.)
Artinya: “Menceritakan kepada kami Hudbat ibn Khalid, menceritakan kepada kami Hamman, menceritakan kepada kami Qatadat, menceritakan kepada kami Anas ibn Malik, dari Mu’az ibn Jabal ra., ia berkata, “saya berboncengan dengan Rasulullah. Tidak ada jarak antara saya dan beliau
147 Samsul Nizar dan Zainal Efendi Hasibuan, Hadis Tarbawi, hlm. 14.
148 Al-Bukhari Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim Ibn Bazdabah, S{ah}i>h} al-Bukh>ari, ditahqiqoleh Musthafa Dib al-Baga, (Beirut: Da>r Ibn Katsir: 1987), hlm.
1185.
kecuali seukuran satu jengkal. Beliau bersabda, “Wahai Mu’az bin Jabal!” Saya menjawab, “saya penuhi panggilanmu Ya Rasulullah dan saya senang membantumu”
Setelah berjalan beberapa saat, beliau kembali bersabda,
“wahai Mu’az bin Jabal!” Saya menjawab, “saya penuhi panggilanmu Ya Rasulullah dan saya senang membantumu”, Beberapa saat kemudia beliau kembali bersabda, “Wahai Mu’az bin Jabal!” saya menjawab “saya penuhi panggilanmu Ya Rasulullah dan saya senang membantumu.” Beliau bersabda, “Apakah kamu tahu apa hak Allah atas hamba-Nya?” Saya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Hak Allah atas hamba-Nya adalah Dia diibadahi dan tidak disekutukan dengan sesuatu apapun. “Setelah beberapa saat, beliau kembali bersabda, Wahai Mu’az bin Jabal!” saya menjawab, “saya penuhi panggilanmu Ya Rasulullah dan saya senang membantumu”.
Beliau bersabda, “Apakah kamu tahu apa hak hamba pada Allah, bila ia melaksanakan semua (hak Allah) tersebut?”
Saya menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang paling mengetahui. “Beliau bersabda, Dia tidak menyiksa mereka.”
(HR. Bukhari).
Hadis di atas, satu dari ratusan Hadis lainnya yang mengajarkan sahabat dan umat lainnya untuk mengabdikan dirinya kepada Allah SWT. Hasan Langgulung, menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah tujuan hidup sebagai tercermin dalam QS. Al-An‘a>m (6:162)yang menyatakan bahwa “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.149
Penghambaan di sini, sebenarnya bertujuan untuk meraih kebahagiaan bagi orang yang menghambakan dirinya, baik jasmani dan rohani semuanya hanya untuk Allah. Semua manusia secara individual dan kolektif menghambakan dirinya kepada Allah SWT,
149 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Jakarta: Ditjen Bimas Islam Dan Penyelenggaran Haji, 2004), hlm. 162.
adalah tujuan utama pendidikan Islam itu sendiri.150
Dalam penjelasan lain Rasulullah SAW menjelaskan bahwa kehidupan adalah sebuah perjalanan menuju Allah yang tidak akan mungkin mukim selamanya selama masih dalam perjalanan dan sebelum sampai tujuan. Sebagaimana Hadis yang diriwayatkan Ibn Umar:
Artinya: Dari Ibnu Umar r.a. Beliau berkata, Rasulullah SAW telah memegang pundakku, lalu beliau bersabda: “Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan perantau (orang asing) atau orang yang sedang menempuh perjalanan. Ibnu Umar berkata: “Jika engakau diwaktu sore maka jangan menunggu sampai waktu pagi dan sebaliknya, jika engkau diwaktu pagi maka janganlah menunggu sampai diwaktu sore, dan gunakanlah sehatmu untuk sakitmu, dan gunakanlah hidupmu untuk matimu”.151
Hadis ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menganjurkan untuk meniru perilaku orang asing menjalani hidup di dunia hanya sekedar singgah. Kehidupan orang yang singgah sebentar di suatu tempat jelas berbeda dengan hidup seperti yang kita gambarkan di atas. Orang yang singgah (transit) tidak akan mau disibukkan dengan hal-hal yang kurang bermanfaat. Ia hanya menyelesaikan tugas-tugasnya dan bersiap-siap untuk meninggalkan tempat itu dan
150 Sayid Ahmad Al-Hasyimi, Terjemah Mukhta>rul Ah}a>di>s\, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), hlm. 357.
