• Tidak ada hasil yang ditemukan

a Metode Analisis Deskriptif

Dalam dokumen S231408019 andika wishnu setyaji full (Halaman 59-73)

DesemberWaktu Penelitian (Tahun 2015)

Strata 2 Staf & fungsional

C.9. a Metode Analisis Deskriptif

Teknik analisis data yang sesuai dengan penulisan ini adalah analisis deskriptif, yaitu suatu kegiatan yang mengacu pada penelaahan atau pengujian yang sistematik mengenai suatu hal dalam rangka menentukan bagian-bagian hubungan diantara bagian dalam keseluruhan.

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berdasarkan pada pengumpulan data. Pengumpulan data primer maupun data sekunder berdasarkan dokumentasi atau penelitian. Penilaian data untuk menyeleksi kategorisasi data primer atau data sekunder. Interpretasi data dilakukan untuk menafsirkan sejumlah data yang ditemui di lapangan. Kesimpulan dihasilkan berdasarkan generalisasi dari pernyataan-pernyataan tentang permasalahan.

Terdapat tahapan – tahpan dalam proses analisis data pada metode analisis deskriptif yaitu: (1) Pengumpulan data; (2) Penilaian data; (3) Interprestasi data; dan (4) menarik kesimpulan (Umar, 2002:58). Berdasarkan unsur-unsur yang dikemukakan tersebut di atas, maka peneliti menjabarkan sebagai berikut:

1. Pengumpulan data, dilakukan dengan teknik dokumentasi atau penelitian kepustakaan untuk memperoleh baik data primer maupun sekunder. Kemudian pengamatan tentang kinerja organisasi atau instansi,

2. Penilaian data, pada tahap ini masalahnya adalah validitas dan obyektifitas sehingga perlu melakukan kategorisasi data primer dan sekunder dengan pencatatan serta mereduksi data sekunder, kemudian diseleksi agar relevan dengan masalah penelitian,

3. Interpretasi data, yakni memberikan penilaian (penafsiran), menjelaskan pola atau kategori serta mencari dan menggambarkan hubungan pengaruh antar berbagai konsep. Langkah ini dilakukan berdasarkan pemahaman intelektual dalam arti dibangun berdasar pengamatan empiris. Untuk ini, memerlukan seperangkat konsep yang telah tersusun, yang dalam penelitian ini berupa teori-teori tentang kinerja organisasi public,

4. Menarik kesimpulan atau generalisasi, yaitu ditujukan untuk menjawab

pertanyaan dalam permasalahan yang dirumuskan dengan melihat dasar analisis yang dilakukan, kemudian disusul dengan komentar terhadap hasil kesimpulan. C.9.b Metode Analisis Multivariate PLS-SEM

Teknik-teknik analisis data telah digunakan secara meluas oleh para peneliti untuk menguji hubungan kausalitas/pengaruh antar variabel. Beberapa teknik analisis tersebut diantaranya adalah analisis regresi (regression analysis), analisis jalur (path analysis), dan analisis faktor konfirmatori (confirmatory factor analysis). Dalam perkembangan selanjutnya, structural equation modeling (SEM) mulai digunakan oleh para peneliti untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh teknik-teknik analisis diatas. Sharma (1996:146) menyebutkan SEM merupakan generasi kedua dari teknik analisis multivariat yang menggabungkan model pengukuran (analisis faktor konfirmatori) dengan model struktural (analisis regresi, analisis jalur).

Beberapa hal yang membedakan SEM dengan regresi biasa dan teknik multivariat lainnya, diantaranya adalah (Efferin, 2008:17) :

o SEM membutuhkan lebih dari sekedar perangkat statistik yang didasarkan atas

46

o Regresi biasa, umumnya, menspesifikan hubungan kausal antara

variabel-variabel teramati, sedangkan pada model variabel-variabel laten SEM, hubungan kausal terjadi di antara variabel-variabel tidak teramati atau variabel-varibel laten,

o SEM selain memberikan informasi tentang hubungan kausal simultan diantara

variabel-variabelnya, juga memberikan informasi tentang muatan faktor dan kesalahan-kesalahan pengukuran,

o Pada SEM sebuah variabel bebas pada satu persamaan bisa menjadi variabel terikat pada persamaan lain.

