• Tidak ada hasil yang ditemukan

S231408019 andika wishnu setyaji full

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S231408019 andika wishnu setyaji full"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN

KOMPETENSI KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP

KINERJA PEGAWAI

(Studi Pada BPS Provinsi Jawa Tengah)

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Ilmu Komunikasi

Minat Utama Manajemen Komunikasi

Oleh

Andika Wishnu Setyaji

S231408019

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI

(Studi Pada BPS Provinsi Jawa Tengah)

TESIS

Oleh:

ANDIKA WISHNU SETYAJI

S2314080019

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. ISMI DWI ASTUTI N, M.Si

NIP. 19610825 198601 2 001 ... ...

Pembimbing II Dr. ANDRE NOEVI RAHMANTO, S.Sos., M.Si

NIP. 19770715 200501 1 002 ... ...

Telah dinyatakan memenuhi syarat

pada tanggal Desember 2015

Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi

Program Pascasarjana UNS

(3)

PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN KOMPETENSI

KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI

(Studi Pada BPS Provinsi Jawa Tengah)

TESIS

Oleh:

ANDIKA WISHNU SETYAJI

S2314080019

Telah disetujui oleh Tim Penguji:

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dra. PRAHASTIWI UTARI, M.Si., Ph.D

NIP. 19600813 198702 2 001 ... ...

Sekretaris SRI HASTJARJO, S.Sos, Ph.D

NIP. 19710217 199802 1 001 ... ...

Anggota Prof. Dr. ISMI DWI ASTUTI N, M.Si

NIP. 19610825 198601 2 001 ... ...

Anggota Dr. ANDRE N. RAHMANTO, S.Sos., M.Si

NIP. 19770715 200501 1 002 ... ...

Mengetahui,

Direktur Pascasarjana UNS

Prof. Dr. M. FURQON HIDAYATULLAH, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001

Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

Program Pascasarjana UNS

(4)

Saya menyatakan dengan sebenar – benarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul : “ PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN KOMPETENSI KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP KINERJA

PEGAWAI (Studi Kasus Pada BPS Provinsi Jawa Tengah) “ ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh

orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis

dengan acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar

pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat

unsur – unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi, baik Tesis beserta

gelar magister saya dibatalkan serta diproses sesuai dengan peraturan perundang

– undangan yang berlaku.

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus

menyertakan tim promotor sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya.

Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini , maka saya

bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, Januari 2016

Mahasiswa

(5)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN KOMPETENSI KOMUNIKASI ATASAN

TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Kasus Pada BPS Provinsi Jawa Tengah)”.

Penulisan tesis ini merupakan syarat dan tugas akhir bagi mahasiswa dalam

menempuh Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyelesaian tesis ini,

banyak sekali bantuan dari berbagai pihak, baik yang berupa penghargaan, semangat,

dorongan, kritik, saran maupun doa sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan

dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini

penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Dengan selesainya tesis ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebenar-benarnya kepada:

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Direktur Program Pasca Sarjana

Universitas Sebelas Maret,

2. Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N, M.Si selaku Pembimbing I Dr. Andre N. Rahmanto,

S.Sos., M.Si selaku Pembimbing II dengan ketulusan hati, penuh kesabaran serta

keikhlasan telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan memberikan masukan,

dalam mengarahkan, membimbing dan memberikan motivasi penulis demi

kesempurnaan tesis ini sejak awal bimbingan hingga akhir,

3. Dra. Prahastiwi Utari, M.Si., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu

Komuniksi dan Penguji I serta Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D, selaku Penguji II yang

telah memberikan pengarahan masukan-masukan atas saran kepada penulis untuk

kesempurnaan tesis ini,

4. Drs. Ibram Syahboedin M.A., selaku Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa

Tengah beserta staf yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis

(6)

vii

Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan

ilmu dan bantuan selama proses belajar,

6. Istriku tercinta dan kedua anakku tersayang (Adin dan Nayya) atas semua

pengertian, pengorbanan, kebersamaannya di kala menyelesaikan tugas-tugas dan

tesis ini hingga larut malam serta doa yang tulus yang tiada henti sejak awal

hingga akhir studi,

7. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan kasih sayangnya, kepada

penulis, serta memberikan suri tauladan untuk selalu rendah hati dan berserah diri

kepada Allah SWT,

8. Kementerian Komunikasi dan Informatika, selaku sponsor pembiayaan studi

penulis melalui Badan Penelitian dan Pengambangan Sumber Daya Manusia,

yang telah memberikan beasiswa guna menempuh studi di Program Pascasarjana

Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta,

9. Teman-teman angkatan 2014, khususnya program beasiswa Kementerian

Komunikasi dan Informatika, Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi

Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kebersamaannya dalam suka ataupun

duka selama menyelesaikan studi,

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang pernah membantu

dalam penyelesaian tesis ini.

Surakarta, Januari 2016

Penulis,

(7)

viii DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL LUAR ... i

JUDUL DALAM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR NOTASI ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI... 9

A. Tinjauan Pustaka ... 9

A.1 Komunikasi Organisasi ... 9

A.2 Pendekatan Klasik ... 12

A.3 Teori Birokrasi Weber ... 13

A.4 Teori Stimulus – Organisme – Respon (S-O-R Theory) ... 16

A.5 Komunikasi ke bawah (Downward Communication) ... 17

A.6 Kompetensi Komunikasi Atasan ... 20

A.7 Kepuasan Komunikasi Bawahan ... 22

A.8 Kinerja Pegawai ... 25

B. State of The Art... 30

C. Kerangka Berpikir... 33

(8)

ix

A. Tempat Penelitian ... 34

B. Waktu Penelitian ... 34

C. Tatalaksana Penelitian ... 35

C.1 Jenis Penelitian ... 35

C.2 Desain Penelitian ... 35

C.3 Obyek Penelitian dan Unit Analisis ... 35

C.4 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 36

C.4.a Definisi Konsep ... 36

C.4.b Definisi Operasional ... 36

C.4.c Skala Pengukuran ... 37

C.5 Populasi dan Sampel ... 38

C.5.a Teknik Pengambilan Sampel ... 38

C.5.b Penentuan Jumlah Sampel ... 39

C.5.c Pemilihan Sampel ... 39

C.6. Sumber Data ... 41

C.7 Teknik Pengumpulan Data ... 41

C.8 Pengujian Instrumen Penelitian ... 42

C.8.a Uji Validitas ... 42

C.8.b Uji Realibilitas ... 43

C.9 Teknik Analisis Data ... 44

C.9.a Metode Analisis Deskriptif ... 44

C.9.b Metode Analisis Kuantitatif PLS-SEM... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Hasil Penelitian ... 58

A.1 Gambaran Umum Penelitian... 58

A.1.a Gambaran Umum Badan Pusat Statistik ... 58

A.1.b Nilai – nilai inti (Core Values) BPS ... 61

A.2 Profil Responden ... 63

A.3 Deskriptif Indikator Penelitian ... 66

A.4 Hasil Uji Alat Ukur ... 79

(9)

x

A.4.b Uji Reliabilitas ... 82

A.5 Pemodelan PLS-SEM ... 83

A.5.a Transformasi Data ... 83

A.5.b Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model) ... 84

A.5.c Evaluasi Model Struktural (Inner Model) ... 90

A.6 Pengujian Hipotesis ... 91

A.7 Faktor Dominan yang Membentuk Konstruk Variabel ... 92

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 93

C. Keterbatasan Penelitian ... 96

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

A. Kesimpulan ... 98

B. Implikasi Teoritis ... 99

C. Implikasi Manajerial ... 99

D. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(10)

xi

Halaman

1.1 Rata – rata Gap Analysis Kepuasan Konsumen Badan Pusat Statistik ... 2

1.2. Hasil Capaian Kinerja Tujuan BPS Tahun 2014 ... 3

2.1 Sifat – Sifat Kepuasan Dan Iklim Komunikasi ... 24

2.2 Penelitian Terdahulu ... 32

3.1 Jadwal Penelitian ... 34

3.2 Pemberian Skor Skala Likert ... 38

3.3 Uji Validitas Convergent dan Discriminant ... 55

3.4 Uji Reliabilitas Konstruk ... 56

3.5 Evaluasi Model Struktural ... 57

4.1 Jumlah Pegawai dan Kuesioner yang Terkumpul ... 58

4.2 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 63

4.3 Profil Responden Berdasarkan Usia ... 64

4.4 Profil Responden Berdasarkan Pendidikan yang Telah Ditamatkan ... 64

4.5 Profil Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 65

4.6 Profil Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 66

4.7 Tanggapan Responden Terhadap Iklim Komunikasi ... 67

4.8 Tanggapan Responden Terhadap Hubungan dengan Atasan ... 68

4.9 Tanggapan Responden Terhadap Integrasi Organisasi ... 68

4.10 Tanggapan Responden Terhadap Kualitas Media ... 69

4.11 Tanggapan Responden Terhadap Komunikasi Horizontal Dan Informal ... 70

4.12 Tanggapan Responden Terhadap Perspektif Organisasi ... 71

4.13 Tanggapan Responden Terhadap Umpan Balik Personal ... 72

4.14 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Meng-Encode Pesan ... 73

