,4 milyar maka di tahun 1980 jumlahnya telah melonjak menjadi
sekitar US$ 11 milyar, kemudian naik lagi hingga US$ 35 milyar di tahun 1990,
serta berpuncak sebesar lebih dari US$ 120 milyar di tahun 1997.5 Hal ini
disebabkan karena stabilitas politik, ekonomi, keamanan dan pertahanan, sosial
dan kemasyarakatan dalam keadaan aman dan terkendali sehingga para investor
mendapat perlindungan dan jaminan keamanan dalam berusaha di Indonesia.
Sementara itu, jumlah investasi (khususnya saat investor asing masuk ke
Indonesia) pada masa Era Reformasi mengalami penurunan yang sangat
signifikan karena seringnya terjadi konflik di masyarakat, yaitu investasi
infrastruktur dianggarkan 3 hingga 4 persen dari Produk Domestik Bruto.6
5 NN, Perusahaan Multinasional, dikutip dar
Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan
investasi di Indonesia, sebagaimana diinventarisasikan oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM), yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala
internal yang dimaksud meliputi :
diunggah terakhir pada tanggal 2 Aapril 2014.
6
1. Kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yangsesuai;
2. Kesulitan memperoleh bahan baku;
3. Kesulitan dana/pembiayaan;
4. Kesulitan pemasaran;
5. Adanya sengketa atau perselisihan di antara pemegang saham.
Sedangkan yang dimaksud dengan kendala eksternal, meliputi :
1. Faktor lingkungan bisnis, baik nasional, regional dan global yang tidak
mendukung serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang
diberikan pemerintah;
2. Masalah hukum;
3. Keamanan maupun stabilitas politik yang merupakan faktor eksternal
ternyata menjadi faktor penting bagi investor untuk menanamkan modal di
Indonesia;
4. Adanya peraturan daerah, keputusan menteri, undang-undang yang turut
mendistorsi kegiatan penanaman modal; dan
5. Adanya undang-undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yang
menimbulkan ketidakpastian dalam pemanfaatan areal hutan bagi industri
pertambangan.7
Pada tahun 2006, karena melihat sudah terdapat situasi yang tidak relevan
lagi di bidang penanaman modal, maka Pemerintah telah mengajukan Rancangan
Undang-Undang tentang Penanaman Modal. Dan pada tanggal 29 Maret 2007,
RUU itu telah disahkan oleh DPR RI menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal.
Diharapkan dengan adanya UUPM ini, seluruh aspek yang berhubungan
dengan kegiatan penanaman modal baik bagi investor maupun negara penerima
penanaman modal dapat saling menguntungkan. Karena di dalam UUPM telah
diatur tentang fasilitas atau kemudahan-kemudahan yang diberikan kepada
investor. Pemberian kemudahan ini dimaksudkan agar investor, khususnya
investor asing mau menanamkan investasinya di Indonesia. Manfaat adanya
investasi itu adalah menggerakkan ekonomi masyarakat, menampung tenaga
kerja, meningkatnya kualitas masyarakat yang berada di daerah investasi, dan
lain-lain.8
Jika ditelaah secara khusus di dalam Pasal 3 angka (1) huruf d UUPM,
maka disebutkan bahwa asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal UUPM ini merupakan UU yang mencerminkan sikap pro ataupun berpihak
terhadap investor. Karena UUPM ini begitu mengayomi berbagai kebutuhan dan
memberiikan manfaat bagi para investor. Investor yang dimaksud dalam UUPM
ini bukan hanya saja yang berasal dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.
Sikap pemerintah di dalam UUPM ini sudah menuju kepada adanya jaminan atas
kepastian hukum yang diterapkan bagi investor. Hal ini terlihat dengan adanya
penerapan asas perlakuan yang sama bagi seluruh investor yang ingin
menanamkan modalnya.
negara adalah merupakan asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam
negeri dan penanam modal asing maupun penanam modal dari suatu negara asing
dan penanam modal dari negara asing lainnya.