Selanjutnya SEM menurut Widodo (2006:24) sebagai berikut:

o SEM tidak digunakan untuk menghasilkan model namun untuk mengkonfirmasi

suatu bentuk model.

o Hubungan kausalitas diantara variabel tidak ditentukan oleh SEM, namun

dibangun oleh teori yang mendukungnya.

o Studi yang mendalam mengenai teori yang berkaitan menjadi model dasar untuk

pengujian aplikasi SEM

Structural Equation Modeling (SEM) yang dikembangkan oleh Joreskog (1973), Keesling (1972), dan Wiley (1973) merupakan model yang sangat dipengaruhi oleh asumsi parametrik, diantaranya yaitu semua variabel yang diobservasi memiliki distribusi normal multivariat, observasi harus independen satu sama lain dan jumlah sampel harus besar, minimal direkomendasikan berkisar antara 200 sampai 800 kasus (Ghozali, 2014:6).

Dengan keterbatasan yang ada karena jumlah sampel yang besar, data harus berdistribusi normal, indikator harus dalam bentuk reflektif, model harus berdasarkan

pada teori dan adanya indeterminacy, maka sekarang banyak penelitian yang

menggunakan SEM berbasis component atau variance yang terkenal dengan Partial Least

Square-Structure Equation Modelling (PLS-SEM).

Partial Least Square (PLS) adalah Structural Equation Modeling (SEM) yang berbasis varian atau sering disebut juga berbasis komponen, merupakan metode analisis yang powerfull seperti dinyatakan Wold (1985) dalam Ghozali (2014:7). Hal ini disebabkan karena tidak berdasarkan pada banyak asumsi seperti variabel tidak harus berdistribusi normal multivariat (indikator dengan skala kategori, ordinal , interval sampai ratio dapat digunakan pada model yang sama), jumlah data tidak harus besar

(minimal direkomendasikan berkisar dari 30 sampai 100 kasus). PLS dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori dan dapat juga digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antar variabel laten. Selain itu, keduanya juga dapat menganalisis secara bersamaan konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan indikator formatif yang tidak dapat dilakukan oleh SEM berbasis kovarian (Ghozali, 2014:8).

Adapun kelebihan PLS-SEM (Monecke & Leisch, 2012;Hair,et al, 2011; dan Chin & Newsted, 1999) sebagai berikut:

 PLS-SEM tidak mengharuskan mengikuti asumsi normalitas,

 PLS SEM dapat menggunakan ukuran sampel yang kecil,

 Tidak mengharuskan sampel acak, dengan demikian sampel yang dipilih dengan

pendekatan non-probabilitas, seperti ‘accidental sampling’, ‘purposive sampling’ dan sejenisnya dapat digunakan dalam PLS-SEM.

 Memberbolehkan indikator formatif dalam mengukur variabel laten selain

indikator reflektif,

 PLS-SEM mengijinkan adanya variabel laten dikotomi,

 PLS-SEM memberi kelonggaran terhadap keharusan adanya skala pengukuran

interval. Dengan demikian peneliti dapat menggunakan skala pengukuran selain interval,

 PLS-SEM cocok digunakan sebagai prosedur yang digunakan untuk

mengembangkan teori pada tahap awal. Berikut disajikan

Dalam PLS-SEM terdapat dua jenis model hubungan antara indikator dan variabel laten, yakni model reflektif dan model formatif. Model reflektif atau sering disebut mode A mencerminkan bahwa setiap indikator merupakan pengukuran kesalahan yang dikenakan terhadap variabel laten. Arah sebab akibat ialah dari variabel laten ke indikator dengan demikian indikator-indikator merupakan refleksi variasi dari variabel laten (Henseler, Ringle & Sinkovicks, 2009:287). Dengan demikian perubahan pada variable laten diharapkan akan menyebabkan perubahan pada semua indikatornya. Contoh model hubungan reflekftif seperti gambar berikut ini.