4.15 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Men-Decode Pesan ... 74

4.16 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Merespon Umpan Balik ... 75

4.17 Tanggapan Responden Terhadap Quality... 75

4.18 Tanggapan Responden Terhadap Quantity... 76

4.19 Tanggapan Responden Terhadap Timelineness ... 77

4.20 Tanggapan Responden Terhadap Cost Effectiveness ... 77

(11)

xii

4.22 Tanggapan Responden Terhadap Interpersonal Impact ... 79

4.23 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen ... 80

4.24 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 83

4.25 Nilai Loading Factor Model Pengukuran ... 85

4.26 Nilai AVE Model Pengukuran ... 87

4.27 Nilai Cross Loading Model Pengukuran ... 88

4.28 Nilai AVE dan Akar Kuadrat AVE Model Pengukuran ... 89

4.29 Nilai Composite Reliability dan Cronbach Alpha Model Pengukuran ... 89

4.30 Evaluasi Model Struktural ... 90

(12)

xiii

Halaman

2.1 Empat Arah Komunikasi Organisasi ... 19

2.2 Unsur Komunikasi Komunikator ... 21

2.3 Model Pendahuluan ... 31

2.4 Hubungan Antar Variabel dalam Penelitian ... 33

3.1 Pembagian Strata Sampel ... 40

3.2 Model Hubungan Reflektif ... 48

3.3 Model Hubungan Formatif ... 48

3.4 Model Jalur SEM dengan PLS ... 48

3.5 Gambar 3.5 Model PLS-SEM ... 49

3.6 Path Diagram PLS-SEM ... 53

4.1 Alur Pelayanan BPS Provinsi Jawa Tengah ... 60

4.2 Struktur Organisasi BPS Provinsi Jawa Tengah... 61

(13)

xiv

DAFTAR NOTASI

No Simbol Nama Definisi

1

ksi Variabel laten eksogen

2

eta Variabel laten endogen

3

gamma Koefisien regresi variabel laten endogen

pada eksogen

4

zeta Notasi untuk error pada sebuah konstruk

endogen

5

beta Koefisien regresi variabel endogen

terhadap variabel laten endogen

6

delta Error dalam model pengukuran yang

berhbungan dengan konstruk eksogen

7

lamnda Loading faktor yang menghubungkan

variabel laten dengan variabel teramati

8

Ʌx

lamnda besar x Matriks loading faktor variabel laten

eksogen

9

Ʌy

lamnda besar y Matriks loading faktor variabel laten

endogen

10

epsilon Error dalam model pengukuran yang

berhubungan dengan variabel endogen

11

X

Variabel manifes/indikator eksogen

12

Y

Variabel manifes/indikator endogen

13

m

Rata – rata

14

e ji

Bobot pada inner model

15

n

Banyaknya sampel

16

z j

Estimasi inner model dari standarisasi

variabel laten

17

p

Banyaknya variabel eksogen

18

j

Jumlah variabel manifest pada seluruh

blok

19

h

Jumlah observasi ke-h dengan h =1,2,..,h

20

x

Vektor x
(14)

xv

ANDIKA WISHNU SETYAJI. NIM: S231408019. 2015. PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN KOMPETENSI KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Pada BPS Provinsi Jawa Tengah). TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N, M.Si, II: Dr. Andre Noevi Rahmanto, S.Sos., M.Si. Program Studi Ilmu Komunikasi (Manajemen Komunikasi), Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret.

Dalam perspektif ilmu komunikasi, organisasi dibentuk oleh proses komunikasi. Proses komunikasi dalam organisasi dimaknai sebagai interaksi antar anggota dalam komunikasi. Proses interaksi antar anggota organisasi merupakan kunci menghasilkan kinerja organisasi yang tinggi. Kinerja organisasi ditentukan oleh kinerja pegawai yang berinteraksi dalam organisasi tersebut. Pada dasarnya kinerja pegawai merupakan hasil proses yang kompleks, baik berasal dari diri pribadi karyawan (internal faktor), keadaan lingkungan / organisasi (eksternal faktor), maupun upaya strategis dari perusahaan.

Penelitian ini mencoba untuk menguji beberapa faktor yang secara teoritis diduga memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai, yaitu kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan. Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) Pengaruh kepuasan komunikasi bawahan terhadap kinerja pegawai, (2) Pengaruh kompetensi komunikasi atasan terhadap kinerja pegawai, (3) Pengaruh kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan terhadap kinerja pegawai, (4) Faktor dominan apakah yang membentuk kepuasan komunikasi bawahan, kompetensi komunikasi atasan dan kinerja pegawai.

Penelitian ini dilakukan di BPS Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode

penelitian kuantitatif. Responden sebanyak 52 pegawai, dipilih menggunakan Stratified

Systematic Sampling. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknis

analisis data utama menggunakan Partial Least Square-Structural Equation Modelling

(PLS-SEM)

Penelitian ini menemukan beberapa kesimpulan penting yaitu pertama bahwa seluruh hipotesis dalam penelitian ini tidak terbukti secara signifikan. Kedua,faktor dominan yang membentuk kepuasan komunikasi, kompetensi komunikasi dan kinerja pegawai berturut

– turut adalah iklim komunikasi, kemampuan men-decode pesan, dan kuantitas hasil kerja.

(15)

xvi ABSTRACT

ANDIKA WISHNU SETYAJI. NIM: S231408019. 2015. INFLUENCE

SUBORDINATE COMMUNICATION SATISFACTION AND SUPERIORS COMMUNICATION COMPETENCE TO EMPLOYEES PERFORMANCE (Studies in BPS Jawa Tengah). THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N, M.Si, II: Dr. Andre Noevi Rahmanto, S.Sos., M.Si. Magister Communication Science, PostGraduate Progam, Sebelas Maret University.

In the perspective of the science of communication, the organization formed by the communication process. The process of communication in the organization is defined as an interaction between members of communication. The process of interaction between members of the organization are key produces a high performance organization. Organizational performance is determined by the performance of employees who interact within the organization. Basically the employee's performance is the result of a complex process, both derived from the employee's personal self (internal factors), the state of the environment / organization (external factors), as well as strategic efforts of the company.

This study attempts to examine some of the factors which theoretically thought to have an influence on employee performance, ie communication satisfaction subordinates and superiors communication competence. Research questions posed in this study were (1) Effect of communication satisfaction subordinate to employee performance, (2) Influence of communication competence employer to employee performance, (3) Effect of communication satisfaction subordinates and communication competence employer to employee performance, (4) The dominant factor whether that form of communication satisfaction subordinates, superiors communication competence and performance of employees.

This research was conducted in BPS Jawa Tengah using quantitative research methods. Respondents many as 52 employees, selected using Stratified Systematic Sampling. Methods of data collection using the questionnaire. Technical analysis of the main data using the Partial Least Square-Structural Equation Modelling (PLS-SEM)

This study found some important conclusions: first that the entire hypothesis in this study did not prove significant. Second, the dominant factor shaping communication satisfaction, communication competence and performance of employees respectively - are respectively communication climate, the ability to process the message delivered to him, and quantity of work.

(16)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki tugas dan tanggung jawab bukan hanya

sebagai penyedia data atau informasi, melainkan juga sebagai koordinator kegiatan

perstatistikan di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Statistik. Koordinasi dan kerja sama penyelenggaraan statistik

dilakukan oleh BPS dengan instansi pemerintah, lembaga penelitian, atau masyarakat,

baik di tingkat pusat maupun daerah.