Pasal 4 ayat (2) UUPM menetapkan perlakuan sama antara penanaman
modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dengan tetap
mengacu kepada kepentingan nasional. Kaedah dalam Pasal 4 ayat (2)
mengandung dua variabel yang harus dimaknai secara utuh, yakni kewajiban
memberiiikan perlakuan sama dan mengacu pada kepentingan nasional. Hal ini
berarti perlakuan sama tersebut tidak bisa dipisahkan dengan kepentingan
nasional. Artinya, dalam keadaan-keadaan tertentu perlakuan sama tersebut dapat
tidak diterapkan kepada penanaman modal asing. Tentunya pengecualian
semacam ini harus sesuai dengan kesepakatan internasional.9
Kemudahan yang dimaksud dalam UUPM ini terlihat juga dari adanya
peraturan akan adanya Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang bertujuan untuk
mengefisienkan proses prosedural pembuatan izin usaha. Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) ini merupakan cerminan dari peningkatan pelayanan pemerintah
kepada para investor. PTSP yang diatur dalam Pasal 25 ayat (5) dan 26 ayat (1)
UUPM ini bertujuan untuk membantu investor dalam memperoleh kemudahan
pelayanan, fasilitas fiskal dan informasi mengenai penanaman modal. PTSP yang
9
dilakukan oleh pejabat yang berwenang ini merupakan satu kegiatan yang
memang dapat mengefisienkan waktu dan biaya para investor.
Dengan adanya pembaharuan yang sangat positif di dalam UUPM ini,
maka penulis merasa tertarik untuk mencari hubungan dari pemberlakuan asas
perlakuan yang sama bagi investor di dalam pelaksanaan PTSP di bidang
penanaman modal di Indonesia.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan pelayanan terhadap kegiatan penanaman
modal secara langsung (direct investment) di Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan
peraturan pelaksananya ?
2. Bagaimanakah asas perlakuan sama yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ?
3. Bagaimanakah pemberlakuan asas perlakuan yang sama dalam
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengaturan pelayanan terhadap kegiatan penanaman
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan
peraturan pelaksananya.
b. Untuk mengetahui asas perlakuan sama yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
c. Untuk mengetahui pemberlakuan asas perlakuan yang sama dalam
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal.
2. Manfaat Penelitian
Mengenai manfaat yang diharapkan melalui penelitian terhadap ketiga
pokok permasalahan di atas terdiri dari dua manfaat, yaitu:
a. Manfaat Teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan menambah wawasan
ilmiah dalam khasanah ilmu hukum ekonomi, yang secara khusus terletak pada
pemahaman baru mengenai adanya suatu pengaturan tentang pemberian
pelayanan bagi para investor di dalam kegiatan penanaman modal.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal berisikan kekayaan
akan cakupan materi yang terdiri dari seluruh aspek yang sangat berpihak kepada
kepentingan investor.
b. Manfaat Praktis.
Ditinjau dari permasalahan-permasalahan di atas, penulisan skripsi ini
1) Dengan adanya asas perlakuan yang sama bagi investor yang menanamkan
modalnya di Indonesia, maka asas itu akan menciptakan suatu kegiatan
investasi yang akan diminati oleh seluruh investor.
2) Dengan adanya peraturan yang tegas di bidang penanaman modal, maka
semakin terwujudlah suatu jaminan kepastian hukum berdasarkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
3) Dengan adanya penulisan ini, maka penulis semakin dapat mengetahui dan
memahami aspek lain yang ada di bidang penanaman modal, secara khusus di
bidang pemberian izin melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
D. Keaslian Judul
Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di perpustakaan Pusat
Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
maka judul skripsi yang telah ada dan yang ada kaitannya dengan judul penulis
“Asas Perlakuan yang Sama dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu dalam Bidang
Penanaman Modal” adalah sebahai berikut :
1. Winta Afrina ( 010200199 ) dengan judul skripsi “Penyelenggaraan
Penanaman Modal Asing di Indonesia menurut KEPRES No. 29 Tahun 2004.”