48

Gambar 3.2 Model Hubungan Reflektif

Pada gambar 2.3 Variabel laten Y diukur dengan blok X yang terdiri dari 3 indikator. X1, X2 dan X3 secara reflektif. Sedangkan model hubungan formatif atau sering disebut mode B ialah hubungan sebab akibat berasal dari indikator menuju ke variabel laten. Hal ini dapat terjadi jika suatu variabel laten didefinisikan sebagai kombinasi dari indikator –

indikatornya. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada indikator – indikator akan

tercermin pada perubahan variabel latennya. Contoh jelas dalam model ini ialah bauran pemasaran sebagai variabel laten yang dibentuk oleh indikator promosi, produk, harga dan distribusi. Contoh model hubungan formatif seperti gambar 2.4.Variabel laten Y diukur dengan blok X yang terdiri dari 3 indikator. X1, X2 dan X3 secara formatif .

Gambar 3.3 Model Hubungan Formatif

Selain terdapat dua model hubungan tersebut, Hair, et al (2011:142) juga mengembangkan model jalur sebagaimana tampak pada gambar 2.5.

Model di atas mempunyai dua variabel laten eksogen (variabel bebas), yaitu Y1 dan Y2 dengan satu variabel laten endogen (variabel tergantung), yaitu Y3. Variabel Y1 dan Y2 diukur oleh dua indikator secara formatif, yaitu X1, X2 dan X3, X4. Sedang Variabel Y3 diukur dengan tiga indikator secara reflektif.

PLS-SEM terdiri tiga komponen, yaitu model struktural, model pengukuran dan skema pembobotan (weight relation) (Monecke & Leisch, 2012). Bagian ketiga ini merupakan ciri khusus PLS-SEM dan tidak ada pada SEM yang berbasis kovarian. Jika digambarkan model akan seperti dibawah ini.

Gambar 3.5 Model PLS-SEM

Model pengukuran menunjukkan bagaimana variabel manifest atau observed variabel merepresentasikan variabel laten untuk diukur. Sedangkan model struktural menunjukkan kekuatan estimasi antar variabel laten atau konstruk.

Pada gambar 2.6 di atas model pengukuran atau outer model menunjukkan

bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya. Persamaan untuk outer model reflective (Mode A) dapat ditulis sebagai berikut:

50 x x y y x y           (1) Dimana:

x dan y : manifes variabel atau indikator untuk konstruk laten eksogen () dan endogen ()

x

 dan y : matriks loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dan indikatornya

x

dan y : residual kesalahan pengukuran (measurement error)

Sedangkan untuk outer model formative (Mode B) persamaannya dapat ditulis sebagai berikut: x y           (2) Dimana:

dan  : konstruk laten eksogen dan endogen

x dan y : manifes variabel atau indikator untuk konstruk laten eksogen () dan endogen ()

x

 dan y : koefesien regresi berganda untuk variabel laten dan blok indikator

x

dan y : residual dari regresi

Inner model pada gambar 2.6 menunjukkan hubungan atau kekuatan estimasi antar variabel laten atau konstruk berdasarkan pada substantive theory. Persamaan untuk inner model dapat ditulis sebagai berikut:

0

  

   

 

(3)

Dimana:

 : vektor konstruk endogen

 : vektor konstruk eksogen

 : vektor variabel residual (unexplained variance)

Pada dasarnya PLS-SEM didesain untuk model recursive ( model yang

mempunyai satu arah kausalitas), maka hubungan antara variabel laten eksogen terhadap setiap variabel laten endogen sering disebut causal chain system yang persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :

j i ji i i jb b j

        (4)

Dimana: ji

 dan jb : Koefisien jalur yang menghubungkan variabel endogen () sebgaia prediktor dan variabel eksogen (),

i dan b : range indices,

j

 : innear residual variable.