Pemanfaatan data statistik yang dihasilkan oleh BPS sebagai penyelenggara

kegiatan statistik bersifat luas, baik bagi pemerintah dalam negeri, luar negeri, maupun

masyarakat serta memiliki ciri – ciri lintas sektoral, berskala nasional atau regional, dan bersifat makro. Data statistik tersebut dapat digunakan oleh instansi pemerintah sebagai

data pendukung dalam pembuatan kebijakan dan perencanaan pembangunan. Sementara

itu, masyarakat biasanya menggunakan data statistik sebagai data pendukung

perencanaan, penelitian, skripsi, tesis, dll. Oleh karena itu, BPS selalu berupaya

merencanakan strategi pemasaran data statistik yang berkualitas, ditinjau dari sisi

penyajian,akurasi, dan kemutakhiran data.

Dalam memproduksi dan menyajikan data statistik, BPS selalu berupaya

memberikan pelayanan maksimal kepada pengguna data. Hal tersebut merupakan suatu

keharusan sebagai lembaga publik penyedia data dan informasi statistik sekaligus sebagai

wujud tanggung jawab dan amanat pemerintah yang diemban BPS.

Sebagai wujud evaluasi atas kinerja, BPS mulai tahun 2013 telah melakukan

survei kepuasan konsumen. Survei kepuasan konsumen yang terakhir dilakukan adalah

Survei Kepuasan Konsumen Badan Pusat Statistik 2014 (SKK-BPS 2014) yang

merupakan evaluasi kinerja organisasi sepanjang tahun 2014. SKK-BPS 2014 merupakan

bentuk evaluasi agar BPS terus menerus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan

kualitas pelayanan terhadap konsumen, sehingga dapat memenuhi harapan konsumen

(17)

2

SKK-BPS 2014 merupakan rujukan utama yang dilakukan terhadap survei serupa

yang dilakukan oleh pihak internal BPS. SKK-BPS 2014 dilakukan oleh pihak luar yang

memenuhi sejumlah kriteria yang dipersyaratkan sebelumnya. Survei yang dilakukan

BPS yaitu Survei Kebutuhan Data (SKD) dianggap kurang bisa memberikan gambaran

yang obyektif dalam hal evaluasi kinerja. SKD diutamakan sebagai kontrol dan

pengawasan terhadap kinerja yang dihasilkan secara berkelanjutan.

Output SKK-BPS 2014 berupak Indeks Kepuasan Konsumen. Analisis terhadap

indeks kepuasan konsumen diharapkan dapat memperoleh gambaran secara aktual dan

faktual tentang indikator mutu pelayanan BPS yang diterima oleh konsumen pengguna

data BPS selama ini. Hasil analisis perbandingan antara harapan konsumen dan kenyataan

pelayanan yang diberikan BPS (gap analysis) tersaji pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1. Rata – rata Gap Analysis Kepuasan Konsumen Badan Pusat Statistik

No. Indikator Kinerja Kepentingan Kinerja Gap

I Kualitas Data 86,55 76,28 10,27

II Kualitas Pelayanan 87,12 76,75 10,38

III Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan 88,79 79,27 9,52

IV Jaminan Pelayanan 86,93 77,98 8,95

V Sikap Empati Petugas 89,21 79,43 9,78

Sumber : Laporan Akhir SKK-BPS 2014, diolah

Gap analysis atau “analisis kesenjangan” merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam tahapan perencanaan maupun tahapan evaluasi kinerja. Secara

singkat, gap analysis bermanfaat untuk:

1. Menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja aktual dengan suatu standar

kinerja yang diharapkan,

2. Mengetahui peningkatan kinerja yang diperlukan untuk menutup kesenjangan

tersebut,

3. Menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan terkait prioritas waktu dan biaya

yang dibutuhkan untuk memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan.

Bappenas merekomendasikan toleransi gap yang masih dapat diterima di bawah 10 poin

(Bappenas, 2009:26).

Hasil SKK-BPS 2014 pada tabel 1.1 menunjukkan terdapat kesenjangan antara

kepentingan dan kinerja, terdapat gap (kesenjangan yang lebih dari 10 poin) sehingga

(18)

menyeluruh. Dalam laporan akhir hasil survei kepuasan konsumen 2014 juga terdapat

saran perbaikan kinerja terkait indikator I dan II.

Selain menggunakan hasil survei pihak eksternal, indikator kinerja BPS juga

tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 58 Tahun 2013 tentang

Perubahan Ketiga atas Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 21 Tahun 2010

tentang Indikator kinerja Utama BPS. Setiap tahun indikator kinerja utama tersebut dinilai dan dituangkan dalam Laporan Kinerja Badan Pusat Statistik. Laporan Kinerja

terakhir yang telah disusun adalah tahun 2014.

Terdapat empat tujuan BPS yang hendak dicapai pada tahun 2014, keempat tujuan

tersebut yakni:

1. Meningkatkan ketersediaan data dan informasi statistik yang berkualitas,

2. Meningkatkan pelayanan prima dalam rangka mewujudkan Sistem Statistik

Nasional (SSN) yang andal, efektif, dan efisien,

3. Penguatan teknologi informasi dan komunikasi serta sarana kerja,

4. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan penataan kelembagaan.

Pencapaian kinerja tujuan pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.2. Hasil Capaian Kinerja Tujuan BPS Tahun 2014

No. Tujuan Indikator Satuan Target Realisasi

1 Tujuan 1 Persentase konsumen yang merasa

puas dengan kualitas data BPS Persen 90,00 80,11

2 Tujuan 2 Persentase konsumen yang merasa

puas dengan Layanan Data BPS Persen 95,00 88,08

3 Tujuan 3 Jumlah satker mempunyai situs

web yang terhubung secara online Satker 513,00 513,00

4 Tujuan 4 Persentase pegawai berpendidikan

minimal Diploma IV atau Strata 1 Persen 58,46 59,30

Sumber : Laporan Kinerja BPS 2014

Dari data pada tebel 1.2, terlihat bahwa realisasi kinerja tujuan 1 dan tujuan 2

masih di bawah target yang telah ditetapkan. BPS telah berupaya untuk mencapai tujuan

pertama, diantaranya dengan menyusun Kerangka Jaminan Kualitas Statistik (Statistics

Quality Assurance Framework/Stat-QAF), serta menjalin hubungan yang baik dengan

responden sebagai sumber data. Upaya yang telah dilakukan BPS untuk mencapai tujuan

kedua adalah melalui peningkatan pelayanan terhadap pengguna data melalui Pelayanan

Statistik Terpadu (PST). PST merupakan pelayanan yang bersifat one gate services dan

(19)

4

perpustakaan digital, data mikro, konsultansi statistik, penjualan publikasi softcopy/

hardcopy dan pelayanan rekomendasi/bantuan survei.

Kinerja organisasi merupakan gambaran mengenai hasil kerja organisasi dalam

mencapai tujuannya yang tentu saja akan dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki

oleh organisasi tersebut. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa fisik seperti sumber

daya manusia maupun nonfisik seperti peraturan, informasi, dan kebijakan, maka untuk

lebih memahami mengenai faktor-faktor yang mampu mempengaruhi sebuah kinerja

organisasi. Konsep kinerja organisasi juga menggambarkan bahwa setiap organisasi

publik memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dapat dilakukan pengukuran

kinerjanya dengan menggunakan indikator-indikator kinerja yang ada untuk melihat

apakah organisasi tersebut sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dan untuk

mengetahui tujuannya sudah tercapai atau belum.

Kinerja organisasi yang luas dan lebih abstrak sifatnya dapat didekati

pengukurannya dengan kinerja pegawai yang lebih jelas indikatornya. Gibson (1996)

dalam Brahmasari dan Suprayetno (2009), mengemukakan bahwa kinerja organisasi

tergantung dari kinerja individu atau dengan kata lain kinerja individu akan memberikan

kontribusi pada kinerja organisasi. Senada dengan hal tersebut, Mahmudi (2005:22-23)

juga menyatakan bahwa kinerja organisasi pada dasarnya merupakan tanggung jawab

setiap individu yang bekerja dalam organisasi. Apabila dalam organisasi setiap individu

bekerja dengan baik, berprestasi, bersemangat, dan memberikan kontribusi terbaik

terhadap organisasi, maka kinerja organisasi secara keseluruhan akan baik.

Widyasari (2004) sebagaimana dikutip Edwardin (2006:1) menjelaskan bahwa

banyak aspek yang mempengaruhi keberhasilan suatu kinerja pegawai seperti kejelasan

peran, keadaan lingkungan, dan faktor lainnya seperti nilai dan budaya, imbalan,

penghargaan dan tingkat kompetensi. Salah satu aspek pribadi yang merupakan

kompetensi adalah komunikasi, menurut Robbins (2002:307) dengan komunikasi,

organisasi dapat memelihara motivasi karyawan dengan memberikan penjelasan kepada

karyawan tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan

apa yang dapat dilakukan karyawan untuk meningkatkan kinerjanya jika sedang berada

di bawah standar.

Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja. Hal ini

(20)

terhadap kehidupan organisasi, misalnya konflik antar pegawai, dan sebaliknya

komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga

kepuasan kerja. Mengingat yang bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka

mencapai tujuan merupakan sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter,

maka komunikasi yang terbuka harus dikembangkan dengan baik. Dengan demikian

masing-masing pegawai dalam organisasi mengetahui tanggung jawab dan wewenang

masing-masing. Pegawai yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan

mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat

kinerja pegawai menjadi semakin baik. Komunikasi memegang peranan penting di dalam

menunjang kelancaran aktivitas pegawai dalam organisasi.

Untuk meningkatkan kinerja pegawai, kemampuan komunikasi yang efektif

sangat diperlukan oleh semua anggota organisasi. Kompetensi komunikasi atasan yang

baik akan memudahkan apa yang ingin dilakukan oleh bawahan dan bawahan akan

memberikan respon kepada ide – ide yang dikemukakan, apa kekurangannya dan

bagaimana cara memperbaikinya. Hal tersebut dapat terwujud manakala pesan – pesan

yang disampaikan dalam berkomunikasi sangat efisien dan langsung menyentuh inti

persoalannya. Komunikasi yang efektif dapat mencapai tujuan organisasi yang

ditetapkan. (Verma, 2013:4)

Namun demikian, hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan juga tidak

bisa dilepaskan dari budaya paternalistik yaitu atasan jarang sekali atau tidak pernah

memberikan kepada bawahannya untuk bertindak sendiri, untuk mengambil inisiatif dan

mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena komunikasi yang dilakukan oleh

atasan kepada bawahan bersifat formal dimana adanya struktur organisasi yang jauh

antara atasan dengan bawahan. Sehingga konsekuensi dari perilaku ini bahwa para

bawahannya tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide, dan saran.

Padahal Sianipar dalam Damastuti (2010:33) mengungkapkan bahwa agar

komunikasi dalam organisasi dapat berlangsung efektif dan memberikan kepuasan

komunikasi bagi pihak-pihak yang berkomunikasi terdapat dua hal penting yang harus

diperhatikan yaitu bersifat terbuka dan komunikasi dua arah yang sering dilakukan, dan

terdapat adanya proses mendengarkan dengan baik, mekanisme umpan balik, dan diskusi

(21)

6

Adanya penelitian empiris yang menghubungkan antara kompetensi komunikasi

dengan berbagai hasil organisasi termasuk mobilitas pekerjaan, tingkat pekerjaan, gaji,

kemampuan memimpin dan kemampuan mental umum serta kinerja pegawai (Ferris et al

2001). Sejumlah penelitian-penelitian tersebut menekankan pentingnya kompetensi

komunikasi terhadap kinerja pegawai, namun hanya sedikit penelitian yang membahas

dampak dari kompetensi komunikasi atasan terhadap kinerja bawahan.

Penelitian lain yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah kepuasan komunikasi

(Irwanto:2015; Arifin:2005). Pace dan Faules (2006: 165) menambahkan bahwa

kepuasan adalah suatu konsep yang lebih berkenaan dengan tingkat kenyamanan. Dari

definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kepuasan dalam komunikasi adalah kondisi

ketika muncul keberadaan rasa nyaman dengan pesan-pesan, media, dan

hubungan-hubungan yang timbul dalam organisasi. Kepuasan komunikasi ini menyoroti tingkat

individu dan pribadi.

Kepuasan komunikasi yang diperoleh pegawai dalam organisasi tentu tidak hanya

didapat dari kenyamanan komunikasi pegawai dalam berkomunikasi dengan teman kerja,

namun juga kenyaman yang diperoleh ketika berkomunikasi dengan atasannya. Dalam

komunikasi yang berlangsung diantara bawahan dengan atasan, kecakapan komunikasi

atasan yang baik dalam merespon segala bentuk informasi dari karyawan tentunya juga

dapat memberikan kepuasan komunikasi tersendiri bagi karyawan, karena ketika atasan

memiliki kecakapan komunikasi yang baik, komunikasi dapat mencapai tujuan dan

memberikan hasil yang diinginkan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi (Hardjana,

2003:91)

Selain kedua variabel yang telah dipaparkan di atas yaitu kompetensi komunikasi

atasan dan kepuasan komunikasi, penelitian banyak dilakukan untuk mengetahui elemen

komunikasi yang mempengaruhi kinerja organisasi baik secara langsung maupun tidak

langsung. Hilman dan Siam (2004) telah meneliti bahwa struktur organisasi dan budaya

organisasi secara signifikan terkait dengan kinerja organisasi. Mulyadi (2012)

menyimpulkan dari penelitian yang telah dilakukan bahwa iklim komunikasi dan

motivasi kerja berpengaruh secara nyata terhadap kinerja karyawan. Penelitian lain yang

telah dilakukan juga menghasilkan kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan, komunikasi

internal, dan motivasi kerja mempengaruhi kinerja pegawai secara nyata. (dalam

(22)

Berdasarkan pengalaman peneliti ketika bekerja dan sejumlah wawancara awal

yang tidak terstruktur dengan beberapa rekan pegawai terdapat sejumlah hambatan

komunikasi yang terjadi di BPS terkait kompetensi komunikasi dan kepuasan

komunikasi. Atasan ketika menyampaikan pesan yang berupa perintah melalui media

tulisan seringkali menimbulkan berbagai penafsiran sehingga bawahan merasa tidak

yakin akan pekerjaan yang dilakukannya.

Terkadang terjadi penyimpangan komunikasi dari atas ke bawah ketika

menyampaikan hasil rapat pimpinan yang berisi kebijakan organisasi yang bersifat

sensitif. Bawahan tidak merasa puas akan informasi yang didapatnya tetapi takut atau

segan untuk merespon informasi tersebut dengan bertanya kepada atasan. Hal tersebut

dikarenakan telah terbentuk komunikasi yang cenderung tertutup. Komunikasi yang

bersifat tertutup akan menyebabkan iklim komunikasi yang tidak baik sehingga

menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan. Dalam upaya untuk mengisi

kesenjangan informasi, kurangnya komunikasi pada karyawan lebih rentan terhadap

desas-desus, cenderung lebih curiga terhadap para atasan mereka, dan sering menjadi

sinis atau apatis terhadap kebijakan yang diambil.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

pengaruh kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan terhadap

kinerja pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah.

Pendekatan SEM dipilih karena memiliki kemampuan untuk meningkatkan

pemahaman dengan menggabungkan teori dan data empiris yang tidak dapat dilakukan

oleh alat analisis multivariate lainnya. Selain itu, analisis SEM memungkinkan penilaian

simultan item pengukuran setiap variabel dalam model dan pada saat yang sama juga

dapat memperkirakan hubungan antara variabel.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, ditemukan masalah sebagai

berikut:

1. Apakah kepuasan komunikasi bawahan berpengaruh terhadap kinerja pegawai

BPS Provinsi Jawa Tengah?

2. Apakah kompetensi komunikasi atasan berpengaruh terhadap kinerja pegawai

(23)

8

3. Apakah kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan

secara bersama – bersama berpengaruh terhadap kinerja pegawai BPS

Provinsi Jawa Tengah?

4. Faktor dominan apakah yang membentuk kepuasan komunikasi bawahan,

kompetensi komunikasi atasan serta kinerja pegawai?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, tujuan yang ingin dicapai dari

penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh kepuasan komunikasi bawahan terhadap kinerja

pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah,

2. Menganalisis pengaruh kompetensi komunikasi atasan terhadap kinerja

pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah,

3. Menganalisis pengaruh kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi

komunikasi atasan secara bersama – sama terhadap kinerja pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah,

4. Mengidentifikasi faktor pembentuk yang paling dominan dari kepuasan

komunikasi bawahan, kompetensi komunikasi atasan, dan kinerja pegawai.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis maupun akademis, penelitian ini diharapkan bisa memberikan

sumbangan pemikiran pada ilmu komunikasi, terutama dalam bidang kajian

komunikasi organisasi,

2. Dalam tataran praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

rekomendasi sebagai salah satu dasar penentuan kebijakan bagi organisasi

tentang faktor – faktor dominan kepuasan komunikasi dan kompetensi

komunikasi sehingga menjadikan pegawai yang berkualitas dengan kinerja

(24)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

A.1. Komunikasi Organisasi

Goldhaber sebagaimana dikutip Muhammad (2005:67) dalam buku yang berjudul

Komunikasi Organisasi menyatakan bahwa: “Komunikasi organisasi sebagai proses

menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling

tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu

berubah – ubah”.