151 Muhammad bin Ismail al-Bukhari, S}ah}i>h> al-Bukha>ri, Cet. Ke III, Juz 6 (Bairut: Da>r ibn Kas\i>r, 1987).
menyiapkan apa yang harus dibawanya ke tempat tujuan. Beginilah filosofi orang yang singgah di suatu tempat. Atau seperti penyeberang di jalan. Perumpamaan inipun sama dalamnya dengan pengertian ‘orang asing’. Penyeberang di jalan tidak akan mau berlama-lama dalam penyeberangannya. Kalau bisa secepat mungkin ia harus berlalu. Begitu pula umpama musafir yang beristirahat sejenak di bawah pohon melepas lelahnya. Apakah tempat istirahat di bawah pohon berubah menjadi tempat menetap. Tentu tidak.
Adapun perkataan Ibnu Umar “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore” merupakan anjuran agar setiap mukmin senantiasa siap menghadapi kematian, dan kematian itu dihadapi dengan bekal amal shalih. Ia juga menganjurkan untuk mempersedikit angan-angan. Janganlah menunda amal yang dapat dilakukan pada malam hari sampai datang pagi hari, tetapi hendaklah segera dilaksanakan. Begitu pula jika berada di pagi hari, janganlah berbiat menunda sampai datang sore hari dan menunda amal di pagi hari sampai datang malam hari.
Begitu pula “waktu hidupmu sebelum kamu mati”
mengingatkan agar mempergunakan masa hidupnya, karena angan-angannya lenyap, serta akan muncul penyesalan yang berat karena kelengahannya sampai dia meninggalkan kebaikan. Hendaklah ia menyadari bahwa dia akan menghadapi masa yang panjang di alam kubur tanpa dapat beramal apa- apa dan tidak mungkin dapat mengingat Allah. Oleh karena itu, hendaklah ia memanfaatkan seluruh masa hidupnya itu untuk berbuat kebajikan. Alangkah padatnya Hadis ini, karena mengandung makna-makna yang baik dan sangat berharga.
Sebagian ulama berkata: “Allah mencela angan-angan dan orang yang panjang angan-angan”, Firman-Nya: “Biarkanlah mereka (orang- orang kafir) makan dan bersenang-senang serta dilengahkan oleh angan- angan, maka kelak mereka akan mengetahui akibatnya”.
(QS. 15: 3)
Ali bin Abu Thalib berkata: “Dunia berjalan meninggalkan (manusia) sedangkan akhirat berjalan menjemput (manusia) dan masing- masingnya punya penggemar, karena itu jadilah kamu
penggemar akhirat dan jangan menjadi penggemar dunia.
Sesungguhnya masa ini (hidup di dunia) adalah masa beramal bukan masa peradilan, sedangkan besok (hari akhirat) adalah masa peradilan bukan masa beramal”.
3. Mahabbah Kepada Rasulullah
Mahabbah yang dimaksud di sini adalah Mencintai Rasulullah SAW. Karena Rasulullah adalah menjadi teladan dalam hidup dan beragama, sudah sewajarnya mencintai dan mengikuti segala ajaran yang diberikan sebab semuanya bersumber dari wahyu Allah SWT.
Rasulullah bersabda:
Artinya: Dari Ali r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Didiklah anak-anak kalian dengan tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi kalian dan keluarganya serta membaca Al- Qur’an, karena sesungguhnya orang yang menjunjung tinggi Al-Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah, diwaktu tidak ada lindungan selain lindungan-Nya bersama para Nabi dan kekasihnya”.
(H.R Ad-Dailami)152
Dalam Hadis tersebut sebenarnya ingin menegaskan betapa pentingnya pendidikan terhadap seorang anak, proses pendidikan seorang anak menggunakan berbagai cara dan perencanaan dari start hingga finish hingga tercapinya tujuan pendidikan Islam.
Hadis diatas menuntut orang tua dalam mendidik anaknya dengan mencintai Nabi yaitu sebagai pendidik, orang tua memiliki kewajiban meyakinkan anaknya untuk mempercayai Nabi dan juga menjalankan Sunnah-nya, kemudian mencintai keluarga Nabi yang
152 Sayid Ahmad Al-Hasyimi, Terjemah Mukhta>rul Ah}a>di>s\.
tentunya oleh Nabi dididik sebaik mungkin hingga mereka mempunyai akhlak yang mulia. Kita diajarkan oleh Nabi supaya mencintai keluarga Nabi, seperti kita mencintai Nabi. Selain itu sebagai orang tua juga harus mengajari etika yang baik seperti mengucap salam kepada sesama Muslim jika bertemu. Sebab Rasulullah SAW menyuruh kita untuk mengucap salam kepada sesama Muslim dan diperintahkan untuk menyebarkannya.
