• Tidak ada hasil yang ditemukan

A Pengertian Konstitus

Istilah konsitusi berasal dari bahasa Prancis, constituer. Kata konstitusi berarti pembentukan yang berasal dari kata kerja, yaitu constituer (Prancis) yang berarti membentuk. Dalam pengertian ini, hal yang dibentuk adalah negara. Dengan demikian, konstitusi mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-udangan tentang negara. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan adalah pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara.1[3]

Konstitusi (constitution = bahasa latin) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan negara-biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum. Istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagi prinsip-prinsip dasar hukum, termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang, dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya. Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan pada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan negara. Konstitusi pada umumnya bersifat kodifikasi, yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan- aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, harus dimengerti bahwa tidak semua konstitusi berupa dokumen tertulis (formal). Menurut para ahlu ilmu hukum ataupun ilmu politik, konstitusi harus diterjemahkan ke dalam kesepakatan politik, negara, kekuasaan,

1[3]Dahlan Thaib, dkk, Teori dan Hukum Konstitusi, (Jakarta: Grafindo Persada, 2013), hlm. 6.

pengambilan keputusan, kebijakan, distribusi, dan alokasi. Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud memiliki beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum, tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi.2[4]

Wade dalam bukunya yang berjudul Constitutional Law mengatakan bahwa undang-undang dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan pemerintah suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut. Jadi, pokok dasar dari sistem pemerintahan diatur dalam suatu undang-undang dasar. Sama halnya dengan Friedrich, ia mengatakan bahwa konstitutionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah merupakan suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang dipelukan untuk pemerintahan itu disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas memerintah.3[5] Mereka memandang sudut kekuasaan negara tersebut dalam segi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Selanjutnya, Heller membagi konstitusi menjadi tiga, yaitu die politische verassung als gesellscgaftlich wirklichkei

(konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan; mengandung pengertian politik dan sosiologis), dan die verselbstandigterechtverfassung (konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat; mengandung pengertian yuridis), dan die geshereiben verfassung (konstitusi yang tertulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara).4[6]Di sini, konstitusi dipandang 2[4]Jazim Hamidi, dkk, Teori Hukum Tata Negara, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hlm.94

3[5]Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1988), hlm. 96-97 4[6]Dahlan Thaib, op.cit., hlm. 9

tidak hanya bersifat yuridis semata, tetapi juga mengandung pengertian sosiologis dan politis.

Dewasa ini, istilah konsitusi sering diidentifikasi dengan suatu kodifikasi terhadap dokumen yang tertulis. Di Inggris, konstitusi yang dimiliki tidak dalam bentuk kodifikasi, tetapi berdasarkan pada yurisprudensi dalam ketatanegaraan negara Inggris. Konstitusi sebagai living organism tentungya harus mampu menyesuaikan diri dengan kondisi dan peubahan zaman.

Dalam konteks ini, mengutip rekomendasi yang dihasilkan oleh

Commonwealth Human Right Initiatives, terdaoat sebelas prinsip pembuatan konstitusi yang terkait erat dengan partisipasi publik, yaitu legitimasi, inklusivitas, pemberdayaan masyarakat sipil, keterbukaan dan transparansi, aksesibilitas, pengkajian yang berkesinambungan, akuntabilitas, pentingnya proses, peran partai politik, peran masyarakat sipil, dan peran para pakar.

Menurut Thompson, secaa sederhana pertanyaan what is a constitution?

Dapat dijawab bahwa “... a constitution is a document which contains the rules for the operation of an organization”. Organisasi dimaksud beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya. Negara sebagai salah satu bentuk oganisasi pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi atau undang- undang dasar. Hanya Inggis dan Israel saja yang sampai sekarang dikenal tidak memiliki satu naskah tertulis yang disebut dengan undang-undang dasar. Undang- undang dasar pada kedua negara ini tidak pernah dibuat, tetapi tumbuh menjadi konstitusi dalam pengalaman praktik ketatanegaraan. Namun, para ahli tetap dapat menyebut adanya konstitusi dalam konteks hukum tata negara Inggris.

Ciri utama konstitusi adalah fleksibel.Hukum konstitusi adalah hukum kesepakatan resmi tertinggi dan berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan pada kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara tersebut menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi tersebut adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh paa ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya.Oleh karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentikan berlakunya suatu konstitusi.

Konstitusi NRI adalah atas kedaulatan rakyat, demikian bunyi alinea keempat pembukaan UUD 1945.Constituent Power mendahului konstitusi, sedangkan konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi. Pengertian Constituent power berkaitan pula dengan hierarki hukum. Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi dan paling fundamental sifatnya karena konstitusi tersebut sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan autorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada dibawah undang-undang dasar dapat berlaku dan diberlakukan, pertaturan-peraturan tersebut tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi.

Pengertian konstitusi selalu terkait dengan paham konstitusionalisme. Hamilton menyatakan bahwa “Constitutionalism is the name given to the trust which men repose in the power of words engrossed on parchment to keep a goverment in order”. Untuk tujuan to keep a goverment in order tersebut diperlukan

pengaturan yang sedemikian rupa, sehingga dinamika kekuasaan dalam proses pemerintahan dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Gagasan mengatur dan membatasi kekuasaan ini secara alamiah muncul karena adanya kebutuhan untuk merepon perkembangan peran relatif kekuasaan umum dalam kehidupan umat manusia.

Istilah konstitusionalisme pada zaman sekarang dianggap sebagai suatu konsep yang niscaya bagi setiap negara modern. Seperti dikemukakan oleh C.J. Friedrich, sebagaimana yang telah dikutip, “constitutionalism is an institutionalized system of effective, regularied restraints upon govermental action”. Basis pokoknya adalah kesepakatan umum atau persetujuanm (consesnsus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang di idealkan berkenaan dengan negara. Organisasi negara tersebut diperlukan oleh warga masyarakat politik agar kepentingan mereka bersama dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan mekanisme yang disebut negara.

Pada umumnya, kesepakatan yang menjamin tegaknya konstitusionalisme pada zaman modern dipahami bersandar pada tiga elemen kesepakatan, yaitu:

1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama

2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau

penyelenggaraan negara

3. Kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur

ketatanegaraan.

Adapun konsensus pertama, yaitu berkenaan dengan cita-cita bersama sangat menentukan tegaknya konstitusi dan konsitusionalisme di suatu negara dalam konteks kehidupan bernegara. DI negara Indonesia, lambang negara adalah Garuda. Artinya, gabungan ruh damai dan dasar filosofis yang disebut sebagai

Pancasila yang berarti lima sila atau lima prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan empat tujuan bernegara. Kelima sila dalam pancasila dipakai sebagai dasar filosofis-ideologis untuk mewujudkan empat tujuan atau cita-cita ideal bernegaa, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluuh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia bedasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan keadila sosial.

Selanjutnya, kesepakatan kedua adalah kesepakatan bahwa basis pemerintahan didasarkan atas aturan hukum dan konstitusi. Kesepakatan atau konsensus kedua ini juga sangat prinsipil karena dalam setiap negara harus ada keyakinan bersama bahwa apa pun yang hendak dilakukan dalam konteks penyelenggaraan negara haruslah didasarkan atas rule of the game yang ditentukan bersama. Istilah yang biasa digunakan untuk itu adalah the rule of the lawyang dipelopori oleh A.V. Dicey, seorang sarjana Inggis kenamaan, di Amerika Serikat, istilah ini bahkan dikembangkan menjadi jargon, yaitu The rule of law, and

not of Man untuk menggambarkan pengertian bahwa hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan manusia atau orang. Oleh karena itu, tanpa ada konsensus semacam itu, konstitusi tidak akan berguna karena ia akan sekedar berfungsi sebagai kertas dokumn yang mati, hanya bernilai semantik dan tidak berfungsi atau tidak dapat difungsikan sebagaimana mestinya.

Kesepakatan ketiga berkenaan dengan bangunan organ negara dan prosedur- prosedur yang mengatu kekuasaannya, hubungan-hubungan antarorgan negara tersebut satu sama lain, dan hubungan antara organ-organ negara tersebut dengan warga negara. Dengan adanya kesepakatan tersebut, maka isi konstitusi dapat dengan mudah dirumuskan karena benar-benar mencerminkan keinginan bersama

berkenaan dengan institusi kenegaraan dan mekanisme ketatanegaraan yang hendak dikembangkan dalam kerangka kehidupan berkonstitusi. Kesepakatan- kesepakatan itulah yang dirumuskan dalam dokumen konstitusi yang diharapkan dapat dijadikan pegangan bersama untuk kurun waktu yang cukup lama. Para perancang dan perumus konstitusi tidak seharunya membayangkan konstitusi tersebut, bahkan naskah konstitusi tersebut akan sering diubah dalam wakti dekat. Konstitusi tidak sama dengan undang-undang yang dapat lebih mudah diubah. Oleh karena itu, mekanisme perubahan undang-undang dasar memang sudah seharusnya tidak diubah semudah mengubah undang-undang undang-undang. Sudah tentu, tidak mudahnya mekanisme perubahan undang-undang dasar tidak boleh menyebabkan undang-undang dasa tersebut menjadi terlalu kaku karena tidak dapat diubah. Konstitusi juga tidak boleh disakralkan dari kemungkinan perubahan seperti yang tejadi pada masa Orde Baru.

Keberadaan Pancasila sebagai falsafah kenegaraan atau staatidee (cita negara) yang berfungsi sebagai folosofische grondslag dan common platforms atau

kalimatun sawa di antara sesama warga masyarakat dalam konteks kehidupan bernegada dalam kesepakatan petama penyangga konstitusionalisme menunjukkan hakikat Pancasila sebagai ideologi terbuka. Terminologi Pancasila sebagai ideologi terbuka sesungguhnya telah dikembangkan pada masa Orde Baru. Namin dalam pelaksanaannyam, saat itu Pancasila lebih terlihat sebagai ideologi tertutup. Pancasila enjadi alat hegermoni yang secaa apriori ditentukan oleh elit kekuasaan untuk mengekang kebebasan dan melegitimasi kekuasaan. Kebenaran Pancasila pada saat itu tidak hanya mencakup cita-cita dan nilai dasar, tetapi juga meliputi kebijakan praktis operasional yang tidak dapat dpertanyakan, tetapi harus diterima dan tipatuhi oleh masyarakat.

Konsekuensi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah membuka ruang dalam membentuk kesepakatan masyaajat tentang cara untuk mencapai cita-cita dan nilai-nilai dasar tersebut. Kesepakatan tersebut adalah kesepakatan kedua dan ketiga sebagai penyangga konstitusionalisme, yaitu kesepakatan tentang the rule of the law sebagai landasan pemerintahan atau penyelenggaraan negara dan kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan. Kesepakatan-kesepakatan tersebut hanya mungkin dicapai jika sistem yang dikembangkan adalah sistem demokrasi.

Pancasila sebagai ideologi dalam konstitusi bangsa Indonesia memiliki perbedaan dengan sistem kapitalisme-liberal atauapun sosialisme-komunis. Pancasila mengakui dan melindungi, baik hak-hak indicidu maupun hak masyarakat dalam bidang ekonomi ataupun politik. Dengan demikian, ideologi kita mengakui secara selaras, baik kolektivisme maupun individualisme. Demokasi yang dikembangkan bukanlah demokrasi politik semata seperti dalam ideologi liberal- kapitalis, melainkan dmeokrasi ekonomi. Dalam sistem kapitalisme liberal, dasar perekonomian liberal, dasar perekonomian bukan usaha bersama dan kekeluargaan, melainkan kebebasan individual untuk berusaha. Sementara itu, dalam sistem etatisme, negara yang mendominasi perekonomian, bukan warga negara, baik sebagai individu maupun bersama-sama dengan warga negara lainnya.5[7]

Konstitusi sebagai Dasar Hidup Bernegara

Tanggal 17 Agustus tahun 1945 adalah hari Proklamasi Indonesia dan UUD NKRI 1945 merupakan dokumen tertulis atau konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia yang merupakan hukum dasar terbentuknya negara merdeka, bersatu,

berdaulat, adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Perubahan UUD 1945 sebagai agenda utama era reformasi mulai dilakuka oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 1999. Pada Sidang Tahunan MPR 1999, seluruh fraksi MPR membuat kesepakatan tentang arah perubahan UUD 1945.6[8]

1. Sepakat untuk tudak mengubah Pembukaan UUD 1945.

2. Sepakat untuk mempertahankan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia

3. Sepakat untuk mempertahankan sistem presidensil

4. Sepakat untuk memindahkan hal-hal normatif yang ada dalam Penjelasan UUD

1945 ke dalam pasal-pasal UUD 1945.

5. Sepakat untuk menempuh cara adendum dalam melakukan amandemen terhadap

UUD 1945.

Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap menjadi salah satu agenda sidang Tahunan MPR7[9] dari tahun 1999. Perubahan kedua tahun 2000, perubahan ketiga tahun 2001, hingga perubahan keempat pada Sidang tahunan MPR tahun 2002 terjadi bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya Komisi Konstitusi yang bertugas untuk melakukan pengkajian secara komprehensif tentang perubahan UUD 1945 berdasarkan ketatapan MPR No. I/MPR/2002 tentang Pmebentukan Komisi Konstitusi.

Perubahan-perubahan tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD 1945. Jika naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, maka setelah empat kali megalami perubahan, materi muatan UUD 1945 mencakup 199 butir ketentuan. Namun sesuai dengan kesepakatan MPR yang kemudian menjadi lampiran 6[8]Lima kesepakatan tersebut dilampirkan dalam Ketetapan MPR Nol IX/MPR/1999 tentang Penugasan Badan Pekeja Majelis Pemusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia untuk Melanjutkan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

7[9]Sidang Tahunan MPR baru dikenal pada masa refomasi berdasarkan Pasal 49 dan Pasal 50 Ketetapan MPR No. II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

ketetapan MPR No. IX/MPR/1999, pembukaan UUD 1945 tidak akan diubah. Pembukaan UUD 1945 memuat cita-cita bersama sebagai puncak abstraksi yang mencerminkan kesamaan-kesamaan kepentingan di antara sesama warga masyarakat yang dalam kenyataannya harus hidup di tengan pluralisme atau kemajemukan.

Pusat Kajian Konstitusi (PKK) yang sudah terbentuk di berbagai universitas yang tersebat di seluruh Indonesia, sudah seyogianya dilibatkan untuk turut menyumbangkan kajian ilmiah bagi penyempurnaan UUD 1945 saat ini. Diharapkan hasil kajian akademis meeka dapat terhindar dari kepentingan politik praktis dan tetap menggali filosofi tujuan negaa Pancasila. Kiranya, kita semua harus mengingat kembali terhadap arti pentingnya gagasar dasar atas konstitusi yang dikemukakan oleh Patrick Henry, “The Constitution is not an instrument fo the goverment to restrain the people, but it is an instrument for the peolple to restrain the goverment”. Jadikanlah rakyat sebagai aspirasi dan jiwa dari konstitusi itu sendiri.8[10]

Konstitusi Negara Indonesia, Suatu Suplemen

Undang-undang Dasar atau Konstitusi Negara Republik Indonesia disahkan dan ditetapkan oleh Pantia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945, yakni sehari setelah proklamasi kemerdekaan.

Istilah undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang memakai angka “1945” dibelakang UUD, barulah timbul kemudian yaitu pada awal 1959, ketika tanggal 19 Februari 1959 Kabinet Karya mengambil kesimpulan dengan suara bulat mengenai “pelaksanaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke UUD 1945”. Kemudian

keputusan pemerintah itu disampaikan ke piha konstituante pada 22 april 1959. Peristiwa ini dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dikenal dengan nama “ajakan pemerintah yang berbunyi secara cekak aos untuk kembali ke UUD 1945”.

Jadi pada saat disahkan dan ditetapkan UUD 1945 pada 18 Agustus 1945, ia hanya bernama “OENDANG-OENDANG DASAR”. Demikian pula, ketika UUD diundangkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 tanggal 15 Februari 1946, istilah yang digunakan masih “oendang-oendang Dasar” tanpa tahun 1945.Baru kemudian dalam Dekrit Presiden 1959 memakai UUD 1995 sebagaimana yang diundangkan dalam Lembaran Negara No. 75 Tahun 1959.Hal ini perlu dikemukakan, mengingat titik focus pembahasan buku ini pada UUD 1945 (pernah dua kali masa berlakunya), dan bukan pembahasan pada UUD RIS (konstitusi RIS 1949) dan UUDS 1950.9[11]

Jelaslah bagi penulis bahwa berdasarkan Ketetapan MPRS NO. XX/MPRS/1966 yang dimaksud UUD 1945 meliputi: pembukaan, Batang Tubuh yang terdiri dari 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tabahan, serta Penjelasan otentik UUD. Adapun mengenai pernah berlakunya UUD 1945 dalam dua kurun waktu, dan UUD 1945 yang mana yang akan dipakai dalam penulisan ini, akan dibahas secara tersendiri dalam subbab berikut.

Berbicara tentang Undang-Undang Dasar suatu Negara, menarik sekali untuk diketahui, dalam kondisi Negara bagimana konstitusi itu lahir, siapa yang mempunyai kontribusi besar atas kelahiran konstitusi, hendaknya dibawa kemana oleh para perumus atau pendiri Negara (the founding father) cita-cita Negara itu

9[11] Dahlan Thaib, dkk, Teori dan Hukum Konstitusi (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hlm. 79-80

digariskan. Disamping itu, dengan Undang-Undang Dasar akan diketahui tentang Negara itu, baik bentuk, susunan Negara maupun system pemerintahannya.

A.A.H Struycken berpendapat bahwa Undang-Undang Dasar sebagai Konstitusi konstitusi tertulis merupakan sebuah dokumen formal yang berisi:

1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.

2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.

3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwuudkan baik untuk waktu sekarang maupun masa yang akan dating.

4. Suatu keingin, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin.

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi tertulis juga dituangkan dalam sebuah dokumen formal, dimana dokumen tersebut telah dipersiapkan jauh sebelum Indonesia merdeka, dan baru dirancang oleh Badan Penyelidik Usaha- usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dengan dua masa siding yaitu tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945 dan tanggal 10 – 17 Juli 1945. Sebagai dokumen formal, UUD 1945 detetapkan dan disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

Pasca-Indonesia merdeka, Undang-Undang Dasar 1945 pernah berlaku dua kali dalam suasana ketatanegaraan dan kurun waktu yang berbeda. Bagaimana kronologis pemberlakuannya, akan diuraikan berikut ini.10[12]