Redding dan Sanborn dalam Muhammad (2005:65) mengatakan bahwa

komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi

yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan

manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari

atasan kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi bawahan kepada atasan,

komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang – orang yang sama level/tingkatnya

dan komunikasi evaluasi program. Tubbs dan Moss (1996:166) menyatakan ciri utama

komunikasi organisasional adalah faktor – faktor struktural dalam organisasi yang

mengharuskan para anggotaya bertindak sesuai dengan peranan yang diharapkan.

Sementara itu Pace dan Faules (2005:31-33) mengklasifikasikan komunikasi

organisasi menjadi dua, yakni definisi fungsional dan definisi interpretative. Definisi

fungsional komunikasi organisasi adalah sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di

antara unit – unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.

Sedangkan definisi interpretative komunikasi organisasi cenderung menekankan

kegiatan penanganan pesan yang terkandung dalam suatu batas organisasional

(organization boundary). Jadi, perspektif interpretative menekankan peranan “orang –

orang” dan “proses” dalam menciptakan makna.

Komunikasi dalam organisasi berfungsi mencapai tujuan dari sistem organisasi,

sehingga fungsi dari komunikasi meliputi informasi mengenai pekerjaan, pemeliharaan,

motivasi, integrasi, dan inovasi. Hal yang terpenting dalam komunikasi organisasi

(25)

10

“Bagaimana komunikasi berlangsung dalam organisasi dan apa maknanya bergantung

pada konsepsi seseorang mengenai organisasi” (Pace dan Faules, 2005:34).

Komunikasi di dalam organisasi memiliki beberapa tujuan (Udaya,

1997:149-150), yaitu:

a) Memberikan informasi

Tujuan utama komunikasi adalah mengirimkan informasi dari seseorang kepada

orang lain atau kelompok – kelompok alamat komunikasi. Berbagai jenis

informasi di organisasi disampaikan dalam bentuk kebijakan, peraturan –

peraturan, dan perubahan – perubahan serta perkembangan dalam organisasi.

b) Umpan balik

Komunikasi umpan balik membantu usaha untuk langkah – langkah perbaikan,

penyempurnaan dan penyesuaian yang dibutuhkan organisasi, serta memberikan

motivasi.

c) Pengendalian

Sistem informasi manajemen dikenal sebagai suatu mekanisme pengendalian.

Informasi diberikan untuk menjamin pelaksanaan rencana-rencana sesuai dengan

tujuan.

d) Pengaruh

Informasi merupakan kekuasaan. Semakin tinggi tingkatan dalam manajemen

semakin besar peranannya untuk dapat memengaruhi sesuatu .

e) Memecahkan persoalan

Komunikasi bertujuan untuk memecahkan persoalan yang terjadi didalam

organisasi.

f) Pengambilan keputusan

Untuk mengambil suatu keputusan diperlukan beberapa macam komunikasi,

misalnya pertukaran informasi, pendapat, dan alternatif lain yang ada.

g) Mempermudah perubahan

Komunikasi membantu mengetahui kesulitan dalam perencanaan perubahan dan

dalam mengambil tindakan perbaikan.

h) Pembentukan kelompok

Komunikasi membantu dalam proses pembangunan dan pengembangan

(26)

i) Menjaga pintu

Komunikasi membantu dalam berhubungan dengan dunia luar atau pihak-pihak

diluar organisasi.

Menurut Littlejohn dan Foss (2011:293) terdapat tiga aspek umum yang muncul

ketika berbicara komunikasi organisasi, yakni (1) susunan, bentuk, dan fungsi

organisasional, (2) manajemen, kendali, dan kuasa dan (3) budaya organisasional. Ketiga

aspek inilaih yang menjadi fokus kajian pada bidang komunikasi organisasi. Deddy

Mulyana (2011:75) mengatakan komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga

komunikasi diadik, komunikasi antar pribadi dan ada kalanya juga komunikasi publik.

Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke

bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horizontal. Sedangkan komunikasi informal

tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antar sejawat, juga

termasuk gosip.

Dalam berkomunikasi, gaya komunikasi didukung dengan proses komunikasi itu

sendiri sebagai sarana untuk menyampaikan suatu informasi, dalam konteks penelitian

ini berarti komunikasi atasan kepada bawahan. Menurut Barret, (2008:47) proses

komunikasi dilaksanakan melalui dua saluran yaitu primer dan sekunder.

• Komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan simbol sebagai media. Simbol

primer ini adalah: bahasa, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara

langsung diterjemahkan dari pikiran dan atau perasaan komunikator terhadap

komunikan,

• Komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada

orang lain dengan menggunakan alat bantu media seperti email, memo, surat,

outline diskusi, sms, laporan, dan data charts.

Lebih lanjut, Robbins (2002:310-311) menjelaskan empat fungsi utama

komunikasi di dalam kelompok atau suatu organisasi meliputi:

1) Kontrol atau pengawasan. Setiap organisasi mempunyai hierarki wewenang dan

(27)

12

2) Motivasi. Komunikasi organisasi yang berlangsung baik membantu

perkembangan motivasi kepada karyawan mengenai apa yang harus dilakukan

(pendelegasian tugas), seberapa baik mereka bekerja, dan apa yang dapat

dilakukan untuk memperbaiki kinerja yang dibawah standar,

3) Komunikasi yang informatif. Memberikan informasi yang diperlukan individu

dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan menemukan data untuk

mengenali dan menilai alternatif – alternatif yang dapat dipilih,

4) Ungkapan emosional karyawan. Kelompok kerja merupakan sumber pertama

untuk interaksi sosial, dimana dengan komunikasi mereka dapat mengungkapkan

emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial seperti kekecewaan dan

rasa puas.

A.2. Pendekatan Klasik

Komunikasi organisasi menurut Eisenberg (2009:700) merupakan suatu proses

tindakan terkoordinasi antara bahasa dan interaksi sosial guna mencapai tujuan bersama.

Teori – teori awal komunikasi organisasi, pada paruh pertama abad ke-20, mencerminkan

suatu model saluran komunikasi yang melihat proses komunikasi semata – mata sebagai

transmisi informasi (berdasarkan perspektif mekanis). Teori – teori tersebut berusaha

untuk membangun metode komunikasi yang efektif untuk meningkatkan produktifitas

dan mengurangi hambatan.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan klasik, produktifitas menyangkut

masalah fisik dan psikologis. Produktifitas dipandang dalam bentuk permintaan fisik akan

pekerjaan dan kemampuan psikologis para pekerjanya. Dalam pendekatan klasik,

komunikasi dianggap sebagai pemberian perintah dan menjelaskan prosedur serta

operasional pekerjaan.

Cara pandang teori – teori klasik mengenai organisasi bahwa organisasi

digerakkan oleh otoritas manajemen, karyawan hanyalah alat guna menjalankan rencana

manajemen, maka ini semua berimplikasi terhadap proses komunikasi di dalam

organisasi Proses komunikasi yang terjadi di dalam organisasi dipandang hanya sebagai

alat untuk koordinasi dan kontrol dari pihak manajerial. Aktivitas komunikasi yang

menyangkut tahap perencanaan dan pengambilan keputusan sifatnya terpusat di sekitar

(28)

Miller (2012:18-19) menyebutkan pendekatan klasik dalam organisasi layaknya

seperti metafora mesin. Terdapat tiga aspek penting dalam pendekatan klasik, yang

pertama adalah spesialisasi. Ketika organisasi dilihat sebagai mesin, maka spesialisasi

juga akan terlihat. Pembagian kerja menggambarkan salah satu cara dimana fungsi

organisasi dianggap seperti mesin. Aspek lain dalam metafora mesin adalah standarisasi.

Aspek ini sangat dengan konsep pertukaran, ketika pegawai tidak dapat memenuhi

standar yang ditentukan maka dia akan diganti oleh pegawai lain yang dianggap mampu

memenuhi standar organisasi yang ditentukan. Aspek terakhir dalam metafora mesin

adalah dapat diprediksi. Organisasi akan berjalan sesuai dengan aturan dan standar

tertentu, dan jika organisasi yang disfungsional, hal tersebut bisa diperbaiki dengan

pertimbangan rasional.