Untuk melengkapi outer dan inner model dalam memberikan spesifikasi yang

cukup mengenai estimasi algoritma PLS, maka dibutuhkan weight relation. Nilai weight

relation untuk setiap variabel laten yang diestimasi dalam PLS-SEM mengikuti persamaan berikut: ˆ ˆbi kikb kikbkikb w x w y       (5) Dimana: kb

w danwki : k weight yang digunakan untuk mengestimasi variabel laten

b dan

i

Estimasi variabel laten adalah linear aggregate dari indikator yang nilai weight- nya didapat melalui prosedur estimasi PLS yang dispesifikasi oleh inner model, outer model serta weight relation. Notasi yang digunakan untuk mengestimasi variabel laten yakni  adalah vektor variabel endogen,  adalah vektor variabel eksogen,  adalah

vektor residual, serta  dan  adalah matriks koefisien jalur.

Dalam penelitian ini, analisis data dengan statistika akan menggunakan PLS-SEM bantuan software Smart-PLS student edition versi 3.0. Software tersebut bersifat freeware dan merupakan aplikasi untuk mengestimasi PLS-SEM yang terbaru. Dalam Smart-PLS versi 3.0, metode analisis algorithm PLS yang disediakan terdapat tiga skema yaitu factorial, centroid, dan path atau structural weighting. Skema yang algoritma PLS yang disarankan oleh Wold dalam Ghozali (2014:51) adalah path atau structural weighting.

Adapun alasan penggunaan PLS-SEM dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. PLS-SEM merupakan metode umum untuk mengestimasi path model yang

52

2. PLS-SEM merupakan metode analisis yang dapat diterapkan pada semua skala

data, tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampelnya tidak harus besar. Besarnya sampel direkomendasikan berkisar dari 30 s/d 100 kasus,

3. PLS-SEM merupakan metode analisis untuk causal-predictive analysis dalam

situasi kompleksitas yang tinggi dan dukungan teori yang rendah,

4. PLS-SEM menangani model reflektif dan formatif, bahkan konstruk dengan item

(indikator) tunggal. Konstruk reflektif mengasumsikan bahwa konstruk/variabel laten mempengaruhi indikator (arah hubungan kausalitas dari konstruk ke indikator). Konstruk formatif mengasumsikan bahwa indikator mempengaruhi konstruk/variabel laten (arah hubungan kausalitas dari indikator ke konstruk). Estimasi parameter yang didapat dengan PLS-SEM dapat dikatagorikan menjadi tiga yaitu:

1. Weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor variabel laten,

2. Mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten

dan antar variabel laten dan blok indikatornya (loading),

3. Keterkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten.

Untuk mendapatkan ketiga estimasi tersebut, PLS-SEM menggunakan proses iterasi tiga tahap dan setiap tahap iterasi menghasilkan estimasi. Tahap pertama

menghasilkan Weight estimate, tahap kedua menghasilkan estimasi untuk inner

model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkan estimasi means dan lokasi (konstanta).

Pada tahap (1) proses iterasi indikator dan variabel laten diperlukan sebagai

deviasi (penyimpangan) dari nilai means (rata-rata); tahap (2) digunakan untuk

menghitung means dan lokasi parameter; pada tahap (3) untuk hasil estimasi dapat

diperoleh berdasarkan pada data metric original, hasil weight estimate dan

path estimate.

Langkah – langkah analisis PLS-SEM dapat penulis jabarkan sebagai berikut:

1) Menentukan hubungan antar variabel

Yang pertama kali dilakukan adalah menentukan arah kausalitas antar konstruk laten berdasarkan teori yang ada. Dalam penelitian ini, model struktural yang dianalisis memenuhi model reflektif dengan semua indikator dari dua variabel

eksogen yakni:Kepuasan Komunikasi Bawahan (X1) dan Kompetensi Komunikasi Atasan (X2). Demikian pula dengan variabel endogen, variabel endogen yang memenuhi model reflektif untuk dianalisis yakni: Kinerja Pegawai (Y),

2) Menggambar diagram jalur (path diagram) PLS-SEM

Berdasarkan kerangka konseptual penelitian yang dibangun atas dasar teori dan

konsep, maka dapat digambarkan path diagram penelitian seperti Gambar 3.6.