Selain itu, Hadis diatas dijelaskan bahwasannya orang tua wajib memberikan ilmu yang baik kepada anak, hal itu dilakukan untuk mengembangkan keterampilan serta menambah kecerdasan anak, salah satunya adalah dengan mengajari anak membaca al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam, dan juga sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Dengan memahami kandungan isi dari al-Qur’an tentunya akan menjadikan akhlak anak menjadi baik, anak akan menjadi tahu mana yang baik dan buruk bagi dirinya.
Keberadaan orang tua harus bisa mewariskan ajaran Rasulullah yang dicintai dalam memberikan pendidikan, sebagaimana Rasulullah mendidik para sahabat yang kemudin berlanjut ke gerasi berikutnya hingga sekarang. Beberapa perintah tersebut disampaikan dalam salah satu Hadis-nya yang diriwiyatkan dari Amr Bin Syu’aib:153
Artinya: Dari Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata: Rasulullah SAW bersabda: “perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu Dawud)
153 Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 120.
Hadis tersebut menginformasikan beberapa hal, yaitu orang tua harus menyuruh anak mendirikan solat mulai berumur tujuh tahun, ketika seorang anak berusia sepuluh tahun meninggalkan solat orang tua boleh memukulnya dan dianjurkan pula pada usia sepuluh tahun itu tempat tidur antara anak laki- laki, perempuan dan orang tuanya juga dipisahkan.154
Tujuan pendidikan dalam Hadis ini adalah seluruh aktivitas yang dilakukan anak sebagai peserta didik dan orang tua sebagai pendidik dalam proses pendidikannya dimana tujuannya adalah kebiasaan anak untuk solat dan tidak meninggalkan sholat, mengetahui adab antara laki-laki dan perempuan dengan menggunakan metode pembiasaan dan hukuman. Ketika seorang anak berusia sepuluh tahun anak sedang mengalami masa pubertas.155 Ketika anak berusia sepuluh tahun maka instink yang dimilikinya sedang menuju ke arah perkembangan dan sedang ingin menunjukkan eksistensinya, sehingga mereka haruslah diperlakukan secara hati-hati agar terhindar dari penyebab kerusakan dan penyimpangan. Dan sejalan pula pada pemikiran Mahmud Yunus bahwasannya aspek rohani harus dijadikan tujuan pendidikan melalui perintah sholat pada usia tujuh tahun sebagai dasar pokok dalam kurikulum pendidikan Islam.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Rasulullah menyuruh anak berusia tujuh tahun mendirikan shalat dengan maksud membiasakan mereka agar setelah mukallaf nanti anak tidak merasa keberatan untuk melakukannya. Orang tua diperintahkan untuk mendidik anak mendirikan salat setelah berusia tujuh tahun untuk mempermudah proses pendidikannya.
4. Menjadi Pemimpin yang Bertanggungjawab
Istilah pemimpin dalam sejarah politik Islam, dikenal dengan tiga istilah popular, yaitu al-ami>r, al-khali>fah, dan al-ima>m. Selain itu, terdapat juga dalam sebuah Hadis popular yang menyebutkan ra>’in sebagai pemimpin. Pendidikan Islam bertujuan untuk mendidik
154 Bukhari Umar, Hadis Tarbawi.
155 Bukhari Umar, Hadis Tarbawi, hlm.63.
peserta didik yang memiliki kualifikasi keempat istilah tersebut.
Umumnya ahli pendidikan menetapkan al-khali>fah sebagai tujuan pendidikan Islam, karena dasar ayat yang digunakan sebagai landasannya adalah QS. Al-Baqarah (2:30) menyatakan bahwa:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.156 Qurtubi, mengatkan bahwa khalifah yang terdapat dalam surat al- Baqarah, ayat 30, bermakna fa>‘il, yakni orang yang menggantikan orang sebelumnya di bumi, selain malaikat. Bisa juga bermakna maf‘u>l, yakni digantikan. Artinya seseorang yang menggantikan tempat orang lain dalam beberapa persoalan. Khalifah bisa berarti penguasa besar atau paling tinggi (as}-s}ult}a>n al-‘azam). Menurut Al-Maududi, khalifah adalah pemimpin tertinggi dalam urusan agama dan dunia sebagai pengganti Rasul. Adapun dalil yang menjelaskan, bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mendidik seseorang menjadi pemimpin yang bertanggung jawab didasarkan kepada Hadis Nabi SAW, berikut ini:157