Terdapat tiga jenis komunikasi dalam organisasi dalam pendekatan klasik,

ketiganya komunikasi yang berkaitan dengan tugas, berkaitan tentang inovasi yang

berkaitan erat dengan pengungkapan ide-ide baru dan berhubungan dengan pemeliharaan

yang biasanya berkaitan dengan hubungan antara manusia. Saluran komunikasi yang

biasanya digunakan dalam pendekatan ini lebih banyak tertulis berupa form buku kerja,

instruksi, pernyataan misi, aturan dan evaluasi kinerja. Gaya komunikasi formal

merupakan cerminan komunikasi pendekatan ini, panggilan pun juga formal dengan

memanggil Ibu/Bapak. Bahasa tertulis dan juga lisan sangat formal, menghindari slang

atau bahkan ekspresi komunikasi dilakukan dengan bahasa tingkat tinggi. Gaya

komunikasi formal ini ternyata juga tercemin dalam bahasa non verbal misalnya gaya

berpakaian.

A.3. Teori Birokrasi Weber

Teori organisasi klasik yang berpengaruh besar pada kajian komunikasi organisasi

adalah teori birokrasi Weber.(Littlejohn dan Foss, 2011:362) Gagasan umum mengenai

birokrasi adalah memiliki hirarki dan berlapis, dikendalikan oleh aturan, dan tidak peka

terhadap perbedaan individu. Weber mendefinisikan organisasi sebagai sistem kegiatan

interpersonal yang memiliki maksud tertentu yang dirancang untuk menyelaraskan tugas

– tugas individu.

Terdapat tiga prinsip utama dalam teori birokrasi Weber, yang pertama adalah

(29)

14

bersamaan dengan kekuasaan, harus ada hukum formal dalam organisasi yang mengatur

otoritas. Spesialisasi diperlukan dalam sistem birokrasi guna mencapai tujuan organisasi

berdasarkan kemampuan dan tugas masng – masing anggotanya. Untuk mengatur

perilaku setiap orang dalam organisasi diperlukan implementasi regulasi yang berisi

aturan – aturan. (Kreps, 1986: 279-281)

Menurut Weber (2009:324), birokrasi memiliki beberapa karakteristik berikut:

1. Adanya aturan yang ketat. Aturan menetapkan aktivitas yang diperlukan oleh

organisasi, sekaligus menetapkan kewajiaban-kewajiban untuk setiap pegawai.

Melalui aturan juga ditetapkan kualifikasi khusus yang diperlukan setiap unit

kerja.

2. Diakuinya hirarki wewenang. Pengawasan dilakukan oleh pejabat dengan hirarki

lebih tinggi.

3. Kedudukan dalam birokrasi biasanya memerlukan pelatihan keahlian serta

kemampuan penuh untuk menjalankan pekerjaan.

4. Manajemen subunit biasanya mengikuti aturan yang relatif stabil, dan

pengetahuan mengenai aturan dan prosedur ini menjadi keahlian khusus.

Weber memandang bentuk birokrasi memiliki keunggulan secara teknis jika

dibandingkan dengan sistem administrasi lainnya. Dalam pandangan Weber, keberadaan

akan pegawai karir yang kompeten, hirarki yang tegas, dan spesifikasi kewajiban

berdasarkan aturan, jelas akan menghasilkan percepatan, kejelasan, konsistensi, dan

pengurangan ongkos. Segenap kewajiban dijalankan secara konsisten, pelayanan tanpa

ada favoritisme, organisasi terbebas dari motif-motif personal. Pegawai ditempatkan

berdasarkan sistem merit ketimbang favoritism politik, dibatasi oleh aturan, dan orang

yang ada dalam birokrasi adalah para pegawai karir. Dengan demikian, menurut Weber,

birokrasi hadir sebagai model organisasi yang paling efisien.

Weber membedakan antara otoritas yang melekat/inheren (kekuasaan tradisional,

yang mungkin tidak sah) dengan otoritas yang sah (diperoleh, dihormati, berdasarkan

norma-norma, rasional, dan legal). Otoritas yang legal inilah yang kemudian menjadi

landasan terbentuk apa yang disebut Weber sebagai “birokrasi”.

Weber juga menekankan bahwa peraturan sangat penting dalam sistem birokrasi.

(30)

berjalan dengan teratur dan formal.Weber menekankan functioning of authority (fungsi

kekuasaan) yang dibagi menjadi tiga bagian:

a. Traditionally authority, yaitu kekuasaan yang berasal dari kepercayaan secara

tradisional

b. Charismatic authority, yakni kekuasaan yang berdasarkan kemampuan seseorang

untuk berinteraksi atau menarik hati orang lain. Kekuasaan tipe ini sangat tidak

stabil.

c. Rational-legal authority, adalah kekuasaan yang didapatkan dari kemampuan

individu. Weber sangat menekankan pada kekuasaan tipe ini karena menurutnya

ini adalah dasar dari functioning of authority.

Selain itu, Weber juga mengemukakan pandangannya mengenai enam prinsip

birokrasi yang terdiri dari :

a. Birokrasi didasarkan pada aturan-aturan yang memungkinkan diselesaikannya

suatu persoalan,

b. Birokrasi mengenai pembagian secara sistematis terhadap tenaga kerja. Setiap

tenaga kerja memiliki hak dan kekuasaan yang terdefinisikan secara jelas,

c. Esensi dari birokrasi adalah adanya penjenjangan (hierarki),

d. Pimpinan diangkat berdasarkan kemampuan dan pendidikan mereka,

e. Birokrasi harus memiliki kebebasan untuk mengalokasikan sumbersumber yang

ada dalam lingkup pengaruhnya,

f. Birokrasi mensyaratkan pengelolaan arsip yang rapi.

Menurut Weber, birokrasi merupakan konsep ideal bagi organisasi modern.

Dalam organisasi yang kompleks dibutuhkan kecepatan, ketepatan, kepastian, dan

kontinuitas. Semua hal tersebut dapat dicapai jika organisasi didesain sebisa mungkin

seperti mesin. Ada 6 ciri dasar:

1) Sistem hierarki otoritas yang jelas,

2) Divisi kerja berdasarkan spesialisasi,

3) Sistem aturan yang lengkap mencakup hak, tanggungjawab, dan kewajiban

personil,

4) Prosedur yang sempurna untuk performa kerja,

5) Impersonalitas (bukan perseorangan) dalam hubungan organisasional manusiawi,

(31)

16

Ciri dasar yang dikemukakan oleh Weber sejalan dengan metafora mesin yang

disebutkan oleh Miller dalam bukunya. Spesialisasi menjadi kata kunci untuk mnegaitkan

kedua pendapat tersebut tentang organisasi dan birekrasi. Spesialisasi menjadi menjadi

penting untuk dimiliki dalm sebuah organisasi maupun birokrasi untuk menunjang

keberhasilan program atau pekerjaan yang ada.

Sistem birokrasi masih cukup relevan untuk dipakai sampai saat ini, karena ada

beberapa organisasi tertentu yang butuh hierarki organisasi dan aturan/kontrol yang ketat.

Badan-badan pemerintah juga menggunakan sistem birokrasi, terutama terkait dengan

struktur organisasi. Umumnya, lembaga negara sangat menerapkan prinsip sentralisasi,

dimana mereka takut bertindak kalau tidak ada perintah atasannya. Dalam bekerja pun

mereka cenderung lambat karena harus melewati berbagai tahap dan bermacam-macam

orang dari beragam jabatan sebelum akhirnya menyelesaikan pekerjaan.

Organisasi membutuhkan koordinasi agar setiap bagian organisasi dapat bekerja

dengan baik. Dengan adanya struktur, maka proses pengkoordinasian ini akan semakin

efektif karena tiap orang tahu dimana letak kewenangannya. Struktur menempatkan

anggota dalam strata tertentu dalam organisasi dimana mereka akan punya ‘atasan’ dan

‘bawahan’. Atasan bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan bawahannya dan

bawahan seharusnya menuruti perintah dari atasannya. Tugas organisasi akan

didistribusikan oleh atasan kepada bawahan dan si atasan akan mengontrol serta

mengawasi kinerja bawahannya. Tugas organisasi pun dapat diselesaikan dengan baik

dan teratur.

A.4. Teori Stimulus – Organisme – Respon (S-O-R Theory)

Teori komunikasi yang mampu menjelaskan bagaimana kinerja individu

(pegawai) tercipta adalah teori stimulus – organisme – respons (S-O-R Theory). Teori

S-O-R menjelaskan bagaimana suatu rangsangan mendapatkan respon. Tingkat interaksi

yang paling sederhana terjadi apabila seseorang melakukan tindakan dan diberi respon

oleh orang lain (Model Stimulus – Respon).