Kepuasan Komunikasi Bawahan (X1)

Kompetensi Komunikasi Atasan (X2) Kinerja Pegawai (Y) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 X1.5 X1.6 X1.7 X2.1 X2.2 X2.3 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6

Gambar 3.6 Path Diagram PLS-SEM

Keterangan:

X1 : Kepuasan Komunikasi Bawahan X1.1: Iklim Komunikasi

X1.2: Hubungan Dengan Atasan X1.3: Integrasi Organisasi X1.4: Kualitas Media

X1.5: Komunikasi horizontal dan informal X1.6: Perspektif Organisasi

X1.7:Umpan Balik Personal

X2 : Kompetensi Komunikasi Atasan X2.1: Kemampuan Meng-encode pesan X2.2: Kemampuan Men-decode pesan X2.3: Kemampuan Merespon Umpan Balik

Y : Kinerja Pegawai Y1: Quality Y2: Quantity Y3: Timeliness Y4: Cost Effectiveness Y5: Need for Supervision Y6: Interpersonal Impact

54

Dari gambar di atas hubungan dari X1 ke X1.1, X1.2, X1.3, X1.4, X1.5,

X1.6, dan X1.7, serta hubungan dari X2 ke X2.1, X2.2, dan X2.3 adalah hubungan outer model atau konstruk pengukuran yang bersifat reflektif. Hubungan X1 dan X2 ke X yang merupakan variabel sekunder dan hubungan Y1, Y2, Y3, Y4, Y5,

dan Y6 ke Y adalah hubungan outer model atau konstruk pengukuran yang bersifat

reflektif. Serta hubungan X ke Y adalah inner model.

3) Konversi diagram jalur ke persamaan

(1) Konversi persamaan model pengukuran (outer model)

1. Variabel laten eksogen X1 (refleksif)

1.1 1.5 1.2 1.6 1.3 1.7 1.4 1.1 1 1 1.5 1 5 1.2 1 2 1.6 1 6 1.3 1 3 1.7 1 7 1.4 1 4 X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X                            

2. Variabel laten eksogen X2 (refleksif)

2.1 2.2 2.3 2.1 2 1 2.2 2 2 2.3 2 3 X X X X X X X X X            

3. Variabel laten endogen Y (refleksif)

1 4 2 5 3 6 1 1 4 4 2 2 5 5 3 3 6 6 Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y Y                              

(2) Konversi persamaan model struktural (inner model)

yX

   atau Y yX 

4) Evaluasi model PLS-SEM

Model evaluasi PLS berdasarkan pada pengukuran prediksi yang mempunyai sifat non-parametrik. Oleh karena itu, model evaluasi PLS dilakukan dengan menilai outer model dan inner model. Penjelasan lebih lanjut, adalah sebagai berikut: 1. Evaluasi model pengukuran (outer model)

Evaluasi outer model disebut pula dengan evaluasi model pengukuran dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas model. Outer model dengan

indikator refleksif dievaluasi melalui validitas convergent dan discriminat untuk indikator pembentuk konstruk laten, serta melalui composite reliability dan Cronbach alpha untuk blok indikatornya (Chin &Newsteed, 1999:310)

Validitas convergent berhubungan dengan prinsip bahwa

pengukur-pengukur (manifest variabel) dari suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi. Uji validitas convergent indikator refleksif dapat dilihat dari nilai loading factor untuk setiap konstruk, dimana nilai loading factor yang direkomendasikan harus lebih besar dari 0,7 untuk penelitian yang bersifat confirmatory, dan nilai loading factor antara 0,6 s/d 0,7 untuk penelitian yang bersifat explatory masih dapat diterima, serta nilai average variance extracted (AVE) harus lebih besar dari 0,5.

