• Tidak ada hasil yang ditemukan

polis with power over it like that of the mind over the body “, keduanya sama-sama menunjuk kepada pengertian konstitusi Demikian pula

Aristoteles dalam bukunya

Politics

mengkaitkan pengertian kita tentang

konstitusi dalam frase “

in a sense of life of the city

“. Apa yang tidak

dimiliki konstitusionalisme politik Yunani adalah sesuatu yang penting bagi kelanjutan eksistensi bentuk pemerintahan seperti itu, yaitu kemampuan untuk bergerak seiring dengan perubahan zaman dan memenuhi kebutuhan baru yang muncul.

B. Perkembangan Konstitusi Romawi

Dalam bahasa Yunani Kuno tidak dikenal ada nya istilah yang mencerminkan

pengertian ka ta

jus

ataupun

constitutio

sebagaimana dalam tra disi

Romawi yang datang kemudian. Dalam ke se luruhan sistem berpikir para

filosof Yunani Kuno, perkataan

constitution

adalah seperti apa yang kita

maksudkan sekarang ini. Perkata an

consti tution

di zaman Kekaisaran

Romawi (

Roman Empire

), dalam bentuk bahasa latinnya, mula-mula

digunakan se ba gai istilah teknis untuk menyebut

the acts of legisla tion

by the Empe ror

. Bersamaan dengan banyak aspek dari hukum Romawi yang dipinjam ke dalam sistem pemikiran hukum di kalangan gereja, maka

istilah teknis

constitution

juga dipinjam untuk menyebut peraturan-peraturan

eklesiastik yang ber laku di gereja-gereja tertentu (

ecclesiastical

province

). Oleh karena itu, kitab-kitab Hukum Romawi dan Hukum Ge reja (Kano nik) itulah yang sering dianggap sebagai sum ber rujukan atau referensi

paling awal mengenai peng gu na an perkataan

constitution

dalam sejarah.

Dalam perkembangannya, bangsa Romawi yang sedang melebarkan sayap

kerajaan dunianya, berubah dari negara polis (

city state

), menjadi suatu

imperium (kerajaan dunia) yang dapat mempersatukan seluruh daerah peradaban dalam suatu kerajaan. Pada zaman Romawi, meskipun ilmu

ketatanegaraan tidak mengalami perkembangan yang pesat dikarenakan, pada masa Romawi lebih menitikberatkan persoalan -persoalan praktis daripada masalah-masalah teoritis, namun pemikiran-pemikiran hukum pada zaman Romawi sangat mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan pada abad berikutnya. Beberapa bukti di antara nya;

Pertama

, pada saat terjadi pertentangan antara kaum

patricia

(kaum

ningrat) dengan kaum

Plebeia

(kaum gembel, rakyat jelata). Pertentangan ini

dapat diselesaikan dengan sebuah undang-undang yang terkenal dengan nama

Undang-Undang 12 Meja.

Kedua

, penggunaan istilah

ius

gentium

pertamakalinya digunakan pada zaman Romawi untuk menunjukkan bahwa kerajaan Romawi telah membedakan hukum bagi orang-orang Romawi

dan di luar Romawi. Bagi orang Romawi diberlakukan

ius civil

, sedangkan di

luar Romawi (bukan Romawi Asli) diberlakukan

ius gentium

(yang dikenal

dengan sebutan hukum antar negara).

Ketiga

, penggunaan

perkataan

lex

dikenal pada masa Romawi.

Lex

ini dipahami sebagai konstitusi

untuk menentukan bagaimana bangunan kenegaraan harus dikembangkan, yang kemudian menjadi kata kunci untuk memahami konsepsi politik dan hukum.

Pada dasarnya gagasan konstitusi dan konstitusionalisme pada masa Romawi sudah terlihat. Namun demikian, gagasan konstitusionalisme ini sungguh sangat disayangkan harus lenyap seiring dengan kekalahan bangsa Romawi oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400).

Mula-mula, Romawi adalah sebuah monarki, tetapi kemudian raja-rajanya diturunkan dengan paksa. Sekitar 500 SM., republic mulai muncul secara jelas, disusul dengan perebutan kekuasaan antar golongan (Patrician-bangsawan dan Plcbeians-buruh petani) yang berlangsung lama dan berakhir (300 SM) dengan ditetapkannya persamaan hak terhadap rakyat jelata yang dilindungi oleh para

pejabat yang dipih khusus untuk itu yang disebut Tribunes. Dalam konstitusi repulik ini,ada tiga elemen pemerintahan yang diharapkan dapat saling memeriksa dan mengimbangi (balance and check) satu sama lain. Yang pertama adalah elemen monarki (diserahkan dari tangan raja semula) yang memanifestasikan dirinya dalam bentuk jabatan penasihat. Elemen kedua adalah elemen aristokratis yang diwujudkan dalam bentuk Senat,sebuah majelis yang dalam suatu masa memiliki kekuasaan legislative yang sangat besar. Elemen ketiga adalah elemen demokratis yang berupa pertemuan- pertemuan rakyat dalam tiga jenis konvensi yang dibagi berdasarkan tanah atau rakyat (cury, century, atau suku bangsa)

Demokrasi Romawi, seperti juga demokrasi Negara-kota Yunani, merupakan demokrasi primer atau demokrasi langsung, sedangkan gagasan perwakilan adalah hal yang asing bagi keduanya. Teori kekuasaan Kekaisaran Romawi

dapat dihimpun dengan jelas dan

Institutes

dan Digest Kaisar Justinian (538-

565 M), penyusun terkenal hukum Romawi

(Roman Law)

. Walaupun

kekuasaan yang sebanarnya hanya terbatas pada Kekaisaran Romawi di belahan timur dan berpusat di Konstantinopel. Konstitusi Romawi yang di mulai sebagai suatu perpaduan harmonis antara elemen

monarki,aristokrasi,dan demokrasi telah berakhir sebagai suatu aristokrasi yang tidak bertanggungjawab. Perasaan nasional sama sekali tidak ada dalam Imperium Romawi.

Yang menjadi pengaruh abadi konstitusionalisme Romawi,

pertama

,Hukum

Romawi (

Roman Law

) berpengaruh besar terhadap sejarah hukum Eropa

continental.

Kedua,

kecintaan bangsa Romawi akan ketenteraman dan

kesatuan sangat kuat sehingga orang-orang di Abad Pertengahan terobsesi dengan gagasan kesatuan politik dunia untuk menghadapi kekuatan

disintegrasi.

Ketiga,

konsepsi dua sisi kedaulatan legal kaisar-pada satu sisi,

kesenangan hatinya adalah hokum dan di sisi lain, kekuasaannya dianggap berasal dari rakyat-berlangsung selama berabad-abad dan bertanggung jawab atas dua pandangan berbeda tentang hubungan pemerintah dan pihak yang diperintah di Abad Pertengahan. (C.F Stong,2010 : 26-32).

C. Perkembangan Kostitusi Abad Pertengahan

Bermula dari Holly Roman Empire yang didirikan oleh Charles Agung pada 800 M,. dimana pemerintahannya sangat berbeda dengan Kekaisaran Romawi semula. Holly Roman Empire adalah Kekaisaran Roma yang telah dimodifikasi secara territorial, rasial,social, politik dan spiritual hingga mencapai taraf yang

di sana konstitusionalisme Roma lama lenyap seluruhnya. Sebelum kekaisaran Charles Agung mengembangkan konstitusi, kekaisaran itu terpecah-pecah diantara para penerusnya yaitu timbul masalah konstitusional perebutan kekuasaan antarbangsa yaitu eksperimen yang umumnya dikenal sebagai Gerakan Dewan (Conciliar Movement) antara lain Dewan Umum, Dewan Pisa (1409), Dewan Constance (1414-1418) dan Dewan Basel (1431-1439). Sehingga fenomena feodalisme kemudian berkembang pesat di seluruh Eropa.

Feodalisme adalah salah satu jenis konstitusionalisme Abad Pertengahan karena dalam beberapa taraf tersusun menjadi suatu bentuk pemerintahan social dan politik yang dapat diterima secara umum. Ciri utamanya adalah pembagian Negara menjadi unit-unit kecil. Prinsip umum feodalisme adalah “setiap orang harus punya penguasa. Kejahatan feodalisme terletak pada sedemikian banyaknya kekuasaan yang diberikan pada baron-baron tinggi dan proporsisi kekuatan mereka di masa itu yang terhambat ketika Negara

kesatuan bangkit. (C.F Strong, 2010: 32-35)

Sehingga pada abad pertengahan perkembangan konstitusi didukung oleh

aliran

monarchomachen

yang terutama terdiri dari golongan Calvinis.

Aliran ini tidak menyukai kekuasaan mutlak raja. Untuk mencegah raja bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat, aliran ini menghen daki suatu perjanjian antara rakyat dan raja. Perjanjian antara rakyat dan raja dalam

kedudukan yang sederajat menghasilkan naskah yang disebut

Leges

Fundamentalis

yang memuat hak dan kewajiban masing-masing. Raja tidak hanya dapat dimintai pertanggungjawaban tetapi juga dapat dipecat bahkan dibunuh jika memang perlu.

Perjanjian antara rakyat dan raja ini lambat laun dituangkan dalam suatu

naskah tertulis. Adapun tujuannya adalah agar para pihak dapat dengan mudah mengetahui hak dan kewajiban masing-masing. Selain itu, memudahkan salah satu pihak yang merasa dirugikan menuntut pihak lain yang melanggar

perjanjian.

Perjanjian yang berisi hak dan kewajiban itu dapat juga terjadi antara raja dengan para bangsawan. Para bangsawan berhak meminta perlindungan kepada raja. Sementara itu, raja berhak meminta bantuan para bangsawan jika terjadi perang. Bahkan perjanjian dapat dilakukan antara orang-orang sebelum ada negara. Dalam sejarah para kolonis yang menuju benua Amerika sudah

Semula konstitusi dimaksudkan untuk mengatur dan membatasi wewenang penguasa, menjamin hak (asasi) rakyat, dan mengatur pemerintahan. Seiring dengan kebangkitan paham kebangsaan dan demokrasi, konstitusi juga

menjadi alat mengkonsolidasikan kedudukan politik dan hukum dengan

mengatur kehidupan bersama untuk mencapai cita-cita. Itulah sebabnya pada zaman sekarang konstitusi tidak hanya memuat aturan hukum, tetapi juga merumuskan prinsip-prinsip hukum, haluan negara, dan patokan kebijaksanaan yang secara keseluruhan mengikat penguasa.

Pada abad pertengahan ini terdapat beberapa istilah yang dipakai pada zaman Romawi yang substansinya mengilhami peraturan-peraturan dalam negara pada periode berikutnya. Seperti misalnya, terdapat kodifikasi hukum yaitu

kodifikasi hukum yang diselenggarakan oleh raja, disebut

Corpus Juris

, dan

kodifikasi yang diseleng garakan oleh Paus Innocentius, yaitu peraturan yang

dike luarkan oleh gereja yang disebut

Corpus Juris Connonici

. Yang

terpenting dalam penulisan ini adalah

Corpus Juris

, yang terdiri dari empat

bagian :

1.

Instituten

, ini adalah sebuah ajaran, tapi mempunyai kekuatan mengikat

seperti Undang-Undang, kalau dalam Undang-Undang itu mengenai sesuatu hal tidak terdapat pengaturannya, maka pengaturan mengenai hal tersebut

dapat dilihat dalam

Instituten

tadi.

2.

Pandecten

, ini sebetulnya merupakan penafsiran saja dari para sarjana

terhadap suatu peraturan.

3.

Codex

, ini adalah peraturan atau undang-undang yang ditetapkan oleh

pemerintah/penguasa.

4.

Novellen

, ini adalah tambahan dari suatu peraturan atau undang-undang.

Selanjutnya konstitusi merupakan sumber hukum terpenting dan utama bagi negara. Pada zaman modern hampir dapat dikatakan tidak ada negara yang tidak mempunyai konstitusi. Dengan demikian antara negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

Pada tahun 1789 meletus revolusi di Perancis, ditandai oleh ketegangan- ketegangan di masyarakat dan terganggunya stabilitas keamanan negara. Maka pada tanggal 14 September 1791 tercatat diterimanya konstitusi Eropa pertama oleh Louis XVI. Sejak peristiwa inilah, sebagian besar negara-negara di dunia sama-sama mendasarkan prinsip ketatanegaraannya pada sandaran konstitusi.

D. Perkembangan Konstitusi Islam

Perkembangan konstitusi dan konstitusionalisme juga dapat dilacak pada peradaban negara-negara Islam. Ketika bangsa Eropa berada dalam keadaan

kegelapan pada abad pertengahan

(the dark age)

, di Timur Tengah tumbuh

dan berkembang pesat perada ban baru di lingkungan penganut ajaran Islam. Atas penga ruh Nabi Muhammad SAW, ba nyak sekali inovasi-inovasi baru dalam kehidupan umat manusia yang di kembangkan menjadi pen dorong kemajuan peradaban. Salah satunya ialah penyusunan dan penandatanganan per setujuan atau perjanjian bersama di antara kelom pok-kelompok penduduk kota Madinah untuk ber sama-sama membangun struktur kehidupan ber sama yang di kemudian hari berkembang men jadi kehidupan ke ne gara an dalam pengertian modern sekarang. Naskah per setujuan bersama itulah yang

selanjutnya dikenal sebagai Piagam Madinah (

Madinah Charter

).

Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai piagam tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan penger tian

konstitusi dalam arti modern. Piagam ini dibuat atas persetujuan bersama antara Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil pen du duk kota Madinah tak lama setelah beliau hijrah dari Mekkah ke Yastrib, nama kota Madinah sebelum nya, pa da tahun 622 M. Para ahli menyebut Piagam Madinah ter sebut dengan berbagai macam istilah yang berlainan satu sama lain

Para pihak yang mengikatkan diri atau terikat dalam Piagam Madinah yang

berisi per janjian masya rakat Madinah (

social contract

) tahun 622 M ini

ada tiga belas kelompok komu nitas yang secara eksplisit disebut dalam teks Piagam. Ketiga belas komunitas itu adalah (i) kaum Mukminin dan

Muslimin Muhajirin dari suku Quraisy Mekkah, (ii) Kaum Mukminin dan Muslimin dari Yatsrib, (iii) Kaum Yahudi dari Banu ‘Awf, (iv) Kaum Yahudi dari Banu Sa’idah, (v) Kaum Yahudi dari Banu al-Hars, (vi) Banu Jusyam, (vii) Kaum Yahudi dari Banu Al-Najjar, (viii) Kaum Yahudi dari Banu ‘Amr ibn ‘Awf, (ix) Banu al-Nabit, (x) Banu al-‘Aws, (xi) Kaum Yahudi dari Banu Sa’labah, (xii) Suku Jafnah dari Banu Sa’labah, dan (xiii) Banu Syuthaybah.

Secara keseluruhan, Piagam Madinah tersebut berisi 47 pasal. Pasal 1,

misalnya, mene gas kan prinsip per satuan dengan menyatakan: “

Innahum

ummatan wa hidatan min duuni al-naas

” (Sesungguhnya mereka ada