Menurut model stimulus respons ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus

terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan

kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah

(32)

Teori ini mendasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan

perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan

organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources), misalnya kredibilitas,

kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku

seseorang, kelompok atau masyarakat.

Menurut teori ini, dampak atau pengaruh yang terjadi pada pihak penerima, pada

dasarnya merupakan suatu reaksi tertentu dari stimulustertentu. Dengan demikian besar

kecilnya pengaruh serta dalam bentuk apa pengaruh tersebut terjadi, tergantung pada isi

dan penyajian stimulus.

Dalam teori S-O-R, pengaruh eksternal dapat menjadi stimulus dan memberikan

rangsangan sehingga sikap dan tingkah laku seseorang berubah. Untuk keberhasilan

dalam mengubah sikap maka komunikator perlu memberikan tambahan stimulus

(penguatan) agar penerima berita mau mengubah sikap. (Gibson, 2004:197)

Menurut Hovland et al (1953:95) perlu penguatan dalam pemberian stimulus. Hal

ini dapat dilakukan dalam barbagai cara seperti dengan pemberian imbalan atau hukuman

(reward and punishment). Dengan cara demikian ini penerima informasi akan

mempersepsikannya sebagai suatu arti yang bermanfaat bagi dirinya dan adanya sanksi

jika hal ini dilakukan atau tidak. Dengan sendirinya penguatan ini harus dapat dimengerti,

dan diterima sebagai hal yang mempunyai efek langsung terhadap sikap. Untuk

tercapainya ini perlu cara penyampaian yang efektif dan efisien.

A.5. Komunikasi ke bawah (Downward Communication)

Pada organisasi yang terdapat struktur organisasi, dalam melakukan kegiatannya

dikenal ada empat jenis aliran informasi di dalam organisasi meliputi:

1) Komunikasi dari atas ke bawah, yaitu aliran informasi dari lini managerial yang

berada di atas dengan lini yang berada di bawahnya. Informasi dari atas ke bawah

seperti ini menurut Katz dan Kahn dalam Purwanto (2006: 41) berisi hal-hal

meliputi:

• Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan

• Infomasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan

• Informasi mengenai kebijakan dan praktik organisasi • Informasi mengenai kinerja pegawai

(33)

18

2) Komunikasi dari bawah ke atas, adalah komunikasi yang dilakukan oleh

karyawan untuk menyampaikan informasi dan feedback kepada atasannya.

Komunikasi jenis ini dapat dimungkinkan bila orang-orang yang berada di level

atas di suatu organisasi adalah orang-orang yang memiliki keterampilan

mendengar, mengumpulkan feedback dan dapat dipercaya.

3) Komunikasi horisontal, yang oleh Pace dan Faules (2005: 195-196) diartikan

merupakan proses penyampaian informasi dalam lini organisasi yang sama dan

mempunyai unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang

ditempakan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai

atasan yang sama. Komunikasi horisontal dimaksudkan untuk:

• Mengoordinasikan penugasan kerja

• Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan

• Pemecahan masalah

• Memperoleh pemahaman bersama

• Mendamaikan, merundingkan dan menengahi perbedaan

4) Komunikasi lintas saluran (diagonal). Pace dan Faules (2005:197-199)

menyebutkan bahwa komunikasi jenis ini muncul karena adanya keinginan

pegawai untuk berbagi informasi melewati batas fungsional individu yang tidak

merupakan atasan atau bawahan langsung. Komunikasi ini terjadi dalam bidang

seperti teknik, penelitian, akuntansi, personalia yang bertugas untuk

mengumpulkan data, laporan, persiapan, koordinasi, pemberian nasehat kepada

manajer/bawahan mengenai pekerjaan pegawai di semua bagian organisasi.

Komunikasi ini melintasi jalur fungsional dengan orang yang diawasi/mengawasi

(34)
[image:34.595.125.472.82.430.2]

Sumber: Pace dan Faules (2005: 184)

Gambar 2.1 Empat Arah Komunikasi Organisasi

Redfield (1953) dalam Pace dan Faules (2005:237) mengemukakan ciri – ciri

suatu organisasi formal berkaitan dengan suatu fenomena yang disebut komunikasi

jabatan (posisitional communication). Hubungan dibentuk antara jabatan – jabatan, bukan

antara orang – orang. Keseluruhan organisasi terdiri atas jaringan jabatan. Pada banyak

kasus dalam organisasi, produktifitas organisasi bergantung pada komunikasi jabatan.

Kegiatan komunikasi ke bawah adalah yang utama, dan mengikuti perintah harus

didasarkan pada pemahaman atas perintah tersebut. Miller (2012:22) juga berpendapat

bahwa dalam teori struktural klasik, seperti birokrasi Weber, aliran informasi yang paling

penting adalah aliran vertikal menurut hirarki organisasi.

Komunikasi downward pada dasarnya adalah suatu komunikasi atasan ke

bawahan yang perhatian utamanya adalah membawa informasi melalui kelompok

manajemen kepada kelompok operatif (Pace dan Faules, 2005:185). Komunikasi ke

(35)

20

yang berasal dari seseorang yang memiliki posisi lebih tinggi kepada pegawai yang ada

dibawahnya.

Komunikasi downward digunakan untuk mengarahkan kerja para bawahan dalam

menjalankan suatu tugas atau pekerjaan mereka. Komunikasi kebawah terjadi ketika

atasan/penyelia mengirimkan pesan kepada salah satu atau sekelompok bawahan. Barret

(2008:2) mengatakan bahwa seorang pimpinan yang dapat berkomunikasi dengan efektif

akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif pula. Oleh sebab itu dapat dikatakan

bahwa komunikasi adalah bagian penting dari faktor – faktor pendukung kepemimpinan.

Oleh sebab itu dapat dikatakan keterampilan atau kompetensi dari komunikasi

seorang pemimpin merupakan sumber untuk mengatasi gangguan, membuat dan

menyampaikan pesan, memberi petunjuk, arahan, motivasi dan inspirasi bagi seseorang

untuk bertindak.

Menurut Katz dan Kahn (1966) dalam Pace dan Faules (2005:185)

mengidentifikasi lima tipe pesan yang biasanya tercermin dalam komunikasi ke bawah,

yaitu :

a. Job instructions,

meliputi tugas-tugas yang harus dikerjakan dan arahan untuk melaksanakan tugas

tersebut.

b. Job rationales,

menjelaskan tujuan dari tugas atau pekerjaan dan hubungannya dengan aktivitas

atau sasaran organisasi yang lain.

c. Procedures and practices information,

menyinggung kebijakan – kebijakan organisasi, aturan dan manfaat.

d. Feedback,

memberikan bawahan penghargaan atas prestasi mereka.

e. Indoctrination of organizational ideology,

mencoba mengembangkan komitmen dari anggota organisasi terhadap nilai-nilai,

tujuan dan sasaran organisasi.

A.6. Kompetensi Komunikasi Atasan

Harrold Lasswell (1984)dalam Mulyana (2011:69) mendefinisikan komunikator

atau sering disebut juga sumber (source), pengirim (sender), penyandi (encoder),

(36)

kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok,

organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Sekalipun fungsinya sama yaitu sebagai

pengirim pesan, sebetulnya masing-masing istilah itu memiliki ciri khas tersendiri,

terutama tentang sumber. Seorang sumber bisa jadi komunikator/pembicara. Sebaliknya,

seorang komunikator/sumber tidak selalu sebagai sumber. Bisa jadi ia menjadi pelaksana

(eksekutor) dari seorang sumber untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai atau

individu.

Komunikator oleh Hovland (2007:68) didefinisikan sebagai seseorang yang

menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah

perilaku orang lain yang dalam hal ini disebut dengan komunikan. Definisi lain

dikemukakan oleh Effendy (1993:14) yang menyatakan bahwa seseorang disebut juga

komunikator jika ia menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Komunikator adalah

seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan pikirannya atau perasannya

kepada orang lain. Menurut model komunikasi Berlo (1960) dalam Mulyana (2011:162),

komunikator jika dilihat dari jumlahnya terdiri dari satu orang, banyak orang, dan massa.