2. Ricky ( 040200068 ) dengan judul skripsi “ Kajian mengenai Hak Guna Usaha
dalam Rangka Penanaman Modal di Indonesia ( ditinjau dari UU No. 25 Tahun
2007.”
3. Panataran L. Raya ( 040200061 ) dengan judul skripsi “ Predictability UU No.
25 Tahun 2007 dalam Mendorong Investor Asing dalam Penanaman Modal di
Berdasarkan beberapa judul skripsi yang telah dipaparkan di atas maka
judul penulis “Asas Perlakuan yang Sama dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu
dalam Bidang Penanaman Modal ” berbeda dengan karya tulis yang pernah ada
sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah asli. Dengan
demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan terutama
secara ilmiah dan akademik.
E. Tinjauan Pustaka
1. Penanaman Modal
Di dalam pasal 1 ayat (1) UUPM disebutkan bahwa penanaman modal
adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam
negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara
Republik Indonesia.
Untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan
kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman
modal untuk mengolah potensi ekonomi yang menjadi kekuatan ekonomi riil
dengan menggunakan modal yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri.
Untuk itu, penanaman modal harus menjadi baian dari penyelenggaraan
perekonomian nasional.10
Penanaman modal dapat dibagi menjadi beberapa hal berikut :11
10 Dhaniswara K. Harjono, Op. Cit., hlm. 106.
11Kuliah Hukum yang dikutip dari
a. Penanaman modal dalam negeri merupakan penggunaan modal dalam negeri
baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk menjalankan usaha
berdasarkan UU 6/1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Yang
dimaksud dengan modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan
masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki
oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisisli di
Indonesia, yang disisihkan/disediakan untuk menjalankan usaha sepanjang
modal tersebut tidak diatur oleh UU 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing.
b. Penanaman modal langsung (direct-investment): penanaman modal yang
modalya yang diinvestasikan secara langsung ke dalam bidang usaha tertentu.
Modal tersebut dapat berupa uang, barang modal, know-how dan knowledge.
c. Penanaman modal tidak langsung (indirect investment): penanaman modal
yang modalnya diinvestasikan secara tidak langsung dengan melalui
mekanisme/sistem investasi lain, seperti lembaga pasar modal.
d. Joint-Venture merupakan kerja sama yang dilakukan modal asing dengan
modal nasional yang semata-mata berdasarkan perjanjian/kontrak saja
(contractual). Artinya tidak dibentuk badan hukum baru . misalnya perjanjian
kerja sama antara Van Sickel associates. Inc (badan hukum yang
berkedudukan di Delaware. USA) dengan PT. Kalimantan Plywood Factory
(badan hukum di Indonesia) untuk secara bersama-sama mengolah kayu di
Kalimantan selatan. Kerja sama ini disebut juga dengan contract of
1) Techinical Assisstance yaitu bentuk kerja sama yang dilakukan antara
pihak modal asing dan nasional yang berkaitan dengan skill dan cara
kerja/metode ,
2) Franchise and brand-use agreement yaitu bentuk kerja sama yang
digunakan apabila pemodal nasional ingin memproduksi barang yang
telah mempunyai reputasi terkenal. Misal: coca-cola, Mc Donalds,
Kentucky Fried Chicken dll
3) Management contract yaitu bentuk kerja sama pemodal asing dan nasional
yang berkaitan dengan pengelolaan management oleh pemodal asing
terhadap perusahaan nasional : misal dalam menajemen perhotelan,
manajemen rumah sakit, dll
4) Build, Operation, and Transfer (BOT) yaitu bentuk kerja sama antara
suatu pihak, dimana objek perjanjian dibangun, dikelola/dioperasikan
selama jangka waktu tertentu, kemudian setelah masa konsesi tersebut
diserahkan/ditransfer kepada pemilik. Misal : pembangunan department
store, hotel, jalan tol . dll
e. Joint Enterprise yaitu kerja sama antara penanaman modal nasional dan
penanaman modal asing dengan membentuk perusahaan atau badan hukum
baru sesuai hukum Indonesia sebagaimana diisyaratkan dalam Ps 2 UU PMA.
Joint enterprise lazimnya berupa PT, dengan modal berupa saham yang
berasal dari modal dalam nilai rupiah dan dalam valuta asing. Bentuk kerja
1) Setiap usaha di Indonesia membutuhkan rupiah untuk pembayaran
harga-harga yang lebih murah dan mudah diperoleh, pembayaran gaji pegawai,
other costs dan allowances (PMA);
2) Investor asing tidak harus menanamkan modal dalam bentuk valuta asing
dapat dalam bentuk mesin-mesin atau hasil prosuksi penanaman tersebut
(PMA);
3) Dengan bekerja sama dengan pengusaha nasional. Maka investor asing
dapat memperkecil risiko (PMA dan PMDN) .
f. Kontrak Karyamerupakan kerja sama antara modal asing dengan modal
nasional dengan membentuk badan hukum Indonesia, dan badan hukum ini
mengadakan perjanjian kerja sama dengan badan hukum lain yang
menggunakan modal nasional. Hingga saat ini ,bentuk kerja sama ini baru
terdapat dalam perjanjian kerja sama antara BUMN.
g. Production sharing adalah bentuk kerjasama, dimana pihak investor asing
memberiikan kredit kepada pihak nasional, dan pokok pinjaman dan
bunganya dikembalikan dalam bentuk hasil produksi dari perusahaan yang
bersangkutan dan mewajibkan perusahaan nasional yersebut untuk
mengekspor hasilnya ke Negara pemberi kredit.
h. Penanaman Modal denganDISC-RUPIAH (DISC: Debt Investment
Convertion Scheme), bentuk kerja sama campuran antara kredit dengan
penanaman modal. Pengembalian kredit dikonversi/diubah menjadi
berdasarkan valuta asing , tetapi dibayar dengan rupiah . biasanya dilakukan
untuk tagihan-tagihan kreditor asing yang tidak dijamin oleh pemerintah.
i. Penanaman modal dengan kredit investasi yang mana dalam praktik
penanaman modal ini banyak dilakukan oleh para investor nasional untuk
membiayai proyeknya yang ada di Indonesia. Awalnya berupa kredit
investasi dari dana-dana luar negeri, menjadi model nasional melalui
joint-venture yang prosesnya agak berbelit.
j. Portofolio investment merupakan investasi yang dilakukan melalui pembelian
saham baik melalui pasar modal maupun melalui penempatan modal pihak
ketiga dalam perusahaan. Bentuk kerja sama ini dalam praktik telah lama dan
lazim dilakukan oleh investor keturunan cina.
2. Asas Perlakuan yang Sama
Suatu produk hukum yang dikeluarkan oleh aparat pembentuk peraturan
perundang-undangan pastilah mengacu pada asas dianggap perlu untuk dapat
mewujudkan suatu tujuan yang ingin dicapai dari produk hukum tersebut. Sama
halnya dengan UUPM ini yang menganut ada 10 asas, yaitu asas kepastian
hukum, asas keterbukaan, asas akuntabilitas, asas perlakuan yang sama dan tidak
membedakan asal negara, asas kebersamaan, asas efisiensi berkeadilan, asas
berkelanjutan, asas berwawasan lingkungan, asas kemandirian dan asas
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Jika ditelaah secara khusus di dalam Pasal 3 angka (1) huruf d UUPM,
maka disebutkan bahwa asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal
ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam
negeri dan penanam modal asing maupun penanam modal dari suatu negara asing
dan penanam modal dari negara asing lainnya.
Pasal 4 ayat (2) UUPM menetapkan perlakuan sama antara penanaman
modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) dengan tetap
mengacu kepada kepentingan nasional. Kaedah dalam Pasal 4 ayat (2)
mengandung dua variabel yang harus dimaknai secara utuh, yakni kewajiban
memberiikan perlakuan sama dan mengacu pada kepentingan nasional. Hal ini
berarti perlakuan sama tersebut tidak bisa dipisahkan dengan kepentingan
nasional. Artinya, dalam keadaan-keadaan tertentu perlakuan sama tersebut dapat
tidak diterapkan kepada penanaman modal asing. Tentunya pengecualian
semacam ini harus sesuai dengan kesepakatan internasional.12
Di dalam Pasal 6 ayat (1) UUPM ditetapkan juga bahwa adanya kewajiban
pemerintah memberiikan perlakuan yang sama kepada semua penanaman modal
yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan ini
merupakan penerapan dari prinsip most favoured nations dalam perdagangan
internasional.13
Klausul Most-Favoured Nation (MFN) adalah klausul yang mensyaratkan
perlakun non-diskriminasi dari suatu negara terhadap negara lainnya. Perlakuan
12
Asmin Nasution, Op. Cit., hlm. 94.
13
ini diberikan karena masing-masing negara terikat dalam suatu perjanjian
internasional. Berdasarkan klausul ini salah satu negara yang memberiikan
perlakuan khusus atau preferensi kepada suatu negara, maka perlakuan tersebut
harus juga diberikan kepada negara-negara lainnya yang tergabung
dalam suatu perjanjian. Klausul ini menurut Houtte, memberiikan suatu derajat
perlakuan sama (equitable treatment) dalam hubungan ekonomi internasional.
Dengan klausul ini, hubungan-hubungan perdagangan internasional dapat
berkembang.14
a) Prinsip Nondiskriminasi
Negara Indonesia yang menganut sistem ekonomi yang bebas terkendali
atau mixed economy tidak terlepas dan sangat tergantung pada sistem perdagangan
internasional, dimana dewasa ini perdagangan internasional menggunakan sistem,
ketentuan, dan mekanisme yang telah diinisiasi oleh WTO ( World Trade
Organizations ) dengan salah satu bentuk aturan main (investasi) adalah TRIMs (
Agreement on Trade Related Investment Measures ). Atas dasar ketentuan
tersebut, kegiatan penanaman modal di Indonesia secara logis-yuridis terikat
kepada prinsip-prinsip penanaman modal internasional dari WTO dan TRIMs.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
Prinsip ini mengharuskan host country untuk memperlakukan secara sama
setiap penanam modal dan penanam modal di Negara tempat penanaman
modal dilakukan.
14 Roni, Sumber Hukum Perdagangan Internasional. Dikutip dari
b) Prinsip Most Favoured Nations ( MFN )
Prinsip ini menuntut perlakuan yang sama dari Negara host terhadap penanam
modal dari Negara asing yang satu dengan penanam modal dari Negara asing
yang lainnya yang melakukan aktivitas penanaman modal di Negara mana
penanaman modal itu dilakukan.
c) Prinsip National Treatment
Prinsip ini mengharuskan Negara host untuk tidsk membedakan perlakuan
antara penanam modal asing dengan penanam modal daam negeri di Negara
host tersebut.15
Perlakuan yang sama tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu Negara
yang memperoleh hak istimewa. Hak istimewa itu antara lain hak istimewa yang
berkaitan dengan kesatuan kepabeanan, wilayah perdagangan bebas, pasar
bersama (common market), kesatuan moneter, kelembagaan yang sejenis, dan
perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah asing yang bersifat
bilateral, regional atau multilateral yang berkaitan dengan hak istimewa tertentu
dalam penyelenggaraan penanaman modal.16
15
Dhaniswara K. Harjono, Op. Cit., hlm. 110.
16 Ibid., hlm. 110.
Dengan ditempatkannya berbagai asas di dalam UUPM ini maka dari sini
pastilah akan lahir suatu kebijakan tentang penanaman modal yang berjangka
panjang dan harus menjadi pusat perhatian oleh berbagai pihak yang terkait
3. Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Dunia penanaman modal pastilah tidak terlepas dari dunia bisnis yang
mana lebih mengarah bagaimana pergerakan bisnis yang ada di suatu negara. Jika
berbicara tentang dunia bisnis, maka tidak akan terlepas kaitannya dengan
pelayanan publik. Karena dengan baiknya pelayanan publik maka akan semakin
baik.