Validitas discriminant berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur

(manifest variabel) konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi dengan tinggi. Cara untuk menguji validitas discriminant dengan indikator refleksif yaitu dengan melihat nilai cross loading untuk setiap variabel harus > 0,70. Cara

lain yang dapat digunakan untuk menguji validitas discriminant adalah dengan

membandingkan akar kuadrat dari AVE untuk setiap konstruk dengan nilai

korelasi antar konstruk dalam model. Validitas discriminant yang baik

ditunjukkan dari akar kuadrat AVE untuk setiap konstruk lebih besar dari

korelasi antar konstruk dalam model (Fornell dan Larcker, 1981 dalam Ghozali,

2014:78). Adapun Rule of thumb uji validitas convergent dan discriminant dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Uji Validitas Convergent dan Discriminant

Sumber: Ghozali, 2014:76

Selain uji validitas, pengukuran model juga dilakukan untuk menguji reliabilitas (keakuratan) suatu konstruk. Uji reliabilitas dilakukan untuk

56 membuktikan akurasi, konsistensi dan ketepatan instrument dalam mengukur konstruk. Uji reliabilitas suatu konstruk dengan indikator refleksif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu composite reliability dan Cronbach’s alpha. Penggunaan

Cronbach’s alpha untuk menguji reliabilitas konstruk akan memberikan nilai yang lebih rendah (under estimate) sehingga lebih disarankan untuk menggunakan composite reliability dalam menguji reliabilitas suatu konstruk. Rule of thumb uji reliabilitas konstruk dengan indikator refleksif dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Uji Reliabilitas Konstruk

Sumber: Ghozali, 2014:77

2. Evaluasi model struktural (inner model)

Dalam menilai model struktural dengan struktural PLS dapat dilihat dari

nilai R-Squares untuk setiap variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi

dari model struktural. Nilai R-Squares merupakan uji goodness fit model.

Perubahan nilai R-Squares digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel

laten eksogen tertentu terhadap variabel laten endogen, apakah mempunyai pengaruh substantive.

Nilai R-Squares 0,67; 0,33; dan 0,19 untuk variabel laten endogen dalam

model struktural menunjukkan model kuat, moderat, dan lemah (Chin, 1999

dalamGhozali, 2014:81). Hasil dari PLS R-Squares mempresentasikan jumlah

variance dari konstruk yang dijelaskan oleh model.

Selanjutnya, evaluasi model dilakukan model dilakukan dengan melihat nilai signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar variabel melalui prosedur bootstrapping atau Jackknifing. Pendekatan bootstrap merepresentasi non parametric untuk precision dari estimasi PLS. Prosedur bootstrap menggunakan seluruh sampel asli untuk melakukan resampling. Hair et al. (2011:271) dan

bootstrap yaitu sebesar 5.000 dengan catatan jumlah tersebut harus lebih besar dari original sampel, namun Chin dan Newsteed (1999:310) menyarankan

jumlah sampel bootstrap sebesar 20 s/d 1.000 sudah cukup untuk mengoreksi

standar error estimate PLS. Adapun rule of thumb model struktural dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Selain boostrap, model alternatif resampling lain yang dikenal adalah Jackknifing yang dikembangkan oleh Jackknife sekitar tahun 1990-an. Metode ini menggunakan sub sampel dari sampel asli untuk melakukan resampling

berulang. Metode Jackknifing kurang begitu efisien dibanding metode boostrap

karena mengabaikan confidence intervals (Efron et al. 2004 dalam Ghozali,

2014:75). Oleh karena itu, metode Jackknifing kurang begitu digunakan dalam

SEM dibandingkan dengan metode boostrap.

Tabel 3.5 Evaluasi Model Struktural

Sumber: Ghozali, 2014:81

5) Pengujian hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik t (t-test). Jika dalam pengujian ini diperoleh p-value < 0,10 (α 10%), berarti pengujian signifikan, dan sebaliknya kalau p-value > 0,10 (α 10%), berarti tidak signifikan. Bilamana hasil pengujian hipotesis pada outer model signifikan, hal ini menunjukkan bahwa indikator dipandang dapat digunakan sebagai instrumen pengukur variabel laten. Sementara, bilamana hasil pengujian pada inner model adalah signifikan, maka dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna variabel laten satu terhadap variabel laten lainnya.

58 BAB IV

Dalam dokumen S231408019 andika wishnu setyaji full (Halaman 59-73)

Dokumen terkait