Sedangkan hubungan jumlah komunikator dengan organisasi tampak pada gambar

berikut :

[image:36.595.85.510.444.712.2]

Sumber: Vardiansyah (2004: 76)

(37)

22

Spitzberg dan William Cupach (1984) dalam Payne (2005:63) juga

mengemukakan bahwa kompetensi komunikasi mencakup hal-hal seperti pengetahuan

tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi isi (konten) dan bentuk serta

kualitas pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak

dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak

layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain) serta ditambah dengan pengetahuan

tentang tatacara perilaku nonverbal (misalnya, kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta

kedekatan fisik). Hal – hal tersebut merupakan faktor penting dalam berkomunikasi

dengan komunikan, dalam hal penelitian ini adalah bawahan, yang dapat membawa

dampak pada perubahan perilaku yang berwujud kemampuan (kompetensi) yang meliputi

pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan sikap dalam pembelajaran terkait ilmu

tertentu yang dipelajari. Secara singkat, komunikasi yang dilakukan oleh seseorang

komunikator yang kompeten mencakup dua hal, yaitu: efektifitas dan kesesuaian.

Menurut Robbins (2002:307) salah satu aspek pribadi yang merupakan

kompetensi adalah komunikasi, dengan komunikasi organisasi dapat memelihara

motivasi karyawan dengan memberikan penjelasan kepada karyawan tentang apa yang

harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan

karyawan untuk meningkatkan kinerjanya jika sedang berada di bawah standar.

Pegawai yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan mampu

memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja

pegawai menjadi semakin baik. Komunikasi memegang peranan penting di dalam

menunjang kelancaran aktivitas pegawai di organisasi.

Dalam penelitian ini yang dimaksud komunikator adalah atasan. Atasan akan

menyampaikan pesan yang bersumber pada dirinya sendiri atau menyampaikan ulang

pesan atasan di atasnya kepada bawahan. Kompetensi komunikasi atasan didekati dengan

konstruk kompetensi komunikasi komunikator. Pola komunikasi atasan dan bawahan

dipengaruhi oleh komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok.

A.7. Kepuasan Komunikasi Bawahan

Pace dan Faules (2005:165) mengemukakan bahwa kepuasan adalah suatu konsep

yang lebih berkenaan dengan tingkat kenyamanan. Dari definisi tersebut dapat dikatakan

(38)

nyaman dengan pesan-pesan, media, dan hubungan-hubungan yang timbul dalam

organisasi.

Menurut Redding dalam Masmuh (2008:47) yang dimaksud kepuasan komunikasi

organisasi adalah semua tingkat kepuasan karyawan mempersepsi lingkungan

komunikasi secara keseluruhan. Konsep kepuasan ini memperkaya ide iklim komunikasi.

Kepuasan dalam pengertian ini menunjukkan bagaimana baiknya informasi yang tersedia

memenuhi persyaratan permintaan anggota organisasi akan tuntutan bagi informasi, dari

siapa datangnya, cara disebarluaskan, bagaimana diterima, diproses dan apa respons

orang menerima.

Kepuasan yang terjadi dengan adanya komunikasi akan timbul karena beberapa

faktor. Masmuh (2008:48-49) mengemukakan faktor-faktor kepuasan yang berkaitan

dengan komunikasi meliputi:

1) Kepuasan dengan pekerjaan

2) Kepuasan dengan ketepatan informasi

3) Kepuasan dengan kemampuan seseorang yang menyarankan penyempurnaan

4) Kepuasan dengan efisiensi bermacam-macam saluran komunikasi

5) Kepuasan dengan kualitas media informasinya

6) Kepuasan dengan cara komunikasi rekan sejawat

7) Kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai satu kesatuan.

Dalam penelitian yang melibatkan instrumen mengenai tingkat kepuasan

komunikasi organisasi, Down dan Hazen (1977) telah mengembangkan dimensi –

dimensi pengukuran yang paling komprehensif sebagaimana dikutip oleh Pace dan Faules

(2005:164) sebagai berikut:

1) Sejauh mana komunikasi organisasi memotivasi dan merangsang pegawai untuk

memenuhi tujuan organisasi dan untuk berpihak pada organisasi,

2) Sejauh mana penyelia terbuka pada gagasan, mau mendengarkan dan menawarkan

bimbingan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan

pekerjaan,

3) Sejauh mana individu menerima informasi tentang lingkungan kerjanya,

4) Sejauh mana pertemuan diatur dengan baik, pengarahan tertulis singkat dan jelas,

(39)

24

5) Sejauh mana desas-desus dan komunikasi horizontal yang tepat dan dapat

mengalir bebas,

6) Sejauh mana para bawahan responsif terhadap komunikasi ke bawah dan

memperkirakan kebutuhan penyelia,

7) Sejauh mana pegawai mengetahui bagaimana mereka dinilai dan bagaimana kerja

mereka dihargai,

8) Sejauh mana informasi tentang organisasi sebagai suatu keseluruhan memadai.

Kadang – kadang konstruk kepuasan komunikasi organisasi dikacaukan oleh

konstruk iklim komunikasi. Alasannya adalah iklim menurut Litwin dan Stringer (1968)

dalam Pace dan Faules (2005:162) tampaknya merupakan fungsi dari bagaimana

kepuasan anggota terhadap komunikasi dalam organisasi. Pace dan Faules (2005:163)

[image:39.595.86.512.342.545.2]

memberikan batasan perbedaan di antara keduanya seperti ditampilkan pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Sifat – Sifat Kepuasan Dan Iklim Komunikasi

KEPUASAN IKLIM

Tingkat Abstraksi

Mikro

(Konkret dan Mudah Ditentukan)

Makro

(Abstrak, Gabungan) Tingkat

Analisis Individu Kelompok Besar

Tingkat

Pengaruh Mengevaluasi Menjelaskan

Definisi Evaluasi – diri atas kondisi afeksi internal. Reaksi afektif atas meningkatnya jumlah hasil yang diinginkan orang – orang sebagai hasil pekerjaan mereka dan komunikasi mereka

Penjelasan fenomena yang eksternal bagi individu. Suatu citra gabungan atas entitas atau fenomena global: organisasi dan komunikasi

Sumber: Pace dan Faules (2005: 163)

Iklim komunikasi pada dasarnya menggambarkan kualitas hubungan-hubungan

personal yang dialami pegawai di dalam lingkungan kerja. Secara singkat dapat dikatakan

bahwa iklim komunikasi mencerminkan bagaimana pengalaman empiris pegawai tentang

komunikasi dan perlakuan atasan terhadap dirinya dan segenap pegawai, maupun

hubungan dan komunikasi, sikap, dan pengertian yang berkembang di antara sesama

pegawai. Apakah pengalaman pegawai di lingkungan kerja menunjukkan kualitas positif

yang dapat membuat pegawai merasa bermakna dan punya pengaruh melalui

(40)

Konsep iklim komunikasi merupakan ramuan persepsi yang terdi

Gambar

Gambar 2.1 Empat Arah Komunikasi Organisasi
Gambar 2.2 Unsur Komunikasi Komunikator
Tabel 2.1 Sifat – Sifat Kepuasan Dan Iklim Komunikasi
Tabel 2.2 Penelitian terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Kemiripan Persepsi, Kemiripan Demografis Atasan-Bawahan, Kualitas Hubungan Atasan-Bawahan, Kepuasan Kerja, dan Komitmen Karyawan terhadap Peringkat Prestasi

Hipotesis yang diajukan adalah: Apakah ada hubungan antara gaya evaluasi atasan dan persepsi terhadap budaya perusahaan dengan kepuasan kerja bawahan. Subjek dalam penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan menganalisis pengaruh langsung dan tidak langsung antara kompetensi, karakteristik pekerjaan, pegawai terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai

Untuk mengetahui pengaruh komunikasi rnenggunakan whatsapp dan rnotivasi atasan kepada bawahan menggunakan whatsapp dan variabel moderasi generasi terhadap kinerja karyawan,

Sehubungan dengan kondisi kinerja pegawai, maka pertanyaan penelitian adalah apakah ada pengaruh kompetensi dan profesionalisme kerja terhadap kinerja karyawan pada

Hasil penelitian menunjukkan Kompetensi dan Komunikasi mempunyai pengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai, Kecerdasan Emosional berpengaruh tidak signifikan terhadap

Korelasi antara keterbukaan terhadap komunikasi ke bawah antara atasan dan bawahan dengan kinerja pegawai berada pada tingkat yang sedang yaitu 60,77%.. Korelasi

MANFAAT IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI ANTARA ATASAN DENGAN BAWAHAN TERHADAP MOTIVASI BEKERJA PEGAWAI DI ANTARA KATA COFFEE TALK SEMARANG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Hukum dan