Jika dikaitkan dengan UUPM, maka UUPM ini telah mengatur suatu
sistem yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik yang ada pada
bidang penanaman modal yang dinamakan “Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP)” yang dianggap dapat mempermudah penanam modal untuk mengurus
berbagai perizinan dalam rangka menjalankan kegiatan penanaman modal dengan
cara para calon investor tidak perlu lagi mendatangi ke berbagai instansi pemberi
izin.
Di dalam Pasal 26 ayat (1) UUPM dinyatakan bahwa Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) ini bertujuan untuk membantu penanam modal dalam
memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas, fiskal dan informasi mengenai
penanaman modal. Segala sesuatu yang akan dibutuhkan oleh penanam modal
akan dijelaskan secara kompherensif oleh petugas yang telah diberi kewenangan
untuk itu.
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dilakukan oleh lembaga atau
instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat
memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat atau lembaga
atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan non perizinan di
provinsi atau kabupaten/kota.
Jika Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dilakukan di bidang
penanaman modal secara efektif dengan didasari atas adanya asas perlakuan yang
sama terhadap penanam modal, maka sudah menjadi kepastian bahwa kegiatan
penanaman modal yang ada di Indonesia akan diminati dan dapat berkembang
dengan baik.
F. Metode Penelitian
Penelitian adalah termasuk dalam penelitian kepustakaan yang bersifat
normatif, yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data penelitian
tersebut meliputi : 17
1. Jenis penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif20.
Penelitian hukum normatif terutama dilakukan untuk penelitian norma hukum
dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang kaidah atau apabila hukum
dipandang sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa
dikaitkan dengan masyarakat.18
17
Soejono Soekanto, Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal 9-10.
18Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, ( Bandung : Citra
Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer yaitu
peraturan–peraturan yang berkaitan dengan penerapan asas perlakuan yang sama
dan pengaturan tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
2. Bahan Hukum
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari :
a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri
dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan
Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 6 Tahun 2011
tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan dan Pelaporan Peayanan Terpadu
Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal.19
b) Bahan hukum sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan
hukum primer yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan
dokumen hukum, dan data yang bersumber pada bahan hukum sekunder yang
terdiri dari buku-buku ilmiah dan tulisan-tulisan hukum.20
c) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang dapat memberiikan petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus,
ensiklopedi, indeks kumulatif, dll.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan
(library reaseacrh) yaitu serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan
19Ibid. hal 23-24.
membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan
pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan
perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan
penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan
secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari
teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori,
pendapat-pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian21
4. Teknik Analisis Data.
.
Analisis data dilakukan dengan metode deduktif dan interpretative
sepanjang mengenai penerapan asas perlakuan yang sama dalam Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) yangdipergunakan dengan metode pendekatan
perbandingan hukum.
G. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi yang berjudul “Asas Perlakuan Yang Sama Dalam
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal”, sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan dan
metode penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II PELAYANAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL SECARA
LANGSUNG (DIRECT INVESTMENT) BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG
PENANAMAN MODAL DAN PERATURAN PELAKSANANYA
Pada bab ini akan membahas tentang aspek hukum penanaman
modal secara langsung di Indonesia, pelayanan kegiatan
penanaman modal dan pengawasan kegiatan penanaman modal.
BAB III ASAS PERLAKUAN SAMA DALAM UNDANG -UNDANG
NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL
Bab ini berisikan mengenai asas-asas penyelenggaraan kegiatan
penanaman modal di indonesia, asas perlakuan sama dalam
undang-undang nomor 25 tahun 2007
BAB IV PEMBERLAKUAN ASAS PERLAKUAN YANG SAMA
DALAM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DI
BIDANG PENANAMAN MODAL
Pada bab ini akan membahas tentang pelayanan terpadu satu pintu
(PTSP) di bidang penanaman modal, mekanisme pelayanan
asing (PMA) dan penanam modal dalam negeri (PMDN) dalam
pelayanan terpadu satu pintu (PTSP).
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang