PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN
KOMPETENSI KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP
KINERJA PEGAWAI
(Studi Pada BPS Provinsi Jawa Tengah)
TESIS
Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Program Studi Ilmu Komunikasi
Minat Utama Manajemen Komunikasi
Oleh
Andika Wishnu Setyaji
S231408019
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI
(Studi Pada BPS Provinsi Jawa Tengah)
TESIS
Oleh:
ANDIKA WISHNU SETYAJI
S2314080019
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Prof. Dr. ISMI DWI ASTUTI N, M.Si
NIP. 19610825 198601 2 001 ... ...
Pembimbing II Dr. ANDRE NOEVI RAHMANTO, S.Sos., M.Si
NIP. 19770715 200501 1 002 ... ...
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada tanggal Desember 2015
Ketua Program Studi Magister Ilmu Komunikasi
Program Pascasarjana UNS
PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN KOMPETENSI
KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI
(Studi Pada BPS Provinsi Jawa Tengah)
TESIS
Oleh:
ANDIKA WISHNU SETYAJI
S2314080019
Telah disetujui oleh Tim Penguji:
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Dra. PRAHASTIWI UTARI, M.Si., Ph.D
NIP. 19600813 198702 2 001 ... ...
Sekretaris SRI HASTJARJO, S.Sos, Ph.D
NIP. 19710217 199802 1 001 ... ...
Anggota Prof. Dr. ISMI DWI ASTUTI N, M.Si
NIP. 19610825 198601 2 001 ... ...
Anggota Dr. ANDRE N. RAHMANTO, S.Sos., M.Si
NIP. 19770715 200501 1 002 ... ...
Mengetahui,
Direktur Pascasarjana UNS
Prof. Dr. M. FURQON HIDAYATULLAH, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
Program Pascasarjana UNS
Saya menyatakan dengan sebenar – benarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul : “ PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN KOMPETENSI KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP KINERJA
PEGAWAI (Studi Kasus Pada BPS Provinsi Jawa Tengah) “ ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh
orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang tertulis
dengan acuan yang disebutkan sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar
pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat
unsur – unsur plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi, baik Tesis beserta
gelar magister saya dibatalkan serta diproses sesuai dengan peraturan perundang
– undangan yang berlaku.
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah harus
menyertakan tim promotor sebagai author dan PPs UNS sebagai institusinya.
Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini , maka saya
bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, Januari 2016
Mahasiswa
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN KOMPETENSI KOMUNIKASI ATASAN
TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Kasus Pada BPS Provinsi Jawa Tengah)”.
Penulisan tesis ini merupakan syarat dan tugas akhir bagi mahasiswa dalam
menempuh Program Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyelesaian tesis ini,
banyak sekali bantuan dari berbagai pihak, baik yang berupa penghargaan, semangat,
dorongan, kritik, saran maupun doa sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu, pada kesempatan yang berbahagia ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Dengan selesainya tesis ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebenar-benarnya kepada:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Direktur Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret,
2. Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N, M.Si selaku Pembimbing I Dr. Andre N. Rahmanto,
S.Sos., M.Si selaku Pembimbing II dengan ketulusan hati, penuh kesabaran serta
keikhlasan telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan memberikan masukan,
dalam mengarahkan, membimbing dan memberikan motivasi penulis demi
kesempurnaan tesis ini sejak awal bimbingan hingga akhir,
3. Dra. Prahastiwi Utari, M.Si., Ph.D, selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu
Komuniksi dan Penguji I serta Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D, selaku Penguji II yang
telah memberikan pengarahan masukan-masukan atas saran kepada penulis untuk
kesempurnaan tesis ini,
4. Drs. Ibram Syahboedin M.A., selaku Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Tengah beserta staf yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis
vii
Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak memberikan
ilmu dan bantuan selama proses belajar,
6. Istriku tercinta dan kedua anakku tersayang (Adin dan Nayya) atas semua
pengertian, pengorbanan, kebersamaannya di kala menyelesaikan tugas-tugas dan
tesis ini hingga larut malam serta doa yang tulus yang tiada henti sejak awal
hingga akhir studi,
7. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan kasih sayangnya, kepada
penulis, serta memberikan suri tauladan untuk selalu rendah hati dan berserah diri
kepada Allah SWT,
8. Kementerian Komunikasi dan Informatika, selaku sponsor pembiayaan studi
penulis melalui Badan Penelitian dan Pengambangan Sumber Daya Manusia,
yang telah memberikan beasiswa guna menempuh studi di Program Pascasarjana
Ilmu Komunikasi Universitas Sebelas Maret Surakarta,
9. Teman-teman angkatan 2014, khususnya program beasiswa Kementerian
Komunikasi dan Informatika, Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi
Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kebersamaannya dalam suka ataupun
duka selama menyelesaikan studi,
10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang pernah membantu
dalam penyelesaian tesis ini.
Surakarta, Januari 2016
Penulis,
viii DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL LUAR ... i
JUDUL DALAM ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN DAN PERSYARATAN PUBLIKASI ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR NOTASI ... xiv
ABSTRAK ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II LANDASAN TEORI... 9
A. Tinjauan Pustaka ... 9
A.1 Komunikasi Organisasi ... 9
A.2 Pendekatan Klasik ... 12
A.3 Teori Birokrasi Weber ... 13
A.4 Teori Stimulus – Organisme – Respon (S-O-R Theory) ... 16
A.5 Komunikasi ke bawah (Downward Communication) ... 17
A.6 Kompetensi Komunikasi Atasan ... 20
A.7 Kepuasan Komunikasi Bawahan ... 22
A.8 Kinerja Pegawai ... 25
B. State of The Art... 30
C. Kerangka Berpikir... 33
ix
A. Tempat Penelitian ... 34
B. Waktu Penelitian ... 34
C. Tatalaksana Penelitian ... 35
C.1 Jenis Penelitian ... 35
C.2 Desain Penelitian ... 35
C.3 Obyek Penelitian dan Unit Analisis ... 35
C.4 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 36
C.4.a Definisi Konsep ... 36
C.4.b Definisi Operasional ... 36
C.4.c Skala Pengukuran ... 37
C.5 Populasi dan Sampel ... 38
C.5.a Teknik Pengambilan Sampel ... 38
C.5.b Penentuan Jumlah Sampel ... 39
C.5.c Pemilihan Sampel ... 39
C.6. Sumber Data ... 41
C.7 Teknik Pengumpulan Data ... 41
C.8 Pengujian Instrumen Penelitian ... 42
C.8.a Uji Validitas ... 42
C.8.b Uji Realibilitas ... 43
C.9 Teknik Analisis Data ... 44
C.9.a Metode Analisis Deskriptif ... 44
C.9.b Metode Analisis Kuantitatif PLS-SEM... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58
A. Hasil Penelitian ... 58
A.1 Gambaran Umum Penelitian... 58
A.1.a Gambaran Umum Badan Pusat Statistik ... 58
A.1.b Nilai – nilai inti (Core Values) BPS ... 61
A.2 Profil Responden ... 63
A.3 Deskriptif Indikator Penelitian ... 66
A.4 Hasil Uji Alat Ukur ... 79
x
A.4.b Uji Reliabilitas ... 82
A.5 Pemodelan PLS-SEM ... 83
A.5.a Transformasi Data ... 83
A.5.b Evaluasi Model Pengukuran (Outer Model) ... 84
A.5.c Evaluasi Model Struktural (Inner Model) ... 90
A.6 Pengujian Hipotesis ... 91
A.7 Faktor Dominan yang Membentuk Konstruk Variabel ... 92
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 93
C. Keterbatasan Penelitian ... 96
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98
A. Kesimpulan ... 98
B. Implikasi Teoritis ... 99
C. Implikasi Manajerial ... 99
D. Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 102
xi
Halaman
1.1 Rata – rata Gap Analysis Kepuasan Konsumen Badan Pusat Statistik ... 2
1.2. Hasil Capaian Kinerja Tujuan BPS Tahun 2014 ... 3
2.1 Sifat – Sifat Kepuasan Dan Iklim Komunikasi ... 24
2.2 Penelitian Terdahulu ... 32
3.1 Jadwal Penelitian ... 34
3.2 Pemberian Skor Skala Likert ... 38
3.3 Uji Validitas Convergent dan Discriminant ... 55
3.4 Uji Reliabilitas Konstruk ... 56
3.5 Evaluasi Model Struktural ... 57
4.1 Jumlah Pegawai dan Kuesioner yang Terkumpul ... 58
4.2 Profil Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 63
4.3 Profil Responden Berdasarkan Usia ... 64
4.4 Profil Responden Berdasarkan Pendidikan yang Telah Ditamatkan ... 64
4.5 Profil Responden Berdasarkan Status Perkawinan ... 65
4.6 Profil Responden Berdasarkan Masa Kerja ... 66
4.7 Tanggapan Responden Terhadap Iklim Komunikasi ... 67
4.8 Tanggapan Responden Terhadap Hubungan dengan Atasan ... 68
4.9 Tanggapan Responden Terhadap Integrasi Organisasi ... 68
4.10 Tanggapan Responden Terhadap Kualitas Media ... 69
4.11 Tanggapan Responden Terhadap Komunikasi Horizontal Dan Informal ... 70
4.12 Tanggapan Responden Terhadap Perspektif Organisasi ... 71
4.13 Tanggapan Responden Terhadap Umpan Balik Personal ... 72
4.14 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Meng-Encode Pesan ... 73
4.15 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Men-Decode Pesan ... 74
4.16 Tanggapan Responden Terhadap Kemampuan Merespon Umpan Balik ... 75
4.17 Tanggapan Responden Terhadap Quality... 75
4.18 Tanggapan Responden Terhadap Quantity... 76
4.19 Tanggapan Responden Terhadap Timelineness ... 77
4.20 Tanggapan Responden Terhadap Cost Effectiveness ... 77
xii
4.22 Tanggapan Responden Terhadap Interpersonal Impact ... 79
4.23 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen ... 80
4.24 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 83
4.25 Nilai Loading Factor Model Pengukuran ... 85
4.26 Nilai AVE Model Pengukuran ... 87
4.27 Nilai Cross Loading Model Pengukuran ... 88
4.28 Nilai AVE dan Akar Kuadrat AVE Model Pengukuran ... 89
4.29 Nilai Composite Reliability dan Cronbach Alpha Model Pengukuran ... 89
4.30 Evaluasi Model Struktural ... 90
xiii
Halaman
2.1 Empat Arah Komunikasi Organisasi ... 19
2.2 Unsur Komunikasi Komunikator ... 21
2.3 Model Pendahuluan ... 31
2.4 Hubungan Antar Variabel dalam Penelitian ... 33
3.1 Pembagian Strata Sampel ... 40
3.2 Model Hubungan Reflektif ... 48
3.3 Model Hubungan Formatif ... 48
3.4 Model Jalur SEM dengan PLS ... 48
3.5 Gambar 3.5 Model PLS-SEM ... 49
3.6 Path Diagram PLS-SEM ... 53
4.1 Alur Pelayanan BPS Provinsi Jawa Tengah ... 60
4.2 Struktur Organisasi BPS Provinsi Jawa Tengah... 61
xiv
DAFTAR NOTASI
No Simbol Nama Definisi
1
ksi Variabel laten eksogen2
eta Variabel laten endogen3
gamma Koefisien regresi variabel laten endogenpada eksogen
4
zeta Notasi untuk error pada sebuah konstrukendogen
5
beta Koefisien regresi variabel endogenterhadap variabel laten endogen
6
delta Error dalam model pengukuran yangberhbungan dengan konstruk eksogen
7
lamnda Loading faktor yang menghubungkanvariabel laten dengan variabel teramati
8
Ʌx
lamnda besar x Matriks loading faktor variabel lateneksogen
9
Ʌy
lamnda besar y Matriks loading faktor variabel latenendogen
10
epsilon Error dalam model pengukuran yangberhubungan dengan variabel endogen
11
X
Variabel manifes/indikator eksogen12
Y
Variabel manifes/indikator endogen13
m
Rata – rata14
e ji
Bobot pada inner model15
n
Banyaknya sampel16
z j
Estimasi inner model dari standarisasivariabel laten
17
p
Banyaknya variabel eksogen18
j
Jumlah variabel manifest pada seluruhblok
19
h
Jumlah observasi ke-h dengan h =1,2,..,h20
x
Vektor xxv
ANDIKA WISHNU SETYAJI. NIM: S231408019. 2015. PENGARUH KEPUASAN KOMUNIKASI BAWAHAN DAN KOMPETENSI KOMUNIKASI ATASAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Pada BPS Provinsi Jawa Tengah). TESIS. Pembimbing I: Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N, M.Si, II: Dr. Andre Noevi Rahmanto, S.Sos., M.Si. Program Studi Ilmu Komunikasi (Manajemen Komunikasi), Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret.
Dalam perspektif ilmu komunikasi, organisasi dibentuk oleh proses komunikasi. Proses komunikasi dalam organisasi dimaknai sebagai interaksi antar anggota dalam komunikasi. Proses interaksi antar anggota organisasi merupakan kunci menghasilkan kinerja organisasi yang tinggi. Kinerja organisasi ditentukan oleh kinerja pegawai yang berinteraksi dalam organisasi tersebut. Pada dasarnya kinerja pegawai merupakan hasil proses yang kompleks, baik berasal dari diri pribadi karyawan (internal faktor), keadaan lingkungan / organisasi (eksternal faktor), maupun upaya strategis dari perusahaan.
Penelitian ini mencoba untuk menguji beberapa faktor yang secara teoritis diduga memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai, yaitu kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan. Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah (1) Pengaruh kepuasan komunikasi bawahan terhadap kinerja pegawai, (2) Pengaruh kompetensi komunikasi atasan terhadap kinerja pegawai, (3) Pengaruh kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan terhadap kinerja pegawai, (4) Faktor dominan apakah yang membentuk kepuasan komunikasi bawahan, kompetensi komunikasi atasan dan kinerja pegawai.
Penelitian ini dilakukan di BPS Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan metode
penelitian kuantitatif. Responden sebanyak 52 pegawai, dipilih menggunakan Stratified
Systematic Sampling. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknis
analisis data utama menggunakan Partial Least Square-Structural Equation Modelling
(PLS-SEM)
Penelitian ini menemukan beberapa kesimpulan penting yaitu pertama bahwa seluruh hipotesis dalam penelitian ini tidak terbukti secara signifikan. Kedua,faktor dominan yang membentuk kepuasan komunikasi, kompetensi komunikasi dan kinerja pegawai berturut
– turut adalah iklim komunikasi, kemampuan men-decode pesan, dan kuantitas hasil kerja.
xvi ABSTRACT
ANDIKA WISHNU SETYAJI. NIM: S231408019. 2015. INFLUENCE
SUBORDINATE COMMUNICATION SATISFACTION AND SUPERIORS COMMUNICATION COMPETENCE TO EMPLOYEES PERFORMANCE (Studies in BPS Jawa Tengah). THESIS. Supervisor I: Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti N, M.Si, II: Dr. Andre Noevi Rahmanto, S.Sos., M.Si. Magister Communication Science, PostGraduate Progam, Sebelas Maret University.
In the perspective of the science of communication, the organization formed by the communication process. The process of communication in the organization is defined as an interaction between members of communication. The process of interaction between members of the organization are key produces a high performance organization. Organizational performance is determined by the performance of employees who interact within the organization. Basically the employee's performance is the result of a complex process, both derived from the employee's personal self (internal factors), the state of the environment / organization (external factors), as well as strategic efforts of the company.
This study attempts to examine some of the factors which theoretically thought to have an influence on employee performance, ie communication satisfaction subordinates and superiors communication competence. Research questions posed in this study were (1) Effect of communication satisfaction subordinate to employee performance, (2) Influence of communication competence employer to employee performance, (3) Effect of communication satisfaction subordinates and communication competence employer to employee performance, (4) The dominant factor whether that form of communication satisfaction subordinates, superiors communication competence and performance of employees.
This research was conducted in BPS Jawa Tengah using quantitative research methods. Respondents many as 52 employees, selected using Stratified Systematic Sampling. Methods of data collection using the questionnaire. Technical analysis of the main data using the Partial Least Square-Structural Equation Modelling (PLS-SEM)
This study found some important conclusions: first that the entire hypothesis in this study did not prove significant. Second, the dominant factor shaping communication satisfaction, communication competence and performance of employees respectively - are respectively communication climate, the ability to process the message delivered to him, and quantity of work.
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki tugas dan tanggung jawab bukan hanya
sebagai penyedia data atau informasi, melainkan juga sebagai koordinator kegiatan
perstatistikan di Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Statistik. Koordinasi dan kerja sama penyelenggaraan statistik
dilakukan oleh BPS dengan instansi pemerintah, lembaga penelitian, atau masyarakat,
baik di tingkat pusat maupun daerah.
Pemanfaatan data statistik yang dihasilkan oleh BPS sebagai penyelenggara
kegiatan statistik bersifat luas, baik bagi pemerintah dalam negeri, luar negeri, maupun
masyarakat serta memiliki ciri – ciri lintas sektoral, berskala nasional atau regional, dan bersifat makro. Data statistik tersebut dapat digunakan oleh instansi pemerintah sebagai
data pendukung dalam pembuatan kebijakan dan perencanaan pembangunan. Sementara
itu, masyarakat biasanya menggunakan data statistik sebagai data pendukung
perencanaan, penelitian, skripsi, tesis, dll. Oleh karena itu, BPS selalu berupaya
merencanakan strategi pemasaran data statistik yang berkualitas, ditinjau dari sisi
penyajian,akurasi, dan kemutakhiran data.
Dalam memproduksi dan menyajikan data statistik, BPS selalu berupaya
memberikan pelayanan maksimal kepada pengguna data. Hal tersebut merupakan suatu
keharusan sebagai lembaga publik penyedia data dan informasi statistik sekaligus sebagai
wujud tanggung jawab dan amanat pemerintah yang diemban BPS.
Sebagai wujud evaluasi atas kinerja, BPS mulai tahun 2013 telah melakukan
survei kepuasan konsumen. Survei kepuasan konsumen yang terakhir dilakukan adalah
Survei Kepuasan Konsumen Badan Pusat Statistik 2014 (SKK-BPS 2014) yang
merupakan evaluasi kinerja organisasi sepanjang tahun 2014. SKK-BPS 2014 merupakan
bentuk evaluasi agar BPS terus menerus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan
kualitas pelayanan terhadap konsumen, sehingga dapat memenuhi harapan konsumen
2
SKK-BPS 2014 merupakan rujukan utama yang dilakukan terhadap survei serupa
yang dilakukan oleh pihak internal BPS. SKK-BPS 2014 dilakukan oleh pihak luar yang
memenuhi sejumlah kriteria yang dipersyaratkan sebelumnya. Survei yang dilakukan
BPS yaitu Survei Kebutuhan Data (SKD) dianggap kurang bisa memberikan gambaran
yang obyektif dalam hal evaluasi kinerja. SKD diutamakan sebagai kontrol dan
pengawasan terhadap kinerja yang dihasilkan secara berkelanjutan.
Output SKK-BPS 2014 berupak Indeks Kepuasan Konsumen. Analisis terhadap
indeks kepuasan konsumen diharapkan dapat memperoleh gambaran secara aktual dan
faktual tentang indikator mutu pelayanan BPS yang diterima oleh konsumen pengguna
data BPS selama ini. Hasil analisis perbandingan antara harapan konsumen dan kenyataan
pelayanan yang diberikan BPS (gap analysis) tersaji pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1. Rata – rata Gap Analysis Kepuasan Konsumen Badan Pusat Statistik
No. Indikator Kinerja Kepentingan Kinerja Gap
I Kualitas Data 86,55 76,28 10,27
II Kualitas Pelayanan 87,12 76,75 10,38
III Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pelayanan 88,79 79,27 9,52
IV Jaminan Pelayanan 86,93 77,98 8,95
V Sikap Empati Petugas 89,21 79,43 9,78
Sumber : Laporan Akhir SKK-BPS 2014, diolah
Gap analysis atau “analisis kesenjangan” merupakan salah satu langkah yang sangat penting dalam tahapan perencanaan maupun tahapan evaluasi kinerja. Secara
singkat, gap analysis bermanfaat untuk:
1. Menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja aktual dengan suatu standar
kinerja yang diharapkan,
2. Mengetahui peningkatan kinerja yang diperlukan untuk menutup kesenjangan
tersebut,
3. Menjadi salah satu dasar pengambilan keputusan terkait prioritas waktu dan biaya
yang dibutuhkan untuk memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan.
Bappenas merekomendasikan toleransi gap yang masih dapat diterima di bawah 10 poin
(Bappenas, 2009:26).
Hasil SKK-BPS 2014 pada tabel 1.1 menunjukkan terdapat kesenjangan antara
kepentingan dan kinerja, terdapat gap (kesenjangan yang lebih dari 10 poin) sehingga
menyeluruh. Dalam laporan akhir hasil survei kepuasan konsumen 2014 juga terdapat
saran perbaikan kinerja terkait indikator I dan II.
Selain menggunakan hasil survei pihak eksternal, indikator kinerja BPS juga
tertuang dalam Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 58 Tahun 2013 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 21 Tahun 2010
tentang Indikator kinerja Utama BPS. Setiap tahun indikator kinerja utama tersebut dinilai dan dituangkan dalam Laporan Kinerja Badan Pusat Statistik. Laporan Kinerja
terakhir yang telah disusun adalah tahun 2014.
Terdapat empat tujuan BPS yang hendak dicapai pada tahun 2014, keempat tujuan
tersebut yakni:
1. Meningkatkan ketersediaan data dan informasi statistik yang berkualitas,
2. Meningkatkan pelayanan prima dalam rangka mewujudkan Sistem Statistik
Nasional (SSN) yang andal, efektif, dan efisien,
3. Penguatan teknologi informasi dan komunikasi serta sarana kerja,
4. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan penataan kelembagaan.
Pencapaian kinerja tujuan pada tahun 2014 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1.2. Hasil Capaian Kinerja Tujuan BPS Tahun 2014
No. Tujuan Indikator Satuan Target Realisasi
1 Tujuan 1 Persentase konsumen yang merasa
puas dengan kualitas data BPS Persen 90,00 80,11
2 Tujuan 2 Persentase konsumen yang merasa
puas dengan Layanan Data BPS Persen 95,00 88,08
3 Tujuan 3 Jumlah satker mempunyai situs
web yang terhubung secara online Satker 513,00 513,00
4 Tujuan 4 Persentase pegawai berpendidikan
minimal Diploma IV atau Strata 1 Persen 58,46 59,30
Sumber : Laporan Kinerja BPS 2014
Dari data pada tebel 1.2, terlihat bahwa realisasi kinerja tujuan 1 dan tujuan 2
masih di bawah target yang telah ditetapkan. BPS telah berupaya untuk mencapai tujuan
pertama, diantaranya dengan menyusun Kerangka Jaminan Kualitas Statistik (Statistics
Quality Assurance Framework/Stat-QAF), serta menjalin hubungan yang baik dengan
responden sebagai sumber data. Upaya yang telah dilakukan BPS untuk mencapai tujuan
kedua adalah melalui peningkatan pelayanan terhadap pengguna data melalui Pelayanan
Statistik Terpadu (PST). PST merupakan pelayanan yang bersifat one gate services dan
4
perpustakaan digital, data mikro, konsultansi statistik, penjualan publikasi softcopy/
hardcopy dan pelayanan rekomendasi/bantuan survei.
Kinerja organisasi merupakan gambaran mengenai hasil kerja organisasi dalam
mencapai tujuannya yang tentu saja akan dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki
oleh organisasi tersebut. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa fisik seperti sumber
daya manusia maupun nonfisik seperti peraturan, informasi, dan kebijakan, maka untuk
lebih memahami mengenai faktor-faktor yang mampu mempengaruhi sebuah kinerja
organisasi. Konsep kinerja organisasi juga menggambarkan bahwa setiap organisasi
publik memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dapat dilakukan pengukuran
kinerjanya dengan menggunakan indikator-indikator kinerja yang ada untuk melihat
apakah organisasi tersebut sudah melaksanakan tugasnya dengan baik dan untuk
mengetahui tujuannya sudah tercapai atau belum.
Kinerja organisasi yang luas dan lebih abstrak sifatnya dapat didekati
pengukurannya dengan kinerja pegawai yang lebih jelas indikatornya. Gibson (1996)
dalam Brahmasari dan Suprayetno (2009), mengemukakan bahwa kinerja organisasi
tergantung dari kinerja individu atau dengan kata lain kinerja individu akan memberikan
kontribusi pada kinerja organisasi. Senada dengan hal tersebut, Mahmudi (2005:22-23)
juga menyatakan bahwa kinerja organisasi pada dasarnya merupakan tanggung jawab
setiap individu yang bekerja dalam organisasi. Apabila dalam organisasi setiap individu
bekerja dengan baik, berprestasi, bersemangat, dan memberikan kontribusi terbaik
terhadap organisasi, maka kinerja organisasi secara keseluruhan akan baik.
Widyasari (2004) sebagaimana dikutip Edwardin (2006:1) menjelaskan bahwa
banyak aspek yang mempengaruhi keberhasilan suatu kinerja pegawai seperti kejelasan
peran, keadaan lingkungan, dan faktor lainnya seperti nilai dan budaya, imbalan,
penghargaan dan tingkat kompetensi. Salah satu aspek pribadi yang merupakan
kompetensi adalah komunikasi, menurut Robbins (2002:307) dengan komunikasi,
organisasi dapat memelihara motivasi karyawan dengan memberikan penjelasan kepada
karyawan tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan
apa yang dapat dilakukan karyawan untuk meningkatkan kinerjanya jika sedang berada
di bawah standar.
Komunikasi merupakan bagian yang penting dalam kehidupan kerja. Hal ini
terhadap kehidupan organisasi, misalnya konflik antar pegawai, dan sebaliknya
komunikasi yang baik dapat meningkatkan saling pengertian, kerjasama dan juga
kepuasan kerja. Mengingat yang bekerjasama dalam suatu organisasi dalam rangka
mencapai tujuan merupakan sekelompok sumber daya manusia dengan berbagai karakter,
maka komunikasi yang terbuka harus dikembangkan dengan baik. Dengan demikian
masing-masing pegawai dalam organisasi mengetahui tanggung jawab dan wewenang
masing-masing. Pegawai yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan
mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat
kinerja pegawai menjadi semakin baik. Komunikasi memegang peranan penting di dalam
menunjang kelancaran aktivitas pegawai dalam organisasi.
Untuk meningkatkan kinerja pegawai, kemampuan komunikasi yang efektif
sangat diperlukan oleh semua anggota organisasi. Kompetensi komunikasi atasan yang
baik akan memudahkan apa yang ingin dilakukan oleh bawahan dan bawahan akan
memberikan respon kepada ide – ide yang dikemukakan, apa kekurangannya dan
bagaimana cara memperbaikinya. Hal tersebut dapat terwujud manakala pesan – pesan
yang disampaikan dalam berkomunikasi sangat efisien dan langsung menyentuh inti
persoalannya. Komunikasi yang efektif dapat mencapai tujuan organisasi yang
ditetapkan. (Verma, 2013:4)
Namun demikian, hubungan komunikasi antara atasan dan bawahan juga tidak
bisa dilepaskan dari budaya paternalistik yaitu atasan jarang sekali atau tidak pernah
memberikan kepada bawahannya untuk bertindak sendiri, untuk mengambil inisiatif dan
mengambil keputusan. Hal ini disebabkan karena komunikasi yang dilakukan oleh
atasan kepada bawahan bersifat formal dimana adanya struktur organisasi yang jauh
antara atasan dengan bawahan. Sehingga konsekuensi dari perilaku ini bahwa para
bawahannya tidak dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide, dan saran.
Padahal Sianipar dalam Damastuti (2010:33) mengungkapkan bahwa agar
komunikasi dalam organisasi dapat berlangsung efektif dan memberikan kepuasan
komunikasi bagi pihak-pihak yang berkomunikasi terdapat dua hal penting yang harus
diperhatikan yaitu bersifat terbuka dan komunikasi dua arah yang sering dilakukan, dan
terdapat adanya proses mendengarkan dengan baik, mekanisme umpan balik, dan diskusi
6
Adanya penelitian empiris yang menghubungkan antara kompetensi komunikasi
dengan berbagai hasil organisasi termasuk mobilitas pekerjaan, tingkat pekerjaan, gaji,
kemampuan memimpin dan kemampuan mental umum serta kinerja pegawai (Ferris et al
2001). Sejumlah penelitian-penelitian tersebut menekankan pentingnya kompetensi
komunikasi terhadap kinerja pegawai, namun hanya sedikit penelitian yang membahas
dampak dari kompetensi komunikasi atasan terhadap kinerja bawahan.
Penelitian lain yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah kepuasan komunikasi
(Irwanto:2015; Arifin:2005). Pace dan Faules (2006: 165) menambahkan bahwa
kepuasan adalah suatu konsep yang lebih berkenaan dengan tingkat kenyamanan. Dari
definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kepuasan dalam komunikasi adalah kondisi
ketika muncul keberadaan rasa nyaman dengan pesan-pesan, media, dan
hubungan-hubungan yang timbul dalam organisasi. Kepuasan komunikasi ini menyoroti tingkat
individu dan pribadi.
Kepuasan komunikasi yang diperoleh pegawai dalam organisasi tentu tidak hanya
didapat dari kenyamanan komunikasi pegawai dalam berkomunikasi dengan teman kerja,
namun juga kenyaman yang diperoleh ketika berkomunikasi dengan atasannya. Dalam
komunikasi yang berlangsung diantara bawahan dengan atasan, kecakapan komunikasi
atasan yang baik dalam merespon segala bentuk informasi dari karyawan tentunya juga
dapat memberikan kepuasan komunikasi tersendiri bagi karyawan, karena ketika atasan
memiliki kecakapan komunikasi yang baik, komunikasi dapat mencapai tujuan dan
memberikan hasil yang diinginkan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi (Hardjana,
2003:91)
Selain kedua variabel yang telah dipaparkan di atas yaitu kompetensi komunikasi
atasan dan kepuasan komunikasi, penelitian banyak dilakukan untuk mengetahui elemen
komunikasi yang mempengaruhi kinerja organisasi baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hilman dan Siam (2004) telah meneliti bahwa struktur organisasi dan budaya
organisasi secara signifikan terkait dengan kinerja organisasi. Mulyadi (2012)
menyimpulkan dari penelitian yang telah dilakukan bahwa iklim komunikasi dan
motivasi kerja berpengaruh secara nyata terhadap kinerja karyawan. Penelitian lain yang
telah dilakukan juga menghasilkan kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan, komunikasi
internal, dan motivasi kerja mempengaruhi kinerja pegawai secara nyata. (dalam
Berdasarkan pengalaman peneliti ketika bekerja dan sejumlah wawancara awal
yang tidak terstruktur dengan beberapa rekan pegawai terdapat sejumlah hambatan
komunikasi yang terjadi di BPS terkait kompetensi komunikasi dan kepuasan
komunikasi. Atasan ketika menyampaikan pesan yang berupa perintah melalui media
tulisan seringkali menimbulkan berbagai penafsiran sehingga bawahan merasa tidak
yakin akan pekerjaan yang dilakukannya.
Terkadang terjadi penyimpangan komunikasi dari atas ke bawah ketika
menyampaikan hasil rapat pimpinan yang berisi kebijakan organisasi yang bersifat
sensitif. Bawahan tidak merasa puas akan informasi yang didapatnya tetapi takut atau
segan untuk merespon informasi tersebut dengan bertanya kepada atasan. Hal tersebut
dikarenakan telah terbentuk komunikasi yang cenderung tertutup. Komunikasi yang
bersifat tertutup akan menyebabkan iklim komunikasi yang tidak baik sehingga
menimbulkan kecurigaan dan ketidakpercayaan. Dalam upaya untuk mengisi
kesenjangan informasi, kurangnya komunikasi pada karyawan lebih rentan terhadap
desas-desus, cenderung lebih curiga terhadap para atasan mereka, dan sering menjadi
sinis atau apatis terhadap kebijakan yang diambil.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pengaruh kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan terhadap
kinerja pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah.
Pendekatan SEM dipilih karena memiliki kemampuan untuk meningkatkan
pemahaman dengan menggabungkan teori dan data empiris yang tidak dapat dilakukan
oleh alat analisis multivariate lainnya. Selain itu, analisis SEM memungkinkan penilaian
simultan item pengukuran setiap variabel dalam model dan pada saat yang sama juga
dapat memperkirakan hubungan antara variabel.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas, ditemukan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah kepuasan komunikasi bawahan berpengaruh terhadap kinerja pegawai
BPS Provinsi Jawa Tengah?
2. Apakah kompetensi komunikasi atasan berpengaruh terhadap kinerja pegawai
8
3. Apakah kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi komunikasi atasan
secara bersama – bersama berpengaruh terhadap kinerja pegawai BPS
Provinsi Jawa Tengah?
4. Faktor dominan apakah yang membentuk kepuasan komunikasi bawahan,
kompetensi komunikasi atasan serta kinerja pegawai?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, tujuan yang ingin dicapai dari
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh kepuasan komunikasi bawahan terhadap kinerja
pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah,
2. Menganalisis pengaruh kompetensi komunikasi atasan terhadap kinerja
pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah,
3. Menganalisis pengaruh kepuasan komunikasi bawahan dan kompetensi
komunikasi atasan secara bersama – sama terhadap kinerja pegawai BPS Provinsi Jawa Tengah,
4. Mengidentifikasi faktor pembentuk yang paling dominan dari kepuasan
komunikasi bawahan, kompetensi komunikasi atasan, dan kinerja pegawai.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis maupun akademis, penelitian ini diharapkan bisa memberikan
sumbangan pemikiran pada ilmu komunikasi, terutama dalam bidang kajian
komunikasi organisasi,
2. Dalam tataran praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
rekomendasi sebagai salah satu dasar penentuan kebijakan bagi organisasi
tentang faktor – faktor dominan kepuasan komunikasi dan kompetensi
komunikasi sehingga menjadikan pegawai yang berkualitas dengan kinerja
9 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
A.1. Komunikasi Organisasi
Goldhaber sebagaimana dikutip Muhammad (2005:67) dalam buku yang berjudul
Komunikasi Organisasi menyatakan bahwa: “Komunikasi organisasi sebagai proses
menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling
tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu
berubah – ubah”.
Redding dan Sanborn dalam Muhammad (2005:65) mengatakan bahwa
komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi
yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan
manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari
atasan kepada bawahan, komunikasi upward atau komunikasi bawahan kepada atasan,
komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang – orang yang sama level/tingkatnya
dan komunikasi evaluasi program. Tubbs dan Moss (1996:166) menyatakan ciri utama
komunikasi organisasional adalah faktor – faktor struktural dalam organisasi yang
mengharuskan para anggotaya bertindak sesuai dengan peranan yang diharapkan.
Sementara itu Pace dan Faules (2005:31-33) mengklasifikasikan komunikasi
organisasi menjadi dua, yakni definisi fungsional dan definisi interpretative. Definisi
fungsional komunikasi organisasi adalah sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di
antara unit – unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu.
Sedangkan definisi interpretative komunikasi organisasi cenderung menekankan
kegiatan penanganan pesan yang terkandung dalam suatu batas organisasional
(organization boundary). Jadi, perspektif interpretative menekankan peranan “orang –
orang” dan “proses” dalam menciptakan makna.
Komunikasi dalam organisasi berfungsi mencapai tujuan dari sistem organisasi,
sehingga fungsi dari komunikasi meliputi informasi mengenai pekerjaan, pemeliharaan,
motivasi, integrasi, dan inovasi. Hal yang terpenting dalam komunikasi organisasi
10
“Bagaimana komunikasi berlangsung dalam organisasi dan apa maknanya bergantung
pada konsepsi seseorang mengenai organisasi” (Pace dan Faules, 2005:34).
Komunikasi di dalam organisasi memiliki beberapa tujuan (Udaya,
1997:149-150), yaitu:
a) Memberikan informasi
Tujuan utama komunikasi adalah mengirimkan informasi dari seseorang kepada
orang lain atau kelompok – kelompok alamat komunikasi. Berbagai jenis
informasi di organisasi disampaikan dalam bentuk kebijakan, peraturan –
peraturan, dan perubahan – perubahan serta perkembangan dalam organisasi.
b) Umpan balik
Komunikasi umpan balik membantu usaha untuk langkah – langkah perbaikan,
penyempurnaan dan penyesuaian yang dibutuhkan organisasi, serta memberikan
motivasi.
c) Pengendalian
Sistem informasi manajemen dikenal sebagai suatu mekanisme pengendalian.
Informasi diberikan untuk menjamin pelaksanaan rencana-rencana sesuai dengan
tujuan.
d) Pengaruh
Informasi merupakan kekuasaan. Semakin tinggi tingkatan dalam manajemen
semakin besar peranannya untuk dapat memengaruhi sesuatu .
e) Memecahkan persoalan
Komunikasi bertujuan untuk memecahkan persoalan yang terjadi didalam
organisasi.
f) Pengambilan keputusan
Untuk mengambil suatu keputusan diperlukan beberapa macam komunikasi,
misalnya pertukaran informasi, pendapat, dan alternatif lain yang ada.
g) Mempermudah perubahan
Komunikasi membantu mengetahui kesulitan dalam perencanaan perubahan dan
dalam mengambil tindakan perbaikan.
h) Pembentukan kelompok
Komunikasi membantu dalam proses pembangunan dan pengembangan
i) Menjaga pintu
Komunikasi membantu dalam berhubungan dengan dunia luar atau pihak-pihak
diluar organisasi.
Menurut Littlejohn dan Foss (2011:293) terdapat tiga aspek umum yang muncul
ketika berbicara komunikasi organisasi, yakni (1) susunan, bentuk, dan fungsi
organisasional, (2) manajemen, kendali, dan kuasa dan (3) budaya organisasional. Ketiga
aspek inilaih yang menjadi fokus kajian pada bidang komunikasi organisasi. Deddy
Mulyana (2011:75) mengatakan komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga
komunikasi diadik, komunikasi antar pribadi dan ada kalanya juga komunikasi publik.
Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke
bawah, komunikasi ke atas, dan komunikasi horizontal. Sedangkan komunikasi informal
tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antar sejawat, juga
termasuk gosip.
Dalam berkomunikasi, gaya komunikasi didukung dengan proses komunikasi itu
sendiri sebagai sarana untuk menyampaikan suatu informasi, dalam konteks penelitian
ini berarti komunikasi atasan kepada bawahan. Menurut Barret, (2008:47) proses
komunikasi dilaksanakan melalui dua saluran yaitu primer dan sekunder.
• Komunikasi primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan simbol sebagai media. Simbol
primer ini adalah: bahasa, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara
langsung diterjemahkan dari pikiran dan atau perasaan komunikator terhadap
komunikan,
• Komunikasi sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan alat bantu media seperti email, memo, surat,
outline diskusi, sms, laporan, dan data charts.
Lebih lanjut, Robbins (2002:310-311) menjelaskan empat fungsi utama
komunikasi di dalam kelompok atau suatu organisasi meliputi:
1) Kontrol atau pengawasan. Setiap organisasi mempunyai hierarki wewenang dan
12
2) Motivasi. Komunikasi organisasi yang berlangsung baik membantu
perkembangan motivasi kepada karyawan mengenai apa yang harus dilakukan
(pendelegasian tugas), seberapa baik mereka bekerja, dan apa yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki kinerja yang dibawah standar,
3) Komunikasi yang informatif. Memberikan informasi yang diperlukan individu
dan kelompok untuk mengambil keputusan dengan menemukan data untuk
mengenali dan menilai alternatif – alternatif yang dapat dipilih,
4) Ungkapan emosional karyawan. Kelompok kerja merupakan sumber pertama
untuk interaksi sosial, dimana dengan komunikasi mereka dapat mengungkapkan
emosional dari perasaan dan pemenuhan kebutuhan sosial seperti kekecewaan dan
rasa puas.
A.2. Pendekatan Klasik
Komunikasi organisasi menurut Eisenberg (2009:700) merupakan suatu proses
tindakan terkoordinasi antara bahasa dan interaksi sosial guna mencapai tujuan bersama.
Teori – teori awal komunikasi organisasi, pada paruh pertama abad ke-20, mencerminkan
suatu model saluran komunikasi yang melihat proses komunikasi semata – mata sebagai
transmisi informasi (berdasarkan perspektif mekanis). Teori – teori tersebut berusaha
untuk membangun metode komunikasi yang efektif untuk meningkatkan produktifitas
dan mengurangi hambatan.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan klasik, produktifitas menyangkut
masalah fisik dan psikologis. Produktifitas dipandang dalam bentuk permintaan fisik akan
pekerjaan dan kemampuan psikologis para pekerjanya. Dalam pendekatan klasik,
komunikasi dianggap sebagai pemberian perintah dan menjelaskan prosedur serta
operasional pekerjaan.
Cara pandang teori – teori klasik mengenai organisasi bahwa organisasi
digerakkan oleh otoritas manajemen, karyawan hanyalah alat guna menjalankan rencana
manajemen, maka ini semua berimplikasi terhadap proses komunikasi di dalam
organisasi Proses komunikasi yang terjadi di dalam organisasi dipandang hanya sebagai
alat untuk koordinasi dan kontrol dari pihak manajerial. Aktivitas komunikasi yang
menyangkut tahap perencanaan dan pengambilan keputusan sifatnya terpusat di sekitar
Miller (2012:18-19) menyebutkan pendekatan klasik dalam organisasi layaknya
seperti metafora mesin. Terdapat tiga aspek penting dalam pendekatan klasik, yang
pertama adalah spesialisasi. Ketika organisasi dilihat sebagai mesin, maka spesialisasi
juga akan terlihat. Pembagian kerja menggambarkan salah satu cara dimana fungsi
organisasi dianggap seperti mesin. Aspek lain dalam metafora mesin adalah standarisasi.
Aspek ini sangat dengan konsep pertukaran, ketika pegawai tidak dapat memenuhi
standar yang ditentukan maka dia akan diganti oleh pegawai lain yang dianggap mampu
memenuhi standar organisasi yang ditentukan. Aspek terakhir dalam metafora mesin
adalah dapat diprediksi. Organisasi akan berjalan sesuai dengan aturan dan standar
tertentu, dan jika organisasi yang disfungsional, hal tersebut bisa diperbaiki dengan
pertimbangan rasional.
Terdapat tiga jenis komunikasi dalam organisasi dalam pendekatan klasik,
ketiganya komunikasi yang berkaitan dengan tugas, berkaitan tentang inovasi yang
berkaitan erat dengan pengungkapan ide-ide baru dan berhubungan dengan pemeliharaan
yang biasanya berkaitan dengan hubungan antara manusia. Saluran komunikasi yang
biasanya digunakan dalam pendekatan ini lebih banyak tertulis berupa form buku kerja,
instruksi, pernyataan misi, aturan dan evaluasi kinerja. Gaya komunikasi formal
merupakan cerminan komunikasi pendekatan ini, panggilan pun juga formal dengan
memanggil Ibu/Bapak. Bahasa tertulis dan juga lisan sangat formal, menghindari slang
atau bahkan ekspresi komunikasi dilakukan dengan bahasa tingkat tinggi. Gaya
komunikasi formal ini ternyata juga tercemin dalam bahasa non verbal misalnya gaya
berpakaian.
A.3. Teori Birokrasi Weber
Teori organisasi klasik yang berpengaruh besar pada kajian komunikasi organisasi
adalah teori birokrasi Weber.(Littlejohn dan Foss, 2011:362) Gagasan umum mengenai
birokrasi adalah memiliki hirarki dan berlapis, dikendalikan oleh aturan, dan tidak peka
terhadap perbedaan individu. Weber mendefinisikan organisasi sebagai sistem kegiatan
interpersonal yang memiliki maksud tertentu yang dirancang untuk menyelaraskan tugas
– tugas individu.
Terdapat tiga prinsip utama dalam teori birokrasi Weber, yang pertama adalah
14
bersamaan dengan kekuasaan, harus ada hukum formal dalam organisasi yang mengatur
otoritas. Spesialisasi diperlukan dalam sistem birokrasi guna mencapai tujuan organisasi
berdasarkan kemampuan dan tugas masng – masing anggotanya. Untuk mengatur
perilaku setiap orang dalam organisasi diperlukan implementasi regulasi yang berisi
aturan – aturan. (Kreps, 1986: 279-281)
Menurut Weber (2009:324), birokrasi memiliki beberapa karakteristik berikut:
1. Adanya aturan yang ketat. Aturan menetapkan aktivitas yang diperlukan oleh
organisasi, sekaligus menetapkan kewajiaban-kewajiban untuk setiap pegawai.
Melalui aturan juga ditetapkan kualifikasi khusus yang diperlukan setiap unit
kerja.
2. Diakuinya hirarki wewenang. Pengawasan dilakukan oleh pejabat dengan hirarki
lebih tinggi.
3. Kedudukan dalam birokrasi biasanya memerlukan pelatihan keahlian serta
kemampuan penuh untuk menjalankan pekerjaan.
4. Manajemen subunit biasanya mengikuti aturan yang relatif stabil, dan
pengetahuan mengenai aturan dan prosedur ini menjadi keahlian khusus.
Weber memandang bentuk birokrasi memiliki keunggulan secara teknis jika
dibandingkan dengan sistem administrasi lainnya. Dalam pandangan Weber, keberadaan
akan pegawai karir yang kompeten, hirarki yang tegas, dan spesifikasi kewajiban
berdasarkan aturan, jelas akan menghasilkan percepatan, kejelasan, konsistensi, dan
pengurangan ongkos. Segenap kewajiban dijalankan secara konsisten, pelayanan tanpa
ada favoritisme, organisasi terbebas dari motif-motif personal. Pegawai ditempatkan
berdasarkan sistem merit ketimbang favoritism politik, dibatasi oleh aturan, dan orang
yang ada dalam birokrasi adalah para pegawai karir. Dengan demikian, menurut Weber,
birokrasi hadir sebagai model organisasi yang paling efisien.
Weber membedakan antara otoritas yang melekat/inheren (kekuasaan tradisional,
yang mungkin tidak sah) dengan otoritas yang sah (diperoleh, dihormati, berdasarkan
norma-norma, rasional, dan legal). Otoritas yang legal inilah yang kemudian menjadi
landasan terbentuk apa yang disebut Weber sebagai “birokrasi”.
Weber juga menekankan bahwa peraturan sangat penting dalam sistem birokrasi.
berjalan dengan teratur dan formal.Weber menekankan functioning of authority (fungsi
kekuasaan) yang dibagi menjadi tiga bagian:
a. Traditionally authority, yaitu kekuasaan yang berasal dari kepercayaan secara
tradisional
b. Charismatic authority, yakni kekuasaan yang berdasarkan kemampuan seseorang
untuk berinteraksi atau menarik hati orang lain. Kekuasaan tipe ini sangat tidak
stabil.
c. Rational-legal authority, adalah kekuasaan yang didapatkan dari kemampuan
individu. Weber sangat menekankan pada kekuasaan tipe ini karena menurutnya
ini adalah dasar dari functioning of authority.
Selain itu, Weber juga mengemukakan pandangannya mengenai enam prinsip
birokrasi yang terdiri dari :
a. Birokrasi didasarkan pada aturan-aturan yang memungkinkan diselesaikannya
suatu persoalan,
b. Birokrasi mengenai pembagian secara sistematis terhadap tenaga kerja. Setiap
tenaga kerja memiliki hak dan kekuasaan yang terdefinisikan secara jelas,
c. Esensi dari birokrasi adalah adanya penjenjangan (hierarki),
d. Pimpinan diangkat berdasarkan kemampuan dan pendidikan mereka,
e. Birokrasi harus memiliki kebebasan untuk mengalokasikan sumbersumber yang
ada dalam lingkup pengaruhnya,
f. Birokrasi mensyaratkan pengelolaan arsip yang rapi.
Menurut Weber, birokrasi merupakan konsep ideal bagi organisasi modern.
Dalam organisasi yang kompleks dibutuhkan kecepatan, ketepatan, kepastian, dan
kontinuitas. Semua hal tersebut dapat dicapai jika organisasi didesain sebisa mungkin
seperti mesin. Ada 6 ciri dasar:
1) Sistem hierarki otoritas yang jelas,
2) Divisi kerja berdasarkan spesialisasi,
3) Sistem aturan yang lengkap mencakup hak, tanggungjawab, dan kewajiban
personil,
4) Prosedur yang sempurna untuk performa kerja,
5) Impersonalitas (bukan perseorangan) dalam hubungan organisasional manusiawi,
16
Ciri dasar yang dikemukakan oleh Weber sejalan dengan metafora mesin yang
disebutkan oleh Miller dalam bukunya. Spesialisasi menjadi kata kunci untuk mnegaitkan
kedua pendapat tersebut tentang organisasi dan birekrasi. Spesialisasi menjadi menjadi
penting untuk dimiliki dalm sebuah organisasi maupun birokrasi untuk menunjang
keberhasilan program atau pekerjaan yang ada.
Sistem birokrasi masih cukup relevan untuk dipakai sampai saat ini, karena ada
beberapa organisasi tertentu yang butuh hierarki organisasi dan aturan/kontrol yang ketat.
Badan-badan pemerintah juga menggunakan sistem birokrasi, terutama terkait dengan
struktur organisasi. Umumnya, lembaga negara sangat menerapkan prinsip sentralisasi,
dimana mereka takut bertindak kalau tidak ada perintah atasannya. Dalam bekerja pun
mereka cenderung lambat karena harus melewati berbagai tahap dan bermacam-macam
orang dari beragam jabatan sebelum akhirnya menyelesaikan pekerjaan.
Organisasi membutuhkan koordinasi agar setiap bagian organisasi dapat bekerja
dengan baik. Dengan adanya struktur, maka proses pengkoordinasian ini akan semakin
efektif karena tiap orang tahu dimana letak kewenangannya. Struktur menempatkan
anggota dalam strata tertentu dalam organisasi dimana mereka akan punya ‘atasan’ dan
‘bawahan’. Atasan bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan bawahannya dan
bawahan seharusnya menuruti perintah dari atasannya. Tugas organisasi akan
didistribusikan oleh atasan kepada bawahan dan si atasan akan mengontrol serta
mengawasi kinerja bawahannya. Tugas organisasi pun dapat diselesaikan dengan baik
dan teratur.
A.4. Teori Stimulus – Organisme – Respon (S-O-R Theory)
Teori komunikasi yang mampu menjelaskan bagaimana kinerja individu
(pegawai) tercipta adalah teori stimulus – organisme – respons (S-O-R Theory). Teori
S-O-R menjelaskan bagaimana suatu rangsangan mendapatkan respon. Tingkat interaksi
yang paling sederhana terjadi apabila seseorang melakukan tindakan dan diberi respon
oleh orang lain (Model Stimulus – Respon).
Menurut model stimulus respons ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus
terhadap stimulus khusus sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan
kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah
Teori ini mendasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme. Artinya, kualitas dari sumber komunikasi (sources), misalnya kredibilitas,
kepemimpinan, gaya berbicara sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku
seseorang, kelompok atau masyarakat.
Menurut teori ini, dampak atau pengaruh yang terjadi pada pihak penerima, pada
dasarnya merupakan suatu reaksi tertentu dari stimulustertentu. Dengan demikian besar
kecilnya pengaruh serta dalam bentuk apa pengaruh tersebut terjadi, tergantung pada isi
dan penyajian stimulus.
Dalam teori S-O-R, pengaruh eksternal dapat menjadi stimulus dan memberikan
rangsangan sehingga sikap dan tingkah laku seseorang berubah. Untuk keberhasilan
dalam mengubah sikap maka komunikator perlu memberikan tambahan stimulus
(penguatan) agar penerima berita mau mengubah sikap. (Gibson, 2004:197)
Menurut Hovland et al (1953:95) perlu penguatan dalam pemberian stimulus. Hal
ini dapat dilakukan dalam barbagai cara seperti dengan pemberian imbalan atau hukuman
(reward and punishment). Dengan cara demikian ini penerima informasi akan
mempersepsikannya sebagai suatu arti yang bermanfaat bagi dirinya dan adanya sanksi
jika hal ini dilakukan atau tidak. Dengan sendirinya penguatan ini harus dapat dimengerti,
dan diterima sebagai hal yang mempunyai efek langsung terhadap sikap. Untuk
tercapainya ini perlu cara penyampaian yang efektif dan efisien.
A.5. Komunikasi ke bawah (Downward Communication)
Pada organisasi yang terdapat struktur organisasi, dalam melakukan kegiatannya
dikenal ada empat jenis aliran informasi di dalam organisasi meliputi:
1) Komunikasi dari atas ke bawah, yaitu aliran informasi dari lini managerial yang
berada di atas dengan lini yang berada di bawahnya. Informasi dari atas ke bawah
seperti ini menurut Katz dan Kahn dalam Purwanto (2006: 41) berisi hal-hal
meliputi:
• Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan
• Infomasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan
• Informasi mengenai kebijakan dan praktik organisasi • Informasi mengenai kinerja pegawai
18
2) Komunikasi dari bawah ke atas, adalah komunikasi yang dilakukan oleh
karyawan untuk menyampaikan informasi dan feedback kepada atasannya.
Komunikasi jenis ini dapat dimungkinkan bila orang-orang yang berada di level
atas di suatu organisasi adalah orang-orang yang memiliki keterampilan
mendengar, mengumpulkan feedback dan dapat dipercaya.
3) Komunikasi horisontal, yang oleh Pace dan Faules (2005: 195-196) diartikan
merupakan proses penyampaian informasi dalam lini organisasi yang sama dan
mempunyai unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang
ditempakan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai
atasan yang sama. Komunikasi horisontal dimaksudkan untuk:
• Mengoordinasikan penugasan kerja
• Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan
• Pemecahan masalah
• Memperoleh pemahaman bersama
• Mendamaikan, merundingkan dan menengahi perbedaan
4) Komunikasi lintas saluran (diagonal). Pace dan Faules (2005:197-199)
menyebutkan bahwa komunikasi jenis ini muncul karena adanya keinginan
pegawai untuk berbagi informasi melewati batas fungsional individu yang tidak
merupakan atasan atau bawahan langsung. Komunikasi ini terjadi dalam bidang
seperti teknik, penelitian, akuntansi, personalia yang bertugas untuk
mengumpulkan data, laporan, persiapan, koordinasi, pemberian nasehat kepada
manajer/bawahan mengenai pekerjaan pegawai di semua bagian organisasi.
Komunikasi ini melintasi jalur fungsional dengan orang yang diawasi/mengawasi
Sumber: Pace dan Faules (2005: 184)
Gambar 2.1 Empat Arah Komunikasi Organisasi
Redfield (1953) dalam Pace dan Faules (2005:237) mengemukakan ciri – ciri
suatu organisasi formal berkaitan dengan suatu fenomena yang disebut komunikasi
jabatan (posisitional communication). Hubungan dibentuk antara jabatan – jabatan, bukan
antara orang – orang. Keseluruhan organisasi terdiri atas jaringan jabatan. Pada banyak
kasus dalam organisasi, produktifitas organisasi bergantung pada komunikasi jabatan.
Kegiatan komunikasi ke bawah adalah yang utama, dan mengikuti perintah harus
didasarkan pada pemahaman atas perintah tersebut. Miller (2012:22) juga berpendapat
bahwa dalam teori struktural klasik, seperti birokrasi Weber, aliran informasi yang paling
penting adalah aliran vertikal menurut hirarki organisasi.
Komunikasi downward pada dasarnya adalah suatu komunikasi atasan ke
bawahan yang perhatian utamanya adalah membawa informasi melalui kelompok
manajemen kepada kelompok operatif (Pace dan Faules, 2005:185). Komunikasi ke
20
yang berasal dari seseorang yang memiliki posisi lebih tinggi kepada pegawai yang ada
dibawahnya.
Komunikasi downward digunakan untuk mengarahkan kerja para bawahan dalam
menjalankan suatu tugas atau pekerjaan mereka. Komunikasi kebawah terjadi ketika
atasan/penyelia mengirimkan pesan kepada salah satu atau sekelompok bawahan. Barret
(2008:2) mengatakan bahwa seorang pimpinan yang dapat berkomunikasi dengan efektif
akan menghasilkan kepemimpinan yang efektif pula. Oleh sebab itu dapat dikatakan
bahwa komunikasi adalah bagian penting dari faktor – faktor pendukung kepemimpinan.
Oleh sebab itu dapat dikatakan keterampilan atau kompetensi dari komunikasi
seorang pemimpin merupakan sumber untuk mengatasi gangguan, membuat dan
menyampaikan pesan, memberi petunjuk, arahan, motivasi dan inspirasi bagi seseorang
untuk bertindak.
Menurut Katz dan Kahn (1966) dalam Pace dan Faules (2005:185)
mengidentifikasi lima tipe pesan yang biasanya tercermin dalam komunikasi ke bawah,
yaitu :
a. Job instructions,
meliputi tugas-tugas yang harus dikerjakan dan arahan untuk melaksanakan tugas
tersebut.
b. Job rationales,
menjelaskan tujuan dari tugas atau pekerjaan dan hubungannya dengan aktivitas
atau sasaran organisasi yang lain.
c. Procedures and practices information,
menyinggung kebijakan – kebijakan organisasi, aturan dan manfaat.
d. Feedback,
memberikan bawahan penghargaan atas prestasi mereka.
e. Indoctrination of organizational ideology,
mencoba mengembangkan komitmen dari anggota organisasi terhadap nilai-nilai,
tujuan dan sasaran organisasi.
A.6. Kompetensi Komunikasi Atasan
Harrold Lasswell (1984)dalam Mulyana (2011:69) mendefinisikan komunikator
atau sering disebut juga sumber (source), pengirim (sender), penyandi (encoder),
kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok,
organisasi, perusahaan atau bahkan suatu negara. Sekalipun fungsinya sama yaitu sebagai
pengirim pesan, sebetulnya masing-masing istilah itu memiliki ciri khas tersendiri,
terutama tentang sumber. Seorang sumber bisa jadi komunikator/pembicara. Sebaliknya,
seorang komunikator/sumber tidak selalu sebagai sumber. Bisa jadi ia menjadi pelaksana
(eksekutor) dari seorang sumber untuk menyampaikan pesan kepada khalayak ramai atau
individu.
Komunikator oleh Hovland (2007:68) didefinisikan sebagai seseorang yang
menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah
perilaku orang lain yang dalam hal ini disebut dengan komunikan. Definisi lain
dikemukakan oleh Effendy (1993:14) yang menyatakan bahwa seseorang disebut juga
komunikator jika ia menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Komunikator adalah
seseorang atau sekelompok orang yang menyampaikan pikirannya atau perasannya
kepada orang lain. Menurut model komunikasi Berlo (1960) dalam Mulyana (2011:162),
komunikator jika dilihat dari jumlahnya terdiri dari satu orang, banyak orang, dan massa.
Sedangkan hubungan jumlah komunikator dengan organisasi tampak pada gambar
berikut :
[image:36.595.85.510.444.712.2]Sumber: Vardiansyah (2004: 76)
22
Spitzberg dan William Cupach (1984) dalam Payne (2005:63) juga
mengemukakan bahwa kompetensi komunikasi mencakup hal-hal seperti pengetahuan
tentang peran lingkungan (konteks) dalam mempengaruhi isi (konten) dan bentuk serta
kualitas pesan komunikasi (misalnya, pengetahuan bahwa suatu topik mungkin layak
dikomunikasikan kepada pendengar tertentu di lingkungan tertentu, tetapi mungkin tidak
layak bagi pendengar dan lingkungan yang lain) serta ditambah dengan pengetahuan
tentang tatacara perilaku nonverbal (misalnya, kepatutan sentuhan, suara yang keras, serta
kedekatan fisik). Hal – hal tersebut merupakan faktor penting dalam berkomunikasi
dengan komunikan, dalam hal penelitian ini adalah bawahan, yang dapat membawa
dampak pada perubahan perilaku yang berwujud kemampuan (kompetensi) yang meliputi
pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan sikap dalam pembelajaran terkait ilmu
tertentu yang dipelajari. Secara singkat, komunikasi yang dilakukan oleh seseorang
komunikator yang kompeten mencakup dua hal, yaitu: efektifitas dan kesesuaian.
Menurut Robbins (2002:307) salah satu aspek pribadi yang merupakan
kompetensi adalah komunikasi, dengan komunikasi organisasi dapat memelihara
motivasi karyawan dengan memberikan penjelasan kepada karyawan tentang apa yang
harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukan
karyawan untuk meningkatkan kinerjanya jika sedang berada di bawah standar.
Pegawai yang mempunyai kompetensi komunikasi yang baik akan mampu
memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja
pegawai menjadi semakin baik. Komunikasi memegang peranan penting di dalam
menunjang kelancaran aktivitas pegawai di organisasi.
Dalam penelitian ini yang dimaksud komunikator adalah atasan. Atasan akan
menyampaikan pesan yang bersumber pada dirinya sendiri atau menyampaikan ulang
pesan atasan di atasnya kepada bawahan. Kompetensi komunikasi atasan didekati dengan
konstruk kompetensi komunikasi komunikator. Pola komunikasi atasan dan bawahan
dipengaruhi oleh komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok.
A.7. Kepuasan Komunikasi Bawahan
Pace dan Faules (2005:165) mengemukakan bahwa kepuasan adalah suatu konsep
yang lebih berkenaan dengan tingkat kenyamanan. Dari definisi tersebut dapat dikatakan
nyaman dengan pesan-pesan, media, dan hubungan-hubungan yang timbul dalam
organisasi.
Menurut Redding dalam Masmuh (2008:47) yang dimaksud kepuasan komunikasi
organisasi adalah semua tingkat kepuasan karyawan mempersepsi lingkungan
komunikasi secara keseluruhan. Konsep kepuasan ini memperkaya ide iklim komunikasi.
Kepuasan dalam pengertian ini menunjukkan bagaimana baiknya informasi yang tersedia
memenuhi persyaratan permintaan anggota organisasi akan tuntutan bagi informasi, dari
siapa datangnya, cara disebarluaskan, bagaimana diterima, diproses dan apa respons
orang menerima.
Kepuasan yang terjadi dengan adanya komunikasi akan timbul karena beberapa
faktor. Masmuh (2008:48-49) mengemukakan faktor-faktor kepuasan yang berkaitan
dengan komunikasi meliputi:
1) Kepuasan dengan pekerjaan
2) Kepuasan dengan ketepatan informasi
3) Kepuasan dengan kemampuan seseorang yang menyarankan penyempurnaan
4) Kepuasan dengan efisiensi bermacam-macam saluran komunikasi
5) Kepuasan dengan kualitas media informasinya
6) Kepuasan dengan cara komunikasi rekan sejawat
7) Kepuasan dengan keterlibatan dalam komunikasi organisasi sebagai satu kesatuan.
Dalam penelitian yang melibatkan instrumen mengenai tingkat kepuasan
komunikasi organisasi, Down dan Hazen (1977) telah mengembangkan dimensi –
dimensi pengukuran yang paling komprehensif sebagaimana dikutip oleh Pace dan Faules
(2005:164) sebagai berikut:
1) Sejauh mana komunikasi organisasi memotivasi dan merangsang pegawai untuk
memenuhi tujuan organisasi dan untuk berpihak pada organisasi,
2) Sejauh mana penyelia terbuka pada gagasan, mau mendengarkan dan menawarkan
bimbingan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
pekerjaan,
3) Sejauh mana individu menerima informasi tentang lingkungan kerjanya,
4) Sejauh mana pertemuan diatur dengan baik, pengarahan tertulis singkat dan jelas,
24
5) Sejauh mana desas-desus dan komunikasi horizontal yang tepat dan dapat
mengalir bebas,
6) Sejauh mana para bawahan responsif terhadap komunikasi ke bawah dan
memperkirakan kebutuhan penyelia,
7) Sejauh mana pegawai mengetahui bagaimana mereka dinilai dan bagaimana kerja
mereka dihargai,
8) Sejauh mana informasi tentang organisasi sebagai suatu keseluruhan memadai.
Kadang – kadang konstruk kepuasan komunikasi organisasi dikacaukan oleh
konstruk iklim komunikasi. Alasannya adalah iklim menurut Litwin dan Stringer (1968)
dalam Pace dan Faules (2005:162) tampaknya merupakan fungsi dari bagaimana
kepuasan anggota terhadap komunikasi dalam organisasi. Pace dan Faules (2005:163)
[image:39.595.86.512.342.545.2]memberikan batasan perbedaan di antara keduanya seperti ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Sifat – Sifat Kepuasan Dan Iklim Komunikasi
KEPUASAN IKLIM
Tingkat Abstraksi
Mikro
(Konkret dan Mudah Ditentukan)
Makro
(Abstrak, Gabungan) Tingkat
Analisis Individu Kelompok Besar
Tingkat
Pengaruh Mengevaluasi Menjelaskan
Definisi Evaluasi – diri atas kondisi afeksi internal. Reaksi afektif atas meningkatnya jumlah hasil yang diinginkan orang – orang sebagai hasil pekerjaan mereka dan komunikasi mereka
Penjelasan fenomena yang eksternal bagi individu. Suatu citra gabungan atas entitas atau fenomena global: organisasi dan komunikasi
Sumber: Pace dan Faules (2005: 163)
Iklim komunikasi pada dasarnya menggambarkan kualitas hubungan-hubungan
personal yang dialami pegawai di dalam lingkungan kerja. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa iklim komunikasi mencerminkan bagaimana pengalaman empiris pegawai tentang
komunikasi dan perlakuan atasan terhadap dirinya dan segenap pegawai, maupun
hubungan dan komunikasi, sikap, dan pengertian yang berkembang di antara sesama
pegawai. Apakah pengalaman pegawai di lingkungan kerja menunjukkan kualitas positif
yang dapat membuat pegawai merasa bermakna dan punya pengaruh melalui
Konsep iklim komunikasi merupakan ramuan persepsi